Tokoh

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej

Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiareij resmi dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM pada 23 Desember 2020. Eddy Hiareij, demikian sapaan akrabnya, adalah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada. Bersama Menkumham Yaonna H. Laoly, ia bakal menjalankan sejumlah tugas di Kementerian Hukum dan HAM.

KOMPAS.COM

Fakta Singkat

Nama Lengkap
Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum.

Lahir
Ambon, Maluku, 10 April 1973

Almamaterr
Universitas Gadjah Mada

Jabatan Terkini
Wakil Menteri Hukum dan HAM 2020–2024

Edward Omar Sharif Hiareij, yang lebih dikenal dengan nama Eddy Hiariej, adalah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada (UGM). Pada usianya yang masih terbilang muda, 37 tahun, Eddy meraih gelar Profesor dari Fakultas Hukum UGM. Sosok akademisi ini kerap menjadi saksi ahli di berbagai persidangan. Namanya mulai dikenal khalayak ketika ia menjadi saksi ahli pasangan Jokowi-Maruf Amin dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi.

Penunjukan dirinya sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM oleh Presiden Joko Widodo diharapkan dapat membantu Menkumham Yasonna Laoly dalam melaksanakan sejumlah tugas kementerian, seperti peraturan perundang-undangan, pembentukan regulasi, administrasi hukum, lembaga pemasyaraktan, hingga urusan imigrasi.

Putra Maluku

Eddy Hiariej lahir di Ambon pada 10 April 1973. Masa kecil Eddy hingga remaja dihabiskan di tanah kelahirannya, Ambon, Maluku. Putra asal Maluku ini sejak kecil dikenal sebagai murid teladan. Ia pernah juara cerdas cermat SD se-Ambon, bahkan dirinya sempat mewakili pelajar teladan dari Maluku ke tingkat nasional. Eddy sejak duduk di bangku SD sudah bisa berbahasa Belanda. Ia bersekolah di sekolah Latihan 2 SPD Ambon, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3, dan menyelesaikan jenjang pendidikan tingkat atas di SMA Negeri 1 Ambon.

Ketertarikan Eddy di bidang hukum sudah terlihat sejak dirinya duduk di bangku SMA. Ia mengagumi Ali Said, Jaksa Agung tahun 1973. Melihat ketertarikan anaknya pada bidang hukum, semula ayahnya berpandangan Eddy cocok menjadi jaksa. Namun, kemudian ayahnya melihat Eddy lebih cocok menjadi pengacara. Sang ayah menginginkan kelak Eddy bisa membela orang, bukan mendakwa.

Setelah menamatkan SMA pada 1992, Eddy telah bertekad bulat untuk melanjutkan ke perguruan tinggi negeri pilihannya, Fakultas Hukum UGM. Sayangnya ia gagal lulus tes Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Namun, kegagalan itu tidak membuatnya putus harapan, justru menjadi cambuk bagi dirinya untuk lebih tekun belajar dan lebih tekun mempersiapkan UMPTN selanjutnya. Perjuangannya tidak sia-sia, akhirnya Eddy berhasil diterima di Fakultas Hukum UGM. Gelar sarjana hukum diraihnya pada 1998.

Di alamamaternya ini pula, Eddy melanjutkan program pascasarjana hingga meraih gelar master (M.Hum.) pada 2004. Tidak cukup dengan gelar master yang telah disandangnya, ayah dua anak ini melanjutkan program doktoral. Disertasinya membahas soal penyimpangan asas legalitas dalam pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM). Kurang dari setahun, Eddy telah siap menghadapi ujian terbuka dengan promotor Prof. Marsudi Triatmodjo, menggantikan Prof. Sugeng Istanto yang meninggal dunia, dan co-promotor Prof. Harkristuti Harkrisnowo.

Eddy berhasil menyelesaikan program doktoralnya dalam waktu 2 tahun 20 hari. Eddy terdaftar sebagai mahasiswa program doktor pada 7 Februari 2007 dan dinyatakan sebagai doktor pada 27 Februari 2009. Suami dari Mega ini meraih gelar professor pada usia 37 tahun dari Fakultas Hukum UGM. Surat Keputusan (SK) Guru Besar turun pada 1 September 2010.

Karier

Seusai resmi menyandang gelar hukum pada 19 November 1998, Eddy mengikuti tes penerimaan dosen di almamaternya. Hasil tes yang diumumkan pada 6 Desember 1998 menyatakan dirinya diterima sebagai dosen. Ia aktif mengajar sebagai asisten sampai surat keputusan pengangkatannya menjadi dosen terbit pada 1 Maret 1999.

