KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Grafik gelombang suara wawancara tim Kompas dengan pemilik akun Twitter @OTPDrama pada Selasa (21/1/2020) di Jakarta. Akun @OTPDrama membongkar berbagai modus penipuan siber melalui cuitannya.
Fakta Singkat
- Pengguna internet di Indonesia Juli 2022 versi Internet World Stats adalah 212,3 juta (Juli 2022)
- Indonesia berada pada urutan ketiga pengguna internet terbanyak di Asia.
- Kerja aktivis perempuan di antaranya advokasi dan kampanye untuk isu-isu hak asasi manusia dan keadilan gender.
- Hak asasi digital merupakan salah satu bentuk hak asasi manusia universal yang bersifat konkret dan dijamin oleh hukum internasional.
Masyarakat kian lekat dengan teknologi informasi yang memudahkan manusia untuk berbagi informasi dan cerita. Terdapat beragam alasan individu membuat atau memproduksi konten di media sosial. Salah satunya adalah pemilik konten ingin agar kehadiran dan pemikirannya mendapat pengakuan atau validasi dari masyarakat luas.
Konten di media sosial, Youtube, Podcast, dan beragam platform audio-video sharing memiliki snowball effect karena lingkaran pertemanan dapat menyebarkannya kembali. Penyampaian pesan dapat menjangkau khalayak yang lebih besar dan tersebar di berbagai ruang geografis dan waktu yang berbeda-beda asal didukung infrastruktur jaringan internet yang semakin luas, koneksi cepat, dan murah.
Menurut statistik internet dunia atau Internet World Stats, pada Juli 2022, pengguna internet di Indonesia mencapai 212,3 juta. Angka tersebut menempatkan Indonesia berada pada urutan ketiga pengguna internet terbanyak di Asia. Urutan petama ditempati China, sedangkan tempat kedua ditempati India.
Internet memberikan kemudahan setiap penggunanya membuat konten. Kemudahan itu juga bermanfaat untuk membagikan pengalaman dan pengetahuan, seperti yang dilakukan para aktivis perempuan.
Meski demikian, konten media sosial seharusnya berisi konten yang sehat dan menginspirasi. Bukan sebaliknya konten yang mengandung hoaks, provokasi, dan intoleransi.
Artikel Terkait
Kampanye di Ruang Digital
Di ruang digital, para aktivis perempuan memperluas jangkauan dan pengaruh informasi yang disampaikan. Kemudahan ini menginspirasi bagi kerja-kerja aktivis, termasuk advokasi dan kampanye untuk isu-isu hak asasi manusia dan keadilan gender.
Kampanye isu-isu hak asasi manusia (HAM) dan keadilan gender oleh aktivis perempuan dilakukan secara terorganisasi. Upaya ini dilakukan dengan mengajak khalayak untuk terlibat dalam suatu kegiatan yang membawa perubahan pada masa mendatang.
Menyebarkan ide dan gagasan HAM, keadilan, dan kesetaraan gender, serta nilai-nilai keberagaman, dan toleransi memiliki tantangan tersendiri bagi para aktivis perempuan. Hal tersebut dikarenakan pemahaman masyarakat Indonesia masih sangat beragam. Bukan hanya tingkat pendidikan yang berbeda, tetapi pemikiran tentang kebebasan dan keragaman masih menjadi persoalan tersendiri di negeri ini.
Aktivis perempuan merupakan kelompok rentan yang mendapat serangan dari pihak-pihak yang tidak menyukai dan menentang isu-isu yang diperjuangkan. Aktivis perempuan menjadi kelompok yang paling rentan mengalami serangan digital dan kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Sejumlah regulasi diterbitkan untuk melindungi perempuan dan memberikan legitimasi pada masyarakat sipil dalam berkampanye tentang keberagaman dan toleransi, diantaranya:
- Undang-Undang No 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Form of Discrimination Against Women)
- Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, khususnya kekerasan seksual berbasis elektronik.
- Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Tindakan Elektronik.
- Kementerian Komunikasi dan Informatika mengeluarkan Peraturan Menteri Kominfo No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. Perlindungan data pribadi mencakup perlindungan terhadap perolehan, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman, dan penyebarluasan, serta pemusnahan data pribadi.
Undang-undang dan regulasi tersebut dapat menjadi perangkat aturan untuk pencegahan ekstremisme terhadap perempuan.
Kampanye digital telah dilakukan oleh para pegiat sosial sebagai respon beragam peristiwa yang terjadi, contohnya adalah tagar #ThePowerofWe dan #YoursayCampaign dalam rangka Hari Perempuan Internasional atau International Womens Day di Indonesia. Kampanye tersebut melibatkan relawan penulis yang kemudian menyebar di seluruh Indonesia.
