Paparan Topik | Virus Korona

China dan Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 bermula dari laporan adanya kasus pneumonia yang sedang viral di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada akhir tahun 2019. Wabah ini telah menginfeksi lebih dari 10 juta orang dan mengakibatkan lebih dari 500 ribu kematian di 216 negara atau wilayah setelah enam bulan.

Pang Xinglei/Xinhua via AP

Presiden China, Xi Jinping, kiri mengenakan masker, sedang dicek suhu tubuhnya saat mengadakan inspeksi pencegahan wabah virus korona jenis baru di Beijing, Senin, 10 Februari 2020.

Fakta Singkat

Nama penyakit
Covid-19 (Coronavirus Disease 2019)

Penyebab
Virus severe acure respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2)

Laporan pertama
Wuhan, Hubei, China (31 Desember 2019)

Sebaran pandemi
216 negara atau wilayah (3 Juli 2020)

Kasus terkonfirmasi positif
11.017.084 orang (3 Juli 2020)

Penderita sembuh
6.174.777 orang (3 Juli 2020)

Kematian
524.751 orang (3 Juli 2020)

Awal mula korona

Kasus virus korona tipe baru yang kemudian biasa disebut Covid-19 ditemukan pertama kali di Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, China pada akhir tahun 2019. Kota yang terletak di China bagian tengah dengan populasi 11 juta jiwa itu merupakan kota industri dan simpul transportasi di negara tersebut.

Keberadaan virus korona jenis baru tersebut salah satunya diketahui dari unggahan gambar hasil tes seorang pasien yang terinfeksi virus itu oleh seorang dokter spesialis mata bernama Li Wenliang. Li menyebarkan keberadaan virus tersebut di sebuah grup alumni sekolah kedokterannya melalui media sosial WeChat pada 30 Desember 2019.

Li menjelaskan, menurut sebuah tes yang telah dilihatnya, penyakit tersebut disebabkan oleh virus korona tipe baru yang satu keluarga dengan virus sindrom pernapasan akut (SARS). Segera setelah menyebarkan pesan itu, Li dan tujuh rekannya mendapatkan teguran dari kepolisian Wuhan dan dianggap mengganggu ketertiban sosial.

Pada 31 Desember 2019, kantor cabang WHO di China menangkap berita adanya kasus pneumonia yang viral di Wuhan dari website resmi Komisi Kesehatan Wuhan. Berita tersebut kemudian diteruskan oleh kantor cabang WHO China ke kantor WHO Regional Pasifik Barat.

AFP/STR

Pekerja menyiapkan tempat tidur di sebuah gedung pusat pameran yang dialihfungsikan menjadi rumah sakit di Wuhan, Provinsi Hubei, China, pada 4 Februari 2020.

Karantina Wuhan

Kasus korona Covid-19 di luar China diidentifikasi pertama kali di Thailand, Jepang dan Korea Selatan. Pemerintah Thailand mengumumkan merawat seorang perempuan warga China (74) yang baru tiba dari Wuhan di Bandara Internasional Suvarnabhumi, Bangkok pada Senin (13/1).

Sementara itu, Kementerian Kesehatan Jepang, Kamis (16/1) melaporkan seorang pria berumur sekitar 30 tahun setelah melakukan perjalanan ke Wuhan akhir Desember 2019. Adapun Korea Selatan melaporkan kasus pertama, Senin (20/1/2020), seorang perempuan yang terbang dari Wuhan. Mereka menunjukkan tanda dan gejala klinis seperti pasien di Wuhan.

Menurut otoritas Pemerintah China, penyebaran virus di tiga negara Asia tersebut dapat terjadi melalui penularan langsung antarmanusia. Zhong Nanshan, peneliti di Komisi Kesehatan Nasional China juga mengatakan hal yang sama.

Dalam kurun hampir satu bulan, Pemerintah China melaporkan sebanyak 634 orang sudah terjangkit virus korona tipe baru dan 17 orang meninggal pada Kamis (23/1/2020). Untuk mencegah penyebaran yang lebih luas, pemerintah mulai memberlakukan karantina wilayah atau penutupan akses di tiga kota di Provinsi Hubei, yaitu Wuhan, Huanggang, dan Ezhou.

Penutupan itu berdampak pada penghentian pengoperasian transportasi publik di Wuhan, Huanggang (sekitar 70 km dari Wuhan), dan Ezhou (sekitar 80 km dari Wuhan). Sekitar 18 juta warga China di tiga kota di Provinsi Hubei itu terpaksa menghabiskan libur Imlek di rumah. Mereka tak diizinkan bepergian ke luar kota, dilarang beraktivitas di area publik, dan diminta untuk menggunakan masker.