Pria yang hobi membaca dan menulis ini lebih menyukai dunia akademis ketimbang menjadi pengacara atau pun jaksa. Di dunia kampus, ia dapat berinteraksi dengan banyak orang, dan sebagai dosen menuntut dirinya harus terus belajar dan belajar. Tahun 2002, Eddy diangkat sebagai Asisten Wakil Rektor UGM. Profesi itu ia jalani di luar kesibukannya sebagai mahasiswa S2 Hukum UGM. Eddy menjabat sebagai Asisten Wakil Rektor sampai jenjang doktoral (2002–2007). Selanjutnya, ia dipercaya mejadi Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum dan LLM Program UGM.

Sebagai dosen dirinya juga aktif dalam bidang penelitian. Ia banyak melakukan riset, seperti meneliti Implikasi Reposisi TNI-Polri dalam Bidang Hukum (2000); Penelitian Rekrutmen dan Karier di Bidang Peradilan (2002); Riset Unggulan Terpadu mengenai Regulasi Dunia Maya: Pengaturan Perdagangan, Pembinaan dan Pelembagaan serta Penanggulangan Kejahatan di Bidang Teknologi Inforimasi (2003);  Penanggulangan Illegal Logging di Kalimantan Barat (2004); Kajian mengenai Pengaturan Mata Uang (2005); Kajian mengenai Pengembalian Aset Kejahatan (2008).

Di dunia akademis, Eddy dikenal sebagai ahli hukum pidana. Dirinya termasuk sosok yang cukup tertarik dan menaruh perhatian pada isu korupsi, cyber crime, pencucian uang dan terorisme. Eddy juga telah menulis beberapa buku, di antaranya, Curah Gagas dari Bulaksumur: Meluruskan Jalan Reformasi (2003); Rekomendasi untuk Presiden (2004); Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus (2006); Pengembalian Aset Kejahatan (2008); Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana (2009); Pengantar Hukum Pidana Internasional (2009), Pengadilan Atas Beberapa Kejahatan Serius Terhadap HAM (2010), Teori dan Hukum Pembuktian (2012), Hukum Pidana (2014), Hukum Acara Pidana (2015), serta Prinsip-prinsip Hukum Pidana (2016).

Dedikasi Eddy terhadap hukum pidana, terutama terkait korupsi begitu besar. Eddy kerap membahas isu-isu antikorupsi karena dirinya pernah menjadi bagian Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat UGM). Tahun 2011, Eddy mundur dari jabatan strategis di Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM karena menjadi ahli tersangka kasus korupsi.

Meski tergolong masih muda Eddy sering tampil sebagai saksi ahli di berbagai persidangan. Ia tidak takut menjadi saksi ahli. Eddy berani maju sebagai saksi ahli demi kebenaran dan keadilan yang diyakininya. Nama Eddy Hiariej mulai mendapat sorotan publik ketika ia menjadi saksi ahli pasangan Jokowi-Maruf Amin dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi. Eddy juga pernah menjadi saksi ahli Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama pada 2017.

Eddy Hiariej menikah dengan Mega Hayfa. Mereka dikaruniai dua anak, yaitu Hayfa Lavelle Xaviera Hiariej dan Fayyadh Shaquille Xavier Hiariej.

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej melantik 10 anggota Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) periode 2022-2025 (10/6/2022). 10 anggota komisioner ini diharapkan dapat mengelola royalti sesuai Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI (Permenkumham) Nomor 9 Tahun 2022 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Daftar penghargaan

Penghargaan

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy O.S. Hiariej menyampaikan 14 penjelasan terkait isu-isu yang kontroversi yang ada di RUU KUHP. Penjelasan ini disampaikan Wamenkumham saat mengikuti rapat dengar pendapat antara tim pemerintah dengan Komisi III DPR RI pada pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) di Gedung DPR Senayan, Rabu (25/5/2022).

KEMENKUMHAM

“Membuat RUU KUHP di tengah masyarakat multietnis, multireligi, multikultur sangat tidak mudah dan pastinya ada pihak yang tidak puas. Untuk itu pemerintah berusaha menarik titik tengah setiap masukan yang diberikan dalam RUU KUHP ini,” ucap Eddy Hiariej (Kompas, 23 Juni 2022).

RUU KUHP

Pemerintah tengah melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Masih adanya sejumlah kekurangan sehingga memerlukan sejumlah pembahasan kembali. RUU KUHP atau RKUHP merupakan rancangan undang-undang yang disusun dengan  tujuan untuk memperbaharui KUHP yang berasal dari Wetboek van Srafrecht voor Nederlandsch yang telah diberlakukan sejak 1918. Kemudian, ditegaskan pemberlakukannya sebagai KUHP di Indonesia melalui UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan telah dicetuskan resolusinya sejak 1963.

