KOMPAS/DANU KUSWORO
Atlet paralayang PON Papua 2021 terbang di sekitar jembatan Youtefa, Kota Jayapura, Jumat (1/10/2021). PON Papua 2021 dibuka oleh Presiden Joko Widodo di Stadion Lukas Enembe, Sentani.
Fakta Singkat
Hari Jadi
7 Maret 1910
Dasar Hukum
Undang-Undang No. 6/1993
Luas Wilayah
940 km2
Jumlah Penduduk
303.760 jiwa (2020)
Kepala Daerah
Wali Kota Benhur Tomi Mano
Wakil Wali Kota H. Rustan Saru
Instansi terkait
Pemerintahan Kota Jayapura
Kota Jayapura merupakan ibu kota Provinsi Papua. Terletak di wilayah Indonesia bagian Timur, tepatnya berada di bagian utara dari Provinsi Papua, Kota Jayapura bagaikan magnet bagi banyak orang. Kota ini memiliki beragam fungsi, yakni sebagai pusat pemerintahan, perekonomian, perdagangan, industri, pariwisata, dan pendidikan.
Kota ini didirikan oleh Kapten Infanteri F.J.P. Sachse dari Kerajaan Belanda pada tanggal 7 Maret 1910 dengan nama Hollandia. Setelah itu, kota ini sempat disebut Kota Baru dan Soekarnopura pada tahun 1964 sebelum menyandang nama yang sekarang. Dalam bahasa Sanskerta, kata “Jayapura” dapat diartikan sebagai kota kemenangan.
Awalnya Kota Jayapura menjadi bagian dari Kabupaten Jayapura berdasarkan UU 12/1969 tentang Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat. Kemudian di tahun 1979, Jayapura ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif Jayapura berdasarkan PP 26/1979. Status Kota Administratif ini kemudian berakhir dengan dikeluarkannya UU 6/1993 yang menetapkan pembentukan Kota Jayapura. Adapun Hari jadi Kota Jayapura diperingati setiap tanggal 7 Maret.
Secara administratif, Kota Jayapura terdiri dari lima distrik dengan luas total 940 km². Wali Kota Jayapura saat ini yang menjabat adalah Benhur Tomi Mano dengan Wakil Wali Kota H. Rustan Saru.
Visi Kota Jayapura adalah “Terwujudnya Kota Jayapura yang Beriman, Bersatu, Sejahtera, Mandiri, dan Modern berbasis kearifan lokal”.
Adapun misinya ada tujuh, yaitu meningkatkan kualitas hidup umat beragama; melanjutkan penataan kepemerintahan yang baik dengan dukungan kapasitas birokrasi yang profesional; membangun kota yang bersih, indah, aman, dan nyaman; peningkatan kualitas sumberdaya masyarakat dan mengembangkan potensi ekonomi kota sebagai kota jasa dan perdagangan serta utilitas perkotaan berwawasan lingkungan’ meningkatkan kualitas hukum dan demokrasi; memperkuat hak-hak adat dan memberdayakan masyarakat kampung.
Kota Jayapura ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan PKSN berdasarkan sistem perkotaan nasional. Dalam RPJMN 2015–2019, Kota Jayapura merupakan kota sedang yang berperan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, pusat pelayanan primer, dan hub untuk Pulau Papua dan Pulau Maluku dalam bentuk Pusat Kegiatan Nasional (PKN) serta sebagai pendukung pengembangan kawasan perbatasan negara.
Pengembangan Kota Jayapura sebagai PKN difokuskan dalam pengembangan perdagangan dan jasa, industri, serta dikembangkan sebagai tempat alih muatan atau transhipment point di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan pusat pelayanan administrasi pelintas batas negara (perbatasan Indonesia-PNG-Palau).
Kota ini terkenal pula dengan julukan kota Seribu Pinang. Kendati tak dijumpai pohon pinang di tepi jalan di kota ini, namun pinang selalu ada, tersedia, dan tersaji di setiap stan dan lapak di tepi kota, lorong, gang, hingga di depan pusat perbelanjaan.