Sebagai konsekuensinya, pemerintah menyediakan transportasi pengganti sebanyak 6.000 taksi untuk melayani kebutuhan masyarakat. Pemerintah setempat pun menyatakan karantina ini dilakukan untuk memutus penyebaran virus, mengendalikan wabah, dan menjamin kesehatan serta keselamatan warga.

Dua hari setelah diberlakukan karantina (25/1/2020), sebanyak 1.979 orang dilaporkan terinfeksi virus korona tipe baru di Hubei. Laporan infeksi juga datang dari Beijing, Guandong, Anhui, hingga Hainan. Mereka yang terinfeksi itu tersebar di 29 provinsi.

Presiden China Xi Jinping pun memperingatkan bahwa China menghadapi ”situasi gawat” menyusul penyebaran virus korona tipe baru yang begitu cepat. Xi Jinping kemudian menggelar pertemuan dengan politbiro untuk membahas langkah penanganan virus korona baru yang menyebar di China (25/1/2020). Dalam pertemuan itu Xi Jinping meyakini bahwa negaranya mampu melawan penyebaran virus yang menyerang saluran pernapasan tersebut.

Kebijakan penanganan virus korona baru pun dilakukan. Mulai 27 Januari 2020, Pemerintah China menerapkan larangan wisata kelompok di dalam negeri maupun luar negeri untuk mengendalikan penyebaran virus ini. Larangan ini diterapkan seiring dengan kebijakan pelarangan aktivitas penerbangan umum menuju dan keluar dari Kota Wuhan.

Di tengah imbauan agar penduduk Wuhan tetap di dalam rumah, pemerintah sejumlah negara mengumumkan rencana evakuasi warganya yang tinggal di Wuhan. Negara yang menyiapkan evakuasi warganya itu, antara lain Jepang, Amerika Serikat, Perancis, Indonesia, dan Sri Lanka.

Pada akhir Januari, Pemerintah China kembali mengumumkan jumlah kasus infeksi korona tipe baru telah mencapai 9.700 penderita dan 213 kematian. Provinsi Hubei menjadi pusat penyebaran virus korona tipe baru dan episentrum wabah di Kota Wuhan. Di kota tersebut hampir 6.000 warganya terinfeksi dan lebih dari 200 pasien di antaranya meninggal dunia.

Seminggu kemudian (7/2/2020), jumlah kasus terinfeksi di China melonjak tiga kali lipat dengan terkonfirmasi 31.161 kasus dan korban tewas mencapai 636 orang. Karantina wilayah pun tak hanya di Provinsi Hubei, tetapi juga meluas di dua kota, yakni di Kota Taizhou dan Kota Hangzhou di Provinsi Zhejiang, sebelah timur China, yang jauh dari pusat penyebaran virus corona baru.

CHINATOPIX VIA AP

Rumah sakit darurat di Arena Senam Tazihu, Wuhan yang digunakan untuk menampung para pasien Covid-19 pada 21 Februari 2020.

Nama resmi Covid-19

WHO mengumumkan nama resmi virus korona tipe baru ini sebagai Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) pada 11 Februari 2020. Adapun Covid-19 merupakan nama resmi untuk penyakit yang ditimbulkan. Penamaan virus dibuat berdasarkan struktur genetiknya untuk memfasilitasi pengembangan tes diagnostik, vaksin, dan obat-obatan. Penamaan ini dilakukan para ahli virologi dan komunitas ilmiah yang tergabung dalam Komite Internasional tentang Taksonomi Virus (ICTV). Penamaan penyakit sengaja dibuat tanpa mengacu pada nama wilayah geografis, spesies hewan pembawa, penemu, maupun etnis tertentu untuk menghindari stigmatisasi.

Setelah WHO mengumumkan nama resmi virus baru itu, dua hari kemudian (13/2/2020), Pemerintah China juga mengubah definisi positif terjangkit Covid-19. Sebelumnya, konfirmasi kasus dilakukan dengan cara uji RNA (materi genetika virus) yang memerlukan waktu berhari- hari. Namun sejak perubahan tersebut, konfirmasi dilakukan dengan menggunakan teknik pemindaian tomografi terkomputerisasi (CT scan) yang bisa menunjukkan citra paru-paru sehingga dapat mengidentifikasi kasus dan mengisolasi virus lebih cepat.

