Paparan Topik | Normal Baru

Melacak Sejarah Istilah “New Normal”

Istilah “new normal” bukanlah kosakata khas yang baru muncul selama Pandemi Covid-19. Istilah tersebut ternyata telah digunakan dalam berbagai konteks dengan pemaknaan yang berbeda-beda.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Presiden Joko Widodo didampingi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Polri Jenderal Idham Aziz memberikan keterangan kepada para jurnalis usai meninjau kesiapan penerapan prosedur standar new normal di kawasan stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta Pusat, Selasa (26/5/2020).

KOMPAS/SRI REJEKI

Beberapa frasa yang muncul sebagai padanan frasa dalam bahasa Inggris, new normal.

New Normal?

Oxford learners dictionary mendefinisikan the new normal (frase benda) sebagai situasi yang dulunya tidak biasa, tetapi sekarang menjadi sesuatu yang biasa atau diharapkan.

Penggunaan istilah tersebut dalam bahasa Indonesia memiliki beberapa bentuk. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud menggunakan padanan istilah kenormalan baru yang berarti keadaan normal yang baru (belum pernah ada sebelumnya).

Presiden Joko Widodo menggunakan istilah tatanan kehidupan baru untuk menggantikan new normal. Beberapa media massa, termasuk Kompas, memilih istilah normal baru. Semuanya dengan argumentasinya masing-masing, sesuai dengan berbagai cara pembentukan istilah ke dalam bahasa Indonesia.

Akan tetapi, semua padanan tersebut (kenormalan baru, tatanan kehidupan baru, maupun normal baru) menunjuk pada satu definisi yang serupa, yakni suatu keadaan normal yang baru yang sebelumnya belum ada atau tidak biasa.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Jamaah mendengarkan ceramah dalam sholat Jumat pertama dalam fase normal baru di Masjid Agung Al-Barkah, Kelurahan Marga Jaya, Bekasi Selatan Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (29/5/2020).

Kemunculan istilah

Penggunaan istilah the new normal dapat ditelusuri hingga awal abad 20 yang berbeda penggunaannya dengan awal abad 21.

Penggunaan istilah tersebut pada awal abad 20 dapat dilihat jejaknya pada tulisan Henry A. Wise Wood, “Beware” dalam buletin National Electric Light AssociationDesember 1918. Dalam artikel tersebut, istilah the new normal digunakan untuk menandai periode setelah Perang Dunia Pertama. Wood membagi sejarah dalam tiga periode, masa perang, masa transisi, dan masa new normal.  “To consider the problems before us we must divide our epoch into three periods, that of war, that of transition, that of the new normal, which undoubtedly will supersede the old.”

Pada abad 21, penggunaan istilah the new normal dianggap digunakan pertama kali oleh Roger McNamee. Dalam pengantar buku karangan John Putzier Weirdos in the Workplace: The New Normal—Thriving in the Age of the Individual (2004), Libby Sartain menunjuk Roger McNamee sebagai pencetus pertama istilah the new normal. Istilah the new normal dipahami sebagai  situasi yang baru, saat seseorang bersedia mengikuti aturan main yang baru dalam jangka panjang. “According to Roger McNamee, who coined the term, the new normal is a time of substantial possibilities if you are willing to play by the new rules for the long term.”

Rujukan yang digunakan oleh Libby Sartain dalam pengantar buku tersebut adalah sebuah artikel karangan Polly Labarre, “The New Normal”, dalam majalah Fast Company edisi Mei 2003. Labarre mengutip pendapat dari Rober McNamee, seorang kampiun investor di bidang teknologi. McNamee menggunakan istilah the new normal sebagai era baru dalam bidang bisnis dan keuangan yang menjadi tujuan bagi investasi yang cerdas. “Superstar investor Roger McNamee defines the new era of business and finance and shows where the smart money is headed.”

Roger McNamee sendiri menerbitkan buku The New Normal: Great Opportunities in a Time of Great Risk pada November 2004. Istilah the new normal dipahami sebagai suatu era yang sama sekali baru yang dipenuhi oleh ketidakpastian karena berbagai hal, seperti terorisme dan skandal perusahaan. Akan tetapi, era baru ini juga membuka peluang yang besar bagi para pengusaha untuk berinvestasi.

Rujukan Roger McNamee sebagai pencetus istilah the new normal pada awal abad ke-21 menjadi perdebatan karena istilah tersebut telah digunakan sebelumnya minimal dalam dua terbitan pada tahun 2002 dan 2003 berdasarkan penelusuran di Google.

Pada tahun 2002, Vickie Taylor dan Sybil Wolin menerbitkan buklet The New Normal: How FDNY Firefighter are Rising to the Challenge of Life After September 11.  Terbitan tersebut merupakan hasil riset terhadap daya lenting (resilience) untuk membantu petugas pemadam kebakaran dan keluarganya setelah Peristiwa 11 September 2001.

