KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Jasa perahu wisata menunggu penumpang di Teluk Marina, Singapura, dengan latar belakang gedung-gedung bertingkat, Kamis (21/11/2019). Wisata menjadi salah satu andalan penopang ekonomi Singapura. Pertumbuhan ekonomi Singapura tumbuh 2,1 persen pada kuartal III 2019. Pertumbuhan tesebut diharap mendorong stabilisasi ekonomi di Asia. Seperti halnya negara Asia lainnya, ekonomi Singapura yang bergantung pada perdagangan, terpukul akibat perang dagang Amerika Serikat-China yang meningkat dan pelambatan ekonomi secara global.
Fakta Singkat
Kondisi Perekonomian Indonesia:
- Pertumbuhan ekonomi kuartal III/2022 sebesar 5,72 persen
- Angka rasio utang Indonesia terhadap PDB per September sebesar 39,30 persen
- Pada triwulan III, manufaktur tumbuh 4,8 persen
- Ekspor tumbuh 21,6 persen
- Impor tumbuh 23,0 persen
- Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Oktober 2022 tercatat 5,71 persen
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023:
- Bank Dunia: 5,1 persen
- IMF: 5 persen
- ADP: 5 persen
Kebijakan fiskal, antara lain:
- Ekstensifikasi dan intensifikasi untuk penguatan basis pemajakan
- Insentif fiskal
- Penguatan pengawasan dan penegakan hukum
- Memerhatikan daya beli masyarakat
Kebijakan moneter, antara lain:
- Operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang
- Stabilisasi nilai tukar rupiah
- Menerbitkan instrumen sukuk BI
- Penggunaan QRIS
Pengaturan jasa keuangan
- Mitigasi kondisi pasar keuangan
- Menjaga volatilitas pasar di pasar saham
- Memantau kinerja industri reksa dana
- Mengevaluasi penyebaran valuta asing
- Lembaga jasa keuangan
- Memperkuat permodalan dan meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai
- Perusahaan pembiayaan mendiversifikasi sumber pendanaan
- Bank umum melakukan pemenuhan modal inti sesuai aturan
- Memperkuat kerangka pengaturan mekanisme kepailitan dan PKPU
Peringatan terhadap potensi resesi ekonomi global tahun 2023 digaungkan oleh berbagai institusi finansial global seperti Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter International (IMF). Krisis ekonomi yang sudah terjadi di beberapa negara saat ini menjadi indikasi nyata terhadap kemunculan resesi tersebut.
Studi Bank Dunia menemukan, kecuali disrupsi rantai pasok dan tekanan pasar tenaga kerja mereda, kenaikan suku bunga oleh bank-bank sentral dapat membawa inflasi inti global (tidak termasuk energi) mencapai level 5 persen pada 2023.
Untuk memangkas inflasi global ke tingkat sesuai target mereka, bank-bank sentral menaikkan suku bunga dengan tambahan 2 poin persentase. Apabila kondisi ini disertai tekanan pasar keuangan, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global akan melambat 0,5 persen pada 2023—kontraksi 0,4 persen per kapita secara teknis masuk dalam kondisi resesi global.
Studi Bank Dunia juga menunjukkan bank-bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunga dengan angka fantastis dalam kurun lima dekade terakhir sebagai imbas dari tingginya inflasi—tren ini disinyalir masih akan terus berlanjut pada tahun depan.
Sementara itu, Dana Moneter International (IMF) dalam laporan World Economic Outlook (WEO) yang dirilis pertengahan Oktober 2022 kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global, khususnya 2023 menjadi 2,7 persen dari sebelumnya 2,9 persen. Jika proyeksi ini terealisasi, maka ini merupakan pertumbuhan ekonomi global terendah sejak 2001.
IMF memprediksi negara-negara penyumbang sepertiga ekonomi dunia akan mengalami kontraksi paling sedikit dua kuartal beruntun tahun ini atau tahun depan. Bahkan, perekonomian dunia diprediksi merugi 4 triliun dollar AS hingga tahun 2026.
Bank Pembangunan Asia (ADB) juga menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi, khususnya di negara berkembang Asia dan Pasifik. Ekonomi kawasan tersebut diperkirakan hanya tumbuh 4,3 persen tahun ini, turun dari proyeksi pada April lalu sebesar 5,2 persen. Perkiraan pertumbuhan untuk tahun depan juga diturunkan menjadi 4,9 persen dari 5,3 persen.