KUHP yang ada ini merupakan warisan kolonial Belanda dan multifafsir atau banyak perbedaan prinsip di dalamnya. Sampai saat ini belum ada terjemahan resmi dari empat versi KUHP (Moeljanto, Soesilo, Andi Hamzah, dan BPHN) yang beredar dan digunakan untuk mengadili jutaan rakyat Indonesia.

Dalam perjalanannya RKUHP disampaikan pertama kali ke DPR tahun 2012 pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi belum sempat dibahas. Kemudian pada 2015, Presiden Joko Widodo menerbitkan surpres yang ditindaklanjuti dengan pembahasan intensif bersama DPR selama lebih dari empat tahun dengan melibatkan organisasi profesi, akademisi, praktisi, ahli, dan unsur masyarakat.

Pembahasan RKUHP telah dimulai kembali melalui rapat Komisi III DPR pada 25 Mei 2022. DPR dan pemerintah telah menargetkan RKHUP harus disahkan pada Juli 2022. Saat ini pemerintah masih melakukan sosialisasi terhadap 14 pasal dalam RKUHP yang menimbulkan polemik di publik.

Pemerintah didesak untuk membuka draf RKUHP, namun pemerintah belum bisa melakukannya. Wamenkumham Eddy Hiariej beralasan, hal yang membuat pemerintah belum bisa membuka draf RKUHP ke publik karena menghargai proses yang sedang berjalan. Menurutnya, jika RKUHP sudah diserahkan ke DPR, pemerintah bersedia membuka draf tersebut ke publik.

KEMENKUMHAM

Harta kekayaan

Total kekayaan Eddy Hiariej tahun 2021 sebesar Rp19,88 miliar. Jumlah kekayaan yang dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 2 Maret 2022 terdiri dari harta tanah dan bangunan senilai Rp23 miliar yang tersebar pada 4 bidang di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.

Dalam laporan itu Eddy Hiariej juga tercatat memiliki alat transportasi dan mesin senilai Rp1,21 miliar yang terdiri dari tiga mobil, kas dan setara kas Rp1,12 miliar. Dalam laporan itu, Eddy Hiariej juga mencatatkan utang sebesar Rp5,44 miliar, sehingga total harta kekayaan tahun 2021 tercatat sebesar Rp19,88 miliar.

Eddy Hiariej tercatat telah menyampaikan laporan kekayaannya sebanyak dua kali. Laporan berdasarkan jabatannya sejak menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM  2020 dan 2021 adalah sebagai berikut.

Wakil Menteri Hukum dan HAM

  • Laporan 23 Desember 2020, harta kekayaan sebesar Rp21.096.390.057
  • Laporan 31 Desember 2021, harta kekayaan sebesar Rp19.882.415.859

Referensi

Arsip Kompas

“RUU Hukum Pidana: Presiden Minta Percepatan Pembahasan”. Kompas, 8 Maret 2018. 

“Kilat Politik & Hukum: Pemerintah Gencar Sosialisasikan RKUHP”. Kompas, 29 Mei 2021. 

“RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual: Buka Partisipasi Publik Lebih Luas”. Kompas, 5 Februari 2022. 

“Kilas Politik & Hukum: DPR Kebut Pembahasan Rancangan KUHP”. Kompas, 25 Mei 2022. 

“Rancangan KUHP. Pembahasan Hampir Tuntas, ICJR Minta Draf Dibuka”. Kompas, 15 Juni 2022. 

 

Biodata

Nama

Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum.

Lahir

Ambon, Maluku, 10 April 1973

Jabatan

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 2020–2024

Pendidikan

  • SD Latihan 2 SPD Ambon
  • SMP Negeri 3, Ambon
  • SMA Negeri 1, Ambon (1992)
  • Sarjana (S1) Ilmu Hukum Pidana, UGM, Yogyakarta (1993–1998)
  • Sarjana (S2) UGM, Yogyakarta (2002–2004)
  • Sarjana (S3) UGM, Yogyakarta (2007–2009)
  • Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM (2010)

Karier

Pekerjaan:

  • Dosen Fakultas Hukum UGM (1999–sekarang)
  • Asisten Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UGM (2002–2007)
  • Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum dan LLM Program UGM

Pemerintahan

  • Wakil Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) (2020–2024)

Organisasi

Penghargaan

Karya

Buku

Keluarga

Istri

Mega Hayfa

Anak

  • Hayfa Lavelle Xaviera Hiariej
  • Fayyadh Shaquille Xavier Hiariej

Sumber
Litbang Kompas