Lembaga

Komnas Perempuan

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merupakan lembaga negara yang memiliki mandat menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) perempuan Indonesia. Dalam menjalankan peran dan fungsinya, Komnas Perempuan bersifat independen.

Fakta Singkat

Dibentuk
9 Oktober 1998

Ketua Komnas Perempuan Pertama
Saparinah Sadli (1998 – 2001)

Ketua Komnas Perempuan saat ini
Andy Yentriyani (2020 – saat ini)

Dasar Hukum

  • Keppres No. 181/1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
  • Perpres No. 65/2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Mencabut Keppres No. 181/1998)

Landasan Kerangka Kerja

  • UUD RI Tahun 1945
  • UU No. 7/1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita
  • UU No. 5/1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia
    Kebijakan lainnya berkaitan dengan HAM

Anggaran Tahun 2021
Rp22,74 miliar (Surat Bersama Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor S-692/MK.02/2020 dan B.636/M.PPN/D.8/KU.01.01/08/2020, 5 Agustus 2020)

Website
https://komnasperempuan.go.id

Menegakkan Hak Azasi Perempuan

KOMPAS/RIZA FATHONI

PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menggelar kampanye pencegahan pelecehan seksual yang kerap terjadi di kereta Commuter Line. Kampanye sebagai bentuk memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret ini diselenggarakan di Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (12/3/2019). Kampanye yang menggandeng Komnas Perempuan dan komunitas perempuan ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran para pengguna KRL untuk peduli dengan pelecehan seksual yang kerap terjadi.

Komnas Perempuan termasuk satu dari tiga Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM) atau National Human Rights Instutution (NHRI). Lembaga lainnya yang terkait dengan HAM yakni Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Komnas Perempuan sebagai LNHAM memiliki pedoman yang disebut Paris Principle. Prinsip tersebut mencakup status dan fungsi untuk melakukan promosi dan perlindungan HAM, serta menjaga independensi dan pluralitas anggota.

Kiprah Komnas Perempuan mencakup tingkat lokal, nasional, regional, hingga internasional. Sejak awal dibentuk sampai saat ini, Komnas Perempuan terlibat secara aktif dalam upaya pencegahan, penanggulangan, serta penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

Dalam kurun waktu dua dekade, Komnas Perempuan telah memperjuangkan berbagai macam isu perempuan. Mulai dari kekerasan terhadap perempuan dalam konteks konflik, bencana, pekerjaan, personal/privat, politik, pembangunan, dan sebagainya.

Salah satu isu kontemporer yang sedang diperjuangkan oleh Komnas Perempuan adalah pencegahan serta penghapusan kekerasan seksual. Langkah strategis Komnas Perempuan meliputi penyusunan Naskah Akademik dan Draft Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang dimulai sejak tahun 2014. Kemunculan RUU PKS sedikit banyak dipengaruhi oleh Catatan Tahunan Komnas Perempuan yang memotret realitas kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia setiap tahunnya.

Komnas Perempuan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengesahkan (RUU PKS). Desakan semakin menguat ketika RUU PKS sempat keluar dari Prolegnas Prioritas DPR pada tahun 2020. DPR kemudian kembali memasukkan RUU PKS ke dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021.

Perkembangan teknologi juga menambah tantangan Komnas Perempuan, sebab memungkinkan terjadinya kekerasan dalam bentuk baru, yaitu kekerasan berbasis siber. Komnas Perempuan menemukan peningkatan yang signifikan pada kasus kekerasan terhadap perempuan berbasis siber dalam ranah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada 2020.

Sejarah

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Para penyintas dan keluarga korban kekerasan hak asasi manusia melihat mural di gedung Komisi Nasional Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Jakarta, yang dibuat untuk memorialisasi peristiwa kekerasan terhadap perempuan, Kamis (15/10/2015). Mural yang dibuat dalam rangka HUT ke-17 Komnas Perempuan tersebut menjadi bentuk penghormatan pada korban dan merawat ingatan kolektif pada tragedi terhadap perempuan.