Dalam kultur Papua, makan pinang dilakukan sejak bangsa Melanesia menginjakkan kaki di sekitar kawasan pasifik yang membentang sepanjang Papua, Papua Nugini, Vanuatu, dan negara-negara sekitarnya. Sirih pinang juga dijadikan semacam pengantar saat pertemuan adat kedua keluarga keluarga mempelai yang ingin memadu hidup bersama.
Sejarah pembentukan
Kota Jayapura sudah sejak dulu bersentuhan dengan dunia luar. Dalam buku Sejarah Sosial Daerah Irian Jaya Dari Hollandia Ke Kotabaru (1910-1963) yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, disebutkan pada 16 Juni 1545, Ynico Ortis De Fretes tiba di sekitar muara Sungai Mamberamo menggunakan kapal yang bernama “San Juan”. Ia berencana berlayar ke Meksiko dan berangkat dari Tidore pada 16 Mei 1545. Saat singgah di muara Sungai Mamberamo, Ortis memberi nama Nueva Guinea atau Guinea Baru kepada Tanah Papua. Sejak kedatangan Ynico itu, kemudian muncul pelaut-pelaut lain yang singgah seperti Alvaro Memdane Ne Neyra (1567) dan Antonia Ma (1591-1593).
Sejarah Kota Jayapura juga mencatat pada 13 Agustus 1768, seorang pelaut berkebangsaan Perancis bernama Louis Antoine Baron de Bouganvelle, berlabuh di Teluk Numbay yang dikenal juga sebagai Teluk Humbolt. Dalam perjalanannya dengan kapal “Boudeuse” dan “l’Etoile”, ia menemukan sebuah deretan pegunungan buas yang menantang angkasa. Bagi deretan pegunungan itu, ia tak dapat menemukan sebuah nama lain yang lebih cocok daripada Cycloop, yang diilhami dari nama raksasa bermata satu dalam mitologi Yunani. Namun ketika itu, ia belum menemukan lokasi Hollandia (Jayapura yang dikenal sekarang).
Enampuluh tahun kemudian, yakni 12 Agustus 1827, seorang Perancis lainnya, Jules Sebastien Cesar Dumont d’Urville, terperanjat ketika dari atas geladak kapalnya, “Astrobale”, ia menyaksikan sebuah panorama yang menakjubkan. Di depannya terhampar sebuah teluk yang tenang lagi permai. Kekagumannya secara pribadi kepada penyelidik terkenal berkebangsaan Jerman, FH Alexander von Humboldt, mendesaknya untuk menamakan teluk itu dengan nama Humboldt.
KOMPAS/MARULI TOBING
Kota Jayapura terus berkembang. Fasilitas komunikasi, transportasi, kesehatan, pendidikan, maupun keuangan, tumplek di sini. Sedang daerah-daerah kecamatan dan pedesaan yang “diatur” dari sini, masih muram.
Kemudian beberapa tahun berlalu, pada tahun 1858, sebuah kapal perang Kerajaan Belanda, “Etna”, membuang sauh di Teluk Humboldt. Di atas kapal itu, terdapat team ekspedisi ilimiah pertama, dipimpin Resimen Bangka, HDA van der Goes. Ia didampingi beberapa ahli ilmu pengetahuan lainnya.
Ekspedisi ini menjadi penting dalam sejarah, karena banyak nama tempat ketika itu dipetakan, selain sebuah hasil lainnya, yakni ditemukannya Teluk Jotefa.
Pada tahun 1892, untuk pertama kalinya, Danau Sentani ditemukan oleh seorang pengumpul binatang, Willian Doherty. Kemudian pada tahun 1900, seorang pedagang bernama JM Dumas membuka pos di Debi, sebuah pulau yang terletak di dalam Teluk Yotefa, sebelah barat Kampung Enggros. Setelah itu, sejumlah pegawai Pemerintah dan pelancong bergabung di situ. Di situ pula, selama empat bulan, sebuah ekspedisi dari Institut Treub menetap dan menjadikannya pangkalan penyelidikan mereka.
Catatan sejarah lainnya menyebutkan sejarah kota Hollandia (Jayapura) sesungguhnya dimulai ketika pada tanggal 28 September 1909, sebuah detasemen militer di bawah pimpinan Kapten Infanteri FJP Sachse mendarat dengan kapal “Edi” di pesisir pantai sekitar Teluk Humboldt.