Dalam kampanye ini, media sosial menjadi wadah memperkuat suara korban kekerasan berbasis gender dan memfasilitasi para korban untuk melaporkan tindakan kekerasan yang dialami.
Dalam banyak kasus di berbagai negara, korban tindak kekerasan di media sosial enggan melaporkan tindak kekerasan tersebut karena stigma sosial dan kurangnya akses terhadap sistem peradilan. Kampanye digital menjadi penting agar masyarakat lebih memahami dan melakukan tindakan nyata untuk memerangi kekerasan.
Akibat bebasnya mengunggah konten di media sosial, kemudian bermunculan narasi intoleransi dan ekstremisme kekerasan. Untuk melawan gagasan intoleransi tersebut, Wahid Foundation misalnya, meluncurkan kampanye toleransi dan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Kampanye tersebut melibatkan 10 konten kreator dari kalangan agama, tokoh politik, media moderat hingga aktivis perempuan.
Maraknya ujaran kebencian dan intoleransi juga menyerang para aktivis perempuan atau pembuat konten kampanye tentang keberagaman dan toleransi. Bahkan, seringkali menjadi bahan ejekan dan pelecehan di media sosial. Akibatnya, aktivis perempuan maupun korban kekerasan merasa tidak nyaman dan kehilangan motivasi untuk berpartisipasi dalam kampanye keadilan gender. Kampanye di ruang media sosial membangun kesadaran keadilan gender secara meluas.
Keamanan Akun Media Sosial
Ada beberapa hal yang diperhatikan oleh para aktivis yang menyuarakan HAM dan nilai-nilai keberagaman serta toleransi.
Hal pertama adalah perlindungan keamanan digital, mengindentifikasi beragam perangkat digital, aplikasi yang digunakan, situs internet yang sering diakses, dan jaringan internet yang digunakan.
Penggunaan kata sandi sangat penting untuk diperhatikan. Mencermati media sosial yang digunakan seperti instagram dan facebook yang biasanya berisi foto anggota keluarga dan teman.
Penggantian kata sandi secara berkala dan menghindari sinkronisasi dalam beragam platform digital atau situs internet. Penerapan two factor authentication merupakan upaya antisipasi terhadap kejahatan serangan siber. Yang terpenting adalah memiliki dua akun terpisah antara akun pribadi dan akun untuk berkampanye, serta menghindari menggunakan akun pribadi untuk berkampanye.
Pengguna media sosial harus mempelajari pengaturan privasi pada akun media sosial, cara kerja media sosial, dan kontrol pengaturan privasi pada akun yang digunakan untuk berkampanye.
Perlindungan dari Kekerasan Psikis dan Diskriminasi
Menebarkan gagasan ataupun kampanye digital apalagi untuk isu sensitif seperti keberagaman dan toleransi dapat membawa risiko mendapat pelecehan, troll, atau pencemaran nama baik.
Hal itu dapat mempengaruhi kesehatan psikis, sehingga penting bagi organisasi perempuan untuk melakukan pemulihan dengan memberikan layanan konseling psikologis.
Menurut catatan Komnas Perempuan (2022), implikasi kekerasan siber berbasis gender yang paling banyak dialami perempuan adalah kekerasan psikis. Maka dari itu, organisasi perlu untuk memberikan sistem rujukan layanan psikologis ketika terjadi kekerasan psikis.
Cyber harrasment atau troll berakar dari stigma sosial yang berbasiskan gender. Salah satu contoh stigma yang menimpa perempuan adalah “perempuan tidak layak menjadi pemimpin”. Hal ini membuat perempuan menjadi rentan mendapat kekerasan ketika mengemukakan pendapatnya tentang keberagaman dan toleransi.
Hasil penelitian dari Unit Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia menunjukkan bahwa perempuan yang berkampanye untuk keberagaman dan toleransi tidak dapat secara bebas mengemukakan pendapatnya tentang isu kesetaraan gender karena dianggap isu sensitif.
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Laman pencarian Twitter pada Minggu (14/3/2021) menunjukkan salah satu akun bodong ketika pengguna mencoba mencari akun resmi layanan nasabah BNI.
Dalam laman Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, disebutkan definisi Hak Asasi Digital.