Pembentukan Komnas Perempuan lekat dengan perjuangan gerakan kesetaraan gender dalam lintasan sejarah Indonesia. Setelah mengalami pasang surut sejak masa kolonial hingga orde baru, pertengahan tahun 1998 menjadi titik balik aktivisme perempuan. Pemerintahan Soeharto berhasil digulingkan setelah melalui rangkaian panjang perjuangan. Berbagai gerakan sporadis terjadi merespon kekerasan HAM yang terjadi selama masa pemerintahan Orde Baru, tak terkecuali kekerasan terhadap perempuan.

Pada 12 Mei 1998, empat mahasiswa dari Universitas Trisakti tertembak aparat militer. Pada saat itu, kelompok etnis Tionghoa menjadi salah satu sasaran kemarahan publik. Massa merusak pertokoan dan pusat perbelanjaan milik etnis Tionghoa serta menjarah isinya. Kemarahan ini merupakan buah kecemburuan atas aksi politis Orde Baru yang memberikan ruang seluas-luasnya kepada para pedagang etnis Tionghoa. Peristiwa kerusuhan ini menelan sekitar 1000 korban jiwa. Selain itu, puluhan perempuan etnis Tionghoa juga menjadi korban perkosaan. Soeharto kemudian lengser pada 21 Mei 1998 dan digantikan oleh B. J. Habibie.

Sebagian masyarakat yang peduli terhadap nasib puluhan perempuan korban perkosaan tersebut kemudian mengorganisir gerakan Masyarakat Anti Kekerasan. Gerakan ini terdiri dari aktivis gerakan perempuan, akademisi, pemuka agama, serta aktivis pro-demokrasi. Mereka melakukan gerakan Signatory Campaign dengan mengumpulkan tanda tangan untuk mendesak pemerintah bertanggung jawab atas dampak kejadian pelanggaran HAM selama masa tragedi 1998. Utamanya terkait kekerasan seksual yang terjadi pada 85 perempuan etnis Tionghoa.

Pada tanggal 15 Juli 1998, tepatnya pukul 14.00 WIB, B. J. Habibie menerima kedatangan perwakilan Masyarakat Anti Kekerasan. Beberapa di antaranya adalah Ibu Hartarto, Ita F. Nadia, Shinta Nuriyah, Saparinah Sadli, Ibu Kuraisin Sumhadi, Ibu Mayling Oey, Mely G. Tan, Kamala Chandrakirana, dan Smita Notosusanto.

Mereka menghadap presiden dengan membawa 4.000 tanda tangan masyarakat dari berbagai latar belakang yang berhasil dikumpulkan dalam waktu dua minggu. Melalui tanda tangan tersebut, para perwakilan Masyarakat Anti Kekerasan mendesak pemerintah untuk segera bertanggung jawab atas kerusuhan 1998.

Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah untuk segera mengusut serta menuntut dalang dan pelaku kerusuhan, sekaligus menjamin bahwa tragedi semacam itu tidak akan terulang lagi. Pemerintah diminta untuk mengutuk tindak tindak perkosaan dalam kerusuhan Mei 1998 dan meminta maaf kepada korban dan keluarga di depan publik.

Dalam audiensi tersebut, presiden mengakui terjadinya tindak pemerkosaan pada perempuan etnis Tionghoa selama kerusuhan 1998. Ia lalu memberikan instruksi kepada tokoh perempuan dari perwakilan Masyarakat Anti Kekerasan yang hadir dalam audiensi untuk menuliskan surat pernyataan permintaan maaf. Di hari yang sama, B. J. Habibie mengadakan konferensi pers untuk menyatakan permintaan maaf berdasarkan surat pernyataan yang telah dibuat.

Setelah itu, presiden membentuk Tim Gabungan Pencarian Fakta (TGPF) pada 23 Juli 1998. Salah satu tugasnya menyelidiki kasus perkosaan massal dalam tragedi Mei 1998. Dalam tugas ini, TGPF dibantu oleh laporan dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan. Hasil temuan mengungkap kebenaran terjadinya kasus sistemik kekerasan seksual (termasuk perkosaan) selama kerusuhan Mei 1998. Berdasarkan temuan TGPF, terjadi setidaknya 92 kasus kekerasan seksual. Presiden menginstruksikan kepada TGPF melaporkan hasil secara langsung, tidak melalui Sekretariat Negara.

