Paparan Topik | Hari Gizi

Konsumsi Gizi Seimbang pada Masa Pandemi

Kebutuhan gizi seimbang sangat penting dipenuhi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, terlebih pada masa pandemi. Selain itu, gizi seimbang merupakan fondasi untuk menciptakan generasi yang tangguh dan sehat.

KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU (ELN)

Siswa SD Naskat Mathias 3 Langgur B di Kabupaten Maluku, Maluku, menikmati sarapan pagi bergizi seimbang di sekolah, (26/5/2017). Lewat Program Gizi Anak Sekolah atau Progas yang dicanangkan Kemdikbud, sekolah dan pemerintah daerah diajak memperhatikan kecukupan gizi anak sekolah dalam rangka meningkatkan prestasi belajar.

Fakta Singkat

Istilah Gizi

  • Mulai digunakan pada tahun 1950-an
  • Beberapa istilah gizi: nutrition (Inggris), ghizai (Arab), svastaharena (Sansekerta)

Hari Gizi Nasional
25 Januari

Bapak Gizi Indonesia
Prof. Poorwo Soedarmo

Asosiasi Gizi

  • Persatuan Ahli Gizi Indonesia
  • Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia

Beberapa Institusi Pendidikan Gizi

  • Fakultas Kedokteran (UGM, Unibraw, Undip)
  • Fakultas Kesehatan Masyarakat (UI, Unair, Unhas)
  • Fakultas Ekologi Manusia (IPB)
  • Fakultas Ilmu Kesehatan (UPN Veteran Jakarta)
  • Politeknik Kesehatan Kemenkes di berbagai provinsi

Regulasi terkait Gizi

Gizi merupakan zat dalam pangan yang menunjang kesehatan dan proses tumbuh kembang individu sejak dalam kandungan. Oleh karena itu, pemenuhan gizi seimbang merupakan fondasi bagi terciptanya generasi yang tangguh dan sehat.

Pemenuhan gizi yang seimbang juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan risiko penyakit kronis dan penyakit infeksi. Pada masa pandemi Covid-19, kekebalan tubuh perlu ditingkatkan untuk melawan virus maupun bakteri yang dapat menyebabkan penyakit. Dengan demikian, konsumsi makanan dengan gizi seimbang merupakan salah satu kunci agar tidak tertular virus penyebab penyakit Covid-19.

Apa itu gizi?

Istilah ‘gizi’ dan ‘ilmu gizi’ merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggrisnutrition’ dan ‘nutrition science’.  Alih-alih menyerap kata ‘nutrition’ menjadi ‘nutrisi’, pemilihan kata ‘gizi’ sebagai terjemahan dari kata ‘nutrition’ berdasarkan akar bahasa Indonesia yang lazim mengadopsi istilah dalam bahasa Arab atau bahasa Sanksekerta. Istilah ‘nutrition’ sepadan dengan ‘ghizai’ dalam bahasa Arab dan ‘svastaharena’ dalam bahasa Sanksekerta. Artinya sama, yakni makanan yang menyehatkan.

Di Indonesia, istilah ‘gizi’ telah dipakai di kalangan ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat sejak tahun 1950-an. Salah satu penggunaannya di forum resmi terlihat dalam pidato Djuned Pusponegoro saat dikukuhkan sebagai guru besar di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia pada tahun 1952. Pada saat itu, ia menggunakan istilah ‘gizi’ dan ‘ilmu gizi’ meski belum diadaptasi secara resmi oleh Lembaga Bahasa.

Istilah ‘gizi’ juga digunakan dalam dokumen negara, seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam UU 18/2012, gizi didefinisikan sebagai “zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat, air, dan komponen lain yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia”.

Dengan kata lain, gizi dapat disebut sebagai kandungan sehat dalam makanan sehingga harus terpenuhi demi mengoptimalkan proses tumbuh kembang. Oleh karena itu, UU 18/2012 menjadi jaminan atas ketersediaan makanan bergizi seimbang yang merupakan hak masyarakat sebagai warga negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah.

