Lembaga

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang memiliki tugas pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika (MKG). Badan ini selalu memberi informasi dini terkait gempa bumi, tsunami dan kondisi cuaca serta iklim di suatu wilayah. Dalam melaksanakan tugasnya, BMKG bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Fakta Singkat

Dibentuk
1866 (Pemerintahan Belanda)

Pimpinan Pertama (Pemerintahan Belanda)
Bergsma (1866)

Kepala BMKG
Dwikorita Karnawati (3 November 2017 – saat ini)

Balai Besar MKG:
Lima lokasi (Medan, Tangerang Selatan, Badung-Bali, Makassar, Jayapura)

Stasiun dan UPT BMKG:
183 Lokasi

Bidang Monitoring:
• Cuaca
• Iklim
• Kualitas Udara
• Gempa Bumi dan Tsunami

Anggaran:
Rp. 3,274 triliun (RAPBN 2021)

Regulasi:
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
• Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008 tentang Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofosika

Memantau Iklim, Cuaca dan Gempa Bumi

Setiap ada bencana gempa bumi, semua masyarakat selalu menunggu informasi besaran gempa bumi dan lokasinya serta apakah gempa disertai stunami atau tidak dari suatu lembaga pemerintah. Siaran informasi gempa dan tsunami pun segera diluncurkan setelah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG mengumumkannya. Bukan hanya itu, lembaga ini juga memantau kondisi cuaca dan iklim yang berguna untuk dunia penerbangan dan pertanian.

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merupakan kepulauan di wilayah garis khatulistiwa dan terletak di antara dua benua serta dua samudera, secara meteorologis maupun klimatologis membuat Indonesia memiliki variasi kondisi cuaca dan iklim global, termasuk variasi fenomena cuaca dan iklim ekstrim.

Indonesia merupakan negeri cincin api yang berada di atas pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng Eurasia, karena itu Indonesia merupakan wilayah yang sangat rentan untuk mengalami bencana gempabumi dan tsunami serta berbagai dampak pasca gempa bumi dan tsunami tersebut. Indonesia juga menjadi salah satu wilayah yang memiliki frekuensi gempa bumi yang tertinggi di dunia.

Data rekaman kegempaan di BMKG ataupun data global menunjukkan adanya lompatan aktivitas kegempaan secara signifikan, terutama selama beberapa tahun terakhir. Dari data yang ada, gempabumi di Indonesia rata-rata terjadi 5.000 kali dalam satu tahun, namun sejak tahun 2017 telah meningkat menjadi 7.000 kali dalam satu tahun, bahkan meningkat hingga 11.000 kali di tahun 2018 dan 2019.

Selain itu, baik dari data global ataupun lokal, juga menunjukkan adanya peningkatan kejadian cuaca ekstrim akibat perubahan iklim global, yang ditandai dengan tingginya frekuensi kejadian hujan lebat, angin kencang, puting beliung, suhu ekstrim, petir dan hujan es.

Kondisi fisik alami negara yang demikian luas dan berdasarkan data-data MKG yang terjadi selama ini menyebabkan wilayah Indonesia sangat strategis akan kekayaan dan keunikan kondisi cuaca, iklim serta geofisika yang mengakibatkan dinamika fenomena alam di wilayah Indonesia tidak mudah untuk di prediksi, semakin beragam dan juga berdampak negatif serta bersifat merusak.

Tantangan mendesak utama yang saat ini dihadapi oleh BMKG adalah keterbatasan sistem dan peralatan untuk pemantauan, prediksi, dan peringatan dini terjadinya gempa, tsunami ataupun cuaca ekstrem, baik dari segi jumlah, level kemajuan teknologi ataupun kualitas performanya.

Keterbatasan ini semakin nyata dalam menimbulkan risiko lumpuhnya sistem pemantauan dan peringatan dini, akibat “lifetime” dari sebagian besar peralatan tersebut telah terlampaui, serta kerapatan jaringan/jumlah peralatan tersebut sangat minim dibandingkan dengan luas wilayah yang berpotensi terdampak bencana.

Dalam wilayah tanah air seluas kurang lebih 6 juta km², kondisi peralatan yang terpasang masih terbatas, dimana peralatan sensor gempa seismograf baru terpasang 176 unit dan peralatan untuk observasi cuaca juga masih terbatas yaitu 41 unit radar cuaca dari total target 60 unit radar cuaca. Sementara dari keseluruhan jumlah peralatan yang terbatas tersebut pun juga baru dapat dipelihara sekitar kurang lebih 60 persen nya, yang diakibatkan dari terbatasnya alokasi anggaran BMKG untuk pemeliharaan peralatan tersebut.