Berangkat dari temuan tersebut, B. J. Habibie meminta usulan solusi atas permasalahan tersebut kepada Saparinah Sadli. Tokoh perempuan ini lantas mengusulkan pembentukan sebuah Komisi Nasional yang fokus pada isu perempuan. Pembentukan ini juga bertujuan agar fenomena gunung es kekerasan terhadap perempuan dapat disuarakan. Semula presiden menawarkan pembentukan sebuah komisi yang diberi nama “Komisi Nasional Perlindungan Wanita”. Komisi tersebut akan berada di bawah naungan Menteri Negara Urusan Wanita dan Ibu Negara/istri presiden turut menjadi pengurus. Namun, tawaran tersebut ditolak.

BJ. Habibie merespon penolakan tersebut dengan membentuk Komnas Perempuan pada 9 Oktober 1998. Pada saat itu, B. J. Habibie mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, sebagai legitimasi pembentukan Komnas Perempuan. B. J. Habibie kemudian menunjuk Saparinah Sadli sebagai ketua pertama Komnas Perempuan.

Regulasi tersebut kemudian diperbaharui pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Mencabut Keppres No. 181/1998).

KOMPAS/RIZA FATHONI

Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Mariana Amiruddin memaparkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2017 di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Rabu (7/3/2018). Catatan Tahunan tersebut mengangkat judul “Tergerusnya Ruang Aman Perempuan dalam Pusaran Politik Populisme”.

Linimasa

1998 – 2001
Pada masa ini, Komnas Perempuan mulai melakukan berbagai agenda seperti lokakarya, pertemuan, kampanye, sosialisasi, dsb. Salah satu fokus agenda Komnas Perempuan adalah terkait kekerasan perempuan dalam konteks konflik di Aceh. Misalnya, Komnas Perempuan mengadakan lokakarya tugas lapangan bagi para pekerja kemanusiaan di Aceh pada November 1999 dan Oktober 2000.

Komnas Perempuan juga terlibat dalam penyusunan draft RUU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) pada Juni 2001. Satu bulan berikutnya, Komnas Perempuan memulai strategi loby dengan legislatif untuk mendorong penerimaan terhadap RUU Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga.

2002 – 2003
Komnas Perempuan berupaya membangun identitas dan memperkuat konstruksi kelembagaan dengan melakukan evaluasi eksternal/menyaring kritik dan saran, serta mengembangkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

Salah satu fokus Komnas Perempuan pada masa ini berkaitan dengan pekerja migran. Pada tahun 2002, Komnas Perempuan membentuk Gugus Kerja Migran merespon peningkatan kasus kekerasan terhadap pekerja migran. Pada tahun yang sama, Komnas Perempuan berhasil membuat Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dengan Malaysia untuk meningkatkan perlindungan terhadap pekerja migran.
Masih di tahun yang sama, Komnas Perempuan memfasilitasi penulisan country report terkait HAM migran, fokus pada Pembantu Rumah Tangga (PRT) migran. Laporan tersebut kemudian diserahkan kepada Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2003.

2003 – 2006
Pada periode ini, gerak Komnas Perempuan meliputi kampanye hingga advokasi. Salah satu kampanye diselenggarakan di tingkat Asia pada tahun 2004, berkolaborasi dengan The Body Shop mengangkat isu domestic violence. Dalam kampanye tersebut, Komnas Perempuan juga menggalang dana untuk kepentingan pendampingan korban. Komnas Perempuan juga mengadakan berbagai kajian untuk meningkatkan pemahaman isu kontemporer berkaitan dengan penegakan HAM perempuan.

Selain itu, Komnas Perempuan membentuk Pelapor Khusus Aceh dan Pelapor Khusus Poso. Tugasnya terkait dengan pendokumentasian kasus kekerasan yang terjadi saat konflik dan pasca konflik, berikut kebutuhan untuk pemulihan korban dan keluarga.
Masih di tahun 2004, Komnas Perempuan menggalang dukungan untuk pengesahan RUU PKDRT. Satu tahun setelahnya, Komnas Perempuan mulai menggarap CATAHU dengan mengompilasi data kasus kekerasan seksual dari 179 lembaga negara dan masyarakat. Kompilasi pertama ini mencatat 14.000 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Pada tahun 2006, Komnas Perempuan terlibat dalam penyusunan kerangka Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Komnas Perempuan juga menginisiasi mandat sebagai pusat pengetahuan/resource center isu HAM (terutama kekerasan terhadap perempuan).

