Paparan Topik | PPDB

Kebijakan PPDB pada Era Presiden Joko Widodo

Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, telah terbit tujuh aturan terkait penerimaan peserta didik baru (PPDB). Upaya perbaikan pelaksanaan PPDB terus dilakukan demi mewujudkan layanan akses pendidikan yang lebih merata.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Dengan protokol kesehatan Covid-19 petugas tetap melayani calon siswa yang menghadapi kesulitan mendaftar secara daring di posko Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2020 di SMK Negeri 25, Jakarta Selatan, Rabu (1/7/2020). Posko PPDB membantu calon siswa dan orang tua yang mengalami kesulitan saat mendaftar daring. PPDB berlangsung hingga 9 juli 2020. SMK Negeri 25 menerima calon siswa baru sebanyak 180 siswa pada tahun ajaran baru ini.

Fakta Singkat
PPDB pada Era Jokowi

Dasar pelaksanaan

  • Permendikbud 17/2017
  • Permendikbud 14/2018
  • Permendikbud 51/2018
  • Permendikbud 20/2019
  • Permendikbud 44/2019
  • Surat Edaran Mendikbud 1/2020
  • Surat Edaran Mendikbud 4/2020

Jalur PPDB 2020
Zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua, prestasi

Sekolah yang tidak perlu menerapkan zonasi PPDB 2020

  • SMK Negeri
  • Sekolah Swasta
  • Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN)
  • Sekolah di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal
  • Sekolah Pendidikan Layanan Khusus
  • Sekolah Berasrama
  • Sekolah Pendidikan Khusus
  • Sekolah di daerah yang kekurangan peserta didik
  • Sekolah Kerja Sama

 

Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (2014 hingga sekarang), setidaknya terdapat tujuh peraturan tingkat kementerian/ lembaga terkait penerimaan peserta didik baru (PPDB). Empat peraturan dikeluarkan pada era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy (2016–2019), sementara tiga lainnya dikeluarkan pada era Mendikbud Nadiem Anwar Makarim (2019–2020).

Peraturan PPDB pertama pada era Jokowi dikeluarkan pada tahun 2017 melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru tahun ajaran 2017–2018 (Permendikbud 17/2017). Sistem baru yang dibawa oleh aturan tersebut sempat membuat resah orang tua siswa karena membatasi penerimaan berdasarkan radius jarak sekolah ke rumah siswa melalui sistem zonasi.

Berbeda dengan sistem rayonisasi yang digunakan pada tahun 2016, sistem zonasi pada tahun 2017 mempertimbangkan jarak tempat tinggal peserta didik dengan sekolah sebagai kriteria pertama yang menentukan. Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili di radius zona terdekat dari sekolah.

Radius zona terdekat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kondisi berdasarkan daya tampung dan ketersediaan anak usia sekolah. Domisili calon peserta didik ini dibuktikan dengan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat enam bulan sebelum PPDB.

Sistem zonasi periode pertama ini memberikan kuota sebesar 90 persen dari total keseluruhan jumlah peserta didik yang diterima. Sepuluh persen sisanya diisi dari jalur prestasi dan jalur perpindahan domisili dengan proporsi masing-masing lima persen.

Penerapan PPDB sistem zonasi merupakan langkah awal untuk memberikan kesempatan yang sama bagi setiap calon peserta didik dalam mengakses sekolah di sekitar tempat tinggalnya. Dalam jangka panjang, penerapan sistem zonasi ini diharapkan dapat memeratakan kualitas pendidikan di Tanah Air. Mendikbud saat itu, Muhadjir Effendy, menyatakan, tidak boleh lagi ada pengastaan sekolah. Selama ini, masyarakat terlena dengan istilah ”sekolah unggulan” dan ”sekolah favorit”.

Menurut Muhadjir, sekolah-sekolah dengan istilah tersebut selama ini hanya menerima anak-anak dengan kemampuan akademis tinggi yang mayoritas berasal dari kalangan sosial-ekonomi mapan. Sebaliknya, terdapat sekolah-sekolah pinggiran yang diisi mereka dengan prestasi akademik yang beragam, bahkan tak jarang berisi siswa dengan prestasi akademik rendah dan berasal dari keluarga kurang mampu (Kompas, 13/11/2017).

Selain sistem zonasi, Permendikbud 17/2017 juga berisi tentang mekanisme PPDB dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring). Dijelaskan bahwa PPDB daring dan luring harus tetap memperhatikan kalender pendidikan (pasal 3), dan penerapannya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan masing-masing daerah (pasal 36).

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Para calon siswa mengikuti tes khusus sebagai salah satu syarat dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2017/2018 di SMK Negeri 6 Yogyakarta, Selasa (4/7/2017).

