Lembaga

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Awalnya lembaga Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral merupakan gabungan Departemen Minyak dan Gas dengan Departemen Pertambangan pada tahun 1966. Kementerian ini bertugas menyelenggarakan urusan di bidang energI dan sumber daya mineral untuk mewujudkan kemandirian dan kedaulatan energi bagi bangsa.

Fakta Singkat

Dibentuk

11 September 1945

Menteri Kementerian ESDM Pertama

Ir. Surachman Tjokroadi (19 Agustus 1945 – 14 November 1945)

Menteri Kementerian ESDM

Arifin Tasrif (23 Oktober 2019 – saat ini)

Regulasi:

Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Anggaran:

Rp6,84 triliun (RAPBN 2021)

Website:

https://www.esdm.go.id

Kebijakan Energi Nasional

Kebijakan Energi Nasional (KEN) mengamanatkan target bauran energi terbarukan dalam bauran energi primer paling sedikit 23 persen pada tahun 2025 dan meminimalkan penggunaan minyak bumi kurang dari 25 persen pada tahun 2025. Selain itu, efisiensi energI juga ditargetkan turun 1 persen per tahun dalam upaya mendorong penghematan pemakaian energi di semua sektor. Beberapa target dalam KEN yang juga menjadi pertimbangan dalam proyeksi permintaan energi antara lain optimalisasi penggunaan gas bumi untuk domestik dan prioritas penggunaan energi fosil untuk bahan baku industri nasional.

Produksi minyak bumi selama 10 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun, dari 346 juta barel (949 ribu bph) pada tahun 2009 menjadi sekitar 283 juta barel (778 ribu bph) di tahun 2018. Penurunan produksi tersebut disebabkan oleh sumur-sumur produksi utama minyak bumi yang umumnya sudah tua, sementara produksi sumur baru relatif masih terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan kilang, Indonesia mengimpor minyak bumi terutama dari Timur Tengah sehingga ketergantungan terhadap impor mencapai sekitar 35 persen.

Di sisi lain, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, terutama untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (pembangkit listrik dan industri) dan permintaan luar negeri (ekspor). Perkembangan produksi batubara periode tahun 2009-2018 mengalami peningkatan yang cukup besar, dengan capaian produksi pada tahun 2018 sebesar 557 juta ton. Dari total produksi tersebut, porsi ekspor batubara mencapai 357 juta ton (63 persen) dan sebagian besar digunakan untuk memenuhi permintaan China dan India. Tingginya angka ekspor batubara Indonesia menjadikan Indonesia sebagai salah satu eksportir batubara terbesar di dunia selain Australia.

Berkurangnya produksi energi fosil terutama minyak bumi serta komitmen global dalam pengurangan emisi gas rumah kaca, mendorong Pemerintah untuk meningkatkan peran energi baru dan terbarukan secara terus menerus sebagai bagian dalam menjaga ketahanan dan kemandirian energi. Sesuai PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, target bauran energi baru dan terbarukan pada tahun 2025 paling sedikit 23 persen dan 31 persen pada tahun 2050. Indonesia mempunyai potensi energi baru terbarukan yang cukup besar untuk mencapai target bauran energi primer tersebut.

Sejarah

KOMPAS/LASTI KURNIA

Aktifitas pekerja di PT Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkitan Muara Karang (PT PJB UP Muara Karang), Jakarta, Senin (10/2/2020). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan penambahan 8.823 Mega Watt (MW) pembangkit pada tahun 2020 ini, sebagai puncak program percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan 35.000 MW.

Pada tahun 1945 Jawatan Tambang dan Geologi merupakan lembaga pertama yang menangani Pertambangan di Indonesia yang dibentuk pada 11 September. Jawatan ini semula bernama Chisitsu Chosajomasih diberada dibawah Kementerian Kemakmuran. Dalam perkembangannya pada tahun 1952 Jawatan Tambang dan Geologi yang semula berada dibawah Kementerian Perindustrian diubah menjadi Direktorat Pertambangan yang terdiri atas Pusat Jawatan Pertambangan serta Pusat Jawatan Geologi dengan dikeluarkannya SK Menteri Perekonomian Nomor 2360a/M Tahun 1952.

