Fakta Singkat
Dibentuk
19 Agustus 1945
Menteri Pertama (Menteri Keamanan Rakyat)
Suprijadi (19 Agustus 1945 – 20 Oktober 1045)
Menteri Pertahanan
Prabowo Subianto (23 Oktober 2019 – saat ini)
Nomenklatur Menteri:
• Menteri Keamanan Rakyat
• Menteri Keamanan dan Pertahanan
• Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan
• Menteri Pertahanan
Anggaran
Rp 122,4 triliun (PP No. 54 tahun 2020)
Regulasi
UU No. 58 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertahanan
Sejarah
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Anggota Kopaska TNI AL mengecek kesiapan senjatanya saat Gelar Pasukan Latihan Operasi Laut Gabungan (Latopslagab) di Dermaga Ujung Komando Armada II, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (8/9/2020). Latihan selama lima hari di Laut Jawa dan Bali tersebut diikuti oleh 1137 anggota dengan melibatkan 13 KRI dan 7 pesawat udara. Kegiatan untuk melatih kesiapan dan kordinasi antarsatuan yang terlibat.
Kabinet Presidensial dibentuk pada 19 Agustus 1945. Kabinet yang memiliki 15 kementerian dan 5 kementerian negara ini, pada awalnya, belum memiliki Menteri Pertahanan. Fungsi Kementerian Pertahanan Negara saat itu berada di bawah koordinasi Kementerian Keamanan Rakyat yang dipimpin oleh Menteri Keamanan Rakyat Suprijadi,
Suprijadi berperan sebagai Menteri Keamanan Rakyat pada periode 19 Agustus – 20 Oktober 1945. Pada periode selanjutnya, Suprijadi digantikan oleh Imam Muhammad Sulyadikusumo sebagai Menteri ad interim yang menjabat pada 20 Oktober – 14 November 1945.
Pada era kabinet Sjahrir I periode 14 November 1945 – 12 Maret 1946 fungsi dari pertahanan masih di bawah Menteri Keamanan Rakyat yang dijabat Amir Sjarifuddin. Baru pada periode kedua Kabinet Sjahrir pada 12 Maret – 2 Oktober 1946, dibentuk Kementerian Pertahanan dengan posisi menteri masih dipegang Amir Sjarifuddin.
Dalam tiga kabinet berikutnya yakni Kabinet Sjahrir III serta Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II, jabatan Menhan dipegang Amir Sjarifuddin yang sekaligus sebagai perdana menteri. Suasana politik saat itu tidak stabil karena masih menghadapi ancaman agresi Belanda.
KOMPAS/KRIS RAZIANTO MADA
Awak KRI Yos Sudarso-353 bersiap meluncurkan roket Mistral untuk anti serangan udara dalam latihan, Minggu (19/2) di Bintan, Kepulauan Riau. Latihan Tingkat 3 TNI AL Armada RI Kawasan Barat itu melibatkan 14 kapal dan 1.100 prajurit TNI AL. Latihan itu berlangsung hingga Rabu (22/2/2012) di Bintan dan Laut Natuna. Lewat latihan itu, TNI AL mengasah kemampuan pertahanan pangkalan, sabotase, pendaratan, penerjunan, dan tempur laut.
Era Orde Lama
Setelah era Kabinet Amir Sjarifuddin, jalannya pemerintahan RI dikelola Kabinet Hatta pertama pada periode 29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949. Saat NKRI dalam keadaan darurat akibat tekanan tentara Belanda, Wapres Mohammad Hatta merangkap sebagai Menteri Pertahanan ad interim.
Pada 15 Juli 1949, jabatan Menhan dipegang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sri Sultan juga menjabat Menhan pada masa Kabinet Hatta ke-2, Kabinet Republik Indonesia Serikat hingga 6 September 1950, serta kemudian menjabat lagi pada beberapa kabinet berikutnya. Pada saat kondisi situasi nasional darurat, posisi Sri Sultan HB IX digantikan oleh Sutan Rasjid pada 19 Desember – 13 Juli 1949.