Penerapan

Pelaksanaan Permendikbud 17/2017 ini menemui berbagai kendala di lapangan. Di Tangerang Selatan misalnya, Permen itu diturunkan menjadi Peraturan Wali Kota Tangsel Nomor 15 Tahun 2017 tentang PPDB yang mengatur lebih detail pelaksanaan PPDB (Kompas, 12/7/2017).

Pemerintah Tangsel mengatur, berapa pun nilainya, semua siswa pasti diterima, asal jarak tempat tinggal kurang dari 200 meter dari sekolah. Untuk rentang jarak 200 meter hingga maksimal 10 kilometer, akan diberikan penambahan poin. Dalam pelaksanaannya, masih ditemukan pemberian poin yang tidak sesuai ketentuan. Selain zonasi, banyak orang tua siswa yang terkendala mendaftarkan anaknya karena gangguan sistem daring. Pendaftaran pun akhirnya dilakukan secara manual.

Permasalahan juga muncul di Kabupaten Tangerang. Di jenjang SMP negeri, terdapat ketidaksesuaian antara kapasitas sekolah dan jumlah calon siswa. Lulusan SD tercatat sebanyak 50.000 siswa, sementara daya tampung hanya 30.000 siswa (Kompas, 12/7/2017).

Di Jawa Tengah, penggunaan surat keterangan tidak mampu (SKTM) pada penerimaan siswa baru SMA/SMK negeri disalahgunakan. Meski masuk kategori miskin, sejumlah orang tua siswa menggunakan SKTM demi memuluskan anaknya masuk sekolah-sekolah favorit (Kompas, 20/6/2017).

Sementara itu, kasus PPDB melalui jalur ilegal muncul di Medan. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sumatera Utara menemukan bukti bahwa 252 siswa baru masuk secara ilegal ke SMA Negeri 2 Medan dan SMA Negeri 13 Medan pada tahun ajaran 2017/2018. Para siswa diduga membayar uang sejumlah 10 juta rupiah per orang (Kompas, 31/8/2017).

Permasalahan data yang tidak sesuai juga banyak ditemui, mulai dari jenis kelamin calon siswa, alamat yang berpengaruh pada poin zona, hingga pilihan sekolah kedua dan ketiga yang menghilang. Kesalahan-kesalahan ini membuat cemas para orang tua siswa. Mereka khawatir, anaknya tidak diterima karena faktor teknis.

Dari pengaduan yang diterima di laman laporpendidikan, Koordinator Advokasi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Nailul Faruq menyebut, masalah zonasi paling banyak disebut (41 persen), penolakan siswa miskin (19 persen), dan pungutan liar (pungli) saat pendaftaran (13 persen). Persoalan lainnya terkait surat keterangan tidak mampu palsu, transparansi kelulusan, dan siswa titipan pejabat (Kompas, 12/7/2017).

Walau menemui banyak kendala, sistem zonasi yang diterapkan melalui Permendikbud 17/2017 mendapatkan apresiasi dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Kebijakan zonasi Kemdikbud sendiri tak lepas dari rekomendasi ORI terkait pemerataan pendidikan.

Berdasarkan hasil pemantauan ORI, aturan PPDB di tingkat pusat-daerah belum sinkron. Kendala lain yang dihadapi, antara lain sistem daring yang bermasalah, jual beli kursi, pungutan liar, dan penerimaan siswa baru lewat jalur istimewa.

Menanggapi pelaksanaan PPDB 2017, ORI mengusulkan agar Kemdikbud perlu menjalankan sejumlah langkah penting, antara lain aturan PPDB dibuat terpusat oleh Kemdikbud dan tidak ada aturan daerah/turunan. Terkait zonasi, pemerataan fasilitas sekolah di seluruh wilayah dengan kualitas sepadan perlu dibenahi. Usulan ORI ini disambut baik oleh Muhadjir Effendy (Kompas, 1/8/2017).

KOMPAS/DEONISIA ARLINTA

Suasana di posko pengaduan dan pelayanan Penerimaan Peserta Didik Baru DKI Jakarta 2018 di SMKN 1 Jakarta Pusat, Senin (25/6/2018).

Penyempurnaan

Sebagai tindak lanjut evaluasi Permendikbud 17/2017, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru tahun ajaran 2018-2019 (Permendikbud 14/2018).

Menyempurnakan sistem zonasi dengan kuota yang sama (90 persen berdasarkan jarak), Permen ini mendetailkan peraturan yang menjadi masalah pada tahun 2017. Dalam Permendikbud 14/2018, sistem zonasi juga akan digunakan untuk memetakan jumlah guru, penyebaran guru, pembinaan, dan strategi pengelolaan pendidikan di daerah.

