KOMPAS/B SUTIMAN
Juara bertahan dan tuan rumah Niac Mitra ditahan 1-1 oleh Arseto dalam lanjutan Kompetisi Galatama di Stadion Gelora 10 November, Surabaya (4/9/1982).
Perkembangan sepakbola Indonesia membuat PSSI berkeinginan mencetak pemain-pemain yang dapat mengangkat prestasi di kancah internasional. Salah satu yang dilakukan PSSI adalah mendukung pendirian klub-klub yang berorientasi kepada profesional. Di samping itu, PSSI juga menampung keinginan para pemain untuk menjadikan sepakbola sebagai jenjang karier atau profesi yang sesuai dengan peraturan FIFA sebagai induk organisasi sepakbola dunia. Inilah yang menjadi dasar dibentuknya Liga Sepakbola Utama yang disingkat Galatama.
Impian untuk membentuk sebuah liga profesional dimulai sejak paruh kedua tahun 1970-an. Sejak itu bermunculan klub-klub baru yang sifatnya tidak kedaerahan untuk membedakan dengan tim-tim perserikatan. Namun, liga profesional ini banyak ditentang oleh berbagai pihak terutama mereka yang bermain di liga perserikatan terutama menyangkut status pemain dan keanggotaan klub profesional yang belum masuk di dalam organisasi PSSI.
Pada era Ali Sadikin yang memimpin PSSI di tahun 1977 sedikit demi sedikit impian untuk mendirikan liga sepakbola profesional terwujud. Di Sidang Paripurna PSSI yang diselenggarakan pada 6-8 Oktober 1978 menjadi hari bersejarah karena diresmikannya liga sepakbola profesional bernama Galatama. Kompetisi ini menjunjung tugas pokok untuk membina para pemain Indonesia yang berkeinginan menjadi pemain profesional.
Kompetisi Galatama terselenggara secara rutin dari tahun 1979-1994. Dalam perkembangannya Galatama banyak melahirkan klub-klub baru yang ingin bersaing di dalam liga. Namun, tidak sedikit klub yang tidak bertahan lama di liga karena masalah internal sehingga harus mengundurkan diri.
Kompetisi Galatama mampu menjadi ajang bergengsi yang tidak kalah seru dengan liga sepakbola perserikatan. Hal ini terbukti dengan banyaknya klub yang ikut berpartisipasi dalam Galatama.
2 Maret 1975
Ketua Umum PSSI, Bardosono mengatakan bahwa sepakbola profesional Indonesia akan dirilis pada awal tahun 1976. Hal ini dilakukan Bardosono sebagai bentuk penguatan liga sepakbola Indonesia yang masih dijalankan secara amatir. Oleh karena itu Bardosono mengingatkan kepada para peminat untuk memperhatikan beberapa syarat guna mendirikan klub profesional. Beberapa syaratnya adalah adanya modal yang cukup untuk membiayai kesebelasan dan terjaminnya para pemain, harus setia dengan aturan PSSI, dan klub profesional dilarang membeli pemain dari perserikatan.
7 April 1976
Bardosono menjelaskan tentang gagasannya mengenai pembentukan klub profesional Indonesia. Ia merencanakan setidaknya terdapat 12 klub yang masing-masingnya memiliki 20 pemain. Untuk tahap permulaan, PSSI mengizinkan klub-klub untuk mendatangkan pemain dari luar negeri maksimal lima orang.
15 Agustus 1976
Ketua Umum PSSI, Bardosono meresmikan berdirinya Liga Sepakbola Profesional Indonesia. Dalam kesempatan itu juga diresmikan delapan klub yang diterima sebagai klub profesional Indonesia yakni Pardetex (Medan), Bangka Putra (Bangka), Jayakarta (Jakarta), Buana Putra (Jakarta), Tunas Jaya (Jakarta), Warna Agung (Jakarta), Palu Putra (Palu), dan Beringin Putra (Makassar). Liga sepakbola Indonesia ini untuk sementara dipimpin oleh Bardosono sebagai ketua umum, Soetyono J. Alis sebagai wakil ketua, Benny Moelyono sebagai sekretaris, dan FH Hutasoit sebagai bendahara. Kompetisi untuk liga sepakbola profesional akan dimulai pada tahun 1977.
