Daerah

Provinsi Papua Barat: Surga Wisata di “Kepala Burung” Papua

Provinsi Papua Barat kaya akan sumberdaya alam dan bentangan pesona alam yang indah, di antaranya Kepulauan Raja Ampat. Akan tetapi, di sisi lain, provinsi ini masih berjuang mengatasi pembangunan manusianya

KOMPAS/AGNES SWETTA PANDIA

Keelokan Pulau Wayag, di Kabupaten Raja Ampat menjadi primandona bagi turis petualang yang ingin menikmati pemandangan indah dari ketinggian sekitar 150 meter dari pantai dengan kemiringan sekitar 60 derajat. Perjalananan dengan kapal cepat dari Waisai ke Wayad sekitar 3 jam.

Fakta Singkat

Ibukota
Manokwari

Hari Jadi
4 Oktober 1999

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 45/1999

Luas Wilayah
102.946,15 km2

Jumlah Penduduk
1.134.068 jiwa (September 2020)

Pasangan Kepala Daerah
Gubernur Dominicus Mandacan

Wakil Gubernur Mohammad Lakotani

Provinsi Papua Barat terletak di di belahan barat Pulau Papua, mulai dari bagian leher kepala burung hingga pesisir barat. Daerah ini juga menjadi pintu masuk arus lintas Indonesia bagian timur laut, yang mengalir dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia.

Papua Barat adalah pemekaran dari daerah induk Papua. Awalnya, provinsi ini bernama Irian Jaya Barat berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 tahun 1999. Lalu berganti menjadi Papua Barat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 yang ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 18 April 2007. Ibu kota provinsi ini ditetapkan di Manokwari. Hari jadinya ditetapkan pada tanggal 4 Oktober 1999.

Pergantian nama itu seiring perubahan nama daerah induk, yakni Irian Jaya menjadi Papua, seperti diatur Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Makna Irian berasal dari Ikut Republik Indonesia Anti-Netherland seperti disebut dalam laman Provinsi Papua Barat. Adapun Papua berasal dari bahasa Melayu yang berarti rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku asli di Papua. Pergantian nama Irian Jaya Barat menjadi Papua Barat dilandasi pandangan “dua tapi satu, satu tapi dua”, yaitu dalam satu tanah Papua terdapat dua provinsi, tetapi tetap satu Papua.

Provinsi Papua Barat merupakan salah satu daerah yang diberi status sebagai daerah istimewa dan diberi kewenangan otonomi khusus. Kekhususan tersebut terlihat dengan adanya Majelis Rakyat Papua (MRP) yang tidak ada di provinsi lainnya.

Papua Barat memiliki luas wilayah 102.946,15 kilometer persegi. Provinsi ini juga mempunyai pulau terbanyak kedua di Indonesia. Total pulau yang terdapat di provinsi ini sebanyak 1.945 pulau. Jumlah penduduk di provinsi sebanyak 1,13 juta jiwa menurut sensus penduduk terbaru 2020.

Secara administratif, provinsi ini terdiri dari 12 kabupaten dan 1 kota, yang terbagi menjadi 218 distrik, dan 1.982 desa/kelurahan. Saat ini, Provinsi Papua dipimpin oleh Gubernur Dominicus Mandacan dan Wakil Gubernur Mohammad Lakotani.

Sejarah Pembentukan

Provinsi Papua Barat memiliki beragam situs prasejarah. Salah satunya adalah Situs Batu Mawi yang terletak di atas bukit Kampung Menarbu, sisi timur Pulau Roon. Situs itu ditemukan oleh Balai Arkeologi Papua bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D) Teluk Wondama, Papua Barat pada November 2019 lalu.

Artefak yang ditemukan di situs itu berupa lumpang batu dari batu andesit, berukuran panjang 50 cm, lebar 30 cm dan tebal 20 cm. Pada masa prasejarah, lumpang batu ini berfungsi untuk menghaluskan biji-bijian atau ramuan tumbuh-tumbuhan.

Di Pulau Rumberpon, pada November 2019, ditemukan pula situs lukisan tebing prasejarah Sanepa. Situs ini berupa ceruk atau tebing karst yang berlubang lebar dan tinggi, di mana pada beberapa bagian dinding ceruk tampak runtuh dan longsor karena proses pelapukan batuan.

Pada ketinggian antara 11 hingga 16 meter dari permukaan laut, terdapat lukisan pada dinding ceruk. Lukisan itu berwarna merah, dengan motif kadal, bulatan, dan simbol segitiga mirip logo “Mercy”. Lukisan motif kadal tersebut berkaitan dengan kepercayaan prasejarah, yang menganggap binatang melata, seperti kadal, cicak merupakan representasi dari nenek moyang.

Hubungan Papua (Papua Barat dan Papua) dengan dunia luar sudah terjadi sejak abad ketujuh. Menurut Decki Natalis Pigay (2000) dalam bukunya “Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua”, pedagang-pedagang Persia dan India pada abad ketujuh sudah mencapai wilayah ini dan menyebutnya sebagai “Dwi Panta” dan juga “Samudratanta”. Dua abad kemudian, pedagang China tercatat turut masuk ke wilayah ini.