Setelah terjadinya pembubaran negara Republik Indonesia Serikat pada Kabinet Natsir, Kementerian Pertahanan dipimpin oleh Abdoel Halim pada 6 Juni 1950 – 17 Desember 1950. Pasca-Abdoel Halim, jabatan Menteri Pertahanan dirangkap oleh Mohammad Natsir yang pada saat itu juga menjabat sebagai Perdana Menteri. Mohammad Natsir memegang jabatan Menhan pada periode 17 Desember 1950 – 27 April 1951.
Periode berikutnya pada Kabinet Sukiman Suwirjo, jabatan Menteri Pertahanan dipimpin oleh Sewaka pada 9 Mei 1951 – 3 April 1952. Pada Kabinet Wilopo, jabatan Menteri Pertahanan kembali dijabat oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada 3 April 1952 – 2 Juni 1953. Pasca-Sri Sultan HB IX mundur dari jabatan Menhan atas permintaan sendiri, jabatan Menhan digantikan langsung oleh Wilopo yang merangkap sebagai Perdana Menteri pada periode 2 Juni 1953 – 30 Juli 1953.
Pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo I jabatan Menteri Pertahanan dipimpin oleh Iwa Kusuma Sumantri pada 30 Juli 1953 – 13 Juli 1955, kemudian digantikan oleh Wakil Perdana Menteri Zainul Arifin pada 13 Juli 1955 – 12 Agustus 1955 sebagai menteri ad interim.
Setelah itu, Kabinet Burhanuddin Harahap. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang terdiri dari beberapa partai dan hampir menjadi kabinet nasional. Pada saat itu, jumlah partai dalam koalisi tersebut sebanyak 13 partai dan didominasi oleh partai Masyumi. Jabatan menteri dirangkap oleh Burhanuddin Harahap sendiri selaku Perdana Menteri pada 12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956.
Kabinet Ali Sastroamidjojo II kembali mendapat mandat untuk memimpin pemerintahan. Jabatan Menteri Pertahanan dirangkap oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo pada periode 24 Maret 1956 sampai 9 April 1957.
Kabinet selanjutnya adalah Kabinet Karya yang merupakan kabinet dengan komposisi menteri berasal dari kalanganan ahli dan bukan dari partai politik. Jabatan Menteri Pertahanan dipegang oleh Djoeanda Kartawidjaja sekaligus merangkap Perdana Menteri.
Jenderal Abdul Haris Nasution diberi amanat untuk menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada lima era kabinet yakni: Kabinet Kerja I, II, III, IV, dan Kabinet Dwikora I. Masa jabatan AH Nasution di kelima kabinet tersebut dari 10 Juli 1959 – 24 Februari 1966.
Pada Kabinet Kerja I yaitu Perdana Menteri dijabat langsung oleh Presiden Soekarno sementara Jenderal Abdul Haris Nasution sebagai Menteri Pertahanan. Namun, nomenklatur kementerian berganti menjadi Menteri Keamanan dan Pertahanan pada 10 Juli 1959 – 18 Februari 1960.
Pada Kabinet Kerja, nomenklatur Kementerian Keamanan dan Pertahanan kembali diubah menjadi Menteri Keamanan Nasional pada 18 Februari 1960 – 6 Maret 1962. Setelah itu, pada Kabinet Kerja III yang merupakan hasil reshuffle kabinet sebelumnya, nomenklatur Menteri Keamanan Nasional berganti nama menjadi Wakil Menteri Pertama/Koordinator Pertahanan dan Keamanan.
AH Nasution masih menjabat menteri pada Kabinet Kerja IV. Namun pada kabinet tersebut, nomenklatur lembaga kembali berubah menjadi Kementerian Koordinator Pertahanan dan Keamanan pada 13 November 1963 – 27 Agustus 1964. Kabinet Kerja digantikan kabinet selanjutnya yaitu Dwikora I dengan masa akhir kepemimpinan AH Nasution sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan pada tanggal 27 Agustus 1964 – 24 Februari 1966.
Pada kabinet Dwikora II, nomenklatur Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan berganti nama menjadi Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/KASAB dan jabatan menteri dijabat oleh M Sarbini pada 24 Februari 1966 – 28 Maret 1966.