Hak Asasi Digital merupakan salah satu bentuk hak asasi manusia universal yang bersifat konkret dan dijamin oleh hukum internasional serta konstitusi negara-negara di dunia. Hak asasi digital dipahami sebagai sekumpulan hak-hak masyarakat untuk mengakses, menggunakan, menciptakan, menyebarluaskan kerja digital, serta untuk mengakses dan menggunakan komputer, dan perangkat elektronik lainnya termasuk jaringan komunikasi khususnya internet.
Meskipun pemerintah telah membuat rekognisi atas hak digital Indonesia, dalam pelaksanaannya, perempuan yang mengampanyekan keberagaman dan toleransi mengalami kekerasan seperti pelecehan, troll, cyberstalking, ancaman kekerasan, dan ujaran kebencian.
Kerawanan di Media Sosial
Dalam ruang digital, terdapat sejumlah istilah dan tindakan yang terkait dengan kejahatan di dunia siber:
Malware
Malware adalah perangkat lunak yang berbahaya seperti spyware, ransomware, virus, trojan dan worm. Malware ketika diaktifkan mengarahkan pengguna untuk menginstal perangkat lunak berbahaya. Ketika malware diaktifkan dapat memblokir akses ke komponen jaringan utama, kemudian menginstal perangkat lunak berbahaya.
Setelah itu, secara diam-diam memperoleh informasi dengan mengirimkan data dari hard drive (spyware). Hal itu mengakibatkan sistem tidak dapat dioperasikan. Media penyebaran malware ini dapat melalui perangkat jaringan yang menghubungkan beberapa komputer, alat penyimpan data (flashdisk), situs web, piranti lunak gratis, bajakan serta lampiran pada email.
Phising
Kata phising didefinisikan sebagai upaya penipuan untuk mendapatkan informasi sensitif, seperti nama pengguna, kata sandi, dan detail kartu kredit dengan menyamar sebagai entitas yang dapat dipercaya dalam komunikasi elektronik.
Phising menggunakan komunikasi palsu seperti email sehingga penerima membukanya dan menjalankan instruksi di dalamnya seperti nomor kartu kredit. Meskipun seringkali menyerang email, phising dapat juga menyerang melalui whatsapp, facebook, video conference ataupun pesan singkat (Short Message Service).
Serangan Kata Sandi (password attack)
Dengan mendapatkan kata sandi maka akan langsung mengakses basis data, teapi seringkali kali menyerang dengan phising dahulu. Misalnya, pelaku mengirim email phising yang mengingatkan bahwa akun mereka sudah disusupi sehingga diminta untuk menjaga akun tetap terbuka agar dapat diperbaiki. Korban akan diminta untuk mengisi tautan yang seolah-olah sah, padahal diarahkan pada tautan milik peretas. Jika korban mengisi tautan tersebut, ia akan mengisi akses login yang valid.
Jaringan Internet (wi-fi) di ruang publik
Wi-fi di tempat umum seperti kafe, mal, dan restoran yang gratis biasanya tidak aman karena penjahat siber atau dunia maya dapat menyalin aktifitas dan data kita terutama username dan password.
Geotagging
Dengan geotagging yang biasanya melekat pada metadata ataupun foto digital, sehingga keberadaan dapat diketahui, terutama ketika menggunakan GPS sehingga lokasi akurat.
Surveilance atau pengintaian
Komunikasi lewat media digital seperti chatting, update status, ataupun kegiatan sehari-hari, baik sengaja ataupun tidak sengaja, dapat meninggalkan jejak digital. Hal itu tanpa disadari dapat dimanfaatkan pihak lain untuk mengikuti jejaknya dan disalahgunakan untuk tujuan baik ataupun buruk.
Doxing
Doxing adalah pelanggaran privasi dengan mengambil identitas orang lain, baik seperti nama asli, alamat rumah, tempat kerja, telepon, keuangan, foto atau video, dan informasi pribadi lainnya. Informasi tersebut disebarkan ke media sosial tanpa persetujuan dan izin korban. Kegiatan doxing ini dapat berakibat fatal, yaitu membuli korban ataupun memfasilitasi pelecehan di dunia maya dengan dunia nyata.
Pelecehan
Hal ini terjadi ketika pelaku mengirimkan pesan online terus menerus dan menimbulkan ketidaknyamanan pada korban. Pesan ini bisa berupa ancaman langsung kekerasan seksual atau fisik, komentar kasar, ujaran kebencian atau ungkapan kebencian, konten online yang menggambarkan perempuan sebagai objek seksual, penggunaan gambar tidak senonoh untuk merendahkan perempuan.
Troll
Troll adalah bahasa gaul untuk seseorang yang sengaja mencoba memicu konflik, permusuhan atau argumen dalam komunitas online, dan seringkali menggunakan bahasa menghasut memancing emosional publik. Platform yang digunakan bisa beragam seperti media sosial facebook, youtube, dan instagram.