2007 – 2009
Selama kurun waktu ini, terjadi beberapa peristiwa penting. Komnas Perempuan sempat mengalami krisis pada Desember 2007 karena kekurangan dukungan anggaran dari pemerintah. Awal 2008, tepatnya 8 Januari, dimulai dengan rapat paripurna yang memutuskan kerja sama antara Komnas Perempuan dengan Komnas HAM dengan membentuk tim gabungan.

30 November 2009 merupakan hari peringatan sepuluh tahun reformasi sekaligus satu dekade berdirinya Komnas Perempuan. Pada momen ini, Komnas Perempuan menyerahkan laporan dokumentasi kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

2010 – 2014
Komnas Perempuan menyelenggarakan Konferensi Pengetahuan dari Perempuan (PdP) pada 28 November – 1 Desember 2010 di Jakarta. Konferensi ini menjadi ruang dialog terbuka untuk menyampaikan pengetahuan. Satu tahun kemudian, tepatnya 12 Desember 2011, terlaksana Sidang HAM I. Salah satu isu yang diangkat terkait kekerasan seksual. Di tahun 2014, Komnas Perempuan terlibat dalam penyusunan Naskah Akademik RUU PKS.

2015 – 2019
Pada masa ini, Komnas Perempuan melakukan serangkaian kampanye. Eksekusi kampanye juga dilakukan melalui media sosial Twitter. Selain itu, Komnas Perempuan juga melaksanakan advokasi penelitian, kerja sama, dan sebagainya.

Salah satu advokasi yang dilakukan oleh Komnas Perempuan adalah kasus Baiq Nuril pada tahun 2017, korban pelecehan seksual di tempat kerja yang dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Baiq Nuril kemudian diputuskan bebas murni. Selain itu, Komnas Perempuan juga melakukan advokasi konflik Sumber Daya Alam (SDA) dalam kasus penggusuran di Kendeng untuk pembangunan pabrik semen.

KOMPAS/DANU KUSWORO

Stiker yang menuntut dihentikannya kekerasan pada perempuan, dibagikan dalam laporan akhir tahun 2001 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Selasa (11/12/2001), di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta. “Perempuan Indonesia menjadi korban serangan dan teror yang terus menerus terhadap tubuh dan seksualitasnya”, demikian salah satu kesimpulan yang disampaikan dalam acara tersebut.

Organisasi

Struktur organisasi Komnas Perempuan sesuai AD/ART yang disahkan per tahun 2014 adalah sebagai berikut:

  • Komisi Paripurna
  • Pimpinan
  • Subkomisi
  • Dewan Etik
  • Sekretariat Jenderal (Badan Pekerja)

Pimpinan Komnas Perempuan dari Masa ke Masa

Ketua Komnas Perempuan Periode
Saparinah Sadli 1998 – 2001
Kamala Chandrakirana 2003 – 2006
Kamala Chandrakirana 2007 – 2009
Yuniyanti Chuzaifah 2010 – 2014
Azriana Manalu 2015 – 2019
Andy Yentriyani 2020 – saat ini

Tugas Utama

Komnas Perempuan memiliki lima tugas utama dalam rangka menegakkan HAM perempuan Indonesia, sebagaimana yang termaktub dalam Perpres No. 65/2005 Bab III Pasal 4, yaitu:

  • Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
  • Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan hak-hak asasi manusia perempuan.
  • Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian tentang segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi manusia perempuan, serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan.
  • Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif dan yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia serta perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak-hak asasi manusia perempuan.
  • Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi manusia perempuan

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA

Penumpang berdesakan di gerbong khusus perempuan dengan tujuan Parung Panjang di Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (3/6/2014). Dengan adanya gerbong kereta api komuterline khusus perempuan, diharapkan hak dan keselamatan perempuan akan semakin terlindungi.