Gizi semestinya diperhatikan dalam proses produksi sampai konsumsi makanan sehari-hari. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan, gizi merupakan bagian penting yang menunjang kesehatan dan proses tumbuh kembang individu, terutama anak-anak dan remaja.

Konsumsi gizi yang cukup berkaitan dengan tumbuh kembang optimal, peningkatan kesehatan, dan penurunan risiko penyakit. Individu dengan gizi cukup akan lebih produktif, kreatif, serta memiliki umur panjang.

KOMPAS/DIRMAN THOHA

Masyarakat Seram Utara hidup dari hasil alam seperti ikan, sagu, dan pala. Sekolah pun diselenggarakan apa adanya. Hasil laut yang melimpah membuat warga Seram Utara semestinya tidak kekurangan gizi. Menjual hasil sagu, (10/8/1987).

Sejarah Hari Gizi Nasional

Dekade 1950-an menjadi titik tolak perkembangan istilah “gizi” dalam ranah keilmuan sekaligus ranah terapan di Indonesia. Momentum awal perkembangan dimulai dari upaya pemerintah untuk memenuhi dan memperbaiki gizi masyarakat Indonesia. Pada awal kemerdekaan, masyarakat Indonesia masih memiliki pemahaman yang rendah mengenai kandungan gizi dalam makanan sehingga timbul permasalahan gizi buruk.

Berangkat dari keprihatinan atas kondisi tersebut, Dr. Johannes Leimena sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia memutuskan untuk menunjuk seorang ahli gizi bernama Prof. Poorwo Soedarmo sebagai kepala Lembaga Makanan Rakyat (LMR), saat itu bernama Instituut Voor Volksvoeding (IVV). Pada 25 Januari 1951, Prof. Poorwo kemudian mendirikan Sekolah Djuru Penerang Makanan (SDPM) sebagai wadah kaderisasi tenaga ahli gizi di Indonesia.

Pada awal kemerdekaan, sebagian masyarakat masih hidup di bawah garis kemiskinan dan buta aksara. Oleh karena itu, Prof. Poorwo berinisiatif dengan memanfaatkan tradisi lisan yang masih kuat mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia. Harapannya, kader-kader bentukan SDPM dapat terjun langsung ke masyarakat untuk melakukan edukasi sehingga dapat memutus rantai malnutrisi.

Sejak saat itu, bidang Ilmu Gizi semakin berkembang, ditandai dengan munculnya Departemen Ilmu Gizi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Selain itu, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang juga memiliki Jurusan Ilmu Gizi, mulai didirikan di berbagai wilayah di Indonesia.

Selain lembaga pendidikan, berdiri pula organisasi atau perhimpunan para ahli gizi, seperti Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) dan Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia (PDGMI). Perkembangan juga terjadi dalam ranah praktis berupa berbagai upaya menenuhi dan memperbaiki gizi masyarakat melalui kerja-kerja lembaga pemerintah seperti Lembaga Makanan Rakyat (LMR).

Tanggal 25 Januari kemudian diperingati sebagai Hari Gizi Nasional. Penetapan ini bermula pada pertengahan dekade 1960-an untuk menandai berdirinya SDPM dan dimulainya kaderisasi tenaga ahli gizi di Indonesia. LMR menjadi lembaga pertama yang berwenang mengadakan Hari Gizi Nasional. Hingga dekade 1970-an, wewenang tersebut beralih ke tangan Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan.

Hari Gizi Nasional menjadi penting sebagai momentum dan pengingat bagi para pemangku kebijakan untuk merawat dan meningkatkan komitmen dalam memenuhi hak warga negara mendapatkan gizi seimbang dan mencapai ketahangan pangan. Selain itu, momentum ini juga dapat meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam mencapai tujuan yang sama. Dengan demikian, kolaborasi aktif di antara seluruh pemangku kepentingan atau stakeholders yang terlibat akan mempermudah jalan menuju tercapainya ketahanan pangan dan gizi seimbang dalam masyarakat.