Peraturan baru ini ternyata belum menyelesaikan persoalan di lapangan. Penerimaan siswa baru secara daring masih menjadi kendala bagi orang tua siswa. Padahal, mekanisme PPDB secara daring sudah terselenggara sejak tahun 2003 (Kompas, 14/5/2004).

Kendala lainnya terkait kurangnya daya tampung sekolah lanjutan. Salah satu contoh terjadi di Kota Bekasi. Total jumlah lulusan SD dan madrasah ibtidaiyah (MI) di Kota Bekasi adalah 44.618 orang. Adapun total daya tampung SMP negeri berjumlah 14.934 siswa (Kompas, 22 Juli 2018).

Setelah PPDB 2018 berjalan, masih muncul pula beberapa persoalan di berbagai daerah. Seperti di Yogyakarta misalnya, sistem zonasi memunculkan kasus blank spot (titik kosong). Meski memiliki nilai tinggi, terdapat sejumlah calon peserta didik yang tidak diterima di semua SMP negeri karena tinggal di wilayah blank spot.

Oleh karena itu, muncul aturan baru yang mencoba mengakomodasi persoalan di atas, yakni Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (Permendikbud 51/2018). Peraturan ini juga dibuat untuk mengantisipasi potensi kecurangan jual beli kursi sekolah dan penerimaan siswa yang tidak menggunakan dasar jarak rumah ke sekolah.

Muhadjir Effendy mengatakan, dengan aturan baru ini, sekolah harus proaktif mendata calon siswa berdasarkan data sebaran anak usia sekolah milik dinas pendidikan. Syarat PPDB adalah jarak dari rumah ke sekolah, bukan nilai rapor dan ujian nasional (Kompas, 16/1/2019).

Khusus DKI Jakarta, penetapan kuota PPDB tidak menggunakan pedoman dari Permendikbud 51/2018. Kuota disesuaikan dengan kondisi geografis Ibu Kota dan akses transportasi antarwilayah yang semakin maju.

Untuk tingkat SD, kuota jalur zonasi berbasis kelurahan ditetapkan sebesar 70 persen, basis provinsi 25 persen, dan luar DKI 5 persen. Di tingkat SMP dan SMA, kuota jalur zonasi berbasis kelurahan ditetapkan sebesar 60 persen, provinsi 30 persen, luar DKI 5 persen, dan jalur prestasi 5 persen. Di tingkat SMK, tak ada jalur zonasi. Sebesar 90 persen kuota pendaftaran dialokasikan untuk umum, 5 persen jalur prestasi, dan 5 persen bagi warga DKI

Permendikbud 51/2018 ini dinilai belum mampu menampung perkembangan kebutuhan layanan pendidikan di masyarakat sehingga perlu diubah. Perubahan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Peraturan Perubahan atas Penerimaan Peserta Didik Baru (Permendikbud 20/2019).

Dalam aturan revisi ini, jumlah kuota jalur zonasi dikurangi dari paling sedikit 90 persen menjadi paling sedikit 80 persen. Untuk jalur prestasi kuota ditambah dari paling banyak 5 persen menjadi paling banyak 15 persen.

KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA

Petugas membantu orang tua calon siswa untuk mengetahui informasi jarak antara sekolah dengan rumah dalam uji coba sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMA N 2 Bandung, Kamis (13/6/2019)

PPDB 2020

Seiring pergantian Mendikbud dari Muhadjir Effendy ke Nadiem Makarim, aturan PPDB kembali dievaluasi dan direvisi melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (Permendikbud 44/2019).

Aturan baru ini dibuat berdasarkan evaluasi pelaksanaan yang belum dapat dilaksanakan secara optimal di semua daerah. Dalam Permendikbud 44/2019, jumlah kuota tiap jalur pendaftaran kembali direvisi. Kuota jalur zonasi berubah menjadi paling sedikit 50 persen, jalur perpindahan domisili maksimal sebesar 5 persen, dan jalur prestasi dibuka apabila masih terdapat sisa kuota dari pelaksanaan tiga jalur lainnya, dengan kuota maksimal 30 persen.

Pada Permendikbud 44/2019, ditambahkan satu jalur masuk melalui jalur afirmasi, yakni jalur bagi peserta didik yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu. Kuota PPDB melalui jalur afirmasi minimal sebesar 15 persen. Sebagai pedoman umum, Permendikbud 44/2019 memberikan keleluasaan kepada setiap pemda untuk menerapkan PPDB sesuai dengan kondisi khas masing-masing daerah. Hal tersebut juga memunculkan persoalan baru.

