Paparan Topik | Transportasi

Tonggak Sejarah Perhubungan Indonesia

Perhubungan bukan saja urat nadi lalu lintas orang dan barang, akan tetapi juga sarana vital pembangunan.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Warga melintasi monumen Titik Nol Kilometer Jalan Pos Anyer-Panarukan di kompleks menara suar Cikoneng atau yang lebih dikenal sebagai Mercusuar Anyer, di Pantai Bojong, Anyer, Serang, Banten, Sabtu (28/4/2018). Mercusuar setinggi 75,5 meter yang dibangun pada 1885 tersebut sebagai pengganti mercusuar lama yang hancur akibat letusan Gunung Krakatau tahun 1883. Mercusuar ini menjadi titik awal pembangunan Jalan Anyer-Panarukan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels.

Fakta Singkat

  • Tahun 1808 Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels mulai membangun Jalan Raya Transjawa yang dikenal dengan nama Jalan Raya Pos.
  • Tanggal 17 September adalah Hari Perhubungan Nasional yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perhubungan SK Nomor 274/G/1971.
  • Sejarah perkeretaapian di Indonesia sudah ada sejak 10 Agustus 1867.
  • 26 Januari 1949 didirikan maskapai penerbangan nasional pertama di Indonesia.
  • 28 April 1952 PT Pelni didirikan.

Pada 1 Januari 1808 Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels menjejakkan kaki di Pulau Jawa. Daendels, yang berkuasa di Hindia Belanda selama 1808–1811, memulai pembukaan Trans-jawa dari Anyer, wilayah barat ujung Pulau Jawa hingga Panarukan, sekitar 1100 kilometer ke arah timur. Keduanya telah menjadi titik penting pembangunan jalan raya Trans-jawa yang menghubungkan Pulau Jawa sebagai sebuah kesatuan.

Dengan selesainya pembangunan jalan yang terkenal dengan nama Jalan Raya Pos (De Grote Postweg), waktu tempuh Batavia ke Surabaya saat itu dari sebulan pada musim kemarau terpangkas menjadi 3–4 hari saja. Awalnya, Jalan Raya Pos diperuntukkan bagi kepentingan administratif para penguasa untuk menyiapkan sistem pertahanan dari kemungkinan serangan Inggris. Jalan Raya Pos sekaligus berperspektif ekonomis dengan pemikiran hanya dengan akses transportasi yang baik, sumber daya alam Indonesia bisa lebih mudah didapat untuk pemerintahan Hindia Belanda. Terlepas dari cerita buruk sejarah tentang pembangunan infrastruktur jalan tersebut, Jalan Raya Pos merupakan bagian dari perjalanan sejarah perhubungan Indonesia (“200 Tahun Anjer-Panaroekan: Jalan Pelajaran, Jalan Perubahan”, Kompas, 15 Agustus 2008).

Awal Kemerdekaan

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintah membentuk Departemen Perhubungan yang merupakan gabungan antara Departemen Perhubungan dan Departemen Pekerjaan Umum, yang dipimpin oleh Menteri Abikusno Tjokrosuyoso. Namun, hal ini tidak berlangsung lama. Departeman ini kemudian dipecah lagi menjadi Kementerian Perhubungan dipimpin oleh Ir Abdulkarim dan Kementerian Pekerjaan Umum di bawah pimpinan Ir Putuhena. Sesuai dengan nama yang disandangnya, Departemen Perhubungan mengurusi masalah perhubungan.

Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua untuk menguasai Indonesia kembali. Dalam agresinya tersebut, Belanda berhasil menguasai Yogyakarta dan menangkap Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta. Dalam kondisi darurat ini, Dinas Telegrap sebagai salah satu Jawatan dalam Departemen Perhubungan berhasil menjalankan tugasnya yang sangat berdampak penting bagi kelangsungan tegaknya Indonesia saat itu. Dinas Telegrap berhasil mengirim berita terakhir ke Bukittinggi yang ditujukan kepada Mr Sjafruddin Prawiranegara dari Presiden Soekarno yang isinya memberi wewenang untuk membentuk suatu pemerintahan darurat. Selanjutnya dibentuklah Kabinet Darurat dengan Mr Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri dan Ir Indratjaja sebagai Menteri Perhubungan dan merangkap sebagai Menteri Kemakmuran.

