KOMPAS/PANDU WIYOGA
Seorang pelaku penipuan berkedok cinta atau love scammer menutupi wajah saat konferensi pers penangkapan 42 warga negara China di Markas Polres Barelang di Batam, Kepulauan Riau, Rabu (6/9/2023). Mereka ditangkap di lokasi persembunyian di Pulau Kasu dan Pulau Bontong.
Fakta Singkat
- “Love scamming” atau penipuan berkedok cinta terjadi ketika pelaku menaklukkan korban melalui “hubungan asmara”. Pelaku kemudian memanfaatkannya sebagai sasaran
- Berdasarkan data Biro Pembinaan dan Operasional Polri (Robinopsnal), terdapat 1.528 kasus penipuan percintaan yang dilaporkan pada tahun 2022.
- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat total kerugian korban penipuan percintaan sebesar Rp 62 miliar di Indonesia.
- Menurut KemenPPPA, perempuan lebih rawan menjadi target penipuan percintaan.
- Pasal-pasal yang dapat menjerat pelaku penipuan percintaan: Pasal 378 KUHP, Pasal 27 UU ITE, Pasal 35 UU ITE, dan UU TPKS.
“Cinta itu buta”, demikianlah analogi banyak orang untuk mengatakan bahwa cinta seringkali membutakan manusia, membuatnya “hilang kesadaran” saat jatuh cinta. Analogi itu mungkin ada benarnya. Karena alasan cinta, banyak orang rela melakukan apa saja untuk seseorang yang dicintainya. Hal itulah yang menjadi celah munculnya praktik penipuan berkedok percintaan atau hubungan asmara.
Baru-baru ini Kompas (6/9/2023) memberitakan, Kepolisian Negara RI dan kepolisian China menangkap 42 warga negara China pelaku penipuan berkedok cinta atau love scammer yang bersembunyi di dua pulau terpencil di Kota Batam, Kepulauan Riau. Sebanyak 42 orang yang ditangkap itu terdiri dari 34 laki-laki dan 8 perempuan.
Sebelumnya, sejak 29 Agustus 2023, Polri dan Kementerian Keamanan Publik China telah menangkap 90 pelaku love scammer di Batam. Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepri Komisaris Besar Nasriadi, para pelaku merupakan sindikat yang terorganisasi melakukan penipuan berkedok cinta. Komplotan itu telah membuat korbannya rugi hingga 10 juta yuan atau sekitar Rp 22 miliar.
Berita tersebut kembali mengingatkan tentang sebuah film dokumenter berjudul The Tinder Swindler (2022) garapan Netflix. Film yang disutradarai Felicity Morris ini diadaptasi dari kisah nyata yang menceritakan kasus seorang pria asal Israel bernama Simon Leviev yang menipu banyak wanita melalui situs kencan online.
Leviev menggambarkan diri sebagai pria dambaan para perempuan. Dengan wajah tampan, pengakuannya sebagai anak pengusaha berlian dan menampilkan gaya hidup glamor di media sosial, dengan mudah sekali ia membuat para perempuan jatuh hati.
Melalui aplikasi kencan daring Tinder, Leviev memikat hati para perempuan dengan kata-katanya yang romantis hingga akhirnya para perempuan itu terlena dan tanpa mereka sadari memberikan apa saja yang diminta Leviev. Dengan memanipulasi perasaan cinta seseorang, Leviev, sang love scammer, memeras lawan jenisnya.
Dari cara itulah, Leviev kemudian mendapatkan banyak uang. Kartu kredit dan uang jutaan dollar AS pun berpindah kepadanya. Dia bisa berfoya-foya dengan uang hasil rayuan gombalnya itu.
KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM
Korban penipu berkedok cinta Faris Ahmad Faza memperlihatkan barang bukti sebelum melapor ke polisi di Kota Kediri, Jawa Timur, Sabtu (4/3/2022). Dalam 2021 sampai awal 2022, terlacak 9 korban oleh pelaku sama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Definisi
Mengacu fbi.gov, love scamming atau romance scams adalah a criminal adops a fake online identity to gain a victim’s affection and trust. The scammer then uses the illusion of a romantic or close relationship to manipulate and/or steal from the victim (tindakan kriminal yang menciptakan identitas online palsu untuk mendapatkan kasih sayang dan kepercayaan korban. Setelah itu penipu menggunakan hubungan percintaannya itu untuk memanipulasi atau mencuri sesuatu dari sang korban).