Sejarah

KOMPAS/LASTI KURNIA

Petugas stasiun pemantauan cuaca 745 memeriksa data blogger di mesin pemantau cuaca otomatis di Taman Alat, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (10/2/2009). Ancaman banjir pasang di pesisir Jawa diperkirakan mereda. Namun, hujan deras pada awal Februari masih berpeluang besar karena dampak siklon tropis Freddy di Samudra Hindia dan kemungkinan munculnya siklon lainnya di utara Australia.

Pada tahun 1841 Indonesia sudah melakukan pengamatan meteorologi dan geofisika secara perseorangan oleh Dr. Onnen yaitu Kepala Rumah Sakit di Bogor. Semakin berkembangnya kegiatan tersebut pada 1866 diresmikan oleh Pemerintah Hindia Belanda menjadi Instansi miliki pemerintah yang bernama Magnetisch en Meteorologisch Observatorium (Observatorium Magnetik dan Meteorologi) dan dipimpin oleh Dr. Bergsma.

Dalam perkembangannya, pada 1912 dilakukan reorganisasi pengamatan meteorologi yaitu penambahan jaringan sekunder dan jasa meteorolgi mulai digunakan sebagai penerangan pada 1930. Selanjutnya pada Pemerintahan Jepang di tahun 1942-1945 instansi meteorologi dan geofisika berubah nama menjadi Kisho Kauso Kusho.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, instansi meteorologi dan geofisika terpecah menjadi dua yang berada di Yogyakarta yaitu Biro Meteorologi berada dalam lingkungan Markas Tertinggi Tentara Rakyat Indonesia (TKR) di khususkan untuk melayani kepentingan Angkatan Udara.

Di Jakarta dibentuk Jawatan Meteorologi dan Geofisika yang bertanggung jawab dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga. Kemudian terjadi agresi militer oleh Belanda pada 21 Juli 1947 yang mengakibatkan Belanda mengambil alih Jawatan Meteorologi dan Geofisika dan diganti namanya menjadi Meteorologisch en Geofisiche Dienst. Terdapat Jawatan Meteorologi dan Geofisika yang berada di Gondangdia, Jakarta mampu dipertahankan oleh Pemerintah Indonesia saat itu.

Pada 1949, Meteorologisch en Geofisiche Dients kembali berganti menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika yang berada dibawah tanggung jawab Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum setelah terjadinya penyerahan kedaulatan negara oleh Belanda kepada Indonesia. Setahun berikutnya yakni pada 1950, Indonesia secara resmi menjadi anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteoroligical Organization/WMO) serta Kepala Jawatan Meteorologi dan Geofisika menjadi Permanent Representative of Indonesia with WMO.

Jawatan Meteorologi dan Geofisika pada 1955 kembali berganti nama menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Pehubungan. Perubahan ini hanya berlangsung lima tahun sebab pada 1960 lembaga ini kembali menjadi Jawatan Meteorologi dan Geologi dan berada dibawah tanggung jawab Departemen Perhubungan Udara.

Pada tahun 1965, lembaga ini kembali diubah statusnya menjadi Direktorat Meteorologi dan Geofisika dan kedudukannya tetap berada dibawah Departemen Perhubungan Udara. Pada 1972 kembali berubah nama menjadi Pusat Meteorologi dan Geofisika yaitu instansi setingkan eselon II dibawah Departemen Perhubungan.

Dalam perjalanan selanjutnya, pada 1980 lembaga ini kembali berubah menjadi setingkat instansi setingkat eselon I pada 1980 dengan nama Badan Meteorologi dan Geofisika dan tetap berada dibawah Departemen Perhubungan.

Pada 2002 lembaga ini resmi diubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) atau tidak berada di bawah kementerian yang tertuang dalam Kepres RI Nomor 46 dan 48 tahun 2002. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008, Badan Meteorologi dan Geofisika berubah menjadi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan status tetap sebagai Lembaga Non Pemerintah Non Departemen. Kemudian pada 1 Oktober 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika yang masih berlaku hingga sekarang sebagai salah satu dasar pijakan BMKG dalam menjalankan tugas.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Kilatan petir menyambar langit di sekitar kawasan Semanggi, Jakarta Pusat, Rabu (29/9/2010). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan anomali cuaca kerap terjadi saat masa pancaroba, yaitu peralihan dari musim kemarau ke musim hujan dan sebaliknya.

