KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pengurus kampung menyiapkan bubur kacang hijau yang dibagikan kepada anak balita warga Kampung As dan Atat, Distrik Pulau Tiga, Asmat, Papua, Jumat (15/10/2021). Pemberian asupan berupa bubur kacang hijau dan telur ini merupakan program perbaikan gizi.
Artikel Terkait
Masalah gizi buruk di Indonesia masih menjadi perhatian pemerintah yang membutuhkan penanganan serius. Gizi buruk pada anak balita menyebabkan terhambatnya tumbuh kembang anak secara optimal. Salah satu kasus terhambatnya tumbuh kembang anak tersebut adalah stunting atau tengkes, yaitu kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis dalam waktu yang cukup lama sehingga mengganggu pertumbuhan fisik dan perkembangan otak. Pertumbuhan tubuh anak tidak dapat mencapai ketinggian yang layak seperti anak-anak seusianya.
Pada 2021 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI melakukan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI). Dalam survei tersebut diperoleh data bahwa prevalensi stunting anak balita di Indonesia masih berada pada angka 24,4 persen. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar suatu wilayah dikatakan memiliki status gizi baik apabila prevalensi anak balita stunting kurang dari 20 persen. Data Bank Dunia pada 2020 menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia berada pada urutan ke-115 dari 151 negara di dunia. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat untuk dapat menurunkan angka prevalensi tersebut dari tahun ke tahun. Pemerintah menetapkan target angka stunting di Indonesia 14 persen pada 2024. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Dalam Perpres tersebut dijelaskan perlunya menyusun kebijakan Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting. Strategi ini bertujuan untuk menurunkan prevalensi stunting, meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, serta meningkatkan akses air minum dan sanitasi. Pelaksanaan dari strategi nasional tersebut menyasar pada kelompok remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita. Pendampingan dan penyuluhan dilakukan terhadap kelompok remaja dan pasangan yang akan berkeluarga, sedangkan pada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita salah satunya diadakan program Pemberian Makanan Tambahan. Dengan program ini diharapkan pada masa kehamilannya, asupan gizi ibu hamil dan anak balita tercukupi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang bayi dalam kandungan hingga 1.000 hari pertama kehidupan anak balita.
Selain stunting, kasus gizi buruk pada anak balita adalah kondisi wasting (anak kurus), yaitu berat badan anak tidak sesuai dengan tinggi badan, serta underweight (berat badan anak tidak sesuai dengan umur). Anak-anak yang mengalami wasting berisiko terkena penyakit parah dan kronis. Apabila keadaan kurang gizi ini berlanjut, dapat memengaruhi kondisi kesehatannya, bahkan berdampak pada kematian (“Riset: “Pekerjaan Rumah” di Balik Penurunan Angka Stunting”, Kompas, 29 Januari 2022).
Artikel Terkait
Berikut beberapa kasus gizi buruk yang dirangkum dari Arsip Kompas dan upaya pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut.
- 9 Maret 2008
Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, mengalami kejadian luar biasa gizi buruk. Sebanyak 157 anak balita ditangani di Rumah Sakit Umum Daerah Rote Ndao dan sejumlah puskesmas karena gizi buruk dan sebanyak 56 di antaranya mengalami maramus atau busung lapar karena kekurangan kalori.
“Gizi Buruk: KLB di Rote Ndao” (Kompas, 10 Maret 2008 halaman 22)
- 5 Juli 2008
Sepanjang Januari 2008, hingga 13 Juni 2008, terangkum ada 3.116 kasus gizi buruk dan 14.039 kasus gizi kurang, sedangkan korban meninggal 3 orang di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.
“Gizi Buruk: Ketika Air Bersih Jauh dari Jangkauan” (Kompas, 5 Juli 2008 halaman 35)
- 2010
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, prevalensi kekurangan gizi pada anak balita komposisinya sekitar 13 persen anak mengalami gizi kurang dan 4,9 persen gizi buruk. Jumlah anak balita 12 persen (sekitar 28,5 juta jiwa) dari total penduduk, yang berdasarkan Sensus Penduduk 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa.
“5 Juta Anak Balita Rawan Gizi * Separuh Wanita Menikah di Usia Dini” (Kompas, 12 Januari 2011 halaman 15)
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Presiden Joko Widodo dan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim saat meninjau Posyandu Kenanga 2 di Halaman SDN Tangkil 1, Desa Tangkil, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/7/2018). Dalam kesempatan itu, Presiden Joko Widodo memperlihatkan berbagai cara yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi stunting.
Artikel Terkait
- 4 Januari 2011
Tercatat 103 anak balita yang mengalami gizi buruk masuk karantina dan menjalani rawat inap di Wisma Haji, Jalan Prof M Yamin, Selong, ibu kota Lotim, sekitar 55 kilometer timur Mataram, ibu kota NTB.
“Gizi Buruk: Secercah Harapan dari Lombok Timur” (Kompas, 17 Januari 2011 halaman 24)
- 2013
Pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Gerakan ini merupakan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat melalui penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi untuk percepatan perbaikan gizi masyarakat prioritas pada seribu hari pertama kehidupan.
- 17 April 2013
Untuk menekan jumlah anak yang mengalami stunting, maka diluncurkan program Gerakan Peningkatan Nutrisi (SUN Movement) di Jakarta. Dengan program ini diharapkan kebutuhan gizi anak, terutama anak balita, untuk tumbuh kembang sepenuhnya dapat tercukupi.
