Kronologi

Kronologi Kompetisi Sepak Bola Indonesia: Bergabungnya Perserikatan dan Galatama Menjadi Liga Indonesia (Bagian Keempat)

Liga Indonesia merupakan gabungan dari dua kompetisi sepakbola nasional yakni Perserikatan dan Galatama. Tujuannya untuk meningkatkan prestasi Indonesia di tingkat internasional dan melahirkan kompetisi profesional dengan suporter fanatik.

KOMPAS/INGKI RINALDI

Penjaga gawang Persija Jakarta asal Moldova, Evgheny Khmaruk, mengamankan bola dari serangan Persik Kediri dalam lanjutan Liga Djarum Indonesia 2007 (12/9/2007) di Stadion Brawijaya, Kediri. Dalam partai tersebut, “Macan Kemayoran” Persija menahan imbang tuanrumah 1-1.

Dua liga sepakbola nasional memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Perserikatan memiliki jumlah pendukung besar dengan fanatisme kedaerahan yang kuat, tetapi dari segi manajemen kurang profesional karena hanya mengandalkan dukungan pemerintah daerah. Sedangkan Galatama memiliki manajemen yang dikelola secara profesional dan mandiri, tetapi pertandingan-pertandingannya masih kurang menarik di mata pecinta sepakbola nasional.

Ini menggerakkan PSSI untuk mengambil kekuatan dari masing-masing kompetisi dan menggabungkan menjadi satu dalam Liga Indonesia. Namun, perjalanan membentuk liga sepakbola tertinggi di Indonesia ini tidaklah mudah. Banyak penolakan terjadi karena setiap klub memiliki status dan filosofi yang berbeda antara amatir dan profesional. Meski demikian ada beberapa pihak yang setuju dengan ide PSSI antara lain AFC (Konfederasi Sepak bola Asia), KONI, dan Menpora karena dianggap sebagai langkah untuk membentuk klub profesional dengan pembinaan sepakbola yang muktakhir.

Gagasan mengenai Liga Indonesia terwujud pada 27 November 1994 dengan mempertandingkan juara Galatama 1993/1994 Pelita Jaya melawan juara Divisi Utama Perserikatan 1993/1994 Persib Bandung. Liga Indonesia terus digelar secara rutin tiap tahun dengan berbagai macam sistem kompetisi yang berubah-ubah.

Pada tahun 2008, PSSI memodifikasi Liga Indonesia dengan nama Liga Super Indonesia. PSSI meminta kepada setiap klub untuk dikelola secara profesional dan mandiri. Beberapa persyaratan yang sesuai dengan panduan AFC mulai diadopsi untuk klub-klub di Indonesia. Namun, ide tersebut cukup memberatkan beberapa klub yang masih bergantung pada pemerintah daerah. Inilah revolusi besar-besaran yang dilakukan PSSI untuk membentuk liga sepakbola modern.

29 Januari 1994


Dalam Sidang Paripurna PSSI muncul wacana untuk menggabungkan Divisi Utama Perserikatan dengan Galatama menjadi satu kompetisi bernama Liga Indonesia. Namun, berbagai pihak masih belum menyetujuinya. Oleh karena itu, PSSI menyetujui untuk membentuk tim pengkajian kompetisi yang diketuai oleh H. Soeparjo Pontjowinoto dengan wakil Brigjen Agum Gumelar dan Ismet D. Tahir. Anggota-anggota tim terdiri dari beberapa pengurus PSSI dan beberapa Komda PSSI. Ir. Azwar Anas, Ketua Umum PSSI menargetkan Liga Indonesia dapat dilaksanakan pada tahun 1995.

30 Maret 1994


Pihak perserikatan dan Galatama menyetujui untuk menyatukan kompetisi dalam satu wadah bernama Liga Indonesia. Hal ini akan membuat klub-klub Indonesia tidak lagi dibedakan antara amatir dan non amatir. Dalam Liga Indonesia status tim perserikatan yang semula merupakan federasi dari berbagai klub anggotanya akan disatukan menjadi satu tim yang akan bermain di liga. Peraturan dan perangkat liga akan dibuat seadil-adilnya bagi kedua belah pihak seperti penggunaan pemain asing yang telah dilakukan oleh Galatama.