Ancaman resesi tahun depan tersebut dipicu oleh krisis keuangan, pangan, dan energi global dan ditambah dengan tekanan inflasi. Disrupsi rantai pasok akibat pandemi dan perubahan iklim semakin diperparah dengan perang Rusia-Ukraina. Akibatnya, harga komoditas melambung tinggi, inflasi di negara-negara maju pun meroket, yang kemudian mendorong normalisasi kebijakan moneter negara-negara maju.
Mewaspadai hal tersebut, Pemerintah telah mengambil sejumlah langkah penting bagi penguatan perekonomian nasional dan mengantisipasi dampak krisis yang dapat mempengaruhi keberlanjutan pemulihan ekonomi.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Gambar valuta asing menghiasi tempat penukaran valas di pusat perbelanjaan di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Sabtu (28/7/2018). Mata uang sejumlah negara di Asian termasuk Indonesia masih melemah akibat ketidakpastian keuangan global. Nilai tukar rupiah berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) pada Jumat (27/7/2018) sebesar Rp. 14,483 per Dollar AS.
Kondisi Perekonomian Indonesia
Meski resesi global 2023 diperkirakan akan terjadi, memasuki kuartal ketiga, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menunjukkan pertumbuhan positif. Data BPS menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga 2022 mencapai 5,72 persen secara tahunan atau tumbuh 1,8 persen (qoq). Capaian tersebut mencerminkan terus menguatnya pemulihan ekonomi nasional.
Angka rasio utang Indonesia terhadap PDB per September pun masih tergolong aman, yaitu 39,30 persen. Artinya, jika mengacu pada UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang maksimal sebesar 60 persen, Indonesia dapat dikatakan belum punya utang luar negeri yang berlebihan.
Geliat sektor industri juga terus terjaga seperti ditunjukkan oleh indikator PMI manufaktur yang secara konsisten berada di zona ekspansif. Pada triwulan ketiga, sektor manufaktur tumbuh sebesar 4,8 persen (yoy). Kinerja neraca perdagangan Indonesia juga tercatat masih kuat. Ekspor secara riil tumbuh 21,6 persen (yoy), sementara impor tumbuh 23,0 persen (yoy).
Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih relatif tinggi sebesar 5,4 persen (yoy). Hal ini menunjukkan efektifitas berbagai langkah pengendalian inflasi untuk menjaga daya beli masyarakat.
Untuk pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV, diperkirakan akan sedikit termoderasi karena siklus perekonomian yang biasanya melambat pada akhir tahun serta high base-effect pada triwulan IV 2021. Walau begitu, secara keseluruhan tahun 2022, Kementerian Keuangan memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,0–5,3 persen.
Sementara itu, stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga di tengah tren penguatan Dolar AS, dengan hanya terdepresiasi sebesar 8,62 persen (ytd) sejalan dengan persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap positif. Tingkat depresiasi tersebut relatif lebih baik dibandingkan India (10,20 persen), Malaysia (11,86 persen), dan Thailand (12,23 persen).
Tingkat inflasi Indonesia juga tercatat masih relatif rendah. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Oktober 2022 tercatat 5,71 persen secara tahunan dan sejalan dengan dampak penyesuaian harga BBM. Inflasi volatile food turun menjadi 7,19 persen (yoy) sejalan dengan sinergi dan koordinasi langkah-langkah nyata yang ditempuh oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, BI, serta mitra strategis lainnya.
Inflasi administered prices juga tidak setinggi yang diperkirakan, yaitu 13,28 persen (yoy) sebagai dampak penyesuaian harga BBM terhadap tarif angkutan yang lebih rendah. Sementara itu, inflasi inti tetap terjaga rendah, yaitu sebesar 3,31 persen (yoy), sejalan dengan lebih rendahnya dampak rambatan dari penyesuaian harga dan belum kuatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan.
Kemudian bagaimana dengan perekonomian Indonesia pada tahun depan? Ketika sebagian negara diprediksi resesi atau mengalami perlambatan yang signifikan, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan perekonomian Indonesia masih tumbuh di kisaran 5 persen. Namun, pertumbuhan ini lebih lambat ketimbang pertumbuhan pada akhir tahun yang diperkirakan mencapai 5,3 persen.
Prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan itu masih lebih baik dibandingkan sejumlah negara ASEAN lainnya. Ekonomi Malaysia diperkirakan tumbuh 4,4 persen, Thailand 3,7 persen, Singapura 2,3 persen, dan Filipina 5 persen. Hanya Vietnam dan Kamboja yang diperkirakan tumbuh lebih tinggi masing-masing mencapai 6,2 persen.
Lembaga internasional lain, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu mencapai 5,1 persen pada tahun 2022. Kemudian pada tahun 2023, pertumbuhannya diramal masih berada di level sama 5,1 persen. Perkiraan ekonomi di 2023 itu lebih rendah dari laporan sebelumnya yang diproyeksi mampu tumbuh 5,3 persen. Proyeksi ini tertuang dalam laporan East Asia and the Pacific Economic Update edisi Oktober 2022.
Sementara, Bank Pembangunan Asia (ADB) pada bulan September 2022 memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 dari 5,2 persen menjadi 5 persen. Namun demikian, ADB juga memprediksikan Indonesia termasuk ke dalam negara yang akan terhindar dari resesi. Meski kinerja ekspor Indonesia diperkirakan akan terpengaruh, ADB masih optimis dengan kinerja perekonomian Indonesia karena pemulihan ekonomi Indonesia masih berada pada jalurnya.
Kebijakan Fiskal
Kendati perekonomian Indonesia diperkirakan tetap tumbuh pada tahun depan, pemerintah tetap mempersiapkan diri menghadapi badai resesi. Selaras dengan hal tersebut, kebijakan fiskal dapat dijadikan sebagai jalan keluar untuk mengatasi resesi pada tahun 2023 nanti.
Sebagai informasi, target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam APBN 2023 adalah sebesar Rp1.718,03 triliun, naik sebesar 15,69 persen daripada APBN 2022 yang bernilai Rp1.485 triliun. Dari jumlah tersebut, porsi target penerimaan terbesar dipegang oleh PPh Non-Migas serta PPN dan PPnBM, yakni sebesar Rp873,6 triliun dan Rp742,95 triliun secara berurutan.
Dalam Buku Nota Keuangan RAPBN 2023, disebutkan ada enam strategi kebijakan fiskal yang akan diterapkan untuk mencapai target penerimaan pajak. Pertama adalah melakukan tren peningkatan pajak dengan menjaga efektivitas implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Diterbitkannya UU HPP sebagai bagian dari reformasi pajak dan konsolidasi fiskal diharapkan dapat terlaksana dengan efektif dalam membangun fondasi fiskal yang kokoh. Berbagai peraturan baru dalam UU HPP, misalnya kenaikan tarif PPN dan pengurangan negative list, modifikasi klaster dan tarif baru PPh, hingga batasan omzet baru untuk PPh final UMKM, diharapkan dapat berjalan efektif setelah satu tahun nanti.
Kedua adalah penggalian potensi dengan ekstensifikasi dan intensifikasi untuk penguatan basis pemajakan dan peningkatan kepatuhan wajib pajak. Ekstensifikasi dilakukan melalui pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau core tax system serta aplikasi CRM, sedangkan intensifikasi dilakukan dengan penyesuaian klaster tarif progresif PPh serta penyesuaian tarif PPN.
Dengan berjalannya proses pembaruan core tax system, diharapkan nantinya perluasan basis pajak akan lebih mudah dilakukan. Aplikasi CRM yang saat ini telah dijalankan juga diharapkan dapat memberikan pengawasan yang efektif sehingga dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Penyesuaian klaster tarif progresif PPh diharapkan dapat lebih memberikan keadilan pajak, terutama bagi golongan Wajib Pajak kurang mampu untuk dapat memanfaatkan batasan klaster pertama, dan golongan Wajib Pajak kaya supaya dapat dikenai tarif lebih besar.
Ketiga adalah memberikan insentif fiskal pada kegiatan ekonomi strategis yang mempunyai multiplier effect yang kuat bagi perekonomian. Misalnya pada pandemi lalu, pemerintah memberikan insentif fiskal untuk meningkatkan konsumsi masyarakat seperti insentif PPN dan PPnBM ditanggung pemerintah untuk rumah dan kendaraan bermotor.