14 September 1976
Sekretaris Jenderal KONI Pusat, MF Siregar, M. Sc menegaskan bahwa pemain-pemain yang telah bergabung dengan klub-klub profesional akan dicoret status amatirnya. Hal ini dikatakan Siregar dalam rangka menjelang PON IX 1977 yang menegaskan bahwa ajang olahraga nasional itu hanya diikuti oleh pemain-pemain amatiran saja sehingga pemain profesional tidak boleh ikut. Namun, pada sisi yang lain PSSI mengatakan bahwa status pemain profesional akan diberlakukan setelah PON IX 1977. Untuk itu para pemain yang sudah bergabung dengan klub profesional tetap izinkan mengikuti PON IX 1977.
7 Oktober 1976
Sekretaris Umum PSSI, Jumarsono mengatakan bahwa rencana kompetisi sepakbola profesional ditunda setelah penyelenggaraan PON IX Agustus 1977 dan diharapkan baru dimulai pada Oktober 1977.
9 Agustus 1977
Peresmian kegiatan sepakbola profesional Indonesia dengan mempertandingkan Pardedetex (Medan) dengan Warna Agung (Jakarta) yang berlangsung di Medan. Pertandingan ini menyusul diangkatnya TD Pardede sebagai Ketua Liga Sepakbola Profesional setelah Bardosono mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI.
26 Agustus 1977
Ketua Umum PSSI yang baru, Ali Sadikin untuk sementara menunda penyelenggaraan Liga Sepakbola Profesional Indonesia. Hal ini dilakukan Ali Sadikin karena masih banyaknya permasalahan di PSSI yang harus diselesaikan. Status pemain yang tergabung dengan klub-klub profesional akan dikembalikan statusnya sebagai amatir.
16 September 1977
Sepakbola profesional akan diurus dalam satu bagian dengan PSSI, sehingga dianggap tidak ada Liga Sepakbola Profesional. Ini dimaksudkan agar penyelenggaraan kompetisi sepakbola Indonesia tidak dapat dipisahkan dari induknya yakni PSSI. Hal ini akan dibawa dalam Sidang Paripurna PSSI pada Oktober 1977 terutama untuk menyusun kembali peraturan dasar mengenai sepakbola profesional mulai dari syarat mendirikan klub, syarat pemain, dan lain sebagainya. Ini merupakan upaya PSSI untuk mengembangkan kompetisi sepakbola yang lebih profesional.
24 Agustus 1978
PSSI menyiapkan sebuah kompetisi untuk merealisasikan Liga Sepakbola Profesional yang berbeda dengan rancangan sebelumnya. Para pengurus PSSI menyatakan bahwa nantinya kehadiran sepakbola profesional dapat memperbaiki prestasi sepakbola Indonesia. Namun, PSSI juga menyatakan bahwa tim-tim yang dapat bergabung dalam Liga Sepakbola Profesional tidak akan menjadi anggota biasa PSSI seperti perserikatan. Mereka akan diberikan status sebagai “anggota khusus”.
6-8 Oktober 1978
Ketua Umum PSSI Ali Sadikin dalam paparannya di Sidang Paripurna PSSI menyatakan akan membentuk liga sepakbola yang menampung klub-klub di luar organisasi PSSI untuk menunjang prestasi sepakbola nasional. Oleh karena itu dibentuklah empat liga yang statusnya tercantum dalam Anggaran Rumah Tangga PSSI. Pertama, Galatama (Liga Sepakbola Utama) yang menampung klub-klub di luar PSSI dan tidak bergabung dalam kompetisi PSSI sebelumnya. Kedua, Galakarya yang menampung klub-klub sepakbola kantor dan perusahaan. Ketiga, Galanita yang pemain-pemainnya adalah wanita. Keempat, Galasiswa yang menampung kegiatan sepakbola pelajar.