Setelah beberapa hari mencari, akhirnya terpilih sebuah lajur pasir dekat sebuah anak sungai berair jernih, sebagai tempat bivak mereka. Anak sungai yang oleh penduduk setempat disebut “Noebai” bersumber di pegunungan Cycloop dan mengalir melalui sebuah celah yang sempit, untuk akhirnya bermuara di Teluk Humboldt.
Di atas tempat itulah pekerjaan pembangunan pertama dimulai, dengan menebang 40 pohon nyiur. Namun, mereka harus mengganti rugi tanaman dengan membayar 40 ringgit, setiap pohon seringgit, kepada Kepala Kampung Tobati Laut.
Pada tanggal 7 Maret 1910, atau enam bulan kemudian, Kapten Infrantri FJP Sachse memproklamasikan sebutan baru bagi Dataran Numbay, yaitu Hollandia, yang dikukuhkan sebagai ibu kota pemerintahan.
Geografi Kota Jayapura yang hampir sama dengan garis pantai utara Negeri Belanda dengan kondisi alam yang berlekuk-lekuk mengilhami Kapten Sache untuk mencetuskan nama Hollandia. Dalam bahasa Belanda, Hol berarti lengkung dan land memiliki arti tanah. Jadi Hollandia artinya tanah yang melengkung atau tanah/tempat yang berteluk.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO
Peringatan hari jadi Jayapura ke-100 yang juga hari Pekabaran Injil di Tanah Tabi, Rabu (10/3/2010), cukup meriah di Pulau Metu Debi, Jayapura, Papua. Arak- rakan masyarakat adat Metu Debi dilengkapi obor Pekabaran Injil.
Seperti dikutip dalam arsip Kompas, 8 Maret 1980 dengan judul “Sekedar Sejarah Kota Jayapura”, dikisahkan pada tanggal 7 Maret 1910, cuaca saat itu tidak cerah. Namun demikian roan cerah menandai wajah para anggota Detasemen Eksplorasi Belanda Belanda, yang hari itu berkerumun di seputar sebuah tiang bendera. Semuanya ada empat brigade. Mereka berseragam mentereng dengan kancing-kancing yang gemerlapan.
Pemimpin mereka, Kapten Sachse, membuka upacara sederhana tetapi khidmat itu dengan kata sambutan yang berapi-api. Mula-mula dalam bahasa Belanda, kemudian dalam bahasa Melayu. Setelah itu, dengan suara lantang ia memberi aba-aba: “Atas nama Ratu, dikibarkanlah bendera. Semoga Tuhan meridhoi agar ia tak akan pernah lagi diturunkan.
Dalam suasana hening, bendera Belanda perlahan-lahan mengangkasa dan sedikit demi sedikit mulai terkembang dihembus angin sepoi yang bertiup dari satu arah Teluk Humboldt. Sesaat kemudian pedang-pedang “beterbangan” keluar dari sarungnya dan pekik gempita terdengan membahana. Kota Hllandia, ibu kota Nederlandsch Nieuw Guinea pada saat itu, secara resmi terbentuk, dalam suatu upacara sederhana di sebuah bivak di sebuah tempat bernama Kloof-kamp, yang kini dikenal dengan nama Gurabesi.
Dalam sejarahnya, pasukan Sekutu mengusir Jepang setelah pendaratan amfibi dekat Hollandia sejak 21 April 1944. Daerah ini menjadi markas Jenderal Douglas MacArthur sampai penaklukan Filipina pada Maret 1945. Lebih dari dua puluh pangkalan AS didirikan dan setengah juta personel AS bergerak melalui daerah ini.
Irian Jaya kembali ke Indonesia 1 Maret 1963. Sejak 1 Mei 1963 sampai sekarang, Irian Jaya terus berkembang dan berubah. Di tahun 1979, ibu kota Kabupaten Jayapura dimekarkan menjadi kota administratif (kotif) Jayapura berdasarkan PP 26/1979 tanggal 28 Agustus 1979 tentang pembentukan Kota Administratif Jayapura.