KOMPAS/LASTI KURNIA

Anak balita dan para ibu antre untuk mendapatkan konsultasi gizi gratis dari Mobil Konsultasi Gizi Keliling di halaman Puskesmas Ciracas, Jakarta, Kamis (11/12/2008). Mobil ini direncanakan berkeliling di 100 lebih lokasi di sejumlah kota di Jawa dan Sumatera untuk menjembatani kurangnya informasi tentang asupan gizi yang baik pada anak.

Bapak Gizi Indonesia

Peran Profesor Poorwo Soedamo dalam menangulangi gizi buruk di Indonesia membuatnya mendapat gelar Bapak Gizi Indonesia. Penghargaan tersebut melekat berkat inisiatif Prof. Poorwo dalam upaya menanggulangi masalah gizi buruk di Indonesia, terutama dengan membentuk Sekolah Djuru Penerang Makanan (SDPM) untuk kaderisasi tenaga ahli gizi.

Prof. Poorwo dikenal memiliki perhatian besar pada edukasi gizi untuk memperluas sudut pandang masyarakat Indonesia bahwa gizi itu penting. Selain itu, Prof. Poorwo berperan penting dalam mengembangkan Ilmu Gizi. Kontribusi tersebut dikukuhkan dengan gelar Guru Besar Luar Biasa dalam Ilmu Gizi di FK UI yang diberikan pada tahun 1959.

Prof. Poorwo merupakan alumnus School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA). Setelah itu, ia melanjutkan studi di Post Graduate Institute, London dan Institute of Nutrition, Manila. Di dua lembaga tersebut, ia mengambil fokus Ilmu Gizi. Ia kemudian memperdalam Ilmu Gizi di Harvard University dan Columbia University.

Selain SDPM dan Hari Gizi Nasional, peninggalan lain dari Prof. Poorwo adalah slogan “Empat Sehat, Lima Sempurna”. Slogan ini lahir untuk memopulerkan makanan bergizi seimbang di kalangan masyarakat secara sederhana dan mudah diingat. Melalui slogan tersebut, masyarakat dapat mendapatkan informasi bahwa untuk mendapatkan gizi seimbang, mereka harus mengonsumsi empat jenis makanan, yakni nasi atau jagung, lauk pauk, sayuran, dan buah-buahan.

Empat jenis makanan tersebut masing-masing mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, yaitu karbohidrat, protein, vitamin, mineral, serat, dan lemak. Pelengkap “Empat Sehat, Lima Sempurna” adalah susu. Pendekatan yang dilakukan oleh Prof. Poorwo melalui slogan tersebut mampu menjangkau masyarakat luas dan masih dikenal hingga saat ini.

KOMPAS/JB SURATNO

Prof Dr Poorwo Soedarmo, perintis utama Ilmu Gizi Indonesia, (6/7/1981).

Pemenuhan Gizi di Indonesia

Pentingnya memperhatikan keseimbangan gizi yang diperingati dalam Hari Gizi Nasional juga tecermin dari kondisi kesehatan masyarakat Indonesia, seperti angka kekurangan gizi pada ibu serta tengkes (stunting) pada balita.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menemukan bahwa persentase nasional ibu kurang gizi berada di angka 15,1 persen. Dalam laporan tersebut juga tercantum prevalensi obesitas pada usia dewasa (>18 tahun) sebesar 21,8 persen.

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa masalah tengkes usia balita di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 19,3 persen kategori pendek dan 11,5 persen kategori sangat pendek. Kenaikan sebesar 1,7 persen terjadi pada kategori sangat pendek dibandingkan tahun 2017.

Tengkes (pendek/sangat pendek) adalah kondisi kurang gizi kronis yang diukur berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dibandingkan dengan menggunakan standar WHO tahun 2005. Tengkes pada anak-anak mencerminkan efek yang luas dari kekurangan gizi yang kronis dan menderita penyakit berulang yang disebabkan oleh latar belakang sosial dan ekonomi yang buruk.