Tugas dan Fungsi

Tugas

BMKG mempunyai tugas : melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Fungsi

  • Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyelenggarakan fungsi :
  • Perumusan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika
  • Perumusan kebijakan teknis di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika
  • Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika
  • Pelaksanaan, pembinaan dan pengendalian observasi, dan pengolahan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika
  • Pelayanan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika
  • Penyampaian informasi kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat berkenaan dengan perubahan iklim
  • Penyampaian informasi dan peringatan dini kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat berkenaan dengan bencana karena faktor meteorologi, klimatologi, dan geofisika
  • Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Sudrajat, petugas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandung memeriksa Camblestokes, alat untuk mengukur lamanya sinaran matahari, di halaman Kantor BMKG, Jalan Cemara, Bandung, Jawa Barat, Senin (22/2/2010). Seiring puncak musim hujan pada bulan Februari jumlah sinaran matahari ke bumi hanya sekitar 50 persen dari jumlah rata-rata pada musim kemarau yang mencapai durasi tiga hingga empat jam.

Visi dan Misi

Visi

Mewujudkan BMKG yang handal, tanggap dan mampu dalam rangka mendukung keselamatan masyarakat serta keberhasilan pembangunan nasional, dan berperan aktif di tingkat internasional.

Misi

  • Mengamati dan memahami fenomena meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika.
  • Menyediakan data, informasi dan jasa meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika yang handal dan terpercaya.
  • Mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan di bidang meteorologi, klimatologi , kualitas udara dan geofisika.
  • Berpartisipasi aktif dalam kegiatan internasional di Bidang meteorologi, klimatologi , kualitas udara dan geofisika.

Organisasi

  • Kepala BMKG
  • Deputi Bidang Meteorologi
  • Deputi Bidang Klimatologi
  • Deputi Bidang Geofisika
  • Deputi Bidang Instrumentasi, Kalibrasi, Rekayasa, dan Jaringan Komunikasi
  • Pusat Instrumentasi, Kalibrasi, dan Rekayasa
  • Pusat Database
  • Pusat Jaringan Komunikasi
  • Pusat Pendidikan dan pelatihan
  • Pusat Penelitian dan Pengembangan
  • UPT

KOMPAS/ANGGER PUTRANTO

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Dwikorita Karnawati memaparkan hasil modeling kegempaan di selatan Jawa yang bisa mencapai 8,7 SR dan berpotensi menghasilkan gelombang setinggi 18 meter di Banyuwangi, Kamis (4/3/2021). BMKG merekomendasikan agar Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyiapkan sarana prasarana mitigasi guna mencegah jatuhnya korban jiwa.

Prakiraan Curah Hujan

BMKG melakukan analisis mengenai curah hujan yang akan terjadi pada bulan Februari 2021 serta prakiraan hujan tiga bulan kedepan pada April, Mei, dan Juni 2021. BMKG juga melakukan analisis dinamika atmosfer dan laut serta prakiraan El Nino Southern Oscilation (ENSO), Indian Ocen Dipole (IOD), Monsun dan suhu permukaan laut.

Analisis curah hujan yang dilakukan oleh BMKG  pada Februari 2021 menunjukkan bahwa terdapat sebanayak 80 persen wilayah Indonesia mengalami curah hujan kurang dari 300 mm/bulan yang juga bisa dikatakan bahwa wilayah Indonesia pada bulan Februari mengalami curah hujan menengah. Berdasarkan hasil pantauan 3.700 stasiun dan Pos Hujan BMKG hasil monitoring curah hujan ekstrem harian menunjukkan bahwa hujan ekstrem harian dengan kriteria sangat lebat teramati sebesar 14 persen dan 53 persen hujan harian kriteria lebat.

Hasil prakiraan curah hujan pada April 2021 yang dilakukan BMKG menyebutkan sebanyak 74 persen wilayah Indonesia diprakirakan mengalami curah hujan kurang dari 300 mm/bulan dan hujan yang bersifat normal pada April 2021. Berikutnya intensitas hujan pada Mei-Juni 2021 relatif berkurang dibandingan enam bulan sebelumnya.