27 Juli 1994


Ketua Umum PSSI Azwar Anas mengumumkan bahwa Liga Indonesia akan bergulir pada bulan November 1994. Liga Indonesia terdiri dari Divisi Utama yang memperebutkan Piala Presiden serta Divisi I yang memperbutkan Piala Wapres. Divisi Utama untuk kompetisi pertama kali akan diisi 33 kesebelasan, terdiri dari 17 kesebelasan Galatama serta 16 kesebelasan Perserikatan.

30 Juli-2 Agustus 1994


Rencana digulirkannya Liga Indonesia memancing banyak kritikan yang dicatat dalam harian KOMPAS. Banyak yang meragukan bahwa pembentukan Liga Indonesia dapat berhasil karena menggabungkan dua kompetisi yang memiliki status yang berbeda antara tim Perserikatan dengan klub profesional. Tim Perserikatan masih tergantung dari kebijakan pemerintah daerah dan para pemainnya masih berstatus amatir. Sedangkan, klub-klub Galatama telah dikelola secara mandiri dan para pemainnya telah menggantungkan sepakbola sebagai profesinya.

3 Agustus 1994


Sekretaris Jenderal AFC Peter Vellapan mendukung langkah PSSI untuk melaksanakan Liga Indonesia. Peter menjelaskan bahwa kemajuan sepakbola seluruh dunia akan tergantung dari maju mundurnya kompetisi liga profesional. Menteri Pemuda dan Olahraga Hayono Isman juga mendukung Liga Indonesia sebagai terobosan untuk membentuk tim nasional yang berprestasi di tingkat internasional.

Menpora, Hayono Isman (kanan) bersalaman dengan Ketua Kompetisi Liga Dunhill, Brigjen TNI Agum Gumerlar (kiri) dan Sekretaris Umum PSSI, Soepardjo Pontjowinoto (tengah) di Sekretariat PSSI Senayan Jakarta (7/2/1995). KOMPAS/EDDY HASBY

31 Oktober 1994


Peresmian kompetisi Liga Indonesia, yang dinamakan Liga Dunhill diresmikan oleh Wakil Presiden Try Sutrisno. Wakil Presiden menyambut baik rencana PSSI untuk membentuk Liga Indonesia yang dikelola secara profesional sehingga menjadi ajang pembinaan pemain nasional agar dapat mencetak prestasi di arena internasional

27 November 1994-30 Juli 1995


Liga Dunhill atau Liga Indonesia 1994/1995 secara resmi dibuka dengan pertandingan juara Galatama 1993/1994 Pelita Jaya melawan juara Divisi Utama Perserikatan 1993/1994 Persib Bandung. Pada musim perdana ini diikuti oleh 34 tim yang terdiri dari 16 tim Divisi Utama Perserikatan 1993/1994, 2 tim Divisi I Perserikatan 1993/1994, dan 16 tim Galatama 1993/1994.

Dari 34 tim dibagi menjadi dua wilayah yang setiap grup terdiri atas 17 tim yang bertanding secara penuh kandang dan tandang. Peringkat ke-1 sampai ke-4 di setiap grup akan lolos ke babak delapan besar. Sedangkan, dua peringkat terbawah di setiap grup akan terdegradasi ke Divisi I. Pada babak delapan besar dibagi dua grup masing-masing empat tim. Dua tim teratas dapat maju ke semifinal dan melanjutkan langkahnya hingga ke final.

26 November 1995-6 Oktober 1996


Liga Indonesia musim 1995/1996 jumlah pesertanya dikurangi dari 34 tim menjadi 32 tim, terdiri dari 30 tim Divisi Utama Liga Indonesia 1994/1995 dan dua tim promosi dari Divisi I Liga Indonesia 1994/1995. Namun, dalam perkembangannya Persiku Kudus mengundurkan diri karena masalah internal sehingga tersisa 31 tim. Pada babak penyisihan masih menggunakan sistem kompetisi musim lalu. Tetapi pada pada putaran final terjadi perubahan. Peringkat enam besar di setiap grup berhak lolos ke babak duabelas besar yang terbagi menjadi tiga grup. Peringkat ke-1 di tiga grup dan peringkat ke-2 terbaik berhak ke semifinal. Dua tim yang lolos babak semifinal dapat maju ke final.