Tengkes pada anak-anak dapat memiliki dampak serius pada perkembangan fisik, mental, dan emosional anak-anak. Selain itu, perkembangan otak dari anak yang mengalami tengkes sulit untuk diperbaiki pada usia lanjut meskipun kemudian anak mendapatkan gizi yang tepat. Di samping itu, anak yang mengalami tengkes berisiko lebih besar menderita penyakit menular dan tidak menular pada usia dewasa, seperti jantung, diabetes, dan penyakit pembuluh darah.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN (HAS)

Kampanye kesadaran terhadap penanganan anak balita yang mengalami tubuh pendek (stunting) terlihat di kawasan Pondok Pinang, Jakarta, Rabu (17/4/2019). Secara nasional, menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), ada 30,8 persen anak usia di bawah lima tahun (balita) mengalami tubuh pendek pada tahun 2018. Meskipun angka tersebut termasuk tinggi, jumlah kejadian anak balita bertubuh pendek sudah menurun dibandingkan dengan jumlah kejadian tahun 2007 hingga 2013 yang relatif stagnan, yaitu antara 36,8 persen dan 37,2 persen.

Cakupan Makanan Bergizi

Upaya mencapai keseimbangan gizi dapat dilakukan dengan menerapkan Pedoman Gizi Seimbang. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang, disebutkan empat pilar gizi seimbang, yaitu:

  • Mengonsumsi aneka ragam pangan
  • Membiasakan perilaku hidup bersih
  • Melakukan aktivitas fisik
  • Memantau berat badan (BB) secara teratur untuk mempertahankan berat badan normal

Berkaitan dengan poin pertama, beberapa jenis makanan harus dikonsumsi secara bersamaan dengan jumlah dan porsi tertentu untuk mencapai gizi seimbang. Keragaman makanan yang dikonsumsi menjadi penting karena setiap jenis makanan memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda yang diperlukan oleh tubuh. Hanya air susu ibu (ASI) yang mengandung seluruh gizi yang diperlukan oleh bayi berusia 0-6 bulan.

Jenis-jenis makanan yang perlu dikonsumsi meliputi makanan pokok, lauk pauk, sayuran, dan buah-buahan. Makanan pokok merupakan sumber karbohidrat, misalnya beras, kentang, singkong, ubi jalar, jagung, talas, sagu, sukun, dan lain-lain. Lauk pauk mengandung protein dan lemak, seperti ikan, telur, unggas, daging, susu dan kacang-kacangan. Sementara, sayuran dan buah-buahan merupakan sumber vitamin, mineral, dan serat.

KOMPAS/ANGGER PUTRANTO

Rantang Kasih berisikan nasi, lauk dan sayur, (10/9/2018). Rantang kasih merupakan program pemberian makanan bergizi secara gratis kepada warga miskin, terutama lanjut usia (lansia) non produktif di Banyuwangi. Makanan yang diberikan kepada penerima manfaat sudah sesuai gizi seimbang yang disupervisi Dinas Kesehatan.

Masing-masing kelompok usia dan ibu hamil atau menyusui membutuhkan proporsi asupan makanan yang berbeda-beda untuk mencapai gizi seimbang. Kebutuhan gizi menurut kelompok usia dapat dijelaskan sebagai berikut.