Lima tahun kemudian yakni pada 1957 berdasarkan Keppres Nomor 131 Tahun 1957, Kementerian Perekonomian dipecah menjadi Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Pusat-pusat lembaga yang berada dibawah Direktorat Pertambangan berubah menjadi Jawatan Pertambangan dan Jawatan Geologi berdasarkan SK Menteri Perindustrian No. 4247 a/M tahun 1957.

Kemudian Kementerian Perindustrian dipecah lagi menjadi Departemen Perindustrian Dasar/Pertambangan dan Departemen Perindustrian Rakyat pada tahun 1959, bidang pertambangan minyak dan gas bumi berada dibawah Departemen Perindustrian Dasar dan Pertambangan.

Pada tahun 1961 Biro Minyak dan Gas Bumi dibentuk oleh Pemerintah yang langsung berada dibawah Departemen Perindustrian Dasar dan Pertambangan. Setahun kemudian yakni pada 1962 Jawatan Geologi dan Jawatan Pertambangan diubah menjadi Direktorat Geologi dan Direktorat Pertambangan.

Pada 1963 Biro Minyak dan Gas Bumi diubah menjadi Direktorat Minyak dan Gas Bumi yang berada dibawah kewenangan Pembantu Menteri Urusan Pertambangan dan Perusahaan-perusahaan Tambang Negara. Selanjutnya, pada 1965 Departemen Perindustrian Dasar atau Pertambangan dipecah menjadi tiga Departemen yaitu, Departemen Perindustrian Dasar, Departemen Pertambangan serta Departemen Urusan Minyak dan Gas Bumi.

Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi menetapkan berdirinya Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) pada tanggal 11 Juni 1965. Berikutnya pada 1966 Departemen Urusan Minyak dan Gas Bumi dilebur menjadi satu menjadi Kementerian Pertambangan dan Migas yang membawahi Departemen Minyak dan Gas Bumi.

Pada Pemerintahan Kabinet Ampera (1966), Departemen Minyak dan Gas Bumi serta Departemen Pertambangan dilebur menjadi Departemen Pertambangan. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1978 Departemen Pertambangan berubah menjadi Departemen Pertambanagan dan Energi. Nomenklatur ini bertahan dari era Presiden Soeharto hingga memasuki awal masa reformasi.

Pada tahun 2000 Departemen Pertambangan dan Energi berubah menjadi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Lalu pada tahun 2009 berdasarkan Perpres Nomor 47 tahun 2009 Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral berubah menjadi Kementerian yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Energi panas bumi dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Kamis (15/11/2018). Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, potensi sumber energi terbarukan di Indonesia mencapai 441,7 gigawatt (GW), tetapi yang terpasang baru 9,06 GW atau sekitar 2 persen.

Visi dan Misi

Visi

Terwujudnya ketahanan dan kemandirian energi serta peningkatan nilai tambah energi serta mineral yang berwawasan lingkungan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Misi

  • Meningkatkan keamanan pasokan energi dan mineral dalam negeri
  • Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap energi, mineral dan infotmasi geologi
  • Mendorong keekonomian harga energi dan mineral dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat
  • Mendorong peningkatakan kemampuan dalam negeri dalam pengelolaan energi, mineral dan kegeologian
  • Meningkatkan nilaitambah energi dan mineral
  • Meningkatkan pembinaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan usaha energi dan mineral secara berdaya guna, berhasil huna, berdaya saing, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
  • Meningkatkan kemampuan kelibangan dan kediklatan ESDM
  • Meningkatkan kemampuan kelibangan dan kediklatan ESDM
  • Melaksanakan good governance

KOMPAS/FABIO M LOPES COSTA

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif bersama Bupati Puncak Willem Wandik meninjau mesin Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, Jumat (20/12/2019). Total kapasitas mesin pembangkit mencapai 700 Kilowatt.

Organisasi

  • Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
  • Sekretariat Jenderal
  • Inspektorat Jenderal
  • Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi
  • Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
  • Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
  • Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan
  • Badan Geologi
  • Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM
  • Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia ESDM
  • Pusat Data dan Teknologi Informasi
  • Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara
  • Staf Ahli Bidang Perencanaan Strategis

KOMPAS/PRIYOMBODO

Pengisian bahan bakar B30 ke kendaraan pada peluncuran uji jalan penggunaan bahan bakar B30 di kantor Kementerian ESDM di Jakarta, Kamis (13/6/2019). Uji jalan yang dilepas oleh Menteri ESDM Ignatius Jonan diikuti 3 unit truk dan 8 unit kendaraan penumpang berbahan bakar B30 yang masing-masing akan menempuh jarak 40 ribu dan 50 ribu kilometer. Bahan bakar B30 adalah campuran biodiesel 30 persen pada bahan bakar solar.