Sejak awal kemerdekaan hingga pengakuan kedaulatan Belanda atas RIS tahun 1949, Departemen Perhubungan memiliki wewenang untuk mengatur perhubungan laut, udara, darat, perkeretaapian serta pos, telegraf, dan telekomunikasi dan masing-masing sektor tersebut diurus oleh jawatan-jawatannya sendiri yang berada di bawah struktur organisasi Departemen Perhubungan. Akan tetapi, titik berat yang menjadi perhatian Departemen Perhubungan adalah perhubungan darat karena di antara beberapa sektor perhubungan lainya seperti laut maupun udara belum bisa menjadi sarana optimal.

Angkatan laut masih terbatas jalur operasinya karena sebagian besar wilayah lautan Indonesia dikuasai oleh tentara sekutu, termasuk Belanda. Perkeretaapian menjadi perhatian utama dalam mengelola perhubungan darat pada masa itu karena jaringan angkutan darat lainnya seperti bus, truk, mobil dapat dikatakan tidak ada karena semua alat angkut bermotor masih dikuasai Jepang. Pembenahan perkeretaapian sebagai sarana darat utama saat itu bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan sebab tingkat kerusakan kereta api cukup signifikan (“The History of Ministry of Transportation”, laman dephub.go.id).

Hari Perhubungan Nasional

Penetapan Hari Perhubungan Nasional diambil atas pertimbangan perlu adanya penyederhanaan pelaksanaan hari jadi di lingkungan Departemen Perhubungan dan pelaksanaan peringatan semua unsur perhubungan yang diintegrasikan. Oleh karena itu, Menteri Perhubungan RI pada saat itu, Frans Seda, menetapkan Hari Perhubungan (Transpor dan Komunikasi) Nasional dengan Surat Keputusan Nomor 274/G/1971. Pada Hari Perhubungan 17 September 1971 tersebut, Frans Seda mengemukakan lima kriteria yang menjadi sasaran Pemerintah dalam operasi perhubungan yaitu murah, aman, cepat, enak, dan teratur waktunya.

Perhubungan merupakan masalah yang telah digarap paling lama oleh Pemerintah sejak pengakuan kedaulatan oleh Belanda tahun 1948. Kesatuan wilayah Indonesia hanya dapat dijamin dengan menciptakan perhubungan yang baik. Dalam Repelita, bidang perhubungan memperoleh prioritas karena merupakan prasarana bagi pembangunan ekonomi. Ekonomi hanya dapat berkembang kalau gerak barang dan manusia dari satu tempat ke tempat lain lancar. Gerak barang dan manusia hanya terjadi kalau ada alat yang menggerakkan berupa kendaraan darat, air, maupun udara. Dengan demikian, kegiatan ekonomi dapat dibagi antara berbagai golongan masyarakat di berbagai daerah sesuai dengan keahlian dan keadaan setempat yang paling menguntungkan. Karena itu, perhubungan merupakan syarat mutlak bagi kegiatan-kegiatan ekonomi (Tajuk Rencana: Hari Perhubungan Nasional, Kompas, 20 September 1971).

Perhubungan Darat

Pada awal kemerdekaan, perhubungan darat yang mendapat prioritas perhatian adalah perkeretaapian. Sejarah perkeretaapian di Indonesia sudah ada sejak 10 Agustus 1867. Saat itu kereta api pertama di Indonesia beroperasi dan dibuka untuk umum oleh NISM (Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij) dengan rute Semarang-Tanggung. Sebelumnya, pembangunan rel kereta api diresmikan oleh Gubernur Jenderal Baron Sloet van de Beele di Stasiun Kemidjen, Semarang pada tanggal 17 Juni 1864.  Pengoperasian kereta api dimulai dengan menggunakan lokomotif uap sebagai alat penarik. Tahun 1925 mulai menggunakan lokomotif listrik dan tahun 1953 menggunakan lokomotif diesel.