Dengan ketentuan pelaksanaan Permendagri 5/1979 dan instruksi Mendagri 30/1979, Kota Jayapura pada hari 14 September 1979, diresmikan sebagai kota administratif oleh Amir Machmud, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.
Kemudian, berdasarkan UU 6/1993, Kota Administratif Jayapura diresmikan menjadi Kotamadya Dati II Jayapura oleh Mendagri Yogie S.M bertempat di lapangan Mandala Jayapura.
Artikel Terkait
Geografis
Kota Jayapura terletak diantara 137°27′ — 141°41′ BT dan 1°27′ — 3°49′ LS. Bagian utara Kota Jayapura berbatasan langsung dengan Lautan Pasifik, bagian timur berbatasan dengan Negara Papua Nugini, bagian Selatan berbatasan dengan Distrik Arso, Kabupaten Keerom, dan bagian barat berbatasan dengan Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura.
Kota Jayapura memiliki luas wilayah sekitar 940 km2 dan merupakan wilayah terkecil dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Papua. Kota Jayapura terbagi menjadi lima distrik yaitu Muara Tami, Heram, Abepura, Jayapura Selatan, dan Jayapura Utara.
Topografi daerahnya cukup bervariasi, mulai dari dataran hingga daerah berbukit di ketinggian 700 meter di atas permukaan air laut. Wilayah perbukitan terjal, rawa-rawa, dan hutan lindung dengan kemiringan 40 persen merupakan daerah yang tidak layak huni.
Kota Jayapura tidak hanya mencakup wilayah daratan, tetapi juga wilayah laut dan pulau-pulau kecil yang ada dalam batas wilayahnya. Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna. Luas wilayah laut di Kota Jayapura adalah 2,81 km2 dan panjang garis pantai 116, 77 km.
Artikel Terkait
Pemerintahan
Sejak berstatus sebagai kota administratif hingga menjadi kota otonom, Kota Jayapura telah dipimpin oleh beberapa kepala daerah. Wali Kota Administratif pertama adalah Florens Imbiri yang menjabat selama 10 taun dari 1979 hingga 1989. Wali Kota Administratif Jayapura kemudian diteruskan oleh Michael Manufandu untuk periode 1989–1993. Selanjutnya, terpilih R. Roemantyo sebagai Wali Kota untuk periode 1994–1999.
Tongkat estafet pembangunan selanjutnya dilanjutkan oleh M.R. Kambu sebagai Wali Kota Jayapura dan J.I. Renyaan sebagai Wakil Wali Kota Jayapura (1999–2005). Pada pemilihan kepala daerah secara langsung tahun 2004–2005, MR Kambu terpilih sebagai Wali Kota Jayapura dan Sujarwo sebagai Wakil Wali Kota Jayapura periode 2005–2010. Kemudian diteruskan oleh Walikota Benhur Tomi Mano dan Wakil Wali Kota H. Nur Alam untuk periode 2011–2016.
Pada Pilkada Kota Jayapura 2017, pasangan Benhur Tomi Mano-Rustan Saru terpilih sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jayapura setelah meraih suara sebanyak 116.006 atau 83,07 persen, sedangkan kotak kosong dipilih 21.569 suara atau 16,93 persen.
Secara administratif, Kota Jayapura terdiri dari lima distrik, yaitu Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura, Heram, dan MuaraTami, serta terbagi menjadi 25 kelurahan dan 14 kampung.
Abepura merupakan distrik dengan jumlah pembagian wilayah paling banyak, terdiri dari 8 kelurahan, 3 kampung, 77 RW dan 296 RT. Sedangkan Heram merupakan distrik dengan jumlah pembagian wilayah paling sedikit, terdiri dari 3 kelurahan, 2 kampung, 43 RW, dan 166 RT.
Adapun jumlah kampung terbanyak berada di wilayah Distrik Muara Tami dengan jumlah 6 kampung. Sedangkan Distrik Jayapura Utara hanya memiliki 1 kampung.
Untuk mendukung roda pemerintahan, Kota Jayapura didukung oleh 4.116 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 2020. Dari jumlah itu, PNS terbanyak berada pada golongan III, yaitu sebesar 2.014 atau sebesar 51,39 persen.
