Fakta Singkat
- Nama varian: Omicron
- Kode varian: B.1.1.529
- Status: Variant of Concern (VOC)
- Laporan pertama: 8 November 2021
- Tempat diketahui: Berbagai negara, salah satunya Afrika Selatan
- Karakteristik:
- Kemampuan transmisi: data awal menunjukkan lebih menular.
- Keparahan dampak kesehatan: belum ada temuan perbedaan berarti.
- Efektivitas vaksin Covid-19: diperkirakan masih efektif.
- Alat Uji Covid-19: PCR dan Rapid Antigen diperkirakan masih efektif.
- Perawatan medis saat ini: diperkirakan masih efektif.
- Jumlah negara terdampak: 38 (per 3 Desember 2021).
Varian Covid-19 Omicron merupakan varian yang baru diketahui kemunculannya pada awal November 2021 di beberapa negara, termasuk kawasan Afrika Selatan. WHO menetapkannya sebagai salah satu varian Covid-19 yang harus diperhatikan (variant of concern).
Otoritas kesehatan di Afrika Selatan yang secara khusus memantau evolusi virus Covid-19, Network for Genomics Surveillance in South Africa, pada 22 November 2021 mendapati spesimen virus Covid-19 dengan mutasi baru dari sampel-sampel yang diambil pada kurun waktu 14-23 November 2021.
Selanjutnya, pada 24 November 2021 Pemerintah Afrika Selatan melaporkan kepada World Health Organization (WHO) temuan varian baru virus Covid-19. Menanggapi laporan tersebut, dua hari kemudian Lembaga Technical Advisory Group on SARS-CoV-2 Virus Evolution (TAG-VE) dari WHO berkumpul untuk membuat penilaian bersama atas varian berkode B.1.1.529 tersebut.
Terhadap beragam varian virus, pertama-tama WHO dapat memberikan status variant of interest (VOI), yakni varian dengan perubahan genetis pada virus yang diperkirakan atau diketahui telah mengubah karakteristik virus seperti kemampuan trasmisinya, tingkat keparahan dampak kesehatan, kekebalan virus yang membuatnya lolos dari sistem imun manusia, serta kemungkinannya untuk tidak terdeteksi oleh uji diagnostik dan terapeutik. VOI juga merupakan varian yang telah menyebabkan lonjakan kasus positif Covid-19 dengan klaster-klaster transmisi virus.
Lebih dari itu, WHO akan memberikan status variant of concern (VOC) kepada suatu varian apabila ia bukan hanya memenuhi karakteristik-karaktersitik VOI di atas, tetapi juga memunculkan situasi kegentingan pada situasi kesehatan publik global dengan peningkatan tajam kasus positif Covid-19, perubahan gejala klinis penyakit, atau berkurangnya efektivitas kebijakan kesehatan publik serta alat dan metode diagnostik, perawatan, dan vaksinasi.
Berdasarkan fakta bahwa kemunculan varian Omicron dibarengi dengan perburukan parah situasi epidemiologi Covid-19, TAG-VE lantas mengajukan kepada WHO agar menetapkan varian B.1.1.529 sebagai variant of concern. Berdasar arahan TAG-VE, pada tanggal 26 November 2021, WHO menetapkan varian B.1.1.529 atau Omicron sebagai variant of concern (VOC), menambah satu nama pada daftar 4 VOC lainnya: Delta, Alpha, Beta, dan Gamma.
Menelusuri Varian Omicron
Bersamaan dengan temuan varian Omicron, data epidemiologis di Afrika Selatan memang mengalami lonjakan kasus yang tinggi. Pada kurun waktu satu minggu sebelum 30 November 2021, kasus positif Covid-19 di Afrika Selatan melonjak sebanyak 311 persen. Angka lonjakan kasus yang lebih tinggi terjadi di Provinsi Gauteng–provinsi dengan penduduk terpadat dan letak kota Johannesburg–dengan kenaikan kasus mingguan mencapai 375 persen, kenaikan angka pasien rumah sakit 4,2 persen, dan angka kematian mencapai 28,6 persen. Hasil uji PCR di Afrika Selatan banyak mendapati kasus positif Covid-19 dengan varian ini.