30 Oktober 1978
Ketua Umum PSSI Ali Sadikin mengumumkan delapan klub sepakbola yang resmi menjadi anggota Galatama yakni Warna Agung, Jayakarta, Arseto, Tunas Jaya, Perkesa, BBSA, Indonesia Muda, dan Niac Mitra. Mereka diberikan waktu selama seminggu untuk menyelesaikan masalah administratif dan membayar iuran kepada PSSI. Selain itu PSSI juga menyetujui dibentuknya Komite Kerja yang terdiri atas wakil-wakil anggota Galatama untuk merampungkan program pelaksanaan kompetisi. Kadir Yusuf, Ketua Komisi Galatama juga membuka kesempatan bagi klub-klub yang ingin bergabung dengan Galatama dengan syarat menaati peraturan yang sudah disusun.
8 November 1978
Klub-klub yang sudah mendaftarkan diri menjadi anggota Galatama akan diseleksi oleh Pengurus Harian PSSI sebelum diangkat sebagai anggota resmi. Meskipun telah memenuhi persyaratan umum, PSSI juga akan menilai kekuatan klub yang akan bermain dalam Liga Galatama. Beberapa klub baru juga mendaftar sebagai anggota Galatama yakni Cahaya Kita dan Pardedetex melengkapi delapan klub yang telah bergabung terlebih dahulu.
12 Desember 1978
PSSI mengundurkan pelaksanaan pertandingan perkenalan Galatama yang sedianya dilangsungkan pada tanggal 21-23 Desember 1978 menjadi bulan Maret 1979. Ali Sadikin, Ketua Umum PSSI menginginkan klub-klub anggota Galatama lebih dahulu memiliki teknik dan organisasi yang lebih baik untuk menunjang prestasi sepakbola Indonesia.
16 Februari 1979
Ketua Bidang Pertandingan Kompetisi PSSI Maulwi Saelan mengatakan bahwa Liga Galatama akan menggunakan sistem kompetisi penuh dua putaran kandang dan tandang. Klub-klub anggota Galatama juga berhak menentukan sendiri kandang tempat di mana mereka dapat bermain. Tiga klub baru yakni Buana Putra, Saribumi Raya, dan Jaka Utama mendaftar sebagai anggota Galatama.
17 Februari 1979
Kompetisi putaran pertama Galatama akan mempertandingkan delapan tim pada 17-18 Maret 1979. Pertandingan pertama pada 17 Maret 1979 mempertemukan Arseto melawan Pardedetex dan Warna Agung melawan Jayakarta. Sedangkan pada 18 Maret 1979 mempertemukan Perkesa ’78 melawan Saribumi Raya dan Indonesia Muda melawan Niac Mitra. Selain itu juga ditetapkan 14 klub yang mengikuti Galatama yakni Warna Agung, Jayakarta, Arseto, Tunas Jaya, Perkesa, BBSA, Indonesia Muda, Niac Mitra, Cahaya Kita, Pardedetex, Buana Putra, Saribumi Raya, Jaka Utama, dan Tidar Sakti.
17-18 Maret 1979
Kompetisi Galatama dibuka secara resmi oleh Menteri Kesejahteraan Rakyat Surono dengan mempertandingkan delapan tim pada 17-18 Maret 1979 di Stadion Utama Senayan, Jakarta.
24 April 1979
Ketua Komisi Galatama PSSI Acub Zainal mengatakan bahwa akan menyempurnakan organisasi dalam komisi yang dipimpinnya. Ia juga menyebutkan bahwa akan ada bagian dalam Komisi Galatama yang mengurus bidang kompetisi dan pertandingan, organisasi, dan perwasitan.
6 Mei 1980
Klub Warna Agung ditetapkan sebagai juara perdana Galatama setelah menempati urutan pertama dalam klasemen.
23 Mei 1980
Pengurus Harian PSSI mengesahkan status Komisi Galatama menjadi lebih tinggi dengan nama Liga Sepakbola Utama. Namun, Liga Galatama tetap berada di bawah pengawasan PSSI.