Selanjutnya, pada tahun 2003, Lawyers Commitee for Human Rights (AS) menerbitkan laporan berjudul Assesing the New Normal: Liberty and Security for the Post-September 11 United States. Istilah the new normal digunakan untuk menunjukkan perubahan relasi antara pemerintah AS dan rakyat yang dilayaninya dua tahun setelah Peristiwa 11 September 2001. Perubahan tersebut tampak dalam hilangnya kebebasan khusus bagi sebagian orang.  “Two years after the terror attacks of 9/11, the relationship between the U.S. government and the people it serves has dramatically changed; this ‘new normal’ of U.S. governance is defined by ‘the loss of particular freedoms for some, and worse, a detachment from the rule of law as a whole’.“

Tanpa harus merujuk pada siapa yang pertama kali mencetuskan, penggunaan istilah the new normal pada awal abad 20 dan awal abad 21 di atas muncul setelah terjadi suatu bencana besar yang mengintervensi keadaan. Bencana besar pada awal abad 21 yang kemudian memunculkan istilah the new normal adalah Perang Dunia Pertama. Sedangkan istilah the new normal muncul pada abad 21 setelah Peristiwa 11 September 2001.

Di bidang ekonomi

KOMPAS/RIZA FATHONI

Siswa praktek menata meja makan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Jayawisata 2, Pangkalan Jati, Jakarta, Rabu (24/6). Selain mengadakan kelas teori secara daring, pihak SMK pariwisata tersebut juga melakukan pembatasan kehadiran siswa ke sekolah untuk mata pelajaran praktik serta menerapkan protokol kesehatan seperti cuci tangan, pengukuran suhu tubuh, penggunaan pelindung wajah, masker, sarung tangan, dan jarak fisik.

Di bidang ekonomi, penggunaan istilah new normal dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang mengikuti krisis finansial tahun 2008.

Penggunaan pertama istilah new normal di bidang ekonomi seringkali dikaitkan dengan seorang ahli manajemen investasi Mohamed A. El-Erian, CEO Pacific Investment Management Co (Pimco). El-Erian memunculkan istilah new normal dalam Secular Outlook yang diterbitkan oleh Pimco pada Mei 2009. Dalam terbitan tersebut, new normal digunakan untuk menggambarkan situasi yang mengikuti krisis finansial tahun 2008 saat pengangguran tinggi, pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih lambat, dan intervensi pemerintah yang lebih kuat dalam pasar keuangan akan dianggap sebagai sesuatu yang biasa.

Istilah tersebut digunakan untuk mengingatkan pasar dan pembuat kebijakan bahwa ekonomi industri pascakrisis akan memulihkan diri dengan cara-cara yang baru. El-Erian juga menyatakan bahwa istilah new normal lebih merupakan gambaran tentang apa yang sedang terjadi daripada gambaran tentang apa yang seharusnya akan terjadi.

Istilah new normal semakin luas digunakan di bidang ekonomi setelah IMF meminta El-Erian membawakan kuliah umum yang berjudul “Navigating the New Normal in Industrial Countries” dalam forum Per Jacobsson Foundation pada 10 Oktober 2010 di Washington DC, AS.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Para penumpang KRL yang mengikuti  tes cepat Covid-19 di Stasiun Bogor, Kota Bogor, saat menunggu hasil, Jumat (26/6/2020). Tes cepat yang digelar oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat ini sebagai upaya tetap mendeteksi pandemi korona di era normal baru. Sarana transpotasi publik menjadi salah satu lokasi rawan penyebaran virus korona.

Normal baru dan Covid-19

Selama Pandemi Covid-19, istilah new normal muncul dengan berbagai makna yang berbeda-beda, mulai dari situasi alami hidup bersama Covid-19, munculnya berbagai kebiasaan baru, hingga situasi buatan terkait upaya menggerakkan sektor ekonomi.

Perbedaan pemaknaan normal baru juga makna juga menyangkut posisinya. Ada yang mengartikan normal baru terjadi di saat pandemi, ada pula yang merujuk pada situasi adaptasi setelah pandemi berakhir.

Pada masa awal kemunculan wabah Covid-19, istilah new normal telah muncul ketika wabah belum berkarakter sebagai pandemi. Salah satu artikel yang dapat dirujuk adalah tulisan Shitij Kapur dan Sharon Lewin “What if living with Covid-19 is the new normal?” pada  27 Februari 2020 di The Sydney Morning Herald. Tulisan tersebut mempertanyakan kemungkinan bahwa hidup dengan Covid-19 merupakan sebuah normal baru yang perlu dipersiapkan.