Menteri ESDM dari masa ke masa

  1. Surachman Tjokroardi (19 Agustus 1945 – 14 November 1945)
  2. Darmawan Mangunkusumo (14 November 1945 – 26 Juni 1947)

Ket: 1947 – 1957 nomenklatur lembaga: Direktorat Pertambangan

  1. Freddy Jacques Ingkriwang (9 April 1957 – 6 Juli 1959)
  2. Chaerul Saleh (10 Juli 1959-27 Agustus 1964)
  3. Armunanto (27 Agustus 1964-18 Maret 1966)
  4. Ibnu Sutowo (18 Maret 1966-25 Juli 1966)
  5. Bratanata (25 Juli 1966-17 Oktober 1967)
  6. Dr. Ir. Soemantri Brodjonegoro (17 Oktober 1967-28 Maret 1973)
  7. Dr. Ir. Moh. Sadli (28 Maret 1973-28 Maret 1978)
  8. Dr. Subroto (29 Maret 1978-21 Maret 1988)
  9. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita (21 Maret 1988-17 Maret 1993)
  10. Ida Bagus Sudjana (17 Maret 1993-16 Maret 1998)
  11. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, M.Sc (16 Maret 1998-20 Oktober 1999)
  12. Susilo Bambang Yudhoyono, M.A (26 Oktober 1999-9 Agustus 2001)
  13. Ir. Purnomo Yusgiantoro, M.A., M.Sc (9 Agustus 2001-20 Oktober 2009)
  14. Darwin Zahedy Saleh (22 Oktober 2009-19 Oktober 2011)
  15. Jero Wacik (19 Oktober 2011-5 September 2014)
  16. Sudirman Said (27 Oktober 2014-27 Juli 2016)
  17. Arcandra Tahar (27 Juli 2016-15 Agustus 2016)
  18. Luhut Binsar Pandjaitan (16 Agustus 2016-13 Oktober 2016)
  19. Ignasius Jonan (14 Oktober 2016-23 Oktober 2019)
  20. Arifin Tasrif (23 Oktober 2019-sekarang)

KOMPAS/PRIYOMBODO

Aktivitas perawatan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di kawasan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (16/7/2019). Hingga Mei 2019, subsidi listrik yang telah disalurkan sebesar Rp 18,45 triliun dari total anggaran Rp 65,32 triliun.

Kemandirian dan Kedaulatan Energi

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong terwujudnya pengelolaan energi dan sumber daya alam yang berdaulat. Tujuannya adalah agar negara ini mampu memenuhi kebutuhan energi nasional tanpa bergantung dengan negara lain. Kedaulatan energi ini intinya adalah kemampuan kita menyediakan energi dari dalam negeri, bukan bergantung pada impor.

Pada 2019, misalnya, kebutuhan Indonesia akan bahan bakar minyak (BBM) sudah mencapai 1,4 juta barel per hari. Dengan produksi sekitar 760 ribu barel per hari maka kebutuhan sisanya dipenuhi melalui impor. Untuk itu diperlukan strategi, sebab jika bergantung dari luar negeri, kemungkinan akan terjadi krisis energi apabila ada rantai supply yang terganggu.

Pemanfaatan listrik sebagai pengganti BBM untuk kendaraan bermotor (mobil dan sepeda motor listrik) merupakan salah satu cara yang digunakan oleh negara-negara maju dalam mengurangi ketergantungan akan minyak mentah sebagai bahan bakar.

Dengan adanya mobil dan sepeda motor listrik diharapkan masyarakat dapat beralih dari yang semula menggunakan kendaraan konvensional menjadi kendaraan listrik sebab arah kebijakan penggunaan energi di negara maju menuju pemanfaatn energi listrik.

Selain itu, pemerintah juga mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan untuk digunakan sebagai energi alternatif untuk pembangkit listrik. Seperti misalnya penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Kementerian ESDM dalam beberapa tahun terakhir gencar menyosialisasikan PLTS atap atau rooftop untuk dapat dipasang di gedung-gedung perkantoran dan di rumah-rumah pribadi yang ada. Harapannya, dengan pemasangan PLTS di rumah-rumah itu bisa mengurangi tagihan listrik PLN.