Merujuk Pusiknas Bareskrim Polri, love scamming adalah konsep penipuan asmara. Modusnya berupa rekayasa sosial, dengan menjerat individu yang tengah mencari seorang sahabat atau kekasih secara daring. Tujuan pelaku bukanlah untuk cinta sesungguhnya, tetapi bertujuan untuk memperoleh uang atau keuntungan lain dari korban.
Sederhananya, love scamming adalah penipuan bermodus cinta, di mana pelaku menaklukkan korban dengan hubungan asmara kemudian memanfaatkannya untuk melakukan penipuan.
Love scamming merupakan salah satu bentuk komodifikasi cinta. Merujuk Yuni Retnowati dalam artikel berjudul “Love Scammer: Komodifikasi Cinta dan Kesepian di Dunia Maya”, dalam fenomena love scamming perasaan cinta yang merupakan kebutuhan dasar manusia dan bersifat nonmaterial diubah menjadi komoditas dalam meraih keuntungan.
Dalam bahasa Indonesia, selain bisa dipadankan dengan penipuan bermodus cinta, love scamming atau romance scams bisa juga dipadankan dengan penipuan berkedok cinta. Akan halnya pelakunya, love scammer, bisa dipadankan dengan penipu bermodus cinta atau penipu berkedok cinta (“Pujaan Hatiku Ternyata ”Love Scammer”, Kompas, 22 April 2022).
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Sebanyak 42 warga negara China komplotan penipuan berkedok cinta atau love scammer ditangkap polisi di Batam, Kepulauan Riau, Rabu (6/9/2023). Mereka ditangkap di lokasi persembunyian di Pulau Kasu dan Pulau Bontong.
Artikel terkait
Dampak Kerugian
Penipuan berkedok cinta pun terus terjadi sampai hari ini. Bukannya berkurang, kasus penipuan cinta malah semakin meningkat. Kerugian yang ditimbulkan pun kian banyak.
Agen Khusus Pengawas Unit Kejahatan Ekonomi FBI David Harding dalam podcast bertajuk For The Love of Money yang diunggah di laman www.fbi.gov, mengungkapkan bahwa pada 2021 ia menerima data kerugian akibat penipuan percintaan mencapai 956 juta atau setara Rp14 triliun rupiah. Jumlah tersebut mewakili sekitar 13 persen dari jumlah total kerugian akibat penipuan di internet di seluruh dunia, yakni 7 miliar dollar AS atau kurang lebih sekitar 106 triliun rupiah.
Di Amerika Serikat, penipuan percintaan merupakan salah satu dari lima bentuk penipuan yang paling sering dilaporkan. Komisi Perdagangan Federal melaporkan bahwa sekitar 70.000 orang Amerika menjadi korban penipuan percintaan pada tahun 2020, dengan kerugian yang dilaporkan mencapai 1,3 miliar dollar AS.
Di Inggris, merujuk ukfinance.org, pada tahun 2020, total kerugian dari penipuan percintaan yang dilaporkan lebih dari 68 juta pound sterling. Kerugian rata-rata per korban sekitar 7.850 pound sterling.
Di Australia, menurut scamwatch.gov.au, ada hampir 3.700 kasus penipuan percintaan yang dilaporkan pada 2022, dengan total kerugian yang tercatat mencapai lebih dari 40 juta dollar AS. Di “Negeri Kangguru” ini, penipuan percintaan menempati urutan kedua jenis penipuan yang paling banyak dilaporkan.
Kasus penipuan percintaan juga marak terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil survei “Penipuan Digital di Indonesia: Modus, Medium, dan Rekomendasi”, dari total 1.700 responden dari 34 provinsi, sekitar 27,7 persen responden pernah mengalami isi pesan penipuan dengan menggunakan modus penipuan percintaan. Presentase tersebut menunjukkan bahwa kerentanan terhadap penipuan digital berkedok percintaan cukup tinggi.
Sedangkan berdasarkan data Biro Pembinaan dan Operasional Polri (Robinopsnal), terdapat 1.319 kasus penipuan percintaan yang dilaporkan pada tahun 2020. Jumlah tersebut bertambah menjadi 1.528 kasus pada tahun 2022. Terkait kerugian akibat penipuan asmara, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat total kerugian korban penipuan percintaan sebesar Rp 62 miliar di Indonesia.