Peran Strategis

Terdapat lima peran strategis yang dijalankan oleh Komnas Perempuan, yaitu:

  • Pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan kondisi pemenuhan hak perempuan korban
  • Pusat pengetahuan (resource center) tentang hak asasi perempuan
  • Pemicu perubahan serta perumusan kebijakan
  • Negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada pemenuhan tanggung jawab negara pada penegakan hak asasi manusia dan pada pemulihan hak-hak korban
  • Fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Pawai akbar yang diinisiasi Gerakan Masyarakat untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menyusuri Jalan Medan Merdeka Barat menuju ke Taman Aspirasi di depan Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (8/12/2018). Pawai ini sebagai bentuk desakan kepada DPR dan Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi UU. Berdasarkan catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), sejak 2014, Indonesia sudah pada status darurat kekerasan seksual.

Landasan Kerangka Kerja

Dalam melaksanakan mandat, Komnas Perempuan memiliki beberapa landasan kerangka kerja, meliputi:

  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW)
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia)
  • Deklarasi Internasional tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (Diadopsi Majelis Umum PBB tanggal 20 Desember 1993, GA Res 48/104)
  • Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Disahkan melalui Resolusi Majelis Umum PBB 45/158 pada Tanggal 18 Desember 1990).
  • Konvensi Internasional Perlindungan Terhadap Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa (International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance/ICPAPED)
  • Kebijakan lainnya berkaitan dengan HAM

KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR

Panitia Seleksi (Pansel) untuk Pemilihan Anggota Komisi Paripurna Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Periode 2020-2024, menjelaskan proses seleksi anggota komisi tersebut, Selasa (28/5/2019) di Kantor Komnas Perempuan Jakarta.

Visi dan Misi

Visi

Terwujudnya bangunan dan konsensus nasional untuk pembaruan pencegahan kekerasan tehadap perempuan, perlindungan perempuan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan, dalam kerangka HAM yang peka gender dan lintas batas dengan kepemimpinan perempuan.

Misi

  • Mendorong lahirnya kerangka kebijakan negara dan daya dukung organisasi masyarakat sipil dalam mengembangkan model sistem pemulihan yang komprehensif & inklusif bagi perempuan korban kekerasan;
  • Membangun standard setting pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang akan digunakan oleh masyarakat, negara, dan korporasi;
  • Memperkuat infrastruktur gerakan lintas batas untuk peningkatan kapasitas sumber daya gerakan dan penyikapan bersama, untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan;
  • Meningkatkan dukungan negara dan masyarakat terhadap penguatan kepemimpinan perempuan di segala bidang, termasuk perlindungan bagi Perempuan Pembela HAM;
  • Memperkuat daya tanggap, daya pengaruh dan tata kelola Komnas Perempuan, sebagai bentuk akuntabilitas mekanisme HAM khususnya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dalam upaya mendorong perlindungan dan pemajuan HAM perempuan.

Nilai Dasar

  • Kemanusiaan
  • Kesetaraan dan keadilan gender
  • Keberagaman
  • Solidaritas
  • Kemandirian
  • Akuntabilitas
  • Anti kekerasan dan diskriminasi

KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR

Paparan Komnas Perempuan yang disiarkan TV Parlemen terkait sejumlah penyempurnaan atas naskah akademik dan naskah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang disusun tahun 2020, pada Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Badan Legislasi DPR, Senin (29/3/2021).

Isu Prioritas Komnas Perempuan dari Masa ke Masa

Komnas Perempuan memiliki isu prioritas tersendiri di setiap periode jabatan. Dalam tiga periode terakhir, isu prioritas Komnas Perempuan meliputi:

Isu prioritas 2010-2014

  1. Kekerasan terhadap perempuan akibat pemiskinan perempuan (termasuk migrasi, pekerja rumah tangga, sumber daya alam, buruh, pengungsian dalam penanganan bencana.
  2. Kekerasan terhadap perempuan akibat politisasi identitas dan kebijakan berbasis moralitas dan agama.
  3. Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks pelanggaran HAM masa lalu dan konflik.
  4. Penguatan mekanisme HAM bagi perempuan.
  5. Kekerasan terhadap perempuan dalam praktik budaya.
  6. Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks tahanan dan serupa tahanan.
  7. Perempuan Pembela HAM.
  8. Kekerasan terhadap perempuan dalam praktik Pemilu dan Pemilukada.
  9. Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks perkawinan dan keluarga.
  10. Kekerasan seksual dalam berbagai konteks lainnya (kekerasan terhadap perempuan oleh pejabat publik, pendidikan, anggota komunitas, media, dll.).
  11. Kekerasan terhadap perempuan rentan diskriminasi (penyandang cacat/difabel, dan lainnya).