Di DKI Jakarta misalnya, PPDB dilaksanakan dengan mengacu pada petunjuk teknis pelaksanaan PPDB 2020 yang terdapat dalam SK Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020. Aturan tersebut menetapkan pelaksanaan PPDB jalur zonasi dengan basis kelurahan sebesar minimal 40 persen. Selain itu, apabila jumlah calon siswa baru yang mendaftar jalur zonasi melebihi daya tampung zonasi, seleksi dilakukan berdasarkan usia tertua ke termuda, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.

Karena dianggap tidak sesuai dengan pedoman Kemendikbud, Dinas Pendidikan DKI Jakarta merevisi petunjuk teknis dengan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 670 Tahun 2020. Dalam petunjuk teknis yang baru, ditambah jalur zonasi berbasis rukun warga (RW) yang disebut Jalur Zonasi untuk Bina RW Sekolah. Selain itu, kuota rombongan belajar tingkat SMP dan SMA ditambah dari 36 orang menjadi 40 orang dalam tiap rombongan belajar.

Perubahan aturan tersebut masih menyisakan persoalan terkait penggunaan kriteria umur dalam seleksi yang dianggap tidak adil. Siswa berprestasi yang berusia lebih muda dari syarat yang digunakan terancam tidak mendapatkan sekolah. Walaupun dapat mendaftar melalui jalur prestasi, jalur ini hanya mendapatkan kuota sebesar 20 persen untuk calon dari DKI Jakarta, dan 5 persen untuk calon dari luar DKI Jakarta.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Orang tua calon siswa mencari informasi ketersediaan bangku di pengujung masa pendaftaran penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMP Negeri 153 Jakarta Selatan, Selasa (7/7/2020). Walaupun PPDB dilakukan secara daring, tetapi banyak orang tua calon siswa yang mendatangi sekolah untuk mencari kepastian informasi terkait ketersediaan bangku.

Antisipasi Covid-19

Pelaksanaan PPDB 2020 juga mendapat tantangan karena dilaksanakan pada masa pandemi. Sejumlah peraturan baru dibuat sebagai respons terhadap situasi serba terbatas.

Sebelum Covid-19 menjalar, Kemendikbud sempat mengeluarkan aturan terkait PPDB yang tercantum dalam Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Merdeka Belajar dalam Penentuan Kelulusan Peserta Didik dan Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (Surat Edaran Mendikbud 1/2020). Surat ini berisi penentuan kelulusan peserta didik dan persiapan pelaksanaan PPDB bagi tiap pemerintah daerah.

Saat pandemi Covid-19 semakin meluas, muncul Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease/Covid- 19 (Surat Edaran Mendikbud 4/2020). Melalui surat edaran ini Mendikbud meminta agar Dinas Pendidikan dan sekolah dapat menyiapkan mekanisme PPDB mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19, termasuk mencegah berkumpulnya siswa dan orang tua secara fisik di sekolah.

Imbauan pelaksanaan PPDB 2020 secara daring sebetulnya juga sudah tercantum dalam Permendikbud 44/2019 yang dikeluarkan sebelum pandemi. Pasal 23 aturan tersebut menyebutkan bahwa pendaftaran PPDB dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme daring dengan cara mengunggah dokumen yang dibutuhkan sesuai dengan persyaratan. Aturan ini sejalan dengan anjuran pelaksanaan PPDB pada masa pandemi.

Berbagai evaluasi dan revisi aturan PPDB pada era Presiden Jokowi, termasuk adaptasinya pada masa pandemi, menunjukkan upaya pemerintah untuk terus-menerus meningkatkan layanan akses pendidikan. Strategi tersebut merupakan langkah awal dalam usaha memeratakan mutu pendidikan di Indonesia. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • “Penerimaan Siswa Baru Sistem “Online”, 14 Mei 2004, hal. 10.
  • “Lain Daerah, Sama-sama Bermasalah karena Zonasi “, 12 Juli 2017, hal. 26.
  •  “Kasta dalam Pendidikan Saatnya Dihapus”, 15 November 2017, hal. 12.
  •  “Tertibkan Kuota Siswa Miskin”, 20 Juni 2017, hal. 12.
  • “SMA Negeri di Medan Buka Jalur Ilegal”, 31 Agustus 2017, hal. 22.
  • “PPDB agar Dievaluasi”, 1 Agustus 2017, hal. 11.
  • “Plus Minus Penerimaan Siswa”, 22 Juli 2018, hal 12.
  • “Aturan Zonasi Diperketat”, 16 Januari 2019, hal. 9.