Artikel Terkait
Politik
Peta perpolitikan di Kota Jayapura seperti tampak dari komposisi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memperlihatkan dominasi partai Golkar dalam penyelenggaraan tiga pemilihan umum (pemilu) legislatif.
Pada Pemilu Legislatif 2009, Golkar berhasil meraih delapan kursi di DPRD Kota Jayapura. Disusul Partai Demokrat meraih empat kursi, kemudian PKS, PDI-P, dan PKPI masing-masing meraih tiga kursi. Selanjutnya PDS dan PAN memperoleh dua kursi, sedangkan Gerindra, Hanura, Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Indonesia Sejahtera, dan Partai Nasional Indonesia Marhaenisme masing-masing hanya meraih satu kursi.
Lima tahun kemudian, di Pemilu Legislatif 2014, perolehan kursi Golkar di DPRD Kota Jayapura turun satu kursi menjadi tujuh kursi. Namun demikian, perolehan tujuh kursi tersebut masih menempatkan Golkar sebagai partai politik yang meraih kursi terbanyak.
Di urutan berikutnya adalah PDI-P, Gerindra, Demokrat, PAN, dan Hanura yang masing-masing meraih empat kursi, kemudian Nasdem dan PKB masing-masing meraih tiga kursi, PPP dua kursi, serta PBB satu kursi.
Terakhir, di Pemilu Legislatif 2019, Golkar masih memperoleh kursi terbanyak di DPRD Kota Jayapura, kendati perolehan kursinya turun lagi, menjadi hanya enam kursi. Di urutan berikutnya, PDI-P meraih lima kursi, Nasdem empat kursi, PKB, PAN, dan Demokrat masing-masing memperoleh tiga kursi. Kemudian Gerindra, Hanura, Perindo, PKS, PSI, dan Partai Berkarya masing-masing dua kursi, sedangkan PKPI dan PPP masing-masing meraih satu kursi.
Artikel Terkait
Kependudukan
Kota Jayapura dihuni oleh 303.760 jiwa menurut hasil sensus penduduk tahun 2020. Jumlah tersebut meningkat sekitar 0,63 persen dibandingkan hasil sensus penduduk 2010. Dari jumlah itu, penduduk laki-laki sebanyak 162.487 jiwa (53,49 persen), sedangkan penduduk perempuan sebanyak 141.273 (46,51 persen)
Penduduk Kota Jayapura tahun 2020 didominasi oleh kelompok usia produktif (15–64 tahun) sebanyak 224.143 jiwa, sedangkan penduduk kelompok umur 0-14 dan 65 tahun ke atas sebanyak 75.318 jiwa.
Kepadatan penduduk Kota Jayapura tahun 2020 tercatat sebanyak 324 jiwa/km2. Wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Distrik Jayapura Selatan. Sedangkan wilayah dengan kepadatan terendah adalah Distrik Muara Tami.
Terkonsentrasinya penduduk di Distrik Jayapura Selatan disebabkan karena wilayah ini merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan. Banyaknya penduduk di Abepura terutama dikarenakan di distrik ini terdapat beberapa perguruan tinggi, namun juga telah berkembang sebagai wilayah perdagangan dan pemerintahan.
Kota Jayapura dihuni oleh beragam latar belakang dan etnis, baik penduduk asli Papua maupun para pendatang yang umumnya transmigran asal Jawa, Bugis, dan beberapa suku Indonesia lainnya.
Penduduk asli Kota Jayapura antara lain menempati lokasi Kayu Batu, Kayupulo, Tobati, Enggros, Nafri, Yoka, Waena dan Skow. Kapan penduduk asli ini mendiami wilayah Jayapura tidak ada satu literatur pun yang definitif untuk itu.
Selain penduduk asli, di Kota Jayapura juga terdapat banyak suku asli Papua yang berasal dari daerah lain serta penduduk pendatang (non Papua). Khusus di distrik Muara Tami, terdapat penduduk transmigrasi dari Pulau Jawa.