17 November 1996-28 Juli 1997


Pada musim 1996/1997 Liga Indonesia diikuti oleh 33 tim terdiri dari 29 tim pada liga musim lalu, dua tim promosi Divisi I 1995/1996, dan dua tim yang pemenang babak play off promosi-degradasi musim lalu. Terjadi perubahan sistem kompetisi pada babak penyisihan. Tim dibagi menjadi tiga grup wilayah yakni barat, tengah dan timur. Setiap grup diisi oleh 11 tim yang bermain secara penuh kandang dan tandang. Peringkat empat besar babak penyisihan dapat maju ke babak duabelas besar. Sistem kompetisi babak duabelas besar musim ini masih sama dengan musim sebelumnya.

16 November 1997-25 Mei 1998


Liga Indonesia musim 1997/1998 diikuti oleh 31 tim setelah dua tim yakni Bandung Raya dan Assyabaab dipastikan tidak mengikuti liga karena kesulitan dana. 31 tim ini terdiri dari 28 tim Liga Indonesia 1996/1997 ditambah tiga tim promosi Divisi I musim sebelumnya. Pada musim ini banyak klub yang mengalami kekurangan dana akibat krisis moneter. Bahkan Liga Indonesia 1997/1998 tidak dapat diselesaikan dengan tuntas sehingga harus berhenti karena alasan keamanan nasional dan kerusuhan di bulan Mei 1998.

Penyerang Pelita Jaya Jakarta, Roger Milla Lolos dari hadangan pemain belakang Persita Tangerang, Hasan Pramono dan Yudho Hadiyanto dalam pertandingan Kompetisi Sepak Bola Liga Dunhill (28/6/1995) di Stadion Lebak Bulus, Jakarta.
KOMPAS/JULIAN SIHOMBING

19 Agustus 1998


Penyelenggaran kompetisi Liga Indonesia mendapatkan lampu hijau dari pihak keamanan setelah vakum cukup lama akibat kerusuhan Mei 1998. PSSI juga melakukan perubahan format kompetisi. Formatnya, tetap dibagi dalam tiga wilayah yakni Barat, Tengah dan Timur, namun ada pembagian sub grup yang diisi oleh enam tim yang bermain secara kandang dan tandang.

Grup Barat dibagi dalam Sub Grup A dan B, Grup Tengah dibagi dalam Sub Grup C dan D, dan Grup Timur Sub Grup E. Peringkat dua besar di setiap sub grup dapat maju ke babak sepuluh besar yang terbagi menjadi dua grup. Dua tim teratas dapat maju ke semifinal dan melanjutkan langkahnya sampai ke final. Sedangkan penentuan tim yang terdegradasi adalah dengan mempertandingkan tim juru kunci di setiap sub grup.

1 November 1998-9 April 1999


Kompetisi Liga Indonesia 1998/1999 bergulir kembali dengan diikuti 28 peserta tim. Jumlah ini menurun dari 31 peserta karena tiga tim memutuskan untuk mengundurkan diri yakni PSB Bogor, Arseto Solo, dan Mitra Surabaya. PSSI mulai menerapkan sistem kompetisi yang sebelumnya telah diatur sehubungan dengan jumlah peserta dan kondisi sosial politik Indonesia yang belum sepenuhnya pulih.

7 November 1999-23 Juli 2000


Perubahan sistem kompetisi Liga Indonesia 1999/2000 terjadi kembali. Pada musim ini diikuti oleh 28 tim yang terdiri dari 25 tim Liga Indonesia 1998/1999 dan tiga tim promosi Divisi I musim lalu. Dari 28 tim dibagi menjadi dua grup wilayah barat dan timur. Peringkat empat besar di setiap grup wilayah dapat maju ke babak delapan besar. Dua peringkat teratas pada babak delapan besar dapat maju ke semifinal dan melanjutkan langkahnya hingga ke final. Sedangkan dua tim peringkat terbawah di grup wilayah otomatis terdegradasi.

14 Januari-7 Oktober 2001


Kompetisi Liga Indonesia musim 2001 diikuti oleh 28 tim, terdiri dari 24 tim musim sebelumnya dan empat tim promosi Divisi I. Sistem kompetisi pada babak penyisihan dan delapan besar masih mengikuti musim sebelumnya. Pada musim ini tiga tim peringkat terbawah di setiap grup wilayah terkena degradasi. Hal ini dimaksudkan karena PSSI ingin mengurangi jumlah peserta tim Liga Indonesia.