Kelembagaan perkeretapian di Indonesia tahun 1945 bernama Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI). Kemudian pada tahun 1950 berganti nama menjadi Djawatan Kereta Api (DKA). Selanjutnya status jawatan berubah menjadi perusahaan. Pada tahun 1963, terjadi perubahan nama menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA), tahun 1971 menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), tahun 1990 menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) dan tahun 1998 menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero) sampai sekarang. PT KAI pun mengembangkan beragam bisnis selain angkutan penumpang, yakni barang (angkutan batubara, bahan bakar minyak, hantaran paket, semen, dan sebagainya), wisata, perhotelan, properti, dan beragam bisnis lainnya (“Menyehatkan PJKA”, Kompas, 28 Februari 2019).

Sejarah perhubungan Indonesia juga diwarnai dengan adanya Perum Damri sebagai penyedia layanan transportasi darat. Damri juga lahir pada masa awal prakemerdekaan Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang tahun 1943 terdapat usaha transportasi Jawa Unyu Zigyosha untuk melayani angkutan barang dan Zidosha Sokyoku untuk melayani angkutan penumpang. Pada tahun 1945 Jawa Unyu Zigyosha berubah nama menjadi Djawatan Pengangkoetan untuk angkutan barang dan Zidosha Sokyoku beralih menjadi Djawatan Angkutan Darat untuk angkutan penumpang. Pada 1946, kedua jawatan tersebut digabung menjadi Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia disingkat DAMRI berdasar Makloemat Menteri Perhoeboengan RI No. 01/DAM/46 dengan tugas utama menyelenggarakan pengangkutan darat dengan bus, truk, dan angkutan bermotor lainnya.

Pada 1961, DAMRI menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Negara (BPUPN) berdasarkan PP No. 233 Tahun 1961 dan pada 1965, BPUPN dihapus dan DAMRI ditetapkan menjadi Perusahaan Negara (PN). DAMRI beralih status menjadi Perusahaan Umum (Perum) berdasar PP No. 30 Tahun 1984 dan disempurnakan sebagai perum pada tahun 2002 dengan PP No. 31 Tahun 2002. Tahun 2018, DAMRI melakukan rebranding dengan tiga pendekatan konsep yaitu konsep branding, tagline, dan brand guideline. Hingga tahun 2019, DAMRI bertransformasi dengan didukung armada baru berteknologi tinggi, layanan fokus pada pelanggan, dan inovasi bisnis (“Sejarah DAMRI”, laman damri.co.id).

KOMPAS/DAMYAN GODHO
Bus DAMRI nomor polisi DF 7571 TX merupakan bus pertama yang mengawali operasi perdana angkutan darat antar propinsi, Kupang-Dili. Pelepasannya dilakukan dalam sebuah acara pada 10 Juni 1985. Perjalanan perdana ini membawa 10 penumpang. Untuk melayani lintas Kupang-Dilli pp ini baru beroperasi satu bus. Berangkat dari Kupang tiap tanggal genap, dan dari Dilli tiap tanggal ganjil. Tarifnya Rp 12.500, termasuk tiga kali makan minum di tiga tempat peristirahatan. Jarak Kupang-Dilli 521,5 km, ditempuh sekitar 20 jam.

Perhubungan Udara

Sejarah penerbangan nasional dalam bidang konstruksi dan desain sudah dimulai tahun 1946. Nurtanio, yang pernah menjadi Direktur Jenderal Pertama (1963–1966) Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), berhasil membuat desain konstruksi pesawat peluncur yang diberi kode NWG-1. Kemudian pada tahun 1948, Wiweko Supono membuat desain dan konstruksi pesawat bermesin yang pertama. Pesawat yang berkode WEL (Wiweko Experimental Lightplane) ini memakai dua buah motor Harley Davidson buatan tahun 1928.