Perubahan Iklim

Anomali suhu udara rata-rata pada Februari 2021 dari data yang didapat di 79 stasiun pengamat BMKG rata-rata sebesar 26.9°C.  Berdasarkan data 91 stasiun pengamatan BMKG suhu udara rata-rata tahun 2020 sebesar 27.3°C.

Wilayah Indonesia mengalami tahun terpanas pada 2016 dengan nilai anomali sebesar 0.8°C selama periode pengamatan sejak 1981-2020. Pada 2020 merupakan urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali 0.7°C, sebagai perbandingan informasi suhu rata-rata global dirilis oleh World Meteorological Organization (WMO) pada awal Desember 2020 menempatkan Tahun 2016 sebagai tahun terpanas peringkat pertama.

BMKG memiliki proyeksi perubahan iklim sebagai pusat informasi Perubahan Iklim untuk kegiatan pemodelan iklim regional dan pengolahan data. Berikut adalah beberapa jenis produk proyeksi perubahan iklim :

  • Peta (Atlas) Proyeksi Iklim Indonesia
  • Peta (Atlas) Proyeksi Iklim Resolusi Tinggi Wilayah Jawa
  • Peta (Atlas) Proyeksi Iklim Resolusi Tinggi Wilayah Sulawesi
  • Peta (Atlas) Proyeksi Iklim Resolusi Menengah Wilayah Indonesia

KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA

Kepala Bidang Informasi Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) A Fachri Radjab menjelaskan kondisi cuaca saat ini dan prediksinya selama sepekan, Senin (4/1/2016), di Kantor BMKG, Jakarta. Potensi hujan di Jawa saat ini hanya intensitas ringan-sedang, tetapi berpotensi terus meningkat menjadi sedang-lebat, terutama di akhir pekan ini.

Gempa Bumi dan Tsunami

Indonesia merupakan daerah kegempaan aktif karena berada didaerah pertemuan lempeng-lempeng tektonik Indo-Australia dan Pasifik yang menumbuk ke lempeng Eurasia. Maka dari itu Indonesia merukapan negara yang rentan mengalami bencana gempa bumi dan juga tsunami. Sepanjang tahun 1976-2006 sudah terjadi sebanyak 3.486 gempabumi dengan magnitudo lebi dari 9,0 SR.

Penelitian BMKG sejak 1991 sampai 2009 mencatat sudah terjadi 27 kali gempabumi merusak serta 13 kali gempabumi yang menimbulkan tsunami. Dalam setahun bisa mengalami dua kali gempa bumi dan satu kali tsunami.

Gempa bumi dengan skala besar sering menimbulkan korban jiwa serta kerugian materi yang sangat besar. Seperti Tahun 2004 gempabumi disertai tsunami di Aceh dengan korban jiwa  hampir 300.000 jiwa di Indonesia, Thailand, India, Srilanka, Maldive, dan jug Afrika. Kemudian data rekaman kegempaan BMKG dan juga data global menunjukan aktivitas kegempaan secara signifikan.

Di Indonesia mengalami rata-rata 5000 kali dalam setahun, mulai 2017 mengalami peningkatan menjadi 7000 kali bahkan meningkat pada 2018  sebanyak 11.920 kali. Terbaru Gempabumi di Majene, Sulawesi Barat pada 14-15 Januari 2021 dengan skala magnitudo 5,9 dan 6,2 merusak ribuan rumah dan menelan puluhan korban jiwa. Gempa tersebut diawal dengan gempa pembuka (foreshocks) lalu gempa utama (mainshock) kemudian terjadi gempa susulan (aftershocks). BMKG mencatat terdapat gempa susulan sebanyak 34 kali hingga Jumat 22 Januari 2021.

Tsunami yang terjadi di Indonesia tidak sering terjadi namun menjadi kekhawatiran oleh masyarakat karena selalu menelan korban jiwa kerusakan yang terjadi sangat cepat. Dari data global tercatat 90 persen kejadian tsunami terjadi berawal dari gempabumi tektonik.

Di Indonesia kejadian tsunami tidak hanya bersumber dari gempa tektonik namu jug rawan terhadap aktivitas non tektonik yakni beberapa gunung merapi bawah laut yang aktif dan menjadikan adanya aktivitas vulkanik. BMKG melakukan terus pengupayaan meningkatkan literasi kebencanaan dengan memasukan catatan-catatan kejadian penting salah satunya yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir tsunami Palu-Donggala (2018), Gempa Lombok (2018) serta tsunami Selat Sunda (2018).