13 Januari-7 Juli 2002


Liga Indonesia menurunkan jumlah peserta tim menjadi 24 tim yang terdiri dari 22 tim Liga Indonesia musim sebelumnya dan dua tim promosi Divisi I. Sistem kompetisi yang digunakan tidak berubah.

12 Januari-15 September 2003


Setelah delapan musim Liga Indonesia memakai sistem pembagian wilayah maka pada musim 2003 PSSI menggunakan sistem satu grup mengikuti liga-liga di negara lain. Musim ini diikuti oleh 20 tim, terdiri dari 18 tim musim 2002, dan dua tim promosi Divisi I.

Peringkat ke-1 pada klasemen akhir berhak atas juara liga musim 2003. PSSI juga menerapkan mengubah kebijakan degradasi pada musim ini. Pada klasemen akhir peringkat ke-17 sampai ke-20 otomatis terdegradasi. Sedangkan, peringkat ke-15 dan ke-16 masuk ke babak play off promosi-degradasi melawan peringkat ke-3 dan ke-4 Divisi I 2003.

Sejumlah aparat kepolisian masuk ke dalam lapangan untuk mengamankan laga akibat rusuh antara penonton dan pemain. Pertandingan antara Persebaya Surabaya yang menjamu Arema Malang di Stadion Gelora 10 Nopember, Surabaya (30/12/2007), itu terhenti selama 11 menit. Hasil laga yang berakhir imbang 1-1 (0-1) itu tetap membuat Arema lolos ke babak delapan besar Liga Djarum Indonesia 2007. KOMPAS/INGKI RINALDI

4 Januari-23 Desember 2004


Liga Indonesia musim 2004 masih menggunakan sistem kompetisi yang sama. Pada tahun 2004 Liga Indonesia diikuti oleh 18 tim, terdiri dari 14 tim musim 2003, dua tim pemenang babak play off promosi-degradasi, dan dua tim promosi Divisi I musim 2003. Liga Indonesia 2004 menjadi musim paling panjang dalam penyelenggaraannya karena bersamaan dengan Pemilihan Umum pada tahun itu.

26 Januari 2005


PSSI menetapkan sistem kompetisi baru pada musim 2005 yang diikuti oleh 28 klub peserta dan dibagi ke dalam dua wilayah. Hal ini juga memastikan bahwa Liga Indonesia musim 2004 tidak ada degradasi sehingga 18 tim tetap bertahan pada musim 2005. Tim promosi dari Divisi I ke Liga Indonesia musim ini berjumlah sepuluh tim.

5 Maret-25 September 2005


Semua peserta Liga Indonesia 2005 yang berjumlah 28 tim terbagi menjadi dua grup yakni wilayah I dan wilayah II dan bermain dengan sistem kompetisi penuh. Peringkat empat besar di setiap grup wilayah dapat maju ke babak delapan besar. Untuk dua peringkat terbawah di setiap grup wilayah terdegradasi ke Divisi I. Pada babak delapan besar dibagi menjadi dua grup dan bermain dengan sistem setengah kompetisi. Dua tim peringkat teratas masing-masing grup dapat maju ke semifinal dan lanjut ke final.

15 Januari-30 Juli 2006


Liga Indonesia 2006 diikuti oleh 28 tim, terdiri dari 23 tim Liga Indonesia musim sebelumnya, empat tim promosi dari Divisi I, dan satu tim yang lolos babak play off promosi-degradasi. Pertandingan play off untuk menentukan satu tiket ke Liga Indonesia 2006 disebabkan karena Persebaya terkena sanksi degradasi setelah mengundurkan diri.

Sistem kompetisi masih sama dengan musim yang sebelumnya. Musim ini tidak ada tim yang terdegradasi karena bencana gempa bumi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah membuat PSIM Yogyakarta, PSS Sleman (Divisi Utama), dan Persiba Bantul (Divisi I) tidak dapat melanjutkan kompetisi.