Isu prioritas 2015-2019

  1. Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks pelanggaran HAM masa lalu, konflik, dan bencana.
  2. Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks perkawinan, keluarga, dan relasi personal.
  3. Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks pemiskinan akibat pendekatan pembangunan: pekerja migran, perempuan yang bekerja di industri hiburan, PRT, buruh industri, dan perempuan adat.
  4. Kekerasan seksual.
  5. Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks diskriminasi dan politisasi identitas atas nama agama, moralitas, budaya dan kepentingan politik: perempuan minoritas agama; perempuan dengan orientasi seksual, identitas dan ekspresi gender yang berbeda; perempuan dalam tradisi dan budaya yang berbeda; perempuan korban kebijakan diskriminasi atas nama moralitas dan agama.
  6. Penguatan gerakan sosial dan perlindungan Perempuan Pembela HAM/Women Human Rights Defenders (WHRD).
  7. Penguatan kelembagaan Komnas Perempuan sebagai bagian dari Lembaga Nasional HAM.

Isu prioritas 2020-2025

  1. Perempuan dalam konflik dan bencana.
  2. Perempuan pekerja.
  3. Perempuan tahanan dan serupa tahanan, termasuk kondisi panti rehabilitasi untuk disabilitas.
  4. Perempuan korban kekerasan seksual, termasuk yang berbasis siber, dalam konteks keluarga dan lembaga pendidikan.
  5. Penguatan kelembagaan.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Beragam sepatu diletakan di depan gerbang Gedung DPR, Senayan, Jakarta, dalam aksi 500 Langkah Awal Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), Rabu (25/11/2020). Aksi tersebut merupakan bagian dari Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Komnas Perempuan mendesak legislatif untuk menjadikan RUU PKS yang menjadi payung hukum bagi korban Kekerasan Seksual agar masuk dalam Prolegnas 2021.

Mitra Strategis

Komnas Perempuan merawat relasi dengan mitra strategis sebagai bentuk sinergitas upaya pencegahan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Mitra strategis Komnas Perempuan yakni:

  • Mitra Pengada Layanan, menyediakan layanan pengaduan dan pendampingan bagi korban
  • Mitra Catatan Tahunan (Catahu), mengumpulkan data kasus kekerasan terhadap perempuan setiap tahun
  • Jaringan Masyarakat Sipil, mengkampanyekan pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual kepada publik atau masyarakat luas

Catahu Komnas Perempuan

Catatan Tahunan (Catahu) Kompas Perempuan memuat gambaran atas kondisi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia yang mencakup besaran, bentuk, serta kapasitas lembaga pelayanan korban. Gambaran dalam CATAHU merujuk pada laporan data kasus riil yang diperoleh dari berbagai lembaga yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, serta aduan langsung ke Komnas Perempuan.

Lembaga yang dimaksud merupakan mitra Komnas Perempuan, yang terdiri dari lembaga pemerintahan, organisasi atau lembaga swadaya masyarakat, serta lembaga penegak hukum. Setiap tahun, Komnas Perempuan akan mengirimkan formulir (kuesioner) data ke lembaga mitra untuk diisi dan dikembalikan. Data yang diperoleh lalu dikompilasi serta diolah, untuk kemudian dirilis kepada publik. Catahu dirilis setiap tahun, bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret.

Kasus yang tercatat dalam Catahu mencakup kekerasan terhadap perempuan dalam tiga ranah. Pertama, ranah personal atau privat. Ranah ini berupa kasus yang dilakukan oleh orang dengan hubungan darah (ayah, kakak, adik, paman, kakek), kekerabatan, perkawinan (suami), serta relasi intim (pacaran). Kedua, ranah publik atau komunitas. Artinya, pelaku dan korban tidak memiliki hubungan darah, kekerabatan, atau perkawinan. Ketiga, ranah negara. Pelaku kekerasan merupakan aparat negara yang sedang dalam kapasitas tugas.