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Pekerja berlindung saat mengikuti simulasi penyelamatan diri dari bencana tsunami dalam kegiatan IOWave20 di Bandara Internasional Yogyakarta, Kulon Progo, DI Yogyakarta, Selasa (6/10/2020). IOWave20 atau Indian Ocean Wave Tsunami Exercise 2020 adalah latihan rutin dua tahunan sistem peringatan dini dan mitigasi tsunami untuk negara-negara di sepanjang tepian Samudra Hindia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) telah menggelar latihan tersebut sejak tahun 2009 untuk melatih kesiapsiagaan National Tsunami Warning Centre dalam menerima peringatan dini tsunami dari Regional Tsunami Service Provider (RTSP) India, Indonesia dan Australia.

Sistem Peringatan Dini

BMKG membangun 3 pilar utama sebagai pilar pembangunan BMKG yang mencerminkan 3 inti bidang, yaitu bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika. Masing-masing pilar tersebut terbungkus dalam suatu sistem pelayanan untuk masyarakat yaitu sistem peringatan dini akan MKG yaitu:

  1. Sistem Peringatan Dini Meteorologi (Meteorology Early Warning System–MEWS)
  2. Sistem Peringatan Dini Klimatologi (Climatology Early Warning System–CEWS)
  3. Sistem Peringatan Dini Tsunami (Tsunami Early Warning System–TEWS)

Bidang Meteorologi

Pada 2019 BMKG telah melakukan pemasangan layanan informasi cuaca aktual, prakiraan cuaca, tinggi gelombang, arah dan kecepatan angin di bandara, pelabuhan, tempat-tempat publik dan daerah wisata sebanyak 172 display indoor dan 8 display outdoor. Selain itu dilakukan pula pemasangan 41 unit radar cuaca di 41 lokasi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang dapat memberikan gambaran kondisi cuaca secara real time dan terperinci.

Dalam mendukung layanan informasi cuaca penerbangan, pada 2019 BMKG telah melakukan pemasangan peralatan utama antara lain pemasangan Low-level windshear alert system (LLWAS) atau piranti untuk mengukur kecepatan dan arah angin permukaan rata-rata menggunakan jaringan stasiun sensor jarak jauh sebanyak di lima lokasi. Pemasangan Wind Profiler sebanyak dua lokasi dan LIDAR Volcanic Ash di tiga lokasi. Pemasangan Automated Weather Observing System (AWOS) yang bermanfaat memberikan informasi cuaca untuk take off maupun landing secara real time dan online di 181 lokasi.

Dilakukan pula upaya modernisasi dan penguatan jaringan peralatan meteorologi maritim juga terus dilakukan pembaharuan sehingga BMKG dapat memberikan informasi kecepatan arus dan tinggi gelombang secara real time serta membantu prakirawan dalam meningkatkan akurasi prakiraan cuaca maritim.

Pada 2019, BMKG secara akumulasi telah mengeluarkan informasi peringatan dini cuaca ekstrim sebanyak 43.102 kali untuk 34 provinsi. Adapun skala spasial dari informasi yang diberikan adalah pada skala kabupaten hingga kecamatan, yang disampaikan kepada masyarakat melalui website dan media sosial sehingga diharapkan dapat bermanfaat untuk mengantisipasi dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari cuaca ekstrim yang diprakirakan.

Sumber: BMKG

Bibit siklon tropis diidentifikasi muncul di Samudera Hindia sebelah selatan Jawa Timur pada 24 Februari 2021 berpotensi menjadi siklon tropis.

Bidang Klimatologi

Di bidang klimatologi BMKG telah melaksanakan berbagai kebijakan pembangunan, diantaranya pengembangan dan penggantian peralatan observasi iklim berupa pemasangan unit penakar hujan otomatis (ARG) total sebanyak 636 lokasi, pemasangan Automatic Weather Station (AWS) total sebanyak 194 lokasi, pemasangan penangkar hujan Obs (manual) total sebanyak 6.612 unit, pemasangan Automatic Solar Radiation Station (ASRS) total sebanyak 26 unit, pemasangan iklim mikro sebanyak 22 unit.

