Paparan Topik | Hari Populasi Sedunia

Hari Populasi Sedunia: Ledakan Penduduk dan Degradasi Lingkungan

Pada 1904 populasi dunia tumbuh hingga mencapai satu miliar. Pencapaian itu membutuhkan ratusan ribu tahun. Kemudian, hanya dalam kurun waktu kurang lebih 200 tahun, populasi dunia itu tumbuh tujuh kali lipat. Luar biasa.

Kompas/Julian Sihombing

Penduduk sekitar Kota Beijing, China saat menyaksikan terjun payung saat sebelum pembukaan Asian Games 1990. Beijing dikenal sebagai salah satu kota dengan penduduk terpadat di dunia.

Fakta singkat

Hari Populasi Sedunia

  • Dirayakan tiap tanggal 11 Juli
  • Pada tanggal 11 juli 1987 penduduk dunia menyambut jumlah populasi manusia mencapai 5 miliar
  • Ditetapkan secara resmi oleh PBB pada bulan Desember 1990 dengan resolusi PBB No. 45/216
  • Tiap tanggal 11 Juli dirayakan oleh setiap negara dengan tema yang berbeda-beda disesuaikan dengan kondisi negaranya

Tujuannya:

  • Memetakan demografi penduduk dunia sehingga dapat menyelesaikan persoalan-persoalan pertumbuhan penduduk seperti masalah ekonomi, lapangan kerja, distribusi pendapatan, kemiskinan, Kesehatan, kesetaraan gender dan perlindungan sosial.

Perkembangan jumlah penduduk dunia:

  • 1904: Populasi dunia mencapai 1 milyar orang
  • 1927: Populasi dunia berlipat ganda menjadi 2 miliar.
  • 1960: Populasi dunia mencapai 3 miliar.
  • 1989: PBB mengakui 11 Juli sebagai Hari Populas Sedunia, dengan jumlah penduduk 5 miliar.
  • 2000: Hanya 40 tahun setelah mencapai 3 miliar, populasi berlipat ganda menjadi 6 miliar.
  • 2021: Pada hari ini, model statistik memperkirakan bahwa populasi dunia mencapai 7,8 miliar.

Populasi dunia

Belum pernah populasi manusia tumbuh begitu cepat. Tahun 1950, lima tahun setelah berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa, populasi dunia diperkirakan sekitar 2,6 miliar orang. Pertumbuhan itu terus melaju hingga mencapai 5 miliar pada tahun 1987 dan 6 miliar pada tahun 1999.

Populasi dunia diperkirakan akan meningkat terus sebesar 2 miliar orang dalam 30 tahun ke depan, dari 7,8 miliar saat ini  menjadi 9,7 miliar pada tahun 2050 dan dapat mencapai puncaknya dikisaran hampir 11 miliar pada sekitar tahun 2100 (www.un.org).

Besarnya populasi juga dipengaruhi oleh tingkat reproduksi wanita yang semakin baik, usia harapan hidup yang semakin tinggi dan tingkat kesehatan yang membaik juga. Kondisi duniapun dalam keadaan damai tidak ada peperangan besar seperti Perang Dunia II.

Pertumbuhan populasi dunia yang begitu pesat ini perlu mendapatkan perhatian khusus. Maka, setiap tanggal 11 Juli selalu diperingati sebagai hari populasi sedunia. Tujuannya untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap isu populasi global.

Sejarah Hari Populasi Sedunia

Hari Populasi Sedunia ditetapkan pada tahun 1989 oleh Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa dibawah program UNDP (United Nations Development Programme). Penetapan ini terinspirasi oleh minat publik untuk menyambut dimana pada tanggal 11 Juli 1987 populasi dunia mencapai lima miliar orang. Oleh PBB tanggal 11 Juli diputuskan untuk ditetapkan sebagai Hari Populasi Sedunia dan diresmikan dengan resolusi PBB No. 45/216 pada bulan Desember 1990.

Tujuan dari peringatan ini adalah untuk menyoroti persoalan-persoalan akibat adanya pertumbuhan populasi yang begitu cepat. Populasi yang berlebih menjadi pokok bahasan, terutama jika dikaitkan dengan sumberdaya dunia yang semakin menipis dan dalam pengelolaannya tidak berkelanjutan. Kesadaran tentang dampak kelebihan penduduk pada pembangunan dan alam sangat ditekankan.