Era berikutnya pada Kabinet Dwikora III penamaan lembaga berganti nama menjadi Wakil Perdana Menteri Bidang Pertahanan dan Keamanan sekaligus merangkap sebagai Panglima Angkatan Darat. Kabinet ini diumumkan oleh Presiden Soekarno pada 27 Maret 1966, jabatan menteri dijabat oleh Letnan Jenderal Soeharto pada 28 Maret 1966 – 25 Juli 1966. Seiring berakhirnya kepemimpinan Soekarno, Letjen Soeharto menjadi Pejabat Presiden. Soeharto juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada Kabinet Ampera I dan II.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto berbincang bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (9/9/2020). Rapat membahas Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga Kemhan/TNI Tahun Anggaran 2021.
Era Orde Baru
Pada Kabinet Pembangunan I masa Orde Baru (6 Juni 1968 – 28 Maret 1973) jabatan Menteri Pertahanan dan Keamanan dirangkap jabatan oleh Presiden Soeharto hingga 9 September 1971. Kemudian posisi tersebut dijabat oleh Jenderal ABRI Maraden Panggabean hingga berakhirnya Kabinet Pembangunan III (29 Maret 1978).
Berlanjut pada Kabinet Pembangunan III periode 31 Maret 1978 – 19 Maret 1983, Jenderal ABRI M Jusuf menjabat Menteri Pertahanan dan Keamanan merangkap Panglima ABRI. Pada periode tersebut, terbentuk UU Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI.
Pada kabinet berikutnya, yakni Kabinet Pembangunan IV periode 19 Maret 1983 – 23 Maret 1988, posisi Menteri Pertahanan dan Keamanan dijabat oleh Jenderal ABRI (Purnawirawan) Poniman. Berikutnya, pada Kabinet Pembangunan V periode 21 Maret 1988 – 17 Maret 1993, posisi Menteri Pertahanan dan Keamanan dijabat oleh Jenderal ABRI (Purnawirawan) LB Moerdani.
Pada Kabinet Pembangunan VI (17 Maret 1993 – 14 Maret 1998) Menteri Pertahanan dan Keamanan dijabat oleh Jenderal ABRI Edi Sudrajat, sekaligus merangkap sebagai Panglima ABRI. Pada Kabinet Pembangunan VII (14 Maret 1998 – 21 Mei 1998), Jenderal ABRI Wiranto dipercaya sebagai Menteri Pertahanan merangkap Panglima ABRI.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pasukan Marinir mengikuti HUT ke-71 Korps Marinir di Pantai Tambak Wedi di Surabaya, Selasa (15/11/2016). Kota Surabaya menjadi salah satu basis militer berikut industri pendukung militer.
Era Reformasi
Setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya, yang ditandai dengan Era Reformasi di bawah kepemimpinan Presiden B.J Habibie, jabatan Menteri Pertahanan dan Keamanan masih dipegang oleh Wiranto, merangkap sebagai Panglima TNI, sampai dengan 20 Oktober 1999. Istilah ABRI sejak 1 April 1999 beralih menjadi TNI.
Pada era Kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid, 1 Juli 2000, Kepolisian Negara Republik Indonesia resmi lepas dari Departemen Hankam dan TNI menjadi lembaga otonom bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.
Nomenklatur Menteri Pertahanan muncul pada kabinet Persatuan Nasional. Posisi Menteri Pertahanan kembali dijabat oleh kalangan sipil yaitu akademisi Juwono Sudarsono pada periode 29 Oktober 1999 – 26 Agustus 2000.
Juwono Sudarsono adalah Menteri Pertahanan pertama dalam kurun waktu 40 tahun yang berasal dari kalangan sipil. Sebelumnya, selama sekitar 40 tahun, dari tahun 1959 hingga 1999, Menteri Pertahanan selalu dijabat oleh kalangan militer. Juwono Sudarsono digantikan Mahfud MD yang menjabat Menteri Pertahanan untuk periode 26 Agustus 2000 – 20 Juli 2001. Posisi Menhan dilanjutkan Agum Gumelar yang merangkap Menkopolsoskam.
Pada era Kabinet Gotong Royong di bawah kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, pada 14 Agustus 2001 – 25 Oktober 2004, jabatan Menteri Pertahanan dipegang lagi oleh kalanghan sipil, yakni Matori Abdul Djalil yang berlatar partai.