9 Agustus 2006


Sekretaris Jenderal PSSI Nugraha Besoes menjelaskan kompetisi Liga Indonesia yang dilaksanakan pada 2007 dan 2008 diikuti oleh 36 klub. Jumlah ini berubah dari rencana semula yakni 32 klub. Jumlah 36 klub ini, menurut Nugraha, diperlukan agar pada tahun 2008 bisa digelar Superliga yang statusnya lebih tinggi dari Divisi Utama. Ke-36 klub tersebut akan terbagi dua, dengan jumlah yang sama, untuk menjadi peserta Superliga dan kompetisi Divisi Utama 2008. Tetapi, kriteria klub yang berhak mengikuti Superliga atau kompetisi Divisi Utama tersebut belum jelas.

11 Desember 2006


Badan Liga Indonesia secara resmi memutuskan pembagian wilayah bagi 36 klub peserta kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia 2007. Setiap grup wilayah masing-masing berisi 18 klub. Musim 2007 merupakan kompetisi terakhir Liga Indonesia dengan format dua wilayah. Selanjutnya, diperkenalkan format baru yang disebut Liga Super pada 2008 yang beranggotakan 18 klub yang disaring dari kompetisi musim 2007.

29 Januari 2007


Adanya imbauan dari Departemen Dalam Negeri agar klub sepak bola tidak lagi membebani dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) membuat beberapa klub yang bermain di Liga Indonesia kelabakan. Pada saat itu hanya empat tim, yakni Pupuk Kaltim, Arema Malang, Sriwijaya FC, dan Pelita Jaya saja yang tidak menggunakan dana APBD dari 36 klub yang mengikuti Liga Indonesia 2007/2008. Hal ini membuat 32 klub mengancam tidak akan ikut kompetisi Liga Indonesia.

Suporter Arema Indonesia berhamburan memasuki lapangan saat peluit ditiup tanda pertandingan melawan Persija Jakarta berakhir, dalam laga terakhir Djarum Liga Super Indonesia di (LSI) Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta (30/5/2010). KOMPAS/AGUS SUSANTO

30 Januari 2007


Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri memberikan toleransi kepada pemerintah daerah untuk bisa mengalokasikan dana bantuan keuangan kepada klub sepak bola, tetapi dengan catatan, hanya untuk tahun 2007. Untuk tahun-tahun berikutnya, dana hibah untuk klub sepak bola tidak diperbolehkan.

10 Februari 2007-10 Februari 2008


Kompetisi Liga Indonesia 2007/2008 yang diikuti oleh 36 tim membuat sistem kompetisi sedikit berubah. Untuk babak penyisihan dan babak delapan besar masih mengacu pada sistem musim lalu. Namun, sistem degradasi diubah untuk mempersiapkan Superliga musim depan. Peringkat ke-1 sampai ke-9 di setiap grup wilayah mendapatkan promosi ke Liga Super 2008/2009 sebagai liga tertinggi di Indonesia. Sedangkan, peringkat ke-10 sampai ke-18 terdegradasi ke Divisi Utama Liga Indonesia 2008/2009 sebagai liga tingkat kedua.

5 Maret 2008


Ketua Badan Liga Indonesia (BLI) Andi Darussalam Tabusalla telah menetapkan panduan untuk menggulirkan Liga Super 2008/2009. Klub-klub yang mendaftar akan diverifikasi BLI hingga April 2008. Liga Super 2008/2009 mulai menggunakan sistem lisensi yang mengacu pada panduan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC). BLI menetapkan lima aspek, yakni pembinaan pemain muda, infrastruktur, personel dan administrasi, legal, dan finansial. Tanpa ada lisensi BLI, meski masuk papan atas, klub tidak bisa ikut Liga Super.

12 Juli 2008-10 Juni 2009


Kompetisi Liga Super Indonesia diikuti oleh 18 tim peserta yang berada di peringkat ke-1 sampai ke-9 di Liga Indonesia musim 2007/2008. Sebelumnya 18 tim telah diverifikasi terlebih dahulu oleh BLI. Sistem kompetisi Liga Super Indonesia 2008/2009 dilakukan dalam satu grup. Pada akhir musim, tim yang berada di peringkat ke-1 dinyatakan sebagai juara. Sedangkan peringkat ke-16 sampai ke-18 terdegradasi ke Divisi Utama musim depan. Peringkat ke-15 menjalani babak play off promosi-degradasi melawan peringkat ke-4 Divisi Utama musim 2008/2009.

11 Oktober 2009-30 Mei 2010


Musim kedua Liga Super Indonesia 2009/2010 diikuti oleh 18 tim yang terdiri dari 14 tim peserta musim sebelumnya, tiga tim promosi dari Divisi Utama Liga Indonesia 2008/2009, dan satu tim pemenang babak play off promosi degradasi. Sistem kompetisi musim ini masih sama dengan musim sebelumnya.