Pengaruh Islam baru masuk ke Papua Barat setelah wilayah Papua masuk dalam kekuasaan politik Kesultanan Tidore pada abad ke-15 Masehi. Semula pengaruh kesultanan tersebut hanya berkisar di sekitar Kepulauan Raja Ampat, tetapi lambat laun masuk ke wilayah pantai barat dan pesisir utara Papua.

Sejak abad ke-16, di wilayah Papua Barat banyak berdiri kerajaan-kerajaan (petuanan) Islam yang diberikan otonomi oleh kesultanan di Maluku. Kerajaan-kerajaan Islam ini terdapat di Kepulauan Raja Ampat-Sorong dan Jazirah Bomberay (Fakfak dan Kaimana).

Kerajaan Islam di Kepulauan Raja Ampat terbagi dalam empat kerajaan, yaitu Kerajaan Waigeo dengan pusat pemerintahannya di Weweyai, Pulau Waigeo, Kerajaan Salawati dengan pusatnya di Sailolof, Pulau Salawatati Selatan, Kerajaan Misool dengan pusatnya di Lilinta, Pulau Misool, dan Kerajaan Batanta dengan pusat pemerintahan di Pulau Batanta.

Di wilayah Fakfak, kerajaan yang pernah berdiri, yaitu Kerajaan Fatagar, Kerajaan Ati-ati, dan Kerajaan Rumbati. Sedangkan kerajaan di wilayah Kaimana adalah Kerajaan Namatota, Kerajaan Komisi, Kerajaan Pattipi, Kerajaan Sekar, Kerajaan Wetuar, dan Kerajaan Arguni.

Dari banyak kerajaan itu, setidaknya terdapat tiga kerajaan yang terkenal pada masa itu, yaitu Kerajaan Salawati, Kerajaan Sailolof, dan Kerajaan Misool.

Kerajaan Salawati memiliki pusat pemerintahan di Samate. Kerajaan ini kerap pula disebut Kerajaan Samate. Lokasinya berbatasan langsung dengan Kerajaan Misool. Kerajaan ini menjadi bagian kekuasaan Kerajaan Islam Ternate.

Adapun salah satu tokoh muslim penting yang sangat berpengaruh di Kerajaan Salawati, yaitu Muhammad Aminuddin. Sebagai adik kandung dari Raja Salawati, Muhammad Aminuddin sangat menentang penjajahan Belanda.

Kerajaan Sailolof berada di selatan Salawatati, tepatnya di desa Sailolof, Raja Ampat. Bekas Kerajaan Sailolof saat ini terdapat di distrik Seget yang berada di selatan Berau, Misol, dan Sorong. Salah satu bukti peninggalan dari Kerajaan Sailolof sebagai kerajaan Islam adalah Masjid Agung Baiturrahman/Masjid Kaimana. Masjid tersebut berada tidak jauh dari pelabuhan besar Kaimana dengan bangunan delapan pilar berpucuk warna emas mengelilingi kubah.

Kerajaan Misool berada di kawasan Raja Ampat, tepatnya di Pulau Misool. Pusat kerajaannya berada di Lilinta, Pulau Misool, tapi diperkirakan wilayah kekuasannya mencakup hampir seluruh bagian pulau. Kerajaan ini merupakan bawahan Kerajaan Bacan. Raja yang pernah memerintah di kerajaan ini, diantaranya Abd al-Majid (1872-1904), Jamal ad-Din (1904-1945) dan Bahar ad-Din Dekamboe (1945).

Catatan sejarah menyebutkan runtuhnya kerajaan-kerajaan di Papua itu antara lain disebabkan oleh adanya pertentangan di antara keluarga kerajaan atau bangsawan, kurangnya pemimpin yang berwibawa, dan masuknya kekuasaan baru, yaitu masuknya bangsa Barat ke Indonesia.

Sejarah Papua Barat sebagai daerah pemekaran tidak bisa dilepaskan pula dari sejarah induknya Papua. Antonio d’Abrau, pimpinan armada laut Portugis, menemukan Pulau Papua lewat utara dan memberinya nama “Os Papuas”. Pendaratan kapal-kapal ekspedisi Barat turut memulai penyebaran agama Kristen di tanah Papua.

Pada tahun 1545, pelaut asal Spanyol Inigo Ortiz de Retes memberi nama Nueva Guinee. Dalam bahasa Inggris disebut New Guinea. Ia awalnya menyusuri pantai utara pulau ini dan karena melihat ciri-ciri manusianya yang berkulit hitam dan berambut keriting sama seperti manusia yang  dilihat di belahan bumi Afrika bernama Guinea, maka pulau ini diberi nama Nueva Guinee atau Pulau Guinea Baru.

Nama Papua dan Nueva Guinea dipertahankan hampir dua abad lamanya, baru kemudian muncul nama Nieuw Guinea dari Belanda. Kedua nama tersebut terkenal secara luas diseluruh dunia, terutama pada abad ke-19.

Penduduk nusantara mengenalnya dengan nama Papua. Adapun nama Nieuw Guinea mulai terkenal sejak abad