Infografik: Albertus Erwin Susanto
Jebakan Kencan Online
Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, praktik love scamming kian “canggih”. Seringkali praktik penipuan percintaan dimulai dari aplikasi kencan online (dating apps). Hal ini tidak lepas dari semakin eksisnya aplikasi tersebut.
Mengacu data yang dirilis businessofapps.com, hingga 2023, lebih dari 300 juta orang di dunia telah menggunakan dating apps. Dari angka tersebut, sekitar 20 juta pengguna membayar untuk menggunakan fitur premium.
Tinder merupakan aplikasi kencan online yang paling banyak digunakan. Tinder memiliki 67 juta pengguna aktif bulanan di seluruh dunia pada tahun 2021.
Grafik:
Di Indonesia, penggunaan aplikasi kencan online terbilang cukup banyak. Statista mencatat ada 4,4 juta pengguna aplikasi kencan online di Indonesia. Kemudahan dan fleksibilitas menjadi faktor penarik utama banyaknya pengguna yang aktif di dating apps. Aplikasi kencan online atau dating app ini menawarkan berbagai fitur menarik dan memungkinkan penggunanya berkomunikasi dan bertemu lawan jenis langsung dalam genggaman tangan.
Aplikasi kencan telah mempertemukan banyak orang dan menjadikan mereka pasangan kekasih. Meski demikian, pertumbuhan popularitas kencan online juga memberikan peluang lebih besar untuk pelaku kejahatan.
Sejumlah laporan mengungkapkan bahwa penipuan percintaan banyak bermula dari perkenalan di aplikasi kencan online. Dalam investigasi yang dilakukan Kompas terhadap terduga penipu dan korban dilakukan sepanjang Maret-April 2022 di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan. Mayoritas penipuan percintaan bermula dari aplikasi kencan.
Sebagai contoh adalah kasus yang dilakukan oleh terduga penipu cinta bernama Faris Ahmad Faza (31). Faza dilaporkan banyak menjerat korbannya melalu aplikasi kencan Tinder. Untuk menipu, Faza menggunakan nama-nama yang berbeda. Pertengahan 2021 di Purwokerto, Jateng, ia beraksi dengan nama Areza. Awal 2022 di Kediri dan Tulungagung, Jatim, ia menggunakan nama Putra.
Faris Ahmad Faza diduga menguras uang hingga Rp 350 juta dari sembilan korban di Jatim dan Jateng. Para korban mayoritas perempuan berusia 25-33 tahun yang dijadikan pasangan lebih dahulu lewat cinta palsu dalam kurun 12 bulan (2021-2022).
Di Purwokerto misalnya, Faza menipu seorang dokter berinisial IT. IT mengenal Faza dengan nama Areza di aplikasi Tinder. Setelah bertemu di Tinder, IT dan Faza berhubungan lewat Whatsapp. Kepada IT, Faza mengaku memiliki usaha yang tengah kolaps dan membutuhkan dana. Faza meminta IT mengunduh aplikasi pinjaman daring. Total IT tertipu hingga sekitar Rp 80 juta karena bualan Faza.
Penipuan percintaan melalui aplikasi kencan online juga dilaporkan dilakukan oleh Leonardus Wahyu Dewala. Pengelola akun Instagram @aliskamugemash menyebut, lebih dari 100 orang mengirim laporan terkait Dewala. Akun Instagram @aliskamugemash berisi testimoni korban penipuan berkedok cinta dengan terduga Dewala.
Dewala menghadapi tuduhan mengeksploitasi seksual 74 perempuan. Dewala aktif di aplikasi kencan Bumble, Tinder, dan OKCupid sepanjang 2018-2020. Dewala diduga memanipulasi data diri untuk memikat pasangan. Korban-korbannya menuding dia berbohong sebagai lulusan salah satu kampus di Swiss.
Grafik:
Kelompok Rentan
Siapa pun bisa menjadi korban penipuan percintaan. Pria dan wanita, usia dewasa dan setengah baya. Bahkan orang-orang berpendidikan terjatuh ke dalam skema penipuan ini. Namun, perempuan menjadi yang paling banyak dijadikan sasaran.
Merujuk bbc.com, 63 persen dari korban penipuan percintaan adalah perempuan.
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan KemenPPPA, Eni Widiyanti, dalam acara Media Talk “Cegah Perempuan Terjerat Modus Love Scamming”, Jumat (8/9/2023), juga menyebutkan bahwa di Indonesia penipuan percintaan lebih banyak dialami perempuan.