30 Mei 1980
Terdapat 24 klub yang terdaftar dalam kompetisi Galatama pada musim depan, di antaranya 13 klub anggota lama dan sisanya adalah pendatang baru. Mereka antara lain adalah Sumber Bolamas, Sekar Bumi, Makassar Utama, Caprina Jailolo, Angkasa, Bangkalan Putra, Jakarta Putra, Mercu Buana, Bintang Timur, UMS 80, dan Sawunggaling.
11 Juli 1980
PSSI memutuskan untuk menyeleksi sebelas klub baru Galatama menjadi lima klub yang akan berlaga di musim depan. Seleksi yang dilakukan oleh PSSI melingkupi administrasi dan fisik di mana sebelas klub akan dipertandingkan. Nantinya pada Galatama musim 1980/1981 hanya akan diikuti 18 klub yang terdiri dari 13 anggota lama dan lima klub baru.
11 Oktober 1980-13 Maret 1982
Kompetisi Galatama musim kedua diikuti oleh 18 klub Galatama yakni 13 klub anggota lama yang terdiri dari Warna Agung, Jayakarta, Arseto, Tunas Inti, Perkesa, Indonesia Muda, Niac Mitra, Cahaya Kita, Pardedetex, Buana Putra, Sari Bumi Raya, Jaka Utama, Tidar Sakti. Sedangkan lima klub baru yakni UMS 80, Mercu Buana, Bintang Timur, Angkasa, dan Makassar Utama. Sistem kompetisi pada musim ini masih sama seperti musim lalu.
12 Agustus 1982
PSSI dan pengurus Liga menyatakan bahwa Galatama akan menjadi liga profesional setelah mencapai kata sepakat di Singapura. Beberapa hal yang disepakati oleh induk organisasi sepakbola Indonesia dengan Liga Utama antara lain, Galatama merupakan badan otonomi yang berada di dalam naungan PSSI dan kedudukan Galatama setingkat dengan badan perserikatan/amatir dalam hal mengurusi organisasinya. Kesepakatan ini ditandatangani oleh Ketua Umum PSSI Syarnoebi Said dengan Ketua Harian Galatama Sigit Harjojudanto.
28 Agustus 1982-8 Mei 1983
Musim ketiga kompetisi Galatama tahun 1982/1983 mulai menerapkan dua divisi yakni Divisi I dan Divisi II untuk menampung klub baru. Divisi I diikuti oleh 16 tim peringkat teratas pada musim sebelumnya. Namun, pada musim 1982/1983 tim Jaka Utama mundur dari Galatama sehingga hanya menyisakan 15 tim. Sedangkan dua peringkat terbawah musim lalu yakni Cahaya Kita dan Buana Putra terdegradasi ke Divisi II.
7 Juni 1983
Ketua Umum PSSI Syarnoebi Said mengeluarkan keputusan melarang penggunaan pemain asing dalam kompetisi Galatama. Sala satu pertimbangannya adalah PSSI melihat bahwa pemain asing dapat menghambat dan merupakan saingan yang tidak seimbang dengan pemain lokal. Sejatinya penggunaan pemain asing di dalam kompetisi Galatama sudah dilakukan sejak tahun 1979 pada edisi perdana Galatama.
30 November 1983-20 Mei 1984
Pada musim kompetisi Galatama 1983/1984 terjadi perubahan sistem kompetisi. Tahun ini tidak ada pembagian divisi sehingga tim-tim pada Divisi I dan II digabungkan menjadi satu. Sebanyak 18 tim terbagi dalam grup wilayah barat dan timur dengan masing-masing sembilan tim. Mereka bermain dalam sistem kompetisi penuh kandang dan tandang. Peringkat ke-1 sampai ke-4 setiap grup wilayah akan maju dalam babak delapan besar yang akan dibagi lagi menjadi dua grup. Dua peringkat teratas setiap grup delapan besar dapat maju ke babak semifinal dan lanjut sampai ke final.
4 Agustus-29 November 1984
Terjadi penurunan jumlah peserta tim dalam kompetisi musim 1984 menjadi 12 tim dari 18 tim. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tim yang mengundurkan diri. Enam tim yang mundur pada musim ini adalah Bima Kencana Ujung Pandang, Cahaya Kita, Pardedetex Medan, Tempo Utama Bandung, Sari Bumi Raya Yogya, dan Angkasa. Oleh karena itu sistem kompetisi Galatama 1984 tidak ada pembagian grup wilayah namun hanya satu grup di mana tim bermain secara penuh baik kandang maupun tandang.