Indonesia juga bisa memanfaatkan panas bumi atau geothermal sebagai pembangkit listrik (PLTP). Jenis Enegi Baru dan Terbarukan (EBT) yang saat ini bisa menyaingi batubara sebagai pembangkit listrik salah satunya adalah geothermal yang dapat dapat hidup sepanjang hari. Negara ini sangat kaya geothermal, karena itu sebagai wujud kemandirian energi, potensi panas bumi akan dimanfaatkan secara optimal.

Pada tahun 2015, kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 1.438 MW dan mengalami peningkatan menjadi sebesar 2.131 MW pada tahun 2019. Tambahan kapasitas PLTP sebesar 140 MW di tahun 2018 berasal dari PLTP Karaha unit 1 (30 MW) dan PLTP Sarulla unit 3 (110 MW). Sedangkan tambahan kapasitas pada tahun 2019 sebesar 182,3 MW berasal dari PLTP Lumut Balai 55 MW, PLTP Sorik Marapi 42,3 MW dan PLTP Muaralaboh 85 MW.

Kapasitas terpasang PLTP tersebut hanya sekitar 8 persen dari potensi panas bumi Indonesia sekitar25,38 GW. Dalam rangka peningkatan kapasitas pembangkit ke depan, hingga saat ini telah ditetapkan 64 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP), yang terdiri dari 17 WKP Existing (sebelum Terbit UU Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi) dan 47 WKP (setelah UU Nomor 27 Tahun 2003 Tentang Panas Bumi).

Program Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Bioenergi terdiri dari pembangkit listrik berbasis biomassa, biogas, sampah kota dan bahan bakar nabati, baik yang terhubung dengan jaringan PT PLN (Persero) atau on-grid, maupun yang tidak terhubung dengan jaringan PT PLN (Persero)/offgrid.

Hingga tahun 2019, total kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi mencapai 1.890 MW. Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi selain menghasilkan energi listrik yang ramah lingkungan, juga berkontribusi pada peningkatan kebersihan dan perlindungan lingkungan karena sebagian besar memanfaatkan limbah, seperti limbah padat dan cair dari pabrik kelapa sawit, limbah industri tapioka, limbah industri gula, limbah industri kertas, dan sampah kota.

Terkait pemanfaatan sampah kota untuk energi listrik, hingga tahun 2019 seluruh Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Kota (PLTSa) yang ada, semuanya tersambung ke jaringan milik PT PLN (Persero) dan menggunakan teknologi sanitary landfill. Diharapkan pada tahun 2020 akan mulai beroperasi PLTSa yang mengimplementasikan teknologi zero waste.

Implementasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), baik skala kecil yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro (PLTM/MH) maupun skala besar atau PLTA terus mengalami peningkatan. Kapasitas terpasang PLTA pada tahun 2019 mencapai 5.976 MW meningkat sebesar 13 persen dibandingkan dengan tahun 2015.

Implementasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), termasuk PLTS Atap, terus mengalami peningkatan. Kapasitas terpasang PLTS pada tahun 2019 mencapai 145,81 MW meningkat 335 persen dibandingkan dengan tahun 2015.

Kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) atau tenaga angin hingga tahun 2019 mencapai 154,31MW, meningkat sebesar 152,85 MW dibandingkan dengan tahun 2015. Salah satu prestasi yang membanggakan pada tahun 2018 adalah PLTB komersial pertama di Indonesia mulai beroperasi. PLTB tersebut adalah PLTB Sidrap dengan daya terpasang 75 MW yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan total investasi USD 150 juta.

Dengan beragam terobosan sumber energi baru, diharapkan kemandirian dan kedaulatan energi akan cepat tercapai sebelum 2050. Indonesia tidak tergantung lagi terhadap produksi minyak dan gas yang terus menipis dan diperkirakan harganya akan terus meningkat.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Tongkang-tongkang bermuatan batubara melintas di sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (8/3/2021). Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), produksi batubara Indonesia per 8 Maret 2021 sebesar 93,42 juta ton atau setara 16,99 persen dari target produksi sebesar 550 juta ton pada tahun 2021.

Referensi