Memasuki era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Kabinet Indonesia Bersatu I, periode 29 Oktober 2004 – 26 Oktober 2009, Juwono Sudarsono kembali dipercaya sebagai Menteri Pertahanan. Sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait dengan masalah “pertahanan” disusun dan kemudian diajukan ke DPR untuk disahkan menjadi Undang-undang, di antaranya adalah RUU Komponen Cadangan, RUU Kemanan Nasional, RUU Rahasia Negara, RUU Peradilan Militer, dan RUU Veteran.
Periode kedua Kabinet Indonesia Bersatu era Susilo Bambang Yudhoyono, pada 22 Oktober 2009 – 20 Oktober 2014, jabatan Menteri Pertahanan dipegang Purnomo Yusgiantoro yang sebelumnya pada periode pertama menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tanggal 6 November 2008 tentang Kementerian Negara, nama Departemen Pertahanan RI pun berubah menjadi Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
Kemudian pada era pemerintahan Joko Widodo pada Kabinet Kerja periode 27 Oktober 2014 – 20 Oktober 2019, jabatan Menteri Pertahanan dijabat oleh Ryamizard Ryacudu yang berlatar belakang militer. Selanjutnya pada Kabinet Indonesia Maju, periode 23 Oktober 2019 hingga saat ini, Menteri Pertahanan dijabat oleh Prabowo Subianto.
Sejak era kemerdekaan hingga era reformasi langkah-langkah serta sasaran kebijakan Kementerian Pertahanan sangat beragam. Hal itu sangat tergantung pada situasi dan kondisi pimpinan negara saat itu dan pejabat yang dipercayai sebagai Menteri Pertahanan. Kementerian Pertahanan sangat berperan penting dalam menjaga keamanan negara serta keselamatan bangsa dan juga kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
KOMPAS/MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
KRI Usman Harun melintasi Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Rabu (15/1/2020). Kapal milik TNI Angkata Laut itu merupakan salah satu armada yang melakukan patroli untuk menjamin keamanan di laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara.
Visi dan Misi
Visi
Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong
Misi
- Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
- Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum.
- Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
- Meuwujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
- Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
- Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional.
- Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Teknisi sedang menyiapkan pesawat Sukhoi milik TNI Angkatan Udara sebelum terbang di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (13/8/2014). Sukhoi merupakan salah satu jenis pesawat tempur untuk pertahanan dan menjaga keamanan wilayah Indonesia.
Peran dalam Pertahanan Negara
Kemenhan dalam dua tahun pemerintahan pertama era Jokowi dan Jusuf Kalla menetapkan agenda Pertahanan Negara 2015 – 2019. Salah satunya adalah penguatan keamanan laut dan daerah perbatasan seperti Papua, Kalimantan, NTT Kepulauan Riau (Natuna), Maluku serta Maluku Utara.
Kemenhan merumuskan kebijakan penyelenggaraan pertahanan negara dengan memcermati ancaman serta tantangan aktual dan faktual dari dinamika bangsa Indonesia. Kemenhan melakukan beberapa pembangunan di Papua, seperti membangun dermaga TNI AL di Merauke dan Biak, membangun Kodam XVIII Kasuari Papua Barat Manokwari. Kemenhan juga bekerja sama dengan Kementerian PUPR untuk membangun jalan Wamena-Mamugu sepanjang 23 km, memberdayakan pertahanan kawasan perbatasan, dan melakukan penanganan wilayah batas darat RI dengan Papua Nugini.
Daerah Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia juga telah melakukan pembangunan seperti pembangunan Jalur Inspeksi dan Patroli Perbatasan (JIPP) sepanjang 621,09 km, serta melaksanakan pembangunan dermaga TNI AL Sei Pancang Pulai Sebatik, Nunukan di Kalimantan Utara untuk mendukung keamanan laut.
Kemenhan melakukan pembangunan pertahanan di Natuna, Kepulauan Riau sebagai antisipasi dampak konflik di perairan Natuna setelah melihat perkembang Laut China Selatan. Pembangunan Lanud R. Sajad Ranai Natuna dilakukan untuk meningkatkan struktur runaway Lanud. Kemenhan juga membangun pangkalan TNI AL, dermaga, Pangkalan Yon Komposit, Rai Armed, Rai Arhanud, serta Ki Zipur di daerah Natuna. Di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) Kemenhan memperluas Apron Lanud Eltari di Kupang. Kemudian, Kemenhan dan TNI juga menyelenggarakan bakti kesehatan pada wilayah perbatasan NTT dengan Timor Leste. Selain itu, di daerah Maluku dan Maluku Utara dilakukan pembangunan Dodik Bela Negara di Rindam XVI/PTM Ambon.