22 September-24 Desember 1985
Sistem kompetisi Galatama 1985 tidak mengalami perubahan. Jumlah peserta menurun menjadi delapan tim dari 12 tim. Empat tim yang mengundurkan diri adalah Yanita Utama Bogor, UMS ’80, Mercu Buana Medan, dan Indonesia Muda.
31 Agustus 1986-11 Januari 1987
Tim peserta kompetisi Galatama musim 1986/1987 bertambah satu tim yakni Pelita Jaya yang melengkapi delapan tim musim 1985. Sistem kompetisi pada musim ini masih sama dengan musim lalu.
3 Oktober 1987-6 April 1988
Terjadi perubahan pada komposisi tim peserta kompetisi Galatama musim 1987/1988 yang diikuti oleh 14 tim. Dari sembilan tim musim lalu hanya klub Tunas Inti yang tidak ikut sehingga hanya tersisa delapan tim. Terdapat enam klub baru yakni Arema Malang, Bandung Raya, Pusri Palembang, Lampung Putra, Palu Putra, dan Medan Jaya yang melengkapi peserta musim 1987/1988.
15 Oktober 1988-1 April 1989
Komposisi tim peserta kompetisi Galatama 1988/1989 diikuti oleh 18 tim. Mereka terdiri dari 14 tim musim sebelumnya dan empat tim baru yakni Petrokimia Putra, Pupuk Kaltim, BPD Jateng, dan Barito Putra. Delapanbelas tim ini bertanding dalam sistem kompetisi penuh kandang dan tandang.
7 Januari-4 Agustus 1990
Musim kompetisi Galatama 1990 mengalami perubahan sistem yakni pembagian tim berdasarkan divisi. Divisi Utama Galatama berisikan 18 tim yang telah mengikuti kompetisi musim 1988/1989. Divisi I Galatama berisikan tujuh klub baru yakni Aceh Putra Lhoksemauwe, Assyabaab Surabaya, Bentoel Galatama Jember, Bogor Jaya Bogor, Gajah Mungkur Wonogiri, Gelora Dewata Denpasar, dan Putra Mahakam. Pada akhir musim dua peringkat terbawah Divisi Utama akan dipertemukan dengan dua peringkat teratas Divisi I. Dua tim pemenang berhak promosi ke Divisi Utama Galatama musim selanjutnya.
18 Agustus 1990
Pertandingan promosi-degradasi Galatama untuk musim depan yang mempertemukan antara Warna Agung, Bandung Raya, Assyabaab Surabaya, dan Bentoel Galatama Jember dibatalkan. Hal ini disebabkan karena PSSI berencana menggabungkan seluruh tim baik Divisi Utama dan Divisi I dalam satu divisi saja.
11 November 1990-27 Februari 1992
Kompetisi Galatama musim 1990/1991 mempertemukan 20 tim dalam satu grup. Lima tim yang mengundurkan diri yakni Bogor Jaya, Pusri Palembang, Makassar Utama, Lampung Putra, dan Palu Iridat Putra. Sistem kompetisi musim ini dilakukan secara penuh kandang dan tandang.
10 September 1992-13 Agustus 1993
Kompetisi musim 1992/1993 diikuti oleh 17 tim dalam satu divisi saja. Peserta merupakan tim yang berlaga pada musim sebelumnya, namun tiga tim memilih untuk mengundurkan diri yakni Bentoel Galatama, Gajah Mungkur, dan Krama Yudha. Pada musim ini sistem kompetisi yang dipakai masih sama dengan musim sebelumnya.