Peningkatan konsumsi tersebut akan dapat meningkatkan penerimaan pajak yang kemudian dapat membiayai pengeluaran pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sekaligus membuat roda perekonomian berjalan.
Keempat adalah optimalisasi perpajakan melalui penguatan pengawasan dan penegakan hukum. Untuk melaksanakan strategi ini, alat yang digunakan adalah aplikasi CRM serta core tax system. Kelima adalah upaya peningkatan penerimaan perpajakan dengan memerhatikan daya beli masyarakat.
Artinya, kebijakan perpajakan yang dibuat harus sesuai dengan bagaimana konsumsi barang dan jasa di masyarakat. Apabila konsumsi sedang loyo akibat resesi, pemerintah menyediakan insentif yang sesuai supaya konsumsi kembali pulih.
Keenam adalah memastikan pencapaian target penerimaan perpajakan dilakukan secara cermat dan hati-hati supaya konsolidasi fiskal dengan defisit APBN maksimal 3 persen terhadap PDB berjalan dengan baik.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Kendaraan menunggu untuk diangkut menggunakan kapal kontainer di terminal peti kemas Tanjong Pagar, Singapura, Rabu (21/9/2022). Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dan ekspor di kawasan Asia pada 2022 dan 2023 melambat di tengah lonjakan inflasi. ADB merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada 2022 akan tumbuh 4,3 persen atau di bawah perkiraan pertumbuhan yang dirilis ADB pada April 2022 sebesar 5,2 persen. Sejumlah faktor global yang mempengaruhi antara lain masih berlanjutnya perang Rusia-Ukraina, pengetatan moneter bank-bank sentral, serta kenaikan harga pangan dan energi.
Kebijakan Moneter
Bank Indonesia (BI) berupaya mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meredam dampak gejolak ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia. Bauran kebijakan makro ekonomi yang terdiri dari instrumen kebijakan fiskal, moneter, makroprudensial, dan struktural terus dikembangkan untuk mengatasi gejolak global dan mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Rapat Dewan Gubernur (RDG), Bank Indonesia pada 16–17 November 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 5,25 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,50 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 6 persen.
Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi. Selain itu, kenaikan itu untuk memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen lebih awal, yaitu ke paruh pertama 2023.
Kenaikan itu juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya, akibat kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
Bank Indonesia juga terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi. Ada tujuh bauran kebijakan.
Pertama, memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang sesuai dengan kenaikan suku bunga BI7DRR tersebut untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasarannya lebih awal.
Kedua, memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dengan tetap berada di pasar sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation, melalui intervensi di pasar valas baik melalui transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Ketiga, melanjutkan penjualan/pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk memperkuat transmisi kenaikan BI7DRR dalam meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investor portofolio asing guna memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah.
Keempat, menerbitkan instrumen sukuk Bank Indonesia (SukBI) yang menggunakan underlying berupa surat berharga pembiayaan inklusif (SukBI inklusif) dan diakui sebagai Surat Berharga Pembiayaan Inklusif (SBPI), sejalan dengan komitmen BI untuk terus mendukung pembiayaan inklusif serta pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Kelima, melanjutkan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit dengan melakukan pendalaman asesmen terkait respons suku bunga perbankan terhadap suku bunga kebijakan.
Keenam, terus mendorong penggunaan QRIS dan melanjutkan pengembangan fitur serta layanan QRIS termasuk perluasan QRIS antarnegara seiring dengan telah tercapainya target 15 juta pengguna baru QRIS pada Oktober 2022.
Ketujuh, mendorong inovasi sistem pembayaran termasuk melanjutkan akseptasi BI-FAST kepada masyarakat melalui perluasan kepesertaan dan kanal layanan serta terus melanjutkan komunikasi publik secara berkala.
Di samping itu, koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) terus diperkuat melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
Sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal Pemerintah dan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.
Bank Indonesia juga terus memperkuat kerja sama internasional dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya di bidang keuangan serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Aktivitas pengerjaan proyek pembangunan gedung bertingkat di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu (6/11/2022). Untuk menghadapi ancaman resesi dan perlambatan ekonomi global pada 2023, pemerintah menyiapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023 untuk membangkitkan optimisme sekaligus menjaga kewaspadaan untuk menghadapi resesi global.