Daftar Juara Liga Indonesia 1994-2010

Tahun

Nama Tim

1994/1995 Persib (Bandung)
1995/1996 Mastrans Bandung Raya
1996/1997 Persebaya (Surabaya)
1997/1998 Kompetisi dihentikan
1998/1999 PSIS (Semarang)
1999/2000 PSM (Makassar)
2001 Persija (Jakarta)
2002 Petrokimia Putra (Gresik)
2003 Persik (Kediri)
2004 Persebaya (Surabaya)
2005 Persipura (Jayapura)
2006 Persik (Kediri)
2007/2008 Sriwijaya FC (Palembang)
2008/2009 Persipura (Jayapura)
2009/2010 Arema (Malang)


Sumber:
Saputra, Asep, dkk. 2010. Sepakbola Indonesia Alat Perjuangan Bangsa dari Soeratin hingga Nurdin Halid (1930-2010). Jakarta: Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia dan pemberitaan KOMPAS.

Baca Juga Seri Kronologi Kompetisi Sepak Bola Indonesia:

Bagian Pertama: Lahirnya PSSI dan Liga Pertama Bumiputera

Bagian Kedua: Pembentukan Liga Perserikatan Indonesia

Bagian Ketiga: Liga Semi Profesional Galatama

Bagian Kelima: Dualisme Liga Indonesia antara ISL dan IPL

Bagian Keenam: Sanksi Fifa dan Upaya Kebangkitan Liga Indonesia

Referensi

Arsip Kompas
  • “Liga Indonesia Perlu Persiapan Matang”, KOMPAS 30 Januari 1994, hal. 4.
  • “Liga Indonesia Terlaksana Tahun 1995”, KOMPAS 1 Februari 1994, hal. 19.
  • “Sudah Ada Titik Temu, Soal Liga Indonesia”, KOMPAS 31 Maret 1994, hal. 19.
  • “Liga Indonesia Bergulir November. * Perserikatan dan Galatama Digabung”, KOMPAS 28 Juli 1994, hal. 19.
  • “Demi Sepak Bola Nasional, Liga Harus Batal”, KOMPAS 30 Juli 1994, hal. 1.
  • “PSSI Bertanggung Jawab Jika Liga Indonesia Gagal”, KOMPAS 30 Juli 1994, hal. 19.
  • “Realisasi Liga Indonesia, Harus Melalui Persiapan yang Matang”, KOMPAS 31 Juli 1994, hal. 1.
  • “LI Menyalahi Hasil Kongres PSSI”, KOMPAS 1 Agustus 1994, hal. 1.
  • “Soal LI Bingungkan Pemain Galatama dan Persrikatan”, KOMPAS 2 Agustus 1994, hal. 19.
  • “Keberhasilan Kompetisi LI Diragukan”, KOMPAS 3 Agustus 1994, hal. 1.
  • “Sekjen AFC Peter Vellapan: Liga Indonesia Cara Terbaik Tingkatkan Sepak Bola Nasional”, KOMPAS 4 Agustus 1994, hal. 19.
  • “Liga Indonesia Menjadi Liga Dunhill. *Status Kompetisi Belum Jelas”, KOMPAS 1 September 1994, hal. 19.
  • “Wapres: Sukses LI Tergantung Tekad Pengelola dan Kekompakan Masyarakat Sepak Bola. * PSSI Perlu Menjelaskan Kasus Persiba”, KOMPAS 1 November 1994, hal. 19.
  • “Juara Galatama dan Juara Perserikatan Mengawali Kompetisi Liga Indonesia * Perserikatan Berhak Memakai Pemain Asing”, KOMPAS 2 November 1994, hal. 19.
  • “Jadwal Pertandingan Liga Dunhill. 27 November – 26 April 1994. Putaran I”, KOMPAS 27 November 1994, hal. 4.
  • “Senayan Milik Bandung. * Wasit Nodai Kemenangan Persib”, KOMPAS 31 Juli 1995, hal. 1.
  • “LI Tetap Digulirkan November”, KOMPAS 5 November 1995, hal. 4.