  • Bayi usia 0-6 bulan: Gizi dapat terpenuhi hanya dengan ASI eksklusif.
  • Anak usia 6-24 bulan: ASI dan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk (nabati dan/atau hewani), sayuran, dan buah-buahan. Jenis makanan yang dipilih sebaiknya mengandung karbohidrat, protein, serta zat gizi mikro (zat besi, zinc, kalsium, vitamin A, vitamin C, folat, dan lain-lain). MP-ASI tidak boleh berbumbu tajam atau menggunakan gula, garam, penyedap rasa, pewarna dan pengawet, serta diusahakan agar mudah ditelan.
  • Anak usia 2-5 tahun: Dianjurkan untuk memperbanyak konsumsi makanan sumber protein, seperti ikan (kaya dengan Omega 3, DHA, EPA), telur, susu, tempe, dan tahu. Selain itu, kelompok usia ini perlu memperbanyak konsumsi sayuran dan buah-buahan serta membatasi konsumsi makanan yang manis, asin, dan berlemak. Minum air putih sesuai anjuran sebanyak 1.200-1.500 mililiter per hari.
  • Anak usia 6-9 tahun: Membiasakan diri mengonsumsi sumber protein hewani (terutama ikan serta susu dan olahannya, daging, unggas, dan telur) dan protein nabati (kacang-kacangan dan olahannya). Selain itu, kelompok usia ini perlu memperbanyak konsumsi sayuran dan cukup buah secara bervariasi atau berganti-ganti. Anjuran porsi sayuran dan buah-buahan sekitar 300-400 gram per orang per hari. Batasi konsumsi makanan cepat saji, jajanan, serta makanan yang manis, asin, dan berlemak.
  • Remaja usia 10-19 tahun (Pra-Pubertas dan Pubertas): Sama seperti anak usia 6-9 tahun, tetapi dengan porsi yang lebih banyak. Anjuran porsi sayuran dan buah-buahan sebesar 400-600 gram per orang per hari dan air putih sebanyak 2 liter atau 8 gelas per hari. Selain itu, terdapat catatan khusus bagi remaja perempuan untuk mengonsumsi makanan yang kaya akan zat besi dan asam folat. Asam folat dapat ditemukan dalam sayuran hijau (bayam, kangkung, brokoli, serta sayur kacang seperti buncis, kacang panjang, dan lain-lain), buah-buahan berwarna (pepaya, jeruk, manga, dan lain-lain), kacang-kacangan, dan biji-bijian. Tujuannya untuk mempersiapkan fisik agar siap mengalami menstruasi dan kehamilan.
  • Dewasa: Banyak mengonsumsi sayuran dan cukup buah-buahan atau sesuai anjuran sebesar 400-600 gram per orang per hari. Membiasakan diri untuk mengonsumsi makanan dengan protein tinggi. Kebutuhan protein hewani usia dewasa sekitar 2-4 porsi per hari. Porsi ini setara dengan 70-140 gram daging sapi ukuran sedang, 80-160 gram daging ayam ukuran sedang, atau 80-160 gram ikan ukuran sedang. Kebutuhan tersebut sama halnya dengan kebutuhan protein nabati sebesar 2-4 porsi sehari, yang setara dengan 100-200 gram tempe ukuran sedang atau 200-400 gram tahu ukuran sedang. Selain itu, tetap batasi konsumsi makanan cepat saji, jajanan, serta makanan yang manis, asin, dan berlemak. Minum air putih sekitar 2 liter atau 8 gelas per hari.
  • Usia Lanjut: Membiasakan diri untuk mengonsumsi makanan yang kaya akan kalsium (ikan, susu, dan lainnya). Selain itu, perbanyak konsumsi makanan berserat, minum air putih sesuai anjuran (500-1.600ml/hari atau setara dengan 6 gelas), serta membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak.

Gizi Seimbang pada Masa Pandemi

Pandemi Covid-19 menuntut setiap individu untuk menjaga dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan usaha ekstra. Sebab, sistem imun yang baik merupakan tameng dalam menghadapi virus. Salah satu upaya menjaga dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh adalah mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang secara teratur.

Kementerian Kesehatan kemudian menerbitkan Panduan Gizi Seimbang pada Masa Pandemi Covid-19. Dalam panduan disebutkan setidaknya empat poin imbauan konsumsi selama masa pandemi, yaitu:

  • mengonsumsi makanan bergizi seimbang terutama sayuran dan buah-buahan
  • membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak
  • mengonsumsi vitamin dan/atau suplemen (jika diperlukan)
  • menghindari rokok dan minuman beralkohol

Imbauan meningkatkan konsumsi sayuran dan buah-buahan disebabkan kandungan gizi dalam jenis makanan tersebut berguna selama pandemi. Sayuran dan buah-buahan kaya akan antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas, mengandung vitamin yang menjaga fungsi tubuh, serta kaya akan mineral yang menjaga kinerja tubuh dan organ. Ketiga kandungan tersebut berperan penting dalam menjaga dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber terbaik antioksidan, vitamin, dan mineral.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)

Anggota Ikatan Istri Dokter Indonesia memperagakan cara memasak dengan bahan baku telur di posyandu Kampung Cinderejo Lor, Kelurahan Gilingan, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (5/8/2020). Kegiatan pembagian telur untuk ibu rumah tangga itu digelar oleh Ikatan Istri Dokter Indonesia cabang Solo untuk mengurangi risiko pertumbuhan anak stunting dan mengalami gizi buruk akibat perekonomian keluarga mereka terdampak pandemi. Para ibu rumah tangga juga mendapat penyuluhan tentang pengurangan risiko penularan virus korona jenis baru.