Pada akhir tahun 1948 sejumlah perwira penerbang Indonesia menerbangkan pesawat Angkatan Udara RI 001 Seulawah ke Kalcuta, India untuk perawatan periodik. Pesawat tidak dapat kembali ke Indonesia karena adanya Agresi Militer II. Para penerbang tersebut akhirnya mengkomersilkan pesawat RI 001 Seulawah dan mendirikan perusahaan angkutan niaga sipil dengan nama Indonesia Airways. Karena Pemerintah India tidak mengizinkan didirikannya perusahaan tersebut di India, para penerbang muda tersebut, termasuk Wiweko Supono menerbangkan pesawat ke Burma pada tanggal 26 Januari 1949. Tanggal tersebut dijadikan hari jadi Indonesia Airways (Tajuk Rencana: “Hari Jadi Garuda Dihibahkan”, Kompas, 29 Januari 1979)

Namun, secara resmi maskapai penerbangan nasional Indonesia, PT Garuda Indonesian Airways, berdiri baru pada Selasa, 4 Maret 1975, saat akta pendirian diresmikan. Notaris Sulaeman Hardjasasmita SH yang membacakan akte pendiriannya menyebutkan pendiri PT adalah negara Republik Indonesia yang diwakili oleh Astar Siregar (direktur persero dan pembina keuangan perusahaan negara) dan Yusuf Indradewa (kepala biro hukum Departemen Keuangan) dengan Wiweko Supono sebagai direktur utama. Garuda memulai operasionalnya dengan jumlah armada udara 22 pesawat DC3 dan 8 pesawat Catalina.

IPPHOS
Pesawat Dakota 3/47 dari Philipina mendarat di Lapangan Terbang Maguwo Yogyakarta tanggal 8 Maret 1947.

Lapangan udara sipil utama yang dimiliki Indonesia adalah Tjililitan (PAU Halim Perdanakusumah). Pada tahun 1940, Bandar Udara Kemayoran selesai dibangun. Bandar udara ini selain melayani penerbangan domestik, juga merupakan bandar udara pertama di Indonesia yang dibuka untuk penerbangan internasional. Landasan bandar udara ini dibangun pada tahun 1934 dan secara resmi dibuka pada tanggal 8 Juli 1940. Selanjutnya Indonesia membangun Bandar Udara Cengkareng (Jakarta International Airport) yang mulai beroperasi pada tanggal 1 April 1985.

KOMPAS/PRIYOMBODO
Suasana di Terminal 1 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (24/11/2018). Bandara Soekarno-Hatta terus berbenah dan menambah terminal baru guna menghadapi pertumbuhan pengguna transportasi udara, baik penerbangan dalam negeri maupun luar negeri.

Perhubungan Laut

PT Pelni didirikan tanggal 28 April 1952. PT Pelni didirikan setelah Yayasan Pepuska (Penguasaan Pusat Kapal-kapal) gagal mengambil alih kapal-kapal NV KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) milik Belanda. KPM ini pun akhirnya juga dinasionalisasi tahun 1957 tanpa kapal dan hanya pegawainya saja.

Pada awal pendiriannya, Pelni mengalami pasang surut dalam pelayanannya karena bersaing tanpa imbang dengan KPM. Pada tahun 1983, Pelni mulai mendapat bantuan kapal-kapal penumpang mewah, di antaranya KM Kerinci dan KM Nggapulu dari galangan Yos L Meyer Jerman. PT Pelni juga tetap mengoperasikan kapal-kapal ro-ro yang selain mengangkut penumpang juga dapat mengangkut kendaraan, satu keunggulan yang tidak bisa ditandingi pesawat (“Ulang Tahun PT Pelni Ke-51: Dirongrong Faktor Eksternal”, Kompas, 29 April 2003).

(LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/MOCH S HENDROWIJONO
KM Nggapulu, kapal penumpang ke-22 milik PT Pelni yang dibangun di galangan kapal Jos L Meyer, Papenburg, Jerman, sesaat setelah diresmikan di Pelabuhan Jayapura, Papua. Nggapulu sendiri merupakan nama salah satu puncak gunung bersalju abadi di Papua.

Referensi

Arsip Kompas
Internet