Kemenhan mengemban fungsi pada bidang pertahanan negara, yang kemudian bertugas merumuskan kebijakan-kebijakan untuk mengelola seluruh sumber daya dan sarana prasarana nasional untuk kepentingan pertahanan negara.
Pada 2017, Kemenhan menjabarkan pokok-pokok kebijakan Pertahanan Negara dalam persiapan pertahanan sejak dini melalui Bela Negara. Kemenhan telah mengkaji tinjauan kesiapan pertahanan sejak dini melalui sinergitas pertahanan negara pusat dan daerah.
Peran daerah dalam aspek pertahanan negara sangat penting karena daerah bisa menjadi pintu masuk datangnya ancaman nonmiliter yang bersifat multidimensi. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan postur pertahanan nonmiliter di setiap daerah yang memiliki kemampuan seperti kewaspadaan dini, bela negara, ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, sosial, moral, serta dukungan pertahanan negara.
Pembinaan Bela Negara dilaksanakan pada lingkungan pendidikan, lingkungan pemukiman, serta lingkungan pekerjaan. Agar tercapai tujuan tersebut, penyelenggaraannya harus bersifat simultan, terpadu, menyeluruh dan berlanjut, selaras dengan sasaran pembangunan nasional.
Upaya tersebut sangat penting untuk menyiapkan pertahanan sejak dini melalui Bela Negara di berbagai wilayah Indonesia. Kemenhan memiliki agenda tahunan seperti kegiatan penanaman dan pemeliharaan karakter kepada generasi muda Indonesia bertajuk Program Parade Cinta Tanah Air (PCTA) sejak tahun 2012.
Kemenham memiliki capaian terkait Nawa Cita dengan memfokuskan diri memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara yang diturunkan pada Renstra Kemhan. Isi renstra tersebut adalah membangun TNI yang profesional, menjaga perbatasan NKRI, aktif ikut serta dalam perdamaian dunia, membangun industri pertahanan dalam negeri, serta mewujudkan kesadaran bela negara dalam konteks revolusi mental.
KOMPAS/JAMES LUHULIMA
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Selasa (27/5/2014), menyaksikan demonstrasi penembakan roket (live firing test) sejauh 33 kilometer dari kendaraan sistem peluncur roket multilaras (MLRS) Astros di Area Pelatihan MLRS Grup VI Formosa, di luar ibu kota Brasil, Brasilia. Demontrasi penembakan roket sejauh 33 kilometer itu merupakan bagian dari uji kemampuan kendaraan MLRS Astros yang dibeli Indonesia dari Brasil sebanyak 38 unit dengan harga 404.974.860 dollar AS.
Organisasi
- Menteri Pertahanan
- Sekretariat Jenderal
- Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan
- Direktorat Jenderal Perencanaan Pertahanan
- Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
- Direktorat Jenderal Kekuatan Pertahanan
- Inspektorat Jenderal
- Badan Sarana Pertahanan
- Badan Penelitian dan Pengembangan
- Badan Pendidikan dan Pelatihan
- Badan Instalasi Strategis Pertahanan
- Staf Ahli Bidang Politik
- Staf Ahli Bidang Ekonomi
- Staf Ahli Bidang Sosial
- Staf Ahli Bidang Keamanan
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Pesawat Casa NC212-200 gabungan dari Skuadron 600 Wing Udara 1 dan Skuadron 800 Wing Udara 2 Pusat Penerbangan TNI Angkatan Laut melakukan terbang formasi (fly pass) dengan latar belakang parade kapal perang saat gladi bersih peringatan HUT TNI di Selat Sunda, Cilegon, Banten, Selasa (3/10/2017). Peringatan HUT TNI ke-72 yang rencananya dihadiri Presiden Joko Widodo di Pelabuhan Indah Kiat tersebut mengerahkan seluruh kekuatan alutsista TNI dari tiga matra (Darat, Laut dan Udara).
Referensi
Laman website Kementerian Pertahanan Republik Indonesia