Indeks Pembangunan Manusia
80,11 (2021)
Angka Harapan Hidup
70,52 tahun (2021)
Harapan Lama Sekolah
15,02 tahun (2021)
Rata-rata Lama Sekolah
15,57 tahun (2021)
Pengeluaran per Kapita
Rp14,93 juta (2021)
Tingkat Pengangguran Terbuka
11,62 persen (2020)
Tingkat Kemiskinan
11,16 persen (2020)
Kesejahteraan
Pembangunan manusia di Kota Jayapura dalam satu dekade terakhir terus meningkat. Indeks pembangunan manusia (IPM) Kota Jayapura di tahun 2010 tercatat sebesar 76,69, meningkat menjadi 80,11 di tahun 2021. Dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Papua, IPM Kota Jayapura merupakan yang tertinggi.
Selama periode tersebut, IPM Kota Jayapura rata-rata tumbuh sebesar 0,4 persen per tahun dan meningkat dari level tinggi menjadi level sangat tinggi pada tahun 2019. Namun, pandemi Covid-19 telah mengubah pencapaian IPM Kota Jayapura, turun 0,27 poin dibandingkan tahun 2019 menjadi 79,94. Meski demikian, pada tahun 2021, IPM Kota Jayapura kembali meningkat menjadi 80,11 atau tumbuh 0,21 persen dibandingkan tahun 2020.
Dari komponen pembentuknya, angka harapan hidup di tahun 2021 tercatat selama 70,52 tahun. Di bidang pendidikan, harapan lama sekolah (HLS) tercatat selama 15,02 tahun dan rata-rata lama sekolah (RLS) selama 15,57 tahun. Adapun pengeluaran per kapita sebesar Rp 14,93 juta.
TPT Kota Jayapura tahun 2020 sebesar 11,62 persen dan Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) sebesar 88,38 persen angkatan kerja telah bekerja pada seluruh lapangan pekerjaan di Kota Jayapura. TPT tahun 2020 tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2019. Partisipasi angkatan kerja yang menurun di tahun 2020 menyebabkan pengangguran juga menurun.
Adapun penduduk miskin di Kota Jayapura dalam kurun lima tahun 2104 hingga 2020 mengalami penurunan, dari 12,21 persen menjadi 11,16 persen. Persentase penduduk miskin Kota Jayapura tahun 2020 tercatat sebanyak 33,80 ribu jiwa, lebih kecil 1,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rp 243,33 miliar (2021)
Dana Perimbangan
Rp 1,00 triliun (2021)
Pendapatan Lain-lain
Rp 25,41 miliar (2021)
Pertumbuhan Ekonomi
-1,67 persen (2020)
PDRB Harga Berlaku
Rp 32,2 triliun (2020)
PDRB per kapita
Rp 37,69 juta/tahun (2020)
Ekonomi
Kota Jayapura merupakan pusat perekonomian di tanah Papua. Kota ini juga menjadi penyuplai bahan makanan, bangunan dan kebutuhan lainnya di tanah Papua, terutama daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Jayapura seperti Kabupaten Kerom, Jayapura dan Sarmi dan juga kawasan pegunungan di anah Papua.
Sebagai ibu kota Provinsi Papua, perekonomian Kota Jayapura merupakan yang terbesar. BPS mencatat, produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (ADHB) Kota Jayapura senilai Rp32,2 triliun pada 2020.
Lapangan usaha dengan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kota Jayapura pada tahun 2020 adalah konstruksi sebesar 25,05 persen. Disusul kemudian perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil sepeda motor sebesar 16,41 persen dan administrasi pemerintahan, pertahanan, jaminan sosial wajib sebesar 13,02 persen.
Adapun lapangan usaha yang memiliki kontribusi paling kecil terhadap PDRB Kota Jayapura tahun 2020 adalah pertambangan dan penggalian sebesar 0,51 persen, pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang sebesar 0,12 persen, dan pengadaan listrik dan gas sebesar 0,05 persen.
Di sektor industri, menurut data dari BPS Kota Jayapura, pada tahun 2019 terdapat 1.808 unit usaha industri. Dari jumlah tersebut, sebanyak 469 unit usaha industri kimia dan agro industri, 482 unit usaha industri hasil hutan dan hasil tambang, 651 unit usaha industri logam mulia dan elektronika, dan 206 unit usaha industri sandang kulit dan aneka.