Secara resmi, istilah new normal muncul pertama kali dalam protokol panduan WHO bagi negara-negara yang berniat melonggarkan kebijakan terkait penangangan Covid-19 pada 16 April 2020. WHO menegaskan bahwa keputusan untuk melongarkan kebijakan harus didasarkan pada bukti ilmiah dan pengalaman negara lain yang nyata serta mempertimbangkan faktor lain, seperti ekonomi, keamanan, hak asasi manusia, hingga sentimen publik.

Dalam panduan tersebut, WHO menyampaikan enam kriteria bagi negara yang ingin melonggarkan kebijakan. Pertama, penularan telah terkontrol. Kedua, kapasitas sistem kesehatan telah tersedia dan mampu digunakan untuk melakukan deteksi, tes, isolasi, dan pengobatan bagi setiap kasus Covid-19 dan dapat menelusuri tiap kontak. Ketiga, risiko wabah di tempat dengan kemungkinan penularan tinggi telah diminimalkan. Keempat, kebijakan pencegahan telah diterapkan di tempat kerja, sekolah, maupun tempat-tempat penting. Kelima, risiko penularan kasus impor dan ekspor telah dikelola. Keenam, tiap komunitas telah sepenuhnya terdidik, dilibatkan, dan diberdayakan untuk menyesuaikan diri dengan normal baru. Di sini, istilah normal baru dipahami sebagai keadaan bersyarat, salah satunya saat seluruh masyarakat terlibat dalam upaya bersama mencegah kebangkitan kasus baru.

Sebelumnya, sempat muncul istilah yang serupa, yakni norma baru (new norm) yang digunakan oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers harian yang juga membahas kemungkinan pelonggaran kebijakan pada 13 April 2020. Istilah new norm merujuk pada aturan baru (buatan) yang lebih longgar daripada sebelumnya.

Istilah new normal juga didefinisikan dengan berbagai perubahan, termasuk perubahan cara berpikir, berperilaku, dan berelasi dengan sesama. Makna new normal sebagai hasil adaptasi manusiawi menghadapi suatu peristiwa dalam jangka waktu yang lama ini dapat dilihat salah satunya dalam artikel Max Fisher, “What Will Our New Normal Feel Like?”,  di New York Times, 21 April 2020.

Di Indonesia, istilah the new normal muncul secara resmi dalam Surat Menteri BUMN kepada semua Direktur Utama BUMN tertanggal 15 Mei 2020. Dalam surat tentang Antisipasi Skenario The New Normal Badan Usaha Milik Negara tersebut, antara lain disebutkan perlunya tiap BUMN membentuk gugus tugas penangangan Covid-19 dan menyusun protokol penanganan Covid-19. Dalam dokumen ini, istilah new normal digunakan bersamaan dengan skenario lima tahapan pemulihan kegiatan (ekonomi).

Di tempat lain, istilah normal baru digunakan dalam dokumen paket panduan lintas sektoral yang disusun oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada 20 Mei 2020. Dalam dokumen yang berjudul “Panduan Lintas Sektoral Tanggap COVID-19: Menuju Situasi ‘Normal yang Baru’”, digunakan istilah situasi normal yang baru.

Istilah ‘situasi normal yang baru’ dipahami sebagai situasi yang harus diciptakan untuk mengurangi dampak negatif pandemi Covid-19 di berbagai sektor, terutama sektor ekonomi. Dengan kata lain, situasi normal baru dapat dipahami sebagai situasi yang sengaja diciptakan demi menggerakkan roda ekonomi. Dalam hal ini, kadaan normal adalah buatan, bukan potret terhadap suatu situasi yang secara alamiah sedang terjadi.

Sehari kemudian, Bappenas menggelar konferensi pers Perumusan Protokol Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 pada 21 Mei 2020. Terdapat tiga kriteria bagi daerah yang ingin melakukan penyesuaian Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yakni pertama, angka reproduksi efektif atau Rt<1 selama dua minggu berturut-turut; kedua, kapasitas sistem pelayanan kesehatan yang mensyaratkan kapasitas maksimal tempat tidur rumah sakit dan instalasi gawat darurat untuk perawatan Covid-19 lebih besar dari jumlah kasus baru yang memerlukan perawatan di rumah sakit; ketiga, surveilans, artinya kapasitas tes swab yang cukup.  Di sini, istilah normal baru digunakan bersamaan dengan penyesuaian PSBB sebagai suatu keadaan baru yang tercipta dengan memenuhi syarat tertentu.

Berbagai penggunaan istilah new normal di atas menunjukkan keragaman konteks yang menghasilkan perbedaan makna new normal. (LITBANG KOMPAS)

Referensi