4 November 1993-8 Juli 1994
Tim peserta kompetisi Galatama 1993/1994 tidak mengalami perubahan pada musim sebelumnya. Namun, sistem kompetisi terjadi perubahan. Dari 17 tim peserta dibagi menjadi dua grup berdasarkan asal geografisnya. Tim dari wilayah barat terdapat sembilan tim dan wilayah timur terdapat delapan tim. Peringkat dua besar di setiap grup dapat maju ke babak semifinal dan lanjut ke final. Musim ini PSSI bersama dengan pemerintah Indonesia mengizinkan kembali digunakannya jasa pemain asing untuk tim-tim Galatama.
29 Januari 1994
Muncul wacana menggabungkan kompetisi Galatama dengan Divisi Utama Perserikatan yang dimulai pada tahun 1995. Namun, rencana ini masih belum disetujui sampai adanya kajian-kajian dan diskusi terkait pembentukan liga sepakbola yang baru.
Daftar Juara Galatama 1979-1994
Tahun |
Nama Tim |
1979/1980 | Warna Agung (Jakarta) |
1980/1982 | NIAC Mitra (Surabaya) |
1982/1983 | NIAC Mitra (Surabaya) |
1983/1984 | Yanita Utama (Bogor) |
1984 | Yanita Utama (Bogor) |
1985 | Krama Yudha Tiga Berlian (Palembang) |
1986/1987 | Krama Yudha Tiga Berlian (Palembang) |
1987/1988 | NIAC Mitra (Surabaya) |
1988/1989 | Pelita Jaya (Jakarta) |
1990 | Pelita Jaya (Jakarta) |
1990/1992 | Arseto (Solo) |
1992/1993 | Arema (Malang) |
1993/1994 | Pelita Jaya (Jakarta) |
Sumber: Saputra, Asep, dkk. 2010. Sepakbola Indonesia Alat Perjuangan Bangsa dari Soeratin hingga Nurdin Halid (1930-2010). Jakarta: Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia dan pemberitaan KOMPAS.
Baca Juga Seri Kronologi Kompetisi Sepak Bola Indonesia:
Bagian Pertama: Lahirnya PSSI dan Liga Pertama Bumiputera
Bagian Kedua: Pembentukan Liga Perserikatan Indonesia
Bagian Keempat: Bergabungnya Perserikatan dan Galatama Menjadi Liga Indonesia
Bagian Kelima: Dualisme Liga Indonesia antara ISL dan IPL
Referensi
- “Bardosono: Sepak bola prof di Indonesia mulai 1976”, dalam KOMPAS 3 Maret 1975, hal. 10.
- “Klub Sepakbola Prof Indonesia Boleh Ambil Pemain Luarnegeri”, dalam KOMPAS 8 April 1976, hal. 10.
- “Beri otonom kepada klub sepak bola pro di Indonesia”, dalam KOMPAS 15 Mei 1976, hal. 10.
- “Diskusi sepak bola professional PSSI”, dalam KOMPAS 17 Mei 1976, hal. 10.
- “Sepakbola pro Indonesia: semoga bukan sekedar keinginan “membuat sejarah””, dalam KOMPAS 11 Agustus 1976, hal. 10.
- “Sepakbola Indonesia masuki zaman prof”, dalam KOMPAS 16 Agustus 1976, hal. 14.
- “Pemain yang ikut kompetisi sepak bola pro, dicoret status amatirnya”, dalam KOMPAS 15 September 1976, hal. 10.
- “Yang “prof” hanya klub”, dalam KOMPAS 16 September 1976, hal. 10.
- “Sepakbola Prof Ditunda Sesudah PON”, dalam KOMPAS 8 Oktober 1976, hal. 10.
- “Bardosono Serahkan Tugas dan Wewenangnya kepada Muhono”, dalam KOMPAS 25 Mei 1977, hal. 1.
- “Peresmian kegiatan sepakbola profesional”, dalam KOMPAS 6 Agustus 1977, hal. 10.
- “Ali Sadikin ketua umum PSSI”, dalam KOMPAS 15 Agustus 1977, hal. 1.
- “Ali Sadikin: PSSI sementara anggap belum ada sepakbola Prof. di Indonesia”, dalam KOMPAS 27 Agustus 1977, hal. 14.
- “Perubahan mendasar akan diajukan pengurus : Tidak akan ada liga sepak bola prof”, dalam KOMPAS 17 September 1977, hal. 14.