Merujuk pada artikel Mutia Husna Avezahra, dkk, berjudul “Penipuan Cinta Online” dalam Riset-Riset Cyberpsychology, banyaknya perempuan menjadi korban penipuan percintaan disebabkan karena karakteristik kepercayaan perempuan yang cenderung didominasi aspek emosional.
Melalui bujuk rayu, kata-kata romantis atau perlakuan manis, perempuan mudah untuk percaya dan memiliki perasaan terhadap seseorang. Hal itu menjadi celah yang dimanfaatkan para penipu cinta. Begitu ikatan emosional dan kepercayaan terjalin, pelaku akan memanfaatkannya untuk memperdaya dan mendapatkan keuntungan dari korban, baik secara materil maupun immateril.
Adapun berdasarkan usia, sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa korban penipuan cinta online merupakan wanita lajang yang memasuki masa paruh baya. Kecenderungan wanita lajang paruh baya menjadi korban adalah dikarenakan pada usia tersebut mereka memiliki pendapatan yang stabil atau di atas rata-rata dan sedang mencari pasangan, sehingga mereka menjadi target sasaran.
Kerentanan itu juga berasal dari diskriminasi gender. Menurut Dosen FISIP UIN Walisongo Semarang, Nur Hasyim, M.A, mengatakan bahwa kerentanan perempuan menjadi korban love scam juga dipicu oleh norma gender tradisional.
KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM
Tiga korban penipuan berkedok cinta melapor ke Polres Kediri Kota, Kediri, Jawa Timur, Minggu (17/3/2022). Mereka merasa tertipu oleh Faris Ahmad Faza yang mereka kenal lewat Tinder dan Line sehingga terjerumus dalam pinjaman daring (pinjol) hingga puluhan juta rupiah.
Dampak Psikis
Tak hanya merugikan secara materi, penipuan percintaan juga berdampak terhadap psikis korban. Bagaimana tidak, penipuan percintaan merupakan penipuan yang menghancurkan secara emosional. Para penipu telah membuat korban percaya bahwa mereka memiliki perasaan cinta yang kuat, tetapi ternyata hal itu dilakukan untuk menipu korban dan kemudian meninggalkannya.
Berdasarkan laporan investigasi Kompas (21/4/2022), banyak korban yang kemudian mengalami trauma yang berujung pada gejala gangguan emosi, seperti kecemasan, stres, dan depresi. Bahkan, Ketua Komunitas Waspada Scammer Cinta (WSC) Diah Esfandari mengungkapkan bahwa ada korban yang sampai bunuh diri.
Karena membuat malu dan menimbulkan aib, banyak korban cenderung menutup diri karena rasa bersalah dan takut diolok-olok lingkungan. Bukan rahasia, stigma dangkal penipuan percintaan masih mewabah. Hal ini terlihat dari komentar yang justru mencemooh dan menyalahkan korban.
Beban mental ini membuat para korban memilih diam dan tidak melaporkannya. Akibatnya kasus penipuan percintaan menjadi sulit terdeteksi dan tidak dapat terselesaikan.
Ada banyak cara atau sekenario yang digunakan para penipu cinta dalam menipu korbannya. Mereka bisa berpura-pura menjadi pasangan yang sempurna, memberikan perhatian dan pujian yang berlebihan, serta berbicara tentang masa depan yang indah bersama.
Merujuk penelitian Kristin E.J Nomleni berjudul “Analisis Fenomena Romance Scam dalam Komunikasi Interpersonal Love Scammer & Korban”, secara umum, tahap awal penipu cinta diawali dengan aksi pelaku dan korban menjalin relasi, baik melalui media sosial, dating apps maupun lingkungan pertemanan. Layaknya hubungan pada umumnya, penipu cinta dalam proses komunikasi awal tersebut akan membuat presentasi diri yang dapat menarik perhatian dengan berbagai strategi pendekatan sebagai kesan awal.
Untuk membentuk kesan awal yang menarik sering kali pelaku menggunakan foto profil palsu, nama palsu, dan juga identitas palsu yang memiliki perawakan idaman lawan jenisnya, misalnya seorang tentara. Bahkan juga kadang menampilkan kemapanan, kesuksesan, dan juga tampilan yang menarik perhatian.