Anggaran

Berdasarkan Surat Bersama Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor S-692/MK.02/2020 dan B.636/M.PPN/D.8/KU.01.01/08/2020, alokasi anggaran pemerintah untuk Komnas HAM pada tahun 2021 sejumlah Rp100,2 miliar. Dari jumlah tersebut, Kompas Perempuan memperoleh pembagian pagu anggaran sebesar Rp22,74 miliar.

Data Penunjang

Catahu Komnas Perempuan 2020
Ranah Kasus Jenis Kasus Bentuk Kekerasan Pelaku Kekerasan
Ranah Personal atau Privat
  • KDRT – Kekerasan Terhadap Istri (KTI)
  • Relasi Personal – Kekerasan Dalam Pacaran (KDP)
  • Relasi Personal – Kekerasan Mantan Pacar (KMP)
  • KDRT – Kekerasan Terhadap Anak Perempuan (KTAP)
  • Relasi Personal – Kekerasan Mantan Suami (KMS)
  • KDRT/RP Lain, seperti kekerasan terhadap menantu, sepupu, kekerasan oleh kakak/adik ipar atau kerabat lain
  • Relasi Personal – Pasangan Lainnya
  • KDRT – Pekerja Rumah Tangga (PRT)
  1. Fisik
  2. Psikis
  3. Ekonomi
  4. Seksual:
  • Inses
  • Perkosaan
  • Persetubuhan
  • Pencabulan
  • Eksploitasi Seksual
  • Marital Rape
  • Cyber Crime
  • Pemaksaan Aborsi
  • Perbudakan Sesksual
  • Percobaan Perkosaan
  • Mertua
  • Pacar
  • Mantan Pacar
  • Majikan
  • Suami
  • Mantan Suami
  • Kakek Tiri
  • Kakek
  • Saudara/Kerabat
  • Kakak Ipar
  • Paman
  • Bibi
  • Ayah Angkat
  • Sepupu
  • Adik
  • Kakak
  • Ayah Tiri dan Angkat
  • Ayah kandung
Ranah Publik atau Komunitas Cyber Crime

  • Kekerasan di wilayah tempat tinggal
  • Kekerasan di tempat kerja
  • Kekerasan di layanan public/tempat umum (pasar, transportasi umum, terminal, stasiun, dsb.)
  • Kekerasan di tempat Pendidikan
  • Kekerasan terhadap Buruh Migran
  • Kekerasan di fasilitas medis/non medis
  • Trafficking
Fisik:

  • Penganiayaan
  • Pemukulan
  • Pembunuhan
  • Kekerasan Fisik Lain

Seksual:

  • Eksploitasi Seksual
  • Cyber Crime
  • Persetubuhan
  • Pelecehan Seksual
  • Percobaan Perkosaan
  • Perkosaan
  • Pencabulan

Psikis:

  • Pengancaman
  • Psikis Lain

Ekonomi

  • Ekploitasi Ekonomi

Khusus:

  • Pekerja migran
  • Trafficking
  • Orang Tidak Dikenal
  • Tetangga
  • Teman
  • Guru
  • Dosen
  • Atasan-Bawahan
  • Bapak Kost
  • Guru Ngaji
  •  Kenalan
  •  Ortu Teman
  • Penjual-Pembeli
  • Teman Ortu
  • Mucikari
  • Paranormal
  • Pegawai Hotel
  • Pelanggan
  • Agensi Model
  • Karyawan Sekolah
  • Kepala Panti Asuhan
Ranah Negara
  • Pelanggaran (Act of Commission)
  • Pembiaran (Act of Ommission).
  • Pemukulan pada kasus penggurusan
  • Serangan pada jurnalis saat peliputan
  • Kesulitan akses Kesehatan
  • Penggusuran
  • Pengabaian pengawasan lembaga keuangan (peminjaman online)
  • Satpol PP
  • Aparat Hukum
  • Polisi
  • Dukcapil
  • BPJS Kesehatan
  • Otoritas Jasa Keuangan

Referensi