Sayuran dan buah-buahan memiliki warna yang bermacam-macam dan kandungan yang berbeda-beda. Meski demikian, secara umum sayuran dan buah-buahan mengandung antioksidan dan vitamin yang dapat meningkatkan sistem imun. Kandungan gizi berdasarkan warna sayuran dijelaskan sebagai berikut.

  • Sayuran berwarna hijau (bayam, kangkung, daun singkong, dan lain-lain) kaya akan karoten (antioksidan) dan vitamin C yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
  • Sayuran berwarna ungu (terong ungu, kol ungu, dan lain-lain) merupakan sumber antioksidan dan vitamin, juga untuk meningkatkan imunitas tubuh.
  • Sayuran berwarna kuning dan oranye (wortel, jagung, labu, dan lain-lain) kaya akan vitamin dan antioksidan, baik untuk memelihara kesehatan dan mata.
  • Sayuran berwarna merah (bayam merah, lobak merah, dan lain-lain) mengandung antioksidan, vitamin A, dan vitamin E. Antioksidan sayuran berwarna merah melindungi pembuluh darah, memelihara kesehatan jantung, serta dapat mencegah kanker.
  • Sayuran berwarna putih (tauge, bunga kol, dan lain-lain) merupakan sumber vitamin E, kalsium, dan zat alisin (allicin) yang berfungsi untuk mengontrol kolesterol dan tekanan darah.

Sedangkan, kandungan gizi buah-buahan berdasarkan warnanya adalah sebagai berikut.

  • Buah berwarna merah (stroberi, apel, semangka, dan lain-lain) mengandung vitamin C dan zat flavonoid. Keduanya dapat menurunkan kadar kolesterol dan menjaga kesehatan hati.
  • Buah berwarna kuning dan oranye (mangga, pisang, jeruk, dan lain-lain) kaya akan vitamin A dan karoten yang berfungsi meningkatan sistem imun tubuh.
  • Buah berwarna hijau (apel malang, dan lain-lain) merupakan sumber berbagai vitamin, berfungsi untuk meningkatkan imunitas tubuh.
  • Buah berwarna ungu (delima, bluberi, dan lain-lain) mengandung berbagai macam vitamin, salah satunya untuk memelihara kesehatan jantung.

KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA

Bidan Puskesmas Warsawe, Filnitris Arwiwin Ule (berdiri, kiri), mengajak ibu dengan anak berusia dua tahun ke bawah bermain kuis untuk mengampanyekan pencegahan tengkes, Selasa (24/11/2020), di Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

Pada masa pandemi, proses produksi makanan pun menjadi sorotan. WHO mengimbau implementasi langkah keamanan pangan, yaitu:

  • mencuci tangan dan bahan makanan yang akan diolah
  • memisahkan penyimpanan bahan makanan/kategorisasi serta memisahkan perangkat memasak untuk bahan mentah dan makanan matang
  • memasak bahan makanan sampai matang, terutama sumber protein hewani
  • menyimpan makanan matang pada tempat yang aman dan suhu yang sesuai
  • menggunakan air dan bahan baku yang aman

Upaya pemenuhan gizi seimbang harus disertai dengan rutin berolahraga serta istirahat yang cukup. Dengan gizi seimbang, olah raga, dan istirahat yang cukup akan meningkatkan imunitas yakni suatu kondisi tubuh yang memiliki daya tahan untuk melawan penyakit. Seperti pepatah populer ‘mens sana in corpore sano’ yang berarti ‘di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat’ masih relevan dalam kondisi saat ini. (LITBANG KOMPAS)