Megatren ini memiliki implikasi yang luas. Persoalan kesehatan, terutama yang dihadapi perempuan selama kehamilan dan persalinan, masalah keluarga berencana, kesetaraan gender dan hak asasi manusia terlebih di negara-negara berkembang. Kelebihan penduduk juga menyebabkan orang bermigrasi untuk mencari penghidupan dan tempat tinggal yang lebih layak huni. Hal ini juga mengakibatkan pelanggaran-pelanggaran seperti ketegangan pada masyarakat di daerah baru, perdagangan manusia dan pekerja anak semakin menjadi hal yang biasa.

Selain itu juga persoalan pembangunan ekonomi, lapangan kerja, distribusi pendapatan, kemiskinan dan perlindungan sosial. Perkembangan populasi juga mempengaruhi upaya untuk memastikan penduduk mudah mengakses kesehatan, pendidikan, perumahan, sanitasi, air, makanan dan energi.

Untuk mengatasi kebutuhan individu secara lebih berkelanjutan, pembuat kebijakan harus memahami berapa banyak orang yang hidup di planet ini, di mana mereka berada, berapa usia mereka, dan berapa banyak orang yang akan datang setelah mereka.

Peringatan Hari Populasi Sedunia 11 Juli biasanya diperingati dengan tema berbeda-beda oleh setiap negara. Di Indonesia pada tahun 2020 kemarin, Hari Populasi Sedunia ini mengusung tema lebih memfokuskan pada kesehatan serta hak perempuan dan anak perempuan. Terlebih adanya pandemi Covid-19, di mana banyak perempuan tenaga medis yang menjadi garda terdepan.

Untuk tahun 2021, belum ada informasi pasti mengenai tema yang akan diusung dalam memperingati Hari Populasi Sedunia 11 Juli. Namun, bisa dipastikan jika kondisi yang akan terjadi sama seperti tahun lalu, yaitu di masa pandemi COVID-19.

Kompas/Lasti Kurnia

Penduduk berusia 10-24 tahun di Indonesia berjumlah 28 persen dari populasi. Mereka menghadapi hambatan kultural dalam mengakses pelayanan terkait hak-hak kesehatan reproduksi dan seksual. Foto remaja ABG mengantre untuk mendapatkan tiket konser Boyband Korea Selatan Super Junior (Suju) di Hotel Twin Plaza, Jakarta, Sabtu (7/4/2012). 

Program Pengendalian Penduduk di Negara Dengan Populasi Terbesar di Dunia

China

  • Dengan menerapkan kebijakan satu anak
  • Pada pertengahan tahun 1980-an, pemerintah mengizinkan pasangan pedesaan yang anak pertamanya perempuan, untuk mengajukan izin kelahiran kedua
  • Pemberlakuan aborsi, sterilisasi, dan pengabaian anak secara paksa.
  • Pada November 2013 disetujuinya pengajuan izin kelahiran kedua oleh pemerintah dan menghentikan pemaksaan aborsi dan sterilisasi

India

  • Sterilisasi pada wanita. Pada tahun 2011 dan 2012 sekitar 4,6 juta wanita diseterilkan.
  • Vasektomi pada pria, namun banyak penolakan oleh masyarakat konservatif India.

Amerika Serikat

  • Mempromosikan populasi sehat dan berpendidikan, dengan mendukung kesehatan reproduksi dan hak, perencanaan keluarga sukarela, pemberdayaan perempuan, pembangunan, dan upaya untuk memerangi HIV/AIDS.
  • Ukuran keluarga ideal harus ditentukan oleh keinginan pasangan, bukan pemerintah.

Indonesia

  • 23 Desember 1957 Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) didirikan.
  • Oktober 1969, Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) kemudian berdiri untuk menyelenggarakan riset, sosialisasi, dan pelayanan KB dengan sasaran awal Jawa dan Bali.
  • Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1970 kemudian mencanangkan program KB sebagai program nasional.
  • Presiden Jokowi pada 14 Januari 2016 membentuk Kampung KB.

Kondisi Indonesia

Perkembangan penduduk Indonesia sangat penting untuk dicermati. Data Sensus Penduduk 2020 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 270,20 juta jiwa. Indonesia menempatkan dirinya di posisi keempat sebagai negara yang memiliki penduduk terbesar di dunia setelah China, India dan Amerika.

Dari tahun 1971 sampai tahun 2020, BPS mencatat setiap sepuluh tahun sekali penduduk Indonesia meningkat berturut-turut sebesar 1,91 persen pada tahun 1980; tahun 1990 meningkat 1,7 persen; tahun 2000 meningkat 1,30 persen; tahun 2010 meningkat 1,32 persen; dan tahun 2020 meningkat 1,25 persen.