- “Persyaratan untuk sepak bola bayaran dan pembinaan pemain oleh PSSI”, dalam KOMPAS 28 September 1977, hal. 5.
- “PSSI ingin sepak bola prof. yang mantap, tidak asal jadi * Soeharto Cup untuk kompetisi antar klub”, dalam KOMPAS 15 Oktober 1977, hal. 14.
- “Tak lama lagi sepakbola Prof. dikenalkan”, dalam KOMPAS 25 Agustus 1978, hal. 10.
- “Ali Sadikin: Empat liga tampung sepak bola “Non-PSSI””, dalam KOMPAS 7 Oktober 1978, hal. 14.
- “Empat liga sepak bola, langkah maju PSSI”, dalam KOMPAS 11 Oktober 1978, hal. 10.
- “Pertemuan klub-klub peminat Galatama”, dalam KOMPAS 13 Oktober 1978, hal. 10.
- “Galatama, era baru sepak bola Indonesia”, dalam KOMPAS 14 Oktober 1978, hal. 16.
- “Di rencanakan pertandingan eksibisi Galatama akhir tahun ini”, dalam KOMPAS 16 Oktober 1978, hal. 14.
- “8 klub masuk Galatama”, dalam KOMPAS 31 Oktober 1978, hal. 10.
- “Suparjo: Klub-klub yang sudah mendaftar masuk Galatama akan diseleksi lagi”, dalam KOMPAS 9 November 1978, hal. 14.
- “Pertandingan perkenalan Galatama diundur”, dalam KOMPAS 13 Desember 1978, hal. 10.
- “Kompetisi Galatama akan berlangsung “Home and away””, dalam KOMPAS 17 Februari 1979, hal. 10.
- “Pardedetex dan Arseto awali kompetisi Galatama”, dalam KOMPAS 18 Februari 1979, hal. 12.
- “Kompetisi Galatama dimulai *Arseto kalahkan Pardedetex 3-2 *Jayakarta ungguli Warna Agung 2-0”, dalam KOMPAS 18 Maret 1989, hal. 1.
- “Kompetisi Galatama: IM ditahan 1-1 Niac Mitra *Sari Bumi Raya kalahkan Perkesa 1-0”, dalam KOMPAS 19 Maret 1989, hal. 1.
- “Komisi Galatama akan disempurnakan”, dalam KOMPAS 25 April 1979, hal. 10.
- “Kompetisi Galatama: Warna Agung juara, kalahkan Jayakarta 1-0”, dalam KOMPAS 1 Mei 1980, hal. 1.
- “Warna Agung raih Piala Wapres, IM Ketiga, gagal geser Jayakarta”, dalam KOMPAS 7 Mei 1980, hal. 1.
- “”Liga Sepakbola Utama” disetujui PSSI”, dalam KOMPAS 24 Mei 1980, hal. 10.
- “24 klub Galatama terdaftar”, dalam KOMPAS 31 Mei 1980, hal. 10.
- “Keputusan PSSI: Hanya Lima Klub Baru Galatama”, dalam KOMPAS 12 Juli 1980, hal. 10.
- “Kompetisi Galatama berputar lagi: Persaingan tajam dan keprihatinan yang menunggu”, dalam KOMPAS 11 Oktober 1980, hal. 5.
- “Delapan Klub Baru Mendaftar ke Liga Galatama”, dalam KOMPAS 7 April 1982, hal. 10.
- “Kesepakatan di Singapura: Galatama menjadi professional”, dalam KOMPAS 14 Agustus 1982, hal. 10.
- “Hari ini di dua kota: Kompetisi Galatama dimulai dengan babak baru”, dalam KOMPAS 28 Agustus 1982, hal. 10.
- “Divisi II Galatama diputar awal April”, dalam KOMPAS 22 Februari 1983, hal. 10.
- “Divisi I Galatama: Dua Gol Fandi Menyambung Pesta Kemenangan Niac Mitra *Arseto 0, Niac Mitra 2”, dalam KOMPAS 9 Mei 1983, hal. 10.