Selain itu, BMKG juga melakukan pengembangan dan penggantian peralatan observasi kualitas udara dan gas rumah kaca di 19 titik khususnya di wilayah-wilayah rawan kebakaran hutan. Dalam upaya pengelolaan air terpadu dilaksanakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Kementerian Pekerjaan Umum (PU), dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

BMKG menyusun peta keterpaparan perubahan iklim terhadap sektor pertanian di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah, pembuatan modul pemetaan kerentanan perubahan iklim untuk sektor kesehatan, pembuatan peta kerentanan yaitu informasi tren suhu udara dan perubahan curah hujan.

Di sektor kesehatan sejak tahun 2017 BMKG telah menginisiasi kerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan untuk penyusunan Informasi Peringatan Dini Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis Iklim. Pada akhir tahun 2018, BMKG dan Dinas Kesehatan telah menyepakati operasionalisasi Peringatan Dini DBD untuk Wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Pengembangan Climatology Early Warning System (CEWS) oleh BMKG menjadi lebih handal dengan menerapkan konsep otomatisasi dan percepatan penyampaian informasi peringatan dini iklim dan kualitas udara dengan berbasiskan teknologi informasi terbaru.

Sistem monitoring CEWS saat ini mampu memantau 16 (enam belas) konten informasi iklim dan kualitas udara secara interaktif, mampu memberikan informasi peringatan dini kekeringan dan curah hujan tinggi dengan dukungan Desicion Support System serta terintegrasi dengan web portal CEWS.

Awal tahun 2019, BMKG yang bekerja sama dengan BNPB telah membangun sistem prakiraan cuaca berbasis dampak dalam platform berbasis web (signature) dan diharapkan produk informasi tersebut mampu mengurangi dampak yang dihasilkan oleh bencana hidro-meteorologi yang dapat diakses melalui http://signature.bmkg.go.id

Percepatan monitoring potensi pertumbuhan awan yang awalnya dilakukan setiap 1 (satu) jam oleh BMKG, saat ini menjadi setiap 10 menit dengan menggunakan satelit Himawari yang dapat diakses oleh publik melalui web BMKG.

Sumber: BMKG

Tampilan real time iklim dan cuaca pada laman signature.bmkg.go.id.

Bidang Geofisika

BMKG telah melaksanakan berbagai kebijakan pembangunan di bidang diantaranya: Pemasangan sensor tsunami di lapangan untuk pengukur ketinggian muka air laut (Tide Gauge) yang dipasang di lima lokasi, yaitu: Muncar, Prigi, Pacitan (Jawa Timur), Cilacap (Jawa Tengah), dan Pangandaran (Jawa Barat)

Upaya pemasangan sensor seismograph telah dilakukan di 20 lokasi, pemasangan akselerograf di 93 lokasi dan intensitymeter di 200 lokasi yang merupakan hibah dari Jepang. BMKG telah memasang sistem pengolahan gempabumi dan tsunami (Seiscomp3) pada 2019 di lima Balai Besar Wilayah MKG dan 27 UPT Geofisika.

Meningkatnya kejadian gempabumi dalam beberapa tahun terakhir diantisipasi oleh BMKG dengan penambahan Sensor Broadband Seismograf untuk monitoring gempabumi di 278 lokasi, Intensitymeter di 144 lokasi (Provinsi Banten, Jawa Barat dan Bali), Seismic Borehole 1 lokasi di Sumatera Barat dan pemasangan Sensor Magnet untuk precursor gempabumi di 20 lokasi.

Selain itu dilakukan pula pemasangan Earthquake Early Warning System (EEWS) dengan mekanisme hibah dari Institute of Care Life (ICL) China di 200 lokasi yaitu di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Lampung, Provinsi Bengkulu, Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi D.I Yogyakarta.

Dalam periode 2018-2019, BMKG telah mengeluarkan layanan peringatan dini tsunami sebanyak 8 kali, dimana layanan peringatan yang menimbulkan tsunami terbesar disertai ketinggian air lebih dari 3 meter, telah terjadi pada tanggal 28 September 2018 di Palu Sulawesi Tengah dengan magnitudo 7.7.

Relasi, koordinasi, dan kerjasama antarlembaga BMKG dan BNPB akan meminimalkan dampak bencana yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan cuaca yang ekstrem. Upaya mitigasi bencana sebagai upaya meminimalkan dampak bencana atau tindakan-tindakan untuk memperkecil dan mengurangi dampak yang ditimbulkan dari suatu bencana akan maksimal jika ada peran aktif dan kesadaran dari masyarakat.

KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI

Petugas BPBD Jatim mengecek alat peringatan dini bencana, Selasa (5/3/2019).

Referensi