Tenaga kerja yang terserap di sektor industri sebanyak 4.955 orang. Industri yang menyerap tenaga kerja terbanyak yaitu industri hasil hutan dan hasil tambang serta industri kimia dan agro yang masing-masing sebanyak 1.472 orang.
Adapun pertumbuhan ekonomi Kota Jayapura pada tahun 2020 tercatat minus 1,67 persen akibat lesunya ekonomi karena merebaknya pandemi Covid-19 di Tanah Air. Sebelumnya dalam periode 2011-2019, pertumbuhan ekonomi Kota Jayapura dalam rentang 5,13 persen hingga 10,66 persen.
Di APBN 2021, pendapatan Kota Jayapura ditargetkan sebesar Rp1,26 triliun. Dari jumlah tersebut, Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditargetkan sebesar Rp243,33 miliiar, pendapatan transfer sebesar Rp 1,00 triliun, dan lain-lain pendapatan sebesar Rp25 miliar.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Aktivitas di terminal peti kemas Pelabuhan Jayapura, Papua, Jumat (14/7/2017). Pelabuhan ini menjadi pintu perdagangan komoditas dari beberapa daerah di Papua untuk pasar domestik dan ekspor.
Di sektor pariwisata, Kota Jayapura memiliki beragam destinasi wisata. Sebut saja Pantai Base-G, Hamadi, Pasir 2, Pantai Holtekam, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Skouw, Distrik Muara Tami, Bukit Jokowi di Skiline, Distrik Jayapura Selatan dan Pantai Pasir 6 di Distrik Jayapura Utara.
Untuk mendukung sektor wisata dan kegiatan lainnya, pada tahun 2019 terdapat 66 hotel dan penginapan di Kota Jayapura. Di tahun 2018, terdapat 213.657 orang wisatawan nusantara, dan 55.085 orang wisatawan mancanegara berkunjung di Kota Jayapura. Pada tahun yang sama (2018), jumlah usaha penunjang pariwisata di Kota Jayapura sebesar 106 restoran/kafe, 759 rumah/warung makan, dan 11 Art shop. (LITBANG KOMPAS)
Artikel Terkait
Referensi
- “Sekedar Sejarah Kota Jayapura”, Kompas, 08 Maret 1980, hlm. 08
- “Menuju Kota Beriman *Teropong”, Kompas, 07 September 2001, hlm. 25
- “Menuju Pusat Perdagangan Pasifik Selatan *Otonomi”, Kompas, 17 Jul 2003, hlm. 33
- “Kota Jayapura * Otonomi”, Kompas, 17 Jul 2003, hlm. 33
- “Kilas Daerah : Kota Jayapura Diusulkan Berganti Nama”, Kompas, 19 Januari 2010, hlm. 22
- “Kedamaian di Tanjung C’beery * Tanah Air”, Kompas, 22 Juni 2019, hlm. 17
- Renwarin, Herman, Pattiara, John. 1984. Sejarah Sosial Daerah Irian Jaya Dari·Hollandia Ke Kotabaru (1910-1963). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional
- Salle, Agustinus; Simanjuntak, Aaron. 2006. Kota Jayapura Merintis Transparansi Keuangan Publik. Makassar: Pustaka Refleksi
- Lawene, Chilfy Lewina; Tondobala, Linda; Mononimbar, Windy. “Pengembangan Kawasan Permukiman di Kota Jayapura“. Diakses dari https://ejournal.unsrat.ac.id
- Kota Jayapura Dalam Angka 2021, BPS Kota Jayapura
- Statistik Kesejahteraan Rakyat Kota Jayapura 2021, BPS Kota Jayapura
- Statistik Daerah Kota Jayapura 2021, BPS Kota Jayapura
- Produk Domestik Regional Bruto Kota Jayapura Menurut Lapangan Usaha 2016 – 2020, BPS Kota Jayapura
- Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2021, BPS Kota Jayapura
- Asal-usul Jayapura, Dulu Diberi Nama Nova Guinea oleh Pelaut yang Singgah di Tahun 1545, laman Kompas.com
- UU 12/1969 tentang Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat
- UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
- UU 6/1993 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Jayapura
- UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
- PP 26/1979 tentang Pembentukan Kota Adminstratif Jayapura
Editor
Topan Yuniarto