Tahap berikutnya, pelaku akan meminta untuk berkomunikasi menggunakan aplikasi chatting, whatsapp misalnya, sebagai proses komunikasi interpersonal agar lebih intim. Melalui percakapan yang intim dan menjalin hubungan yang lebih dekat, penipu berusaha mendapatkan kepercayaan dan mengidentifikasi titik lemah korban.
Pada tahap itu, layaknya seorang pasangan, pelaku akan memberikan perhatian seperti menyapa, menanyakan kabar, hingga memberikan pujian. Bahkan melakukan pelayanan kepada korban seperti menjemput dan menemani korban secara langsung sebagai bentuk pemberian rasa perhatian dan nyaman bagi korban. Tak menutup kemungkinan akan mengarah pada hubungan yang intim.
Setelah ikatan emosional dan kepercayaan terbentuk, penipu mulai memainkan permainan emosional. Mulai meminta balasan secara perlahan seperti meminta bantuan, baik dalam bentuk materi maupuan non materi.
Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh pelaku yang sudah semakin dekat dengan korban untuk meminjam uang terus menerus. Modusnya beragam, seperti masalah kesehatan mendesak, krisis keuangan, atau perjalanan bisnis atau karir yang sedang dibangun. Tetapi ketika diminta kembali sang pelaku memberikan banyak alasan dan menghilang.
Dalam banyak kasus, ditemukan pula pelaku yang merayu korban untuk mengirimkan foto yang berisi bagian-bagian tertentu dari tubuh korban. Setelah foto terkirim, pelaku tiba-tiba meminta korban mengirimkan sejumlah uang. Jika korban keberatan untuk mengirimkan uang, pelaku balik mengancam korban dengan cara hendak menyebarkan foto-foto yang diterimanya ke jejaring media sosial.
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Warga negara China yang menjadi pelaku penipuan berkedok cinta atau love scammer dihadirkan polisi saat konferensi pers di Markas Polres Barelang di Batam, Kepulauan Riau, Rabu (6/9/2023). Mereka ditangkap di lokasi persembunyian di Pulau Kasu dan Pulau Bontong.
Ciri-Ciri dan Langkah Antisispasi
Cukup sulit untuk melihat tanda jika mengalami penipuan percintaan, sebab penipuan jenis ini terjadi ketika sedang merasakan jatuh cinta. Meski demikian, ada beberapa ciri-ciri yang perlu diwaspadai menurut kapersky.com dan scamwatch.gov.au, antara lain:
- Mereka mengungkapkan perasaan yang kuat dengan cepat dan hubungan bergerak cepat
- Jika Anda mengobrol di platform media sosial biasa atau layanan kencan resmi, mereka akan segera mencoba mengalihkan percakapan ke luar situs, misalnya ke WhatsApp
- Penipu asmara akan mendorong kerahasiaan, menanyakan banyak pertanyaan tentang diri, dan akan memengaruhi untuk hanya memercayai mereka
- Kisah mereka tidak konsisten, sering kali terdengar seperti sinetron.
- Foto profil mereka terlihat terlalu bagus
- Mereka tidak memiliki jejak digital
- Akan selalu ada alasan mengapa mereka tidak bisa bertemu langsung atau memperlihatkan diri di depan kamera dengan berbagai alasan, seperti tinggal di luar negeri atau di suatu tempat terpencil, atau teknologi mereka tidak berfungsi.
- Mereka meminta uang kepada Anda dengan berbagai alasan yang menggugah rasa iba
Sementara itu, untuk menghindari penipuan percintaan, mengacu kapersky.com dan secretservice.gov, ada beberapa tips yang dapat dilakukan, yakni:
- Berhati-hatilah dengan apa yang Anda posting dan publikasikan secara online
- Gunakan situs web yang memiliki reputasi baik, namun perlu diingat bahwa penipu juga ada di situs ini
- Teliti foto dan profil orang tersebut
- Jangan pernah membagikan informasi pribadi yang bersifat rahasia
- Ajukan pertanyaan dan hati-hati terhadap ketidakkonsistenan
- Segera putuskan kontak jika Anda mulai curiga bahwa orang tersebut mungkin penipu
- Jangan pernah mengirim uang atau kartu hadiah atau mengungkapkan rincian bank Anda kepada seseorang
Ilustrasi: Cahyo Heryunanto
Aturan Hukum
Masih maraknya fenomena penipuan berkedok cinta yang terjadi perlu menjadi perhatian. Love scam merupakan salah satu bentuk kejahatan serius, menyebabkan banyak kerugian terhadap korbannya baik secara materi maupun nonmateri. Sayangnya, di Indonesia belum ada peraturan atau undang-undang yang mengatur secara spesifik terkait kejahatan penipuan percintaan.