Sejak laporan otoritas kesehatan Pemerintah Afrika Selatan diumumkan, beragam negara telah berupaya untuk mencari kemungkinan kasus transmisi varian Omicron. Belanda menjadi salah satu negara di Eropa yang paling awal mendapati kasus positif Covid-19 dengan varian Omicron. Belanda menemukan transmisi varian Omicron dari sampel-sampel uji PCR kasus positif Covid-19 antara tanggal 19-23 November 2021, lebih awal dari tanggal laporan Afrika Selatan kepada WHO. Namun tanggal tersebut belumlah tanggal paling awal temuan kasus varian Omicron. Botswana menemukan varian Omicron pada spesimen tertanggal 11 November 2021. Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa kasus infeksi virus Covid-19 dengan varian Omicron sudah ada pada 8 November 2021 di Afrika Selatan.
Kini, varian Omicron telah ditemukan di banyak negara lain termasuk Australia, Brasil, Kanada, Hong Kong, Israel, Jepang, Nigeria, Norwegia, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat. Amerika Serikat mendapati kasus pertama varian Omicron pada 1 Desember 2021 dari seseorang yang baru pulang dari Afrika Selatan. Namun, Amerika Serikat juga mendapati kasus lain pada hari berikutnya dari seseorang tanpa rekam perjalanan internasional apapun. Hal ini menimbulkan kebingungan terkait asal dan awal dari kemunculan varian Omicron.
Mutasi Varian Omicron
Varian Covid-19 Omicron telah mengalami 32 mutasi pada protein ujungnya (spike protein). Berdasarkan temuan Lembaga Technical Advisory Group on SARS-CoV-2 Virus Evolution (TAG-VE) dari WHO, salah satu mutasi pada varian Omicron dapat dideteksi melalui tes diagnostik standar seperti tes PCR.
Tes PCR sendiri menargetkan gen S dari virus Covid-19. Sedangkan varian Omicron mengalami mutasi pada gen S tersebut. Ketika tanda mutasi ini didapatkan, tanda bahwa virus tersebut adalah varian Omicron dapat dikenali. Hal ini membuat deteksi varian Omicron dimungkinkan tanpa menggunakan metode pengurutan DNA virus yang lebih rumit. Namun, untuk memastikan bahwa sebuah virus adalah varian Omicron, tes genom atas spesimen kasus positif Covid-19 diperlukan.
TAG-VE lebih lanjut menjelaskan dampak mutasi varian Omicron terhadap kemampuan transmisinya, keparahan dampak kesehatan, efektivitas vaksin Covid-19, alat uji Covid-19, dan perawatan medis yang tersedia saat ini.
Terkait kemampuan transmisinya, TAG-VE saat ini belum dapat memastikan apakah Omicron betul lebih mudah menular atau tidak bila dibandingkan dengan varian Covid-19 lainnya, termasuk bila dibandingkan dengan varian Delta. Para peneliti masih memeriksa apakah lonjakan kasus positif Covid-19 di Afrika Selatan sejak teridentifikasinya varian Omicron memang disebabkan oleh varian ini.
Data epidemiologis di Afrika Selatan sejauh ini menunjukkan bahwa angka rata-rata penularan yang dibawa oleh seorang yang terinfeksi Covid-19 (disebut nilai R) meningkat hingga di atas angka 2 di Gauteng, Afrika Selatan, dari semula di bawah 1 pada bulan September 2021. Ahli biologi evolusioner dari Universitas Katolik Leuven Belgia, Tom Wenseleers mengatakan bahwa varian Omicron diperkirakan dapat menular tiga hingga enam kali lebih banyak orang pada periode waktu yang sama bila dibandingkan varian Delta. Selain itu, WHO menyebutkan bahwa data epidemiologis sejauh ini menunjukkan peningkatan risiko seseorang untuk terjangkit ulang virus Covid-19 dengan varian Omicron ini.