Perubahan cara konfirmasi kasus itu menyebabkan penambahan kasus positif dan kasus meninggal dalam sehari meningkat tajam, tertinggi sejak epidemi itu terjadi. Pada 13 Februari 2020, dalam sehari dilaporkan tambahan kasus positif Covid-19 mencapai 15.141 kasus dan tambahan korban meninggal 254 orang. Dengan demikian, total kasus positif yang terjangkit dari awal kasus itu terjadi sampai 13 Februari menjadi 59.865 kasus dengan kematian mencapai 1.368 kasus.

XIE HUANCHI/XINHUA VIA AP

Presiden China Xi Jinping menyapa para pasien dan petugas kesehatan di Rumah Sakit Huoshenshan, Wuhan, Provinsi Hubei melalui sambungan video (10/3/2020).

Sukses kontrol wabah

Setelah pernah mencapai titik tertinggi jumlah kasus harian baru pada pertengahan Februari, kasus baru Covid-19 di China pun perlahan-lahan menurun pada akhir Februari 2020. Laporan bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pemerintah China yang dipublikasikan 28 Februari 2020 mulai mencatat tanda-tanda keberhasilan China mengatasi wabah ini.

Menurut WHO, kunci keberhasilan China meredam wabah korona baru tersebut tampak dalam upaya besar-besaran menyediakan alat tes, menentukan parameter kunci bagi penularan, serta penapisan (skrining), selain juga perawatan intensif pasien.

Jumlah harian kasus positif Covid-19 di China semakin menurun pada bulan Maret. Hingga 10 Maret 2020, jumlah total kasus Covid-19 tercatat menjadi 80.761 kasus di seluruh penjuru China, sebanyak 3.136 orang meninggal, dan 4.794 kasus kritis. Dari jumlah kasus itu, 60.112 orang sembuh.

Meski angka tersebut masih terkesan besar, tren pertumbuhan kasus baru virus di Hubei menunjukkan tanda-tanda penurunan. Komisi Kesehatan Nasional China melaporkan hanya ada 17 kasus baru di Hubei. Padahal, ketika virus korona meledak, ditemukan ribuan kasus baru dalam sehari di provinsi tersebut.

Pada 19 Maret 2020 China melaporkan tidak adanya infeksi baru dalam satu minggu. Hal tersebut membuat Pemerintah China berangsur-angsur memberikan kelonggaran terhadap warga dan mencabut status lockdown di Provinsi Hubei, kecuali Wuhan. Kelonggaran tersebut mulai diterapkan pada 26 Maret 2020 setelah adanya penutupan sejak 25 Januari 2020.

China membuka kembali Kota Wuhan pada 8 April 2020. Warga Kota Wuhan menyambut gembira karena diperbolehkan bepergian keluar rumah setelah 76 hari diisolasi. Pertunjukan lampu di salah satu sisi Sungai Yangtze dan dari gedung-gedung bertingkat menandai momen tersebut.

Pencabutan lockdown di Wuhan diyakini oleh sejumlah kalangan sebagai bagian dari upaya yang lebih luas dari Pemerintah China untuk meyakinkan publik bahwa kehidupan dapat kembali normal dan pihak berwenang telah mengalahkan virus tersebut.

Pencabutan kebijakan lockdown itu dibarengi dengan pembukaan jalan bagi kendaraan serta layanan kereta api. Hari pertama setelah lockdown berakhir, sekitar 55.000 orang meninggalkan Kota Wuhan menggunakan kereta api dan ribuan orang lainnya meninggalkan Wuhan menggunakan mobil pribadi. Mereka rela mengantre lama di jalan sebelum jalanan benar-benar dibuka.

Meski demikian, hanya warga “berkode hijau”, tanda yang menunjukkan bahwa mereka sehat, yang dapat menggunakan moda transportasi umum dengan terlebih dahulu memindai kode QR. Kode tersebut berbeda untuk setiap orang karena terkait dengan status kesehatan yang bersangkutan. Warga diizinkan keluar apabila mereka bisa menunjukkan kode hijau di ponselnya.

Keberhasilan Pemerintah China mengatasi wabah juga ditandai dengan penutupan 14 rumah sakit darurat yang dibangun di fasilitas publik, seperti stadion dan sekolah. Rumah-rumah sakit darurat tersebut didirikan khusus untuk menangani pasien Covid-19 di Kota Wuhan pada awal Februari 2020. Penutupan dilakukan setelah seluruh pasien dinyatakan sembuh. Meski telah ditutup, beberapa rumah sakit darurat tidak dibongkar, tetapi tetap siaga hingga pandemi berakhir.