Impersonation (pemalsuan identitas)
Pelaku kejahatan ini menggunakan identitas, data pribadi, dan karakter korban. Hal ini bertujuan menyebarkan informasi menyesatkan, membuat kampanye kotor, dan menurunkan kepercayaan orang lain atas reputasi korban. Hal ini seringkali terjadi di twitter atau instagram.
Denigration (Pencemaran nama baik)
Pelaku dengan sengaja mengumbar keburukan orang lain melalui jaring sosial untuk merusak nama baik dan reputasi orang lain.
Trickery
Pelaku membujuk seseorang dengan tipu daya untuk mendapatkan rahasia atau foto pribadi dari korbannya.
Cyberstalking
Upaya menguntit atau mengikuti secara sengaja di dunia maya dengan menggunakan email, pesan langsung, atau sarana elektronik lainnya untuk melecehkan, menakut-nakuti atau mengancam seseorang dengan bahaya fisik sehingga korban merasa tidak nyaman.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Sejumlah barang bukti ditunjukkan saat Kasubdirektorat II Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri Komisaris Besar Rickynaldo Chairul memberi keterangan kepada wartawan terkait penangkapan hacker di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (25/10/2019). Tersangka berhasil membobol sistem keamanan data perusahaan asing dan menjalankan aksi ransomware dengan permintaan tebusan dalam bentuk bitcoin.
Upaya Perlindungan
Perempuan pegiat keberagaman dan toleransi menghadapi risiko kriminalisasi atas postingannya di dunia maya. Selain itu, perempuan yang berkampanye HAM dan gender di platform media sosial rawan mengalami sejumlah ancaman kriminalisasi.
Perempuan yang berkampanye keberagaman dan toleransi di media sosial, juga mengalami risiko mendapat serangan fisik secara langsung, tidak hanya di dunia maya. Oleh karena itu, perlu adanya pendampingan hukum, baik dari ancaman fisik maupun kriminalisasi UU ITE.
Sejumlah langkah perlindungan dapat dilakukan bagi perempuan yang melakukan kampanye digital. Langkah pertama adalah dengan analisis situasi audiensi kampanye. Hal ini penting untuk mengetahui situasi audiensi kampanye supaya dapat mengidentifikasi resiko kekerasan digital yang mungkin dihadapi.
Selain itu, analisis ini juga memungkinkan organisasi perempuan memetakan modal sosial serta identifikasi sumber daya yang dimiliki. Hal ini akan dapat mengenali kekuatan serta pengaruh organisasi ataupun individu bagi perlindungan perempuan.
Langkah kedua mencakup pencegahan terhadap serangan keamanan digital dan kekerasan online berbasis gender. Upaya ini harus didukung dengan edukasi mengenai keamanan digital, kekerasan online, serta keterampilan membangun kontra narasi alternatif dalam kampanye digital.
Selain itu, harus ada kemampuan untuk menangani kasus serangan keamanan digital dan kekerasan online dengan membuka mekanisme pelaporan. Kemudian, membuka ruang diskusi berkala sehingga dapat saling berbagi pengalaman dalam memitigasi serangan digital yang dialami.
Jika seseorang telah mengalami kasus kekerasan ataupun intimidasi, dilakukanlah sistem rujukan yang meliputi layanan konseling psikologis, konsultasi bantuan hukum untuk pendampingan kasus. Korban harus didampingi untuk pemulihan psikologis, kesehatan, sosial, dan ekonomi sesuai dengan kebutuhan korban.
Apabila standar operasional prosedur penanganan kekerasan sudah dibuat, perlu disahkan oleh organisasi serta tahap selanjutnya adalah sosialisasi. Dalam tahap ini, diseminasi melalui media internal organisasi atau melalui kegiatan edukasi menjadi penting. Poin yang disampaikan mengenai pencegahan dan penananan serangan keamanan digital dan kekerasan online siber berbasis gender.
Dengan demikian, organisasi memiliki kewajiban untuk melakukan edukasi dan peningkatan kapasitas pemahaman berbagai hal terkait serangan siber. Pemahaman yang diperlukan, yaitu: hak-hak digital, standar etika dalam kampanye digital, dan keamanan digital individu dan organisasi.
Di samping itu, dibutuhkan keterampilan perlindungan terhadap serangan keamanan digital dan mitigasi jika terjadi serangan individu atau organisasi. Diperlukan pula keterampilan membangun kontra narasi dalam kampanye digital. (LITBANG KOMPAS)