Terkait keparahan dampak yang disebabkan oleh varian ini, data penelitian awal dari TAG-VE menunjukkan bahwa memang terjadi lonjakan pasien rumah sakit di Afrika Selatan yang terkonfirmasi positif Covid-19. Akan tetapi, belum dapat dipastikan apakah lonjakan pasien ini dibarengi dengan dampak kesehatan yang lebih parah atau hanya lonjakan kasus akibat trasmisi luas Covid-19. Di samping itu, kasus-kasus infeksi Covid-19 yang dilaporkan juga sebagian besar terdiri atas para mahasiswa dan orang muda yang cenderung mengalami dampak kesehatan yang lebih ringan bila dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.
Terkait efektivitas vaksin Covid-19 saat ini, WHO masih bekerja sama dengan para peneliti vaksin untuk memahami efektivitas vaksin Covid-19 yang tersedia terhadap paparan varian Omicron. Akan tetapi, WHO menyatakan bahwa vaksinasi tetaplah merupakan sarana krusial untuk menekan kemungkinan terjadinya dampak kesehatan yang berat dan kematian.
Terkait efektivitas uji Covid-19 yang tersedia saat ini, TAG-VE menyatakan bahwa uji PCR masih menunjukkan deteksi infeksi yang efektif bagi varian Omicron ini. Network for Genomics Surveillance in South Africa menjelaskan bahwa varian Omicron memang mengalami mutasi pada gen S yang menjadi salah satu target dari tes PCR dan melalui perubahan pada gen S inilah varian Omicron dapat diidentifikasi. Namun dari lebih 100 spesimen yang diuji di laboratorium di Gauteng, Afrika Selatan didapati bahwa gen target lainnya seperti gen N dan RdRp tidak mengalami perubahan. Hal ini membuat uji PCR tetap efektif untuk digunakan mengidentifikasi kasus penularan Covid-19, termasuk dengan varian Omicron. Network for Genomics Surveillance lebih jauh menjelaskan bahwa uji PCR biasanya mendeteksi paling tidak dua target berbeda dari virus SARS-CoV-2, sehingga ketika suatu mutasi terjadi pada salah satu target, uji PCR masih dapat mengidentifikasi keberadaan virus dari target yang lainnya.
Untuk uji rapid antigen dan uji Covid-19 lainnya, TAG-VE masih belum dapat memastikan karena penelitian atasnya masih dalam proses. Sementara, Network for Genomics Surveillance in South Africa menyebutkan bahwa karena gen N (Nucleocapsid) dari virus Covid-19 varian Omicron tidak mengalami mutasi, seharusnya tes rapid antigen juga tidak terpengaruh dan masih efektif digunakan untuk identifikasi penularan Covid-19. Akan tetapi, Network for Genomics Surveillance menyatakan bahwa penelitian masih perlu dilakukan untuk memverifikasi hal ini.
Terkait efektivitas perawatan medis yang digunakan saat ini, TAG-VE menyebutkan bahwa obat anti-inflamasi corticosteroids dan IL6 receptor blockers masih manjur untuk menunjang perawatan medis pasien dengan kondisi kesehatan parah akibat paparan virus Covid-19. TAG-VE masih melakukan tinjauan lebih lanjut untuk efektivitas perawatan medis lainnya.
Terkait gejala pasien, kendati varian Omicron ditengarai memiliki karakteristik berbeda, Network for Genomics Surveillance in South Africa menyebutkan bahwa sejauh ini tidak ada gejala berbeda yang dialami pasien Covid-19 dengan varian Omicron. Pasien-pasien yang tercatat mengalami gejala yang sama dengan pasien dengan varian lainnya. Beberapa juga sama-sama asimtomatik atau tidak mengalami gejala sakit apapun.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO (WAK)
Warga melintasi mural yang dibuat untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat akan bahaya Covid-19 di Kelurahan Kota Bambu Selatan, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (7/2/2021). Pemerintah akhirnya menarik rem darurat merespons lonjakan Covid-19 dengan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat, 3-20 Juli 2021. Melalui PPKM darurat diharapkan kasus Covid-19 bisa terkendali dan menekan penyebaran varian baru virus korona yang begitu cepat.
Bagaimana Mutasi Covid-19 Terjadi?