Pengaturan jasa keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memaparkan langkah-langkah untuk memperkuat lembaga jasa keuangan di tengah kondisi pasar keuangan yang berfluktuasi dan potensi resesi ekonomi global tahun depan. Langkah-langkah OJK mitigasi kondisi pasar keuangan yang fluktuatif.
Pertama, OJK mempertahankan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan untuk menjaga volatilitas pasar di pasar saham. Salah satunya, melarang pelaksanaan transaksi short selling dan pelaksanaan trading hold di pasar modal, untuk penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 5 persen.
Kedua, melakukan pemantauan berkelanjutan terhadap kinerja industri reksa dana untuk memastikan mekanisme pencairan di industri reksa dana tetap berjalan teratur, di tengah gejolak suku bunga pasar dan meningkatnya risiko likuiditas di pasar keuangan.
Ketiga, mengevaluasi penyebaran valuta asing, termasuk pinjaman komersial di luar negeri oleh lembaga jasa keuangan di tengah tren penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu, mendorong lembaga jasa keuangan untuk melakukan langkah-langkah lain yang dapat memitigasi risiko nilai tukar.
OJK juga memperkuat lembaga jasa keuangan melalui tujuh langkah. Pertama, meminta lembaga jasa keuangan memperkuat permodalan dan meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Tujuannya, untuk bersiap dalam menghadapi skenario yang mungkin lebih buruk akibat kenaikan risiko kredit terhadap pembiayaan, serta meningkatkan buffer likuiditas untuk memitigasi meningkatnya risiko likuiditas.
Kedua, mendorong perusahaan pembiayaan atau multifinance untuk mendiversifikasi sumber pendanaan. Hal ini berfungsi untuk mengantisipasi keterkaitan antara ruang likuiditas di sektor perbankan dengan terakselerasinya laju pertumbuhan kredit.
Ketiga, mendorong bank umum untuk melakukan pemenuhan modal inti sesuai aturan, salah satunya dengan aksi konsolidasi.
Keempat, meminta industri bank dan asuransi menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit dan pembiayaan dan pemberian pertanggungan asuransi kredit dan pembiayaan.
Kelima, memperkuat industri asuransi melalui kewajiban pemenuhan tenaga aktuaris di perusahaan asuransi untuk meningkatkan kualitas pengukuran risiko dan penetapan premi di asuransi.
Keenam, memperkuat kerangka pengaturan mekanisme kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di industri pasar modal, khususnya perusahaan efek. (LITBANG/KOMPAS)
Referensi
- “Ekonomi Dunia Masih Tidak Menentu”, Kompas, 23 Maret 2022, hlm. 06
- “Menghindari Resesi Ekonomi”, Kompas, 21 Juli 2022, hlm. 07
- “Dampak Resesi Ekonomi Global”, Kompas, 05 Agustus 2022, hlm. 06
- “Menjaga Kesinambungan Fiskal di Tengah Ketidakpastian Global”, Kompas, 10 Agustus 2022, hlm. 06
- “Indonesia Menjauh dari Resesi”, Kompas, 05 September 2022, hlm. 06
- “Resesi Global dan Pilihan Kebijakan”, Kompas, 12 Oktober 2022, hlm. 06
- “Ekonomi Dunia dan Kita”, Kompas, 07 November 2022, hlm. 06
- “COP27 di Tengah Krisis Energi”, Kompas, 07 November 2022, hlm. 06
- APBN Kita Kinerja dan Fakta Edisi Oktober 2022, Kementerian Keuangan
- Buku I Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023, Kementerian Keuangan
- Buku II Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023, Kementerian Keuangan
- Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2023, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan
- Tinjauan Kebijakan Moneter November 2022, Bank Indonesia
- Analisis Ekonomi Resesi Global Dan Strategi Fiskal, laman Kompas.id
- Indonesia Miliki Pondasi Kuat Hadapi Tantangan Resesi Global, laman Kompas.id
- Ekonomi Tumbuh, tetapi Pemerintah Tetap Waspadai Ancaman Resesi Global, laman Kompas.id
- Resesi Global Mengintai, Ekonomi RI Masih Tumbuh Sesuai Ekspektasi, laman Kompas.id
- Tertekan Isu Keuangan Global, Begini Cara OJK Mitigasi Fluktuasi Pasar Modal Domestik, laman Kontan