Setelah Kota Wuhan dibuka kembali, Presiden China Xi Jinping juga mengunjungi Wuhan. Inilah kunjungan pertama Xi Jinping ke Wuhan sejak munculnya wabah korona jenis baru. Xi Jinping melakukan pengecekan penanganan virus korona di Wuhan dan berterima kasih terhadap para petugas medis ataupun sukarelawan yang sudah bekerja keras menangani virus korona. Kunjungan orang nomor satu di China itu juga sekaligus menandai kemenangan China atas virus korona yang menjadi pendemi sejak awal tahun 2020.

Keberhasilan China dalam mengatasi wabah tak bisa lepas dari solidaritas dan kerja sama masyarakat China melawan korona. Menurut Xiao Qian, Duta Besar Republik Rakyat China untuk Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping dan Komite Pusat Partai Komunis China, 1,4 miliar rakyat China bersatu menghimpun kekuatan. China telah bertindak dengan paling komprehensif, paling ketat, dan paling menyeluruh serta total dalam mobilisasi, strategi, dan penanganan. Semua ini menghasilkan sinergi yang sangat solid untuk memerangi wabah.

Setelah berhasil menurunkan laju infeksi di dalam negeri, negeri tirai bambu itu pun mulai membantu negara lain menghadapi wabah SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 dengan mengirim tenaga dan peralatan kesehatan ke sejumlah negara yang menjadi pusat wabah. Belgia, Iran, dan Italia dilaporkan telah menerima pasokan alat kesehatan dari China. Sejumlah dokter China juga telah tiba di Iran dan Italia untuk menangani wabah di negara tersebut  (14/4/2020).

Pada awal Mei, siswa-siswa SMA di Kota Wuhan mulai kembali bersekolah untuk pertama kalinya sejak kota itu lumpuh oleh wabah virus korona. Sebelum masuk sekolah, siswa harus melewati pemeriksaan suhu tubuh dan mereka juga harus memakai masker. Di dalam kelas para pelajar duduk dengan tetap menerapkan jaga jarak sosial.

AFP/GREG BAKER

Para pekerja yang mengenakan alat pelindung diri sebagai tindakan pencegahan terhadap Covid-19 menghibur diri setelah mengantarkan para pelancong ke dalam bus di luar Pusat Pameran Internasional China Baru, dekat Bandara Ibu Kota Beijing di Beijing pada 17 Maret 2020. China sudah melewati puncak krisis yang ditimbulkan virus korona baru.

Gelombang kedua

Setelah hampir dua bulan tanpa ada kasus baru, Otoritas China kembali melaporkan satu kluster baru penularan Covid-19 di negeri tersebut. Otoritas China pun menggelar tes massal bagi 10 juta dari 11 juta warga Kota Wuhan—tempat asal munculnya virus penyebab Covid-19 pada pertengahan Mei 2020.

Tes massal yang berlangsung selama setengah bulan tersebut (14 Mei–1 Juni) berhasil menemukan 300 orang yang positif tanpa gejala. Otoritas China mengklaim hasil itu menunjukkan pandemi Covid-19 berhasil dikendalikan. Namun, otoritas kesehatan di Wuhan tetap khawatir munculnya pandemi gelombang kedua (Kompas, 3 Juni 2020).

Kekhawatiran gelombang kedua kasus Covid-19 muncul di Beijing pasca ditemukan puluhan orang yang dinyatakan positif virus korona baru penyebab penyakit Covid-19 di Distrik Fengtai, Beijing selatan. Warga di 11 kompleks perumahan di Fengtai pun dikarantina penuh karena berada dekat dengan pasar daging dan sayur Xinfadi, tempat ditemukan enam kasus positif baru penyakit Covid-19 (Kompas, 14 Juni 2020).

Menurut Komisi Kesehatan Nasional China, sebagian besar dari enam infeksi domestik baru dikaitkan dengan pasar Xinfadi. Dari enam orang itu, tiga orang merupakan pekerja di pasar Xinfadi, satu pengunjung pasar, dan dua lagi karyawan Pusat Penelitian Daging China, 7 kilometer jauhnya dari pasar tersebut. Kasus pertama dalam dua bulan terakhir ini kembali memicu kekhawatiran masyarakat Beijing akan terjadinya gelombang kedua penularan domestik Covid-19. (LITBANG KOMPAS)