Seperti halnya dengan virus lainnya, virus SARS-CoV-2 berubah seiring waktu dengan mutasi-mutasi yang berbeda. Semakin luas penyebaran sebuah virus, semakin besar kemungkinannya untuk mengalami mutasi. Kebanyakan mutasi yang terjadi pada virus adalah perubahan kecil semata yang tidak signifikan dan hanya berdampak kecil, tetapi beberapa virus mengalami mutasi yang membuatnya memiliki karakteristik yang lebih unggul seperti lebih mudah menular dan mampu menghindari sistem imun tubuh.
Berkaitan dengan mutasi pada virus Covid-19, beberapa mutasi penting terjadi pada protein ujung (spike protein), yakni lapisan luar yang membungkus virus Covid-19. Lapisan ini yang memberikan tampilan bertanduk pada tubuh virus dan tanduk-tanduk tersebut yang membantu virus untuk menempel pada sel-sel manusia, baik di hidung, paru-paru, maupun bagian tubuh lainnya. Beberapa mutasi pada protein ujung virus membuatnya menjadi lebih mudah menempel erat pada tubuh dan karenanya menjadi lebih berbahaya dan mudah menular.
Selain Omicron, varian virus Covid-19 lain yang telah ditetapkan sebagai variants of concern oleh WHO adalah varian B.1.1.7 atau Alpha yang pertama didapati di Inggris pada September 2020, varian B.1.351 atau Beta yang didapati di Afrika Selatan pada Mei 2020, varian P.1 atau Gamma yang ditemukan di Brazil pada November 2020, dan varian B.1.617.2 atau Delta yang didapati di India pada Oktober 2020.
Ilmuan terkemuka WHO Dr Soumya Swaminathan menjelaskan bahwa varian Omicron sangat mudah menular dan mungkin akan menjadi varian yang dominan di dunia meski hal ini susah untuk dipastikan. Varian dominan yang ada sekarang adalah varian Delta, yang mencakup hingga 99 persen dari kasus global.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM)
Petugas kesehatan menunggu di bilik tes PCR di terminal kedatangan internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, Kamis (14/10/2021). Tes PCR menjadi salah satu syarat wajib bagi penumpang internasional saat tiba di Bandara. Selain itu, penumpang juga harus karantina mandiri selama lima hari.
Respons terhadap Varian Omicron
Dengan kemunculan varian ini, WHO mendorong negara-negara untuk meningkatkan sistem pemantauan dan penelusuran kasus Covid-19, membagikan informasi pengurutan genom (genome sequencing) pada platform yang dapat diakses publik, melaporkan segera kasus-kasus awal maupun klaster kasus kepada WHO, menjalankan investigasi lapangan dan penilaian laboratorium untuk lebih memahami penyebaran Omicron dan karakteristiknya.
Banyak negara mengumumkan larangan masuk terhadap orang yang datang dari negara-negara di kawasan Afrika sebelah selatan Afrika Selatan, Botswana, Lesotho, Eswatini, Zimbabwe, dan Namibia. Ada lebih dari 50 negara telah mengambil kebijakan tersebut, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan Uni Eropa. Terhadap kebijakan larangan imigrasi ini, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa, António Guterres mengatakan bahwa ia amat khawatir akan kebijakan yang mengisolasi kawasan Afrika Selatan ini.
Para ilmuan mengatakan bahwa larangan imigrasi seperti ini tidak memiliki landasan keilmuwan yang kuat. Larangan imigrasi mengandaikan kepastian tentang sumber awal suatu virus dan tanpanya larangan tersebut hanya akan membebani sebuah negara yang melaporkan kemunculan virus atau varian baru. Sebaliknya, larangna imigrasi justru akan menghambat laju investigasi para ilmuwan terhadap varian Omicron mengingat bahwa larangan tersebut membuat lebih sedikit pesawat kargo yang bisa didatangkan untuk membawa suplai perlengkapan laboratorium. Lebih parah lagi, larangan perbatasan seperti itu dapat membuat negara-negara enggan untuk melaporkan kemunculan varian-varian baru di kemudian hari.