Meski begitu, bukan berarti tidak ada hukum yang dapat menjerat pelaku. Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan KemenPPPA, Eni Widiyanti, dalam acara Media Talk “Cegah Perempuan Terjerat Modus Love Scamming”, pada Jumat (8/9/2023), menyebutkan, penipuan berkedok cinta dapat dikategorikan dalam Kejahatan Berbasis Gender Online (KBGO), karena biasanya pelaku menjalankan aksinya melalui media sosial, atau aplikasi percakapan online.
Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, pelaku KBGO bisa diancam masuk penjara paling lama 4 (empat) tahun kemudian dikenakan denda sebanyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Apabila kekerasan seksual berbasis elektronik di atas dilakukan dengan maksud untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa, atau menyesatkan dan/atau memperdaya seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Selain itu, penipuan percintaan dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP. Pasal 378 KUHP menyebutkan bahwa penipuan adalah perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang. Pelaku dapat dipidana paling lama 4 tahun penjara.
Kasus penipuan percintaan yang dilakukan dengan internet juga dapat dijerat dengan beberapa pasal dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 27 ayat (4), misalnya, di mana orang yang melakukan pemerasan dan pengancaman dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 35 UU ITE apabila melakukan pemalsuan dokumen elektronik dengan cara manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, dan pengrusakan. Hukumannya pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Sementara itu, untuk perlindungan hukum terhadap korban dan saksi, diatur dalam UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam Pasal 5 ayat (1), misalnya, bahwa seorang saksi dan korban berhak memperoleh perlindungan hukum bersifat pribadi, termasuk harta materil yang telah dirugikan. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Avezahra, Mutia Husna, dkk. 2017. ”Penipuan Cinta Online”, dalam Riset-Riset Cyberpsychology: 207.
- Center for Digital Society, “Penipuan Digital di Indonesia: Modus, Medium, dan Rekomendasi”,.
- Nomleni, Kristin E.J. 2023. Analisis Fenomena Romance Scam dalam Komunikasi Interpersonal Love Scammer & Korban. Jurnal Communio: Jurnal Jurusan Ilmu Komunikasi, 12(2), pp.202-221.
- Retnowati, Yuni. 2015. Love Scammer: Komodifikasi Cinta Dan Kesepian Di Dunia Maya. KOMUNIKOLOGI: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 12(2).
- “Penipu Cinta Terus Memperdaya”, Kompas, 21 April 2022.
- “Menguak Kisah Para Korban Cinta Palsu”, Kompas, 21 April 2022.
- “Pada Media Sosial Kami Mengadu”, Kompas, 22 April 2022.
- “Penipu Cinta Makin Lihai Memperdaya Korban”, Kompas, 22 April 2022.
- “Korban Penipuan Cinta Butuh Pendampingan”, Kompas, 22 April 2022.
- “Mencegah Penipu Berkedok Cinta”, Kompas, 22 April 2022.
- “Harga Mahal Sebuah Cinta”, Kompas, 23 April 2022.
- “Pujaan Hatiku Ternyata Love Scammer”, Kompas, 23 April 2023.
- “Fenomena Love Scamming: Jangan Gampang Percaya Kata-kata Cinta”, diakses dari pusiknas.polri.go.id
- “Cegah Perempuan Terjerat Love Scamming, KemenPPPA Tegaskan Perempuan Tingkatkan Kewaspadaan”, diakses dari kemenpppa.go.id
- “Romance Scams”, diakses dari fbi.gov
- “Romance Scams on The Up During Lockdown”, diakses dari ukfinance.org.uk
- “Scam Statistics”, diakses dari scamwatch.gov.au
- “Dating App Revenue and Usage Statistics 2023”, diakses dari businessofapps.com
- “Online Dating in Indonesia”, diakses dari statista.com
- “Women ‘victims in 63% of romance scams’”, diakses dari bbc.com
- “Stay Safe Online: Avoid Romance Scams”, diakses dari secretservice.gov
- “Online Dating Scams and How to Avoid Them”, diakses dari kaspersky.com
Artikel terkait