Penduduk Indonesia dari tahun 1971–2020

Tahun Jumlah (Juta)
1971      119,20
1980      147,49
1990      179,38
2000      206,26
2010       237,64
2020       270,20

Sumber: Badan Pusat Statistik

Meskipun laju pertumbuhan penduduk dari tahun 1971 sampai tahun 2020 menurun, nyatanya permasalahan penduduk di Indonesia masih merupakan masalah yang belum terselesaikan secara tuntas, terutama sebaran penduduk dan tingkat urbanisasi.

Berdasarkan sebaran per pulau, hasil Sensus Penduduk 2020 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Dengan luas sekitar 7 persen dari total wilayah Indonesia, Pulau Jawa dihuni oleh 151,6 juta jiwa atau 56,10 persen penduduk Indonesia, diikuti Sumatera (21,68 persen), Sulawesi (7,36 persen), Kalimantan (6,15 persen), Bali-Nusa Tenggara (5,54 persen), dan Maluku-Papua (3,17 persen).

Hasil Sensus Penduduk 2020 juga mengkonfirmasi sebanyak 56,7 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan dan diperkirakan akan mencapai 66,6 persen pada tahun 2035. Daya tarik kehidupan perkotaan dan tuntutan kehidupan yang semakin tinggi menyebabkan semakin banyak penduduk Indonesia yang beralih untuk tinggal dan beraktivitas di kawasan perkotaan.

Persentase Penduduk Daerah Perkotaan Indonesia, 2010–2035

Tahun Penduduk (%)
2010        49,8
2015        53,3
2020        56,7
2025        60,0
2030        63,4
2035        66,6

Sumber: BPS, hasil proyeksi penduduk

Adanya konsentrasi penduduk perkotaan ini perlu disikapi dan diantisipasi lebih awal mengingat akan adanya beberapa persoalan wilayah perkotaan yang akan muncul.

Kompas/Rony Ariyanto Nugroho

Spanduk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berisi imbauan soal urbanisasi terpasang di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2014). Sebanyak 68.000 pendatang baru diperkirakan masuk Jakarta pada arus balik Lebaran 2014.

Urbanisasi

Pertumbuhan penduduk suatu perkotaan selain disebabkan oleh adanya kelahiran dan kematian juga disebabkan karena adanya migrasi penduduk dari desa menuju kota, yang disebut juga urbanisasi. Urbanisasi tidak hanya dilihat dari sisi perpindahannya saja. Namun, juga dapat dilihat dari segi pentingnya atau sejauh mana manusia itu dapat menyesuaikan diri terhadap situasi yang berubah-ubah, baik yang disebabkan oleh kemajuan teknologi maupun dengan adanya perkembangan baru dalam kehidupan.

Hadi Sabari Yunus (2008) membagi tiga kelompok migran berdasarkan mobilitas tempat tinggalnya. Pertama adalah kelompok perintis. Kelompok ini adalah mereka yang belum lama tinggal di kota dan dianggap baru melakukan pertintisan dalam menyelenggarakan kehidupannya di kota. Oleh karena mereka baru saja menapaki perjalanan hidupnya di kota, dengan sendirinya tingkatan penghasilannya juga masih rendah. Hal ini mempunyai konsekuensi logis terkait dengan preferensi tempat tinggal. Kelompok ini mempunyai prioritas tinggi untuk memilih lokasi di dekat dengan pusat kota karena di bagian inilah lokasi tempat kerja mereka.

Secara sepintas seolah-olah terdapat pertentangan antara tingkat penghasilan rendah dengan lokasi. Pusat kota adalah lokasi yang yang mempunyai tingkatan sewa lahan paling tinggi, namun mengapa kelompok dengan tingkatan penghasilan rendah justru memilih tempat tinggal di dekat pusat kota?

Mereka memprioritaskan bertempat tinggal di dekat dengan pusat kota karena pusat kota adalah tempat kerja mereka. Dekatnya dengan pusat kota berarti menghemat pengeluaran untuk transportasi.

Yang kedua adalah kelompok pemantapan, yaitu mereka yang sudah lama tinggal di kota dengan kemantapan status sosial ekonominya, mengakibatkan persepsi mereka terhadap lingkungannya. Kalau pada awalnya terdapat pengorbanan kenyamanan tempat tinggal karena keterpaksaan ekonomi, maka mereka tidak lagi berpandangan seperti itu.