  • “Persiku Dipastikan Mundur”, KOMPAS 17 November 1995, hal 12.
  • “Seputar Dua Belas Besar Liga Indonesia”, KOMPAS 8 Agustus 1996, hal. 16.
  • “MBR Berhasil Perpanjang Piala Presiden di Bandung”, KOMPAS 7 Oktober 1996, hal. 1.
  • “LI III Digulirkan dengan Segala Keterbatasan”, KOMPAS 10 November 1996, hal. 7.
  • “Kesebelasan Persebaya Terbaik”, KOMPAS 29 Juli 1997, hal. 1.
  • “Varia Olahraga: Liga Indonesia IV”, KOMPAS 23 Oktober 1997, hal. 16.
  • “Assyabaab dan BR Absen * Kompetisi Liga Indonesia IV”, KOMPAS 24 Oktober 1997, hal. 16.
  • “Menjelang Liga Indonesia IV: Krisis Dana yang tak Kunjung Usai”, KOMPAS 9 November 1997, hal. 13.
  • “Tim Liga Krisis Dana”, KOMPAS 6 Januari 1998, hal. 16.
  • “Klub-klub akan Bicarakan Nasib LI IV”, KOMPAS 23 Mei 1998, hal. 11.
  • “Seluruh Kompetisi PSSI Dihentikan”, KOMPAS 26 Mei 1998, hal. 11.
  • “Klub Pesimis Penyelenggaraan LI V”, KOMPAS 20 Juli 1998, hal. 13.
  • “Kevakuman Sepak Bola Harus Diakhiri”, KOMPAS 3 Agustus 1998, hal. 13.
  • “PSSI Harus Jamin Penyelenggaraan LI V”, KOMPAS 11 Agustus 1998, hal. 13.
  • “Liga Indonesia V Dapat Lampu Hijau”, KOMPAS 20 Agustus 1998, hal. 13.
  • “PSSI Diminta Tegas Soal Kompetisi”, KOMPAS 14 September 1998, hal. 13.
  • “Meski Sponsor Belum Jelas, Liga Indonesia V Tetap Gelar”, KOMPAS 24 September 1998, hal. 13.
  • “Untuk Apa Kompetisi Sepak Bola?”, KOMPAS 25 Oktober 1998, hal. 7.
  • “”Play-off” Ditiadakan”, KOMPAS 14 Februari 1999, hal. 10.
  • “Putaran 10 Besar di Jakarta”, KOMPAS 12 Maret 1999, hal. 13.
  • “Juara Liga Indonesia V: PSIS Jungkirkan Semua Perhitungan”, KOMPAS 10 April 1999, hal. 1.
  • “Kompetisi Sepak Bola Ligina VI: Delapan Besar untuk Putaran Kedua”, KOMPAS 4 November 1999, hal. 13.
  • “Kompetisi Sepak Bola Liga Indonesia VI: Jangan Sekadar Ada dan Hura-hura”, KOMPAS 5 November 1999, hal. 22.
  • “PSM dan Pupuk Kaltim Janjikan Permainan Menyerang”, KOMPAS 23 Juli 2000, hal. 6.
  • “PSM Optimis, Persipura Andalkan Pemain Muda”, KOMPAS 14 Januari 2001, hal. 7.
  • “PSM dan Persija Saling Tak Mau Kalah”, KOMPAS 7 Oktober 2001, hal. 7.
  • “Liga Bank Mandiri Akan Dimulai 13 Januari 2002”, KOMPAS 9 November 2001, hal. 24.
  • “Petrokimia Tantang Persita di Final”, KOMPAS 5 Juli 2002, hal. 1.
  • “Liga Bank Mandiri 2003 Dihadang Napas, Prestasi, dan Kualitas”, KOMPAS 3 Januari 2003, hal. 28.
  • “Petrokimia Taklukkan PSIS pada Pembukaan Liga”, KOMPAS 13 Januari 2003, hal. 23.
  • “Juara LBM 2003 Persik Kediri Akhirnya Bersedia ke Jakarta”, KOMPAS 17 September 2003, hal. 24.
  • “Babak “Play-off” Dialihkan ke Solo”, KOMPAS 2 Oktober 2003, hal. 24.
  • “Liga Indonesia 2004 Dimulai 4 Januari”, KOMPAS 23 Desember 2003, hal. 24.
  • “Akhir Liga Indonesia Tergantung Polri”, KOMPAS 6 April 2004, hal. 24.