- “Kompetisi Galatama: Klasemen” dalam KOMPAS 9 Mei 1983, hal. 10.
- “PSSI larang pemain asing di Galatama”, dalam KOMPAS 16 Juni 1983, hal. 1.
- “Galatama akan terapkan pola baru kompetisi”, dalam KOMPAS 21 Agustus 1983, hal. 10.
- “Kompetisi Galatama dimulai 30 November”, dalam KOMPAS 4 November 1983, hal. 10.
- “Kompetisi Galatama 1983/84”, dalam KOMPAS 20 November 1983, hal. 11.
- “Gelar juara Galatama ke Bogor * Yanita Utama 1, Mercu Buana 0 * Tunas inti 2, UMS 80 1”, dalam KOMPAS 21 Mei 1984, hal. 10.
- “Dimulai 4 Agustus di enam kota: Kompetisi Galatama serentak melibatkan dua belas klub * Bali Yudha lawan bekas juara”, dalam KOMPAS 24 Juli 1984, hal. 10.
- “Yanita Kalahkan Tunas: Piala Galatama Tetap di Bogor”, dalam KOMPAS 30 November 1984, hal. 10.
- “Kompetisi galatma: Hari pertama amat sepi penonton”, dalam KOMPAS 23 September 1985, hal. 10.
- “Klasemen Akhir Galatama”, dalam KOMPAS 26 Desember 1985, hal. 10.
- “Menjelang kompetisi Galatama: Sasaran Pelita, menang dan puaskan penonton”, dalam KOMPAS 28 Agustus 1986, hal. 10.
- “Pelita Jaya Vs Krama Yudha: Pertarungan seru di lini tengah”, dalam KOMPAS 31 Agustus 1986, hal. 11.
- “Diterima, enam klub baru Galatama kompetisi 87-88”, dalam KOMPAS 27 Agustus 1987, hal. 10.
- “Galatama berputar di tujuh kota”, dalam KOMPAS 15 Oktober 1988, hal. 10.
- “Kompetisi Bentoel Galatama: Pelita Jaya Juara”, dalam KOMPAS 2 April 1989, hal. 1.
- “Kompetisi Galatama akan Dibagi Dua Divisi”, dalam KOMPAS 24 Mei 1989, hal. 14.
- “Divisi I Siap Digelar”, dalam KOMPAS 9 Februari 1990, hal. 10.
- “Dibatalkan, Pertandingan Promosi Degradasi Galatama”, dalam KOMPAS 13 Agustus 1990, hal. 10.
- “Promosi-Degradasi Galatama Resmi batal”, dalam KOMPAS 19 Agustus 1990, hal. 14.
- “Galatama Kembali dengan Sistem Kompetisi Penuh”, dalam KOMPAS 16 Oktober 1990, hal. 10.
- “20 Klub Janjikan Pertandingan Lebih Bermutu: Kompetisi Galatama XI”, dalam KOMPAS 11 November 1990, hal. 15.
- “Kompetisi Galatama Berputar Lagi”, dalam KOMPAS 1 November 1992, hal. 19.
- “Menjelang Kompetisi Kodak Galatama XIII: Arema Masih Tetap Tanpa Pelatih”, dalam KOMPAS 4 November 1993, hal. 15.
- “Pemerintah Mengizinkan Pemain Asing – Untuk Bermain di Klub Sepak Bola dan Bola Basket”, dalam KOMPAS 14 Desember 1993, hal. 1.
- “PSSI dan Galatama Optimis Sepak Bola Bakal Semarak Lagi”, dalam KOMPAS 14 Desember 1993, hal. 15.
- “Liga Indonesia Perlu Persiapan Matang”, dalam KOMPAS 30 Januari 1994, hal. 4.
- Herfiyana, Novan, dkk. 2011. Muatan Lokal Ensiklopedia Sepak Bola Indonesia. Jakarta: PT Lentera Abadi.
- Saputra, Asep, dkk. 2010. Sepakbola Indonesia Alat Perjuangan Bangsa dari Soeratin hingga Nurdin Halid (1930-2010). Jakarta: Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia.
Penulis
Martinus Danang
Editor
Inggra Parandaru