“Kecukupan Gizi: Anak Pendek Terancam Bodoh dan Penyakitan” (Kompas, 18 April 2013 halaman 13)
- 7 Oktober 2014
Catatan Rumah Sakit Umum Daerah Cendrawasih, Dobo, sejak Juli 2013, sebanyak 53 anak balita yang dirawat karena terkena campak, 30 di antaranya anak balita dari Tunguwatu. Hasil diagnosis menunjukkan, selain campak, kondisi anak balita dari Tunguwatu pada umumnya sudah pada level gizi buruk atau dalam sebutan masyarakat biasa adalah busung lapar.
“Busung Lapar di Aru * Persediaan Makanan Minim, Anak-anak Kekurangan Makan” (Kompas, 8 Oktober 2014 halaman 22)
Artikel Terkait
- 22 Juni 2015
Sebanyak 1.918 anak di Nusa Tenggara Timur menderita gizi buruk selama Januari–Mei 2015. Tercatat 11 anak berusia di bawah lima tahun meninggal akibat gizi buruk. Selain itu, masih ada 21.134 anak balita yang mengalami kekurangan gizi. Penderita gizi buruk dialami keluarga miskin yang tinggal di wilayah terpencil dan pedalaman. Mereka sulit dijangkau kendaraan bermotor karena ketiadaan jalan.
“1.918 Anak Menderita Gizi Buruk di NTT * 11 Anak Balita Meninggal” (Kompas, 23 Juni 2015 halaman 1)
- 9 Agustus 2017
Dalam Rapat pleno Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan untuk membahas masalah gizi buruk kronis, Pemerintah berkomitmen untuk mengatasi gizi buruk kronis yang mengakibatkan anak kerdil. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengoordinasikan program-program kerja yang ada di beberapa kementerian. Upaya menghilangkan gizi buruk kronis ini dikonsentrasikan di 100 kabupaten/kota dengan anggaran Rp60 triliun pada 2017–2019.
“Gizi Buruk Kronis: Pemerintah Alokasikan Anggaran Rp60 Triliun” (Kompas, 10 Agustus 2017 halaman 16)
- September 2017 — 1 Februari 2018
Kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk melanda Asmat. Sebanyak 72 anak balita meninggal akibat komplikasi campak disertai gizi buruk dan sejumlah penyakit penyerta seperti tuberkulosis. Total terdapat 646 anak terkena campak dan 144 anak menderita gizi buruk di 19 distrik.
“Gizi Buruk Masih Terjadi di Asmat” (Kompas, 31 Oktober 2018 halaman 18)
- 30 Oktober 2018
Data dari Dokter Spesialis Anak RSUD Agats, sepanjang Juli hingga Oktober, empat anak balita di Asmat meninggal akibat gizi buruk yang disertai penyakit seperti diare, radang paru, dan malaria. Keempat anak balita itu dibawa orangtuanya dalam kondisi sudah parah. Rata-rata mereka meninggal tak sampai sehari menjalani perawatan di instalasi gawat darurat RSUD Agats.
“Gizi Buruk Masih Terjadi di Asmat” (Kompas, 31 Oktober 2018 halaman 18)
Artikel Terkait
- Januari 2019
Kasus gizi buruk terjadi di Asmat, Papua. Sebanyak 17 kasus gizi buruk ditangani di RSUD Agats. Penderita gizi buruk tersebut berusia 1–3 tahun, disertai adanya penyakit penyerta seperti tuberkulosis, pneumonia, dan diare.
“Asmat: Kasus Gizi Buruk Muncul Lagi” (Kompas, 26 Januari 2019 halaman 15)
- 2020
Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan menyusun Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020 – 2025. Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Gizi Masyarakat memuat kebijakan, peta strategis, sasaran startegis, indikator dan target yang akan dicapai.
- 21 Oktober 2020
Dalam Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah menyiapkan anggaran Rp27,5 triliun untuk menurunkan angka prevalensi stunting. Dana Rp27,5 triliun tersebut terdiri dari Rp1,8 triliun untuk intervensi gizi spesifik, Rp24,9 triliun intervensi gizi sensitif, dan Rp800 miliar untuk dukungan koordinasi. Dana-dana ini digunakan untuk penanganan tengkes di 260 kabupaten/kota melalui 20 kementerian/lembaga.
“Penanganan Tengkes: Penambahan Anggaran agar Diiringi Komitmen” (Kompas, 22 Oktober 2020 halaman 5)
- 2021
Pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Upaya ini mencakup intervensi spesifik, yaitu kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab langsung terjadinya stunting dan intervensi sensitif, yaitu kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab tidak langsung terjadinya stunting, yang dilaksanakan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas melalui kerja sama multisektor di pusat, daerah, dan desa.
- Januari–Agustus 2021
Sebanyak 15 anak meninggal dalam keadaan gizi buruk di Asmat, Papua.
“Gizi Buruk Di Asmat: Bom Waktu di Lumbung Sagu…” (Kompas, 29 Januari 2022 halaman 1)
- 28 Oktober 2021
Dari 84.729 anak usia balita di Kota Bogor, Jawa Barat, 5.392 anak mengalami tengkes atau gagal tumbuh kembang akibat kurang gizi.
“Ada 5.392 Balita Tengkes di Bogor” (Kompas, 29 Oktober 2021 halaman 12)
Sumber: Arsip Kompas dan berbagai sumber