  • “Partai Hidup-Mati di Tambaksari”, KOMPAS 23 Desember 2004, hal. 24.
  • “Tiga Tim Pastikan Degradasi”, KOMPAS 24 Desember 2004, hal. 24.
  • “PSSI Setujui Format Dua Wilayah”, KOMPAS 6 Januari 2005, hal. 24.
  • “Kompetisi Sepak Bola Divisi Utama Liga Indonesia 2005 Diikuti 28 Klub”, KOMPAS 27 Januari 2005, hal. 24.
  • “Liga Profesional Indonesia, Kapan Datangnya?”, KOMPAS 2 Maret 2005, hal. 48.
  • “Persebaya Surabaya Ingin Awal yang Manis”, KOMPAS 5 Maret 2005, hal. 24.
  • “Liga Djarum 2005: Babak Final Diamankan 3.000 Polisi”, KOMPAS 25 September 2005, hal. 9.
  • “Sepak Bola: Deltras Paling Berpeluang, Gresik United Kandas”, KOMPAS 7 Januari 2006, hal. 32.
  • “Partai Imbang Awali Liga 2006”, KOMPAS 15 Januari 2006, hal. 7.
  • “Sepak Bola: Degradasi di Liga Indonesia Hilang Lagi?”, KOMPAS 9 Juni 2006, hal. 30.
  • “Sepak Bola: Lagi, Kompetisi Tanpa Degradasi”, KOMPAS 10 Juni 2006, hal. 28.
  • “PSIS Akui Keunggulan Persik * Persik Juara Liga Indonesia Berkat Kematangan Mental Pemainnya”, KOMPAS 31 Juli 2006, hal. 32.
  • “PSSI dan BLI Tidak Konsisten * Jumlah Peserta Kompetisi Kembali Berubah”, KOMPAS 10 Agustus 2006, hal. 30.
  • “Liga Indonesia: BLI Tetapkan Pembagian Wilayah Klub Divisi Utama”, KOMPAS 12 Desember 2006, hal. 28.
  • “Polemik APBD: Klub Minta Kompetisi Diliburkan”, KOMPAS 27 Januari 2007, hal. 30.
  • “Klub Mengancam Absen”, KOMPAS 30 Januari 2007, hal. 30.
  • “Dana Hibah untuk Klub Hanya Boleh Tahun Ini”, KOMPAS 31 Januari 2007, hal. 30.
  • “Sepak Bola: Kompetisi Dimulai di Tengah Masalah”, KOMPAS 10 Februari 2007, hal. 29.
  • “Sepak Bola: Final Liga Indonesia tetap Format Delapan Besar”, KOMPAS 21 Desember 2007, hal. 30.
  • “Sejarah di Tengah Keprihatinan * Sriwijaya FC Sandingkan Gelar Liga dan Copa”, KOMPAS 11 Februari 2008, hal. 30.
  • “Liga Super “Asal Jalan Dulu…””, KOMPAS 6 Maret 2008, hal. 34.
  • “Sepak Bola: Liga Super Indonesia Akan Diikuti 18 Klub”, KOMPAS 17 Juni 2008, hal. 28.
  • “Liga Super: Duel Sriwijaya Versus Persipura Buka Musim Kompetisi 2008/2009”, KOMPAS 12 Juli 2008, hal. 28.
  • “Persipura Super di Liga (Belum) Super”, KOMPAS 12 Juni 2009, hal. 35.
  • “Persebaya ke Liga Super”, KOMPAS 1 Juli 2009, hal. 30.
  • “Liga Super Indonesia Gemuruh Kompetisi Berawal di Empat Kota”, KOMPAS 11 Oktober 2009, hal. 8.
  • “Liga Indonesia: Gelar Juara Arema Diuji Persija”, KOMPAS 30 Mei 2010, hal. 7.
Buku
  • Herfiyana, Novan, dkk. 2011. Muatan Lokal Ensiklopedia Sepak Bola Indonesia. Jakarta: PT Lentera Abadi.
  • Saputra, Asep, dkk. 2010. Sepakbola Indonesia Alat Perjuangan Bangsa dari Soeratin hingga Nurdin Halid (1930-2010). Jakarta: Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia.

Penulis
Martinus Danang
Editor
Inggra Parandaru