Kemajuan teknologi dan transportasi yang memudahkan orang untuk menjangkau tempat yang jauh juga mempengaruhi kelompok ini dalam menentukan pilihan permukimannya. Mereka mulai memiliki tempat tinggal yang semula di tengah kota cukup dengan mengontrak atau sewa.

Akibatnya, di daerah permukiman dekat dengan pusat kota mengalami gejala deteriorisasi lingkungan permukiman. Semua ini dipicu oleh kedatangan pemukim-pemukim baru dan ekspansi fungsi-fungsi kekotaan dari Center Businis District (CBD) ke arah ini.

Makin banyaknya pendatang baru akan memicu proses densifikasi baik penduduk maupun bangunan. Sehingga pada bagian ini terjadi over carrying capacity dalam habitabilitas lingkungan. Dampaknya terhadap lingkungan dengan makin besarnya polusi udara, polusi tanah, polusi air, miningkatnya kebisingan, dan kekumuhan lingkungan.

Kelompok ketiga adalah kelompok pencari status. Kelompok ini adalah orang-orang yang sudah berada di puncak karier dan memiliki penghasilan tertinggi di kariernya. Mereka mendefinisikan konsep permukimannya, yaitu bangunan tempat tinggal yang tergolong sangat bagus dan mewah. Dalam beberapa hal golongan ini menciptakan segregasi permukiman eksklusif.

Kompas/Ferry Santoso

Pembangunan properti di Batam semakin merambah ke kawasan bukit dan hutan. Kondisi itu dikhawatirkan semakin merusak lingkungan dan mengakibatkan banjir. Foto 14 September 2006.

Degradasi lingkungan, bencana dan munculnya virus baru

Membengkaknya populasi telah memicu manusia untuk berkompetisi dalam memanfaatkan ruang lingkungan alam. Kompetisi berarti harus ada yang menang dan kalah, harus ada juara satu, dua dan seterusnya. Begitulah manusia yang serakah dalam memandang alam, karena memiliki keunggulan sehingga dapat memanfaatkan alam secara maksimal untuk memenuhi kebutuhannya.

Eksplorasi alam secara sewenang-wenang terus berkembang, karena manusia-manusia ini mempunyai prinsip ekonomis tinggi, tetapi mengabaikan keberlanjutan lingkungan. Akibatnya bencana hidrometeorologi, seperti banjir, angin puting beliung dan tanah longsor terus bertambah.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 1.205 bencana alam terjadi dari 1 Januari 2021 hingga 30 April 2021. Bencana banjir menjadi kejadian yang paling sering terjadi dengan 501 kali, disusul angin puting beliung 339, dan tanah longsor 233. Dilihat dari periode waktu tersebut, total jumlah kejadian mengalami kenaikan 1% dari tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah korban meninggal mengalami kenaikan 1,83%.

Tak hanya berhenti di sini. Para ahli menduga pandemi covid-19 yang telah menghantam dunia pada tahun kedua ini muncul karena hancurnya keanekaragaman hayati. Dalam perkembangannya, para peneliti menunjukkan bahwa virus yang berasal dari hewan liar terjadi akibat perambahan habitat satwa dan praktik pertanian tidak ramah lingkungan.

Praktik-praktik tidak ramah lingkungan tersebut meningkatkan risiko satwa liar terpapar virus, dan akhirnya menimbulkan penyakit baru bagi manusia, seperti misalnya, virus Ebola dan virus Marburg yang sempat mewabah di Uganda, serta yang terbaru SARS-CoV-2 atau virus corona (theconversation.com, Kompas, 28 Jan 2020).

Perubahan penggunaan lahan global juga menciptakan titik panas yang berisiko memicu lompatan virus korona dari kelelawar ke manusia. Analisis terbaru menunjukkan, China dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, bisa jadi titik panas utama. Kajian para peneliti di University of California, Berkeley, Politecnico di Milano (Universitas Politeknik Milan) dan Massey University of New Zealand ini dipublikasikan di jurnal Nature Food pada 31 Mei 2021 (Kompas, 03 Jun 2021).

Populasi penduduk dunia yang terus melaju nyatanya akan terus terjadi. Namun, di sisi lain, ada perkembangan teknologi bersumber dari peningkatan kapasitas kemampuan berpikir dan pengembangan metode positif pada diri manusia. Sebagian manusia pun berpikir untuk mencari tempat tinggal baru di luar planet bumi. (LITBANG KOMPAS)