Menanggapi hal itu, Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan memberikan tanggapan bahwa larangan itu menjadi seperti hukuman untuk kemajuan praktek pengurutan genom dan deteksi varian Covid-19 Afrika Selatan. Menambahi komentar tersebut, Pemimpin Bersama Aliansi Penyaluran Vaksin Uni Afrika Ayoade Alakija mengatakan bahwa kemunculan Omicron adalah hal yang tidak dapat dihindari sebagai akibat kesenjangan vaksinasi global. “Hal ini adalah akibat dari pilihan negara-negara berpenghasilan tinggi untuk menimbun vaksin,” kritiknya.
Data menunjukkan bahwa hanya 10 persen dari masyarakat di Afrika yang telah menerima dosis pertama vaksin, dibandingkan dengan di Amerika Utara sebesar 64 persen dan 62 persen di Eropa. Negara-negara Afrika telah mengalami kesulitan akses vaksin atau tidak dapat membiayai cukup pembelian vaksin dari negara-negara maju produsen vaksin.
Respons negara-negara yang paling baik adalah mendukung negara-negara di kawasan Afrika Selatan untuk menyediakan vaksin lebih banyak dan perlengkapan uji laboratorium yang memadai. Banyak negara di Afrika yang kekurangan fasilitas penyimpanan beku untuk vaksin dan rantai logistik yang memadai bagi program vaksinasi. Ditambah dengan sistem kesehatan yang kurang memadai dan kurangnya tenaga kesehatan yang berkualifikasi untuk memberikan vaksin, negara-negara ini memerlukan kerja sama internasional yang lebih baik dalam penanggulangan pandemi.
Selain kebijakan kontroversial larangan imigrasi di atas, negara-negara di Eropa mengumumkan kebijakan-kebijakan baru seperti vaksinasi wajib dan larangan kunjungan ke rumah makan, bioskop, dan pertokoan bagi mereka yang belum divaksinasi. Kanselir Jerman, Angela Merkel menyatakan bahwa vaksinasi akan menjadi keharusan mulai pada bulan Februari dan sementara menetapkan penerapan larangan kunjungan tersebut. Langkah kebijakan vaksinasi wajib serupa ditetapkan oleh Austria. Belgia dan Belanda memilih menerapkan kebijakan pembatasan mobilitas sosial yang lebih ketat, sementara Inggris mengupayakan percepatan vaksin tambahan (booster vaccine).
Mengenai kemungkinan penyebaran varian baru ini di Indonesia, Presiden Joko Widodo pada 3 Desember 2021 mengingatkan masyarakat untuk tetap berjaga-jaga akan bahaya pandemi yang belum berakhir dan akan kemungkinan munculnya gelombang keempat pandemi di Indonesia. Situasi terkini memang menunjukkan Indonesia belum mengidentifikasi kasus positif Covid-19 dengan varian Omicron. Akan tetapi, kasus dengan varian ini sudah ditemukan di beberapa negara tetangga terdekat, seperti Singapura, Malaysia, dan Australia.
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono mengatakan bahwa pengetatan pemantauan kasus penyebaran Covid-19 perlu dibarengi dengan peningkatan tes genom pada spesimen kasus-kasus positif Covid-19 di Indonesia untuk mengetahui keberadaan varian Omicron. Ia juga menambahkan bahwa mungkin varian Omicron telah masuk Indonesia, mengingat bahwa kasus-kasus dengan varian ini telah ditemui di negara-negara tetangga Indonesia. Hanya saja belum ada kasus terkonfirmasi varian Omicron mengingat rendahnya tingkat uji genom di Indonesia.
Sebagai upaya preventif, Indonesia sempat memutuskan untuk menutup akses masuk dari sebelas negara atau daerah sejak tanggal 29 November 2021. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia setelah diterbitkannya Surat Edaran Kepala Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 23 Tahun 2021. Kesebelas negara atau daerah tersebut meliputi Afrika Selatan, Botswana, Hong Kong, Angola, Zambia, Zimbabwe, Malawi, Mozambik, Namibia, Eswatini, dan Lesotho.
Di samping itu, Indonesia juga memberlakukan kebijakan pengetatan karantina dari tujuh hari menjadi sepuluh hari bagi pengunjung yang datang dari negara-negara yang belum mendeteksi keberadaan varian Omicron di negara tersebut, baik pengunjung asing maupun warga negara Indonesia. Akan tetapi pada surat tambahan yang diterbitkan pada 2 Desember 2021, kebijakan penutupan akses terhadap pengunjung dari kesebelas negara atau daerah tersebut diganti dengan kewajiban karantina wajib selama 14 hari.
Terkait kebijakan-kebijakan penanganan pandemi yang diambil berbagai negara, WHO menyebutkan bahwa vaksinasi tetaplah merupakan cara krusial untuk melindungi masyarakat dari risiko kondisi kesehatan parah dan kematian akibat Covid-19, mengurangi beban pada sistem kesehatan, dan memperlambat laju penularan. Vaksinasi tersebut mesti dibarengi dengan kebijakan kesehatan dan pengaturan sosial yang memadai seperti sistem ventilasi yang baik di tempat-tempat umum, penggunaan masker yang menutup hidung, mulut, dan dagu, jaga jarak aman 1,5 meter, mencuci tangan dan penggunaan hand sanitizer.
Tanpa dibarengi kebijakan kesehatan dan pengaturan sosial yang baik, tingginya tingkat vaksinasi yang dibarengi tingginya risiko penularan justru bisa menciptakan kesempatan untuk munculnya varian-varian baru yang lebih ganas. (LITBANG KOMPAS)
Artikel Terkait
Referensi
- “Announcement addendum to Circular Letter of the National Task Force for Covid-19 Number 23 Year 2021 concerning updates on health protocol for internasional travel to Indonesia,” Kementerian Luar Negeri RI, 2 Desember 2021.
- “Announcement updates on health protocol for international travel to Indonesia in accordance with the circular letter of the National Task Force for Covid-19 No. 23 Year 2021,”Kementerian Luar Negeri RI, 29 November 2021.
- “Classification of Omicron (B.1.1.529): SARS-CoV-2 Variant of Concern,” WHO, 26 November 2021.
- “COVID variants: What you should know,” Johns Hopkins Medicine, 5 Oktober 2021.
- “Covid: Don’t panic about Omicron variant, WHO says,” BBC, 4 Desember 2021.
- “Covid: Omicron variant in Netherlands earlier than thought,” BBC, 1 Desember 2021.
- “Covid: South Africa ‘punished’ for detecting new Omicron variant,” BBC, 28 November 2021.
- “FAQ for the b11529 mutated Sars-Cov-2 lineage in South Africa,” National Institute for Communicable Disease Afrika Selatan, 26 November 2021.
- “Genetic and genomic testing,” Inggris National Health Service, 3 September 2019.
- “Heavily mutated Omicron variant puts scientists on alert,” Nature, 27 November 2021.
- “How bad is Omicron? What scientists know so far,” Nature, 2 Desember 2021.
- “Lurking Omicron threatens Indonesia,” id, 4 Desember 2021.
- “New Omicron COVID variant throws wrench into pandemic recovery?”, Asia Nikkei, 2021.
- “Omicron-variant border bans ignore the evidence, say scientists,” Nature, 2 Desember 2021.
- “Science brief: Omicron (B.1.1.529) variant,” Centres for Disease Control and Prevention, 2 Desember 2021.
- “South Africa, where Omicron was detected, is an outlier on the least vaccinated continent,” New York Times, 28 November 2021.
- “Surat Edaran Kasatgas Nomor 23 Tahun 2021,” Satuan Tugas Penanganan Covid-19, 28 November 2021.
- “Tracking SARS-CoV-2 variants,” WHO, 30 November 2021.
- “Update on Omicron,” WHO, 28 November 2021.
- “What do we know about the new B.1.1.529 coronavirus variant and should we be worried?”, Global Alliance for Vaccines and Immunisation (GAVI), 26 November 2021.
- “WHO recommends life-saving interleukin-6 receptor blockers for COVID-19 and urges producers to join efforts to rapidly increase access,” WHO, 6 Juli 2021.
- “WHO says Omicron in 38 countries, no deaths reported,” Aljazeera, 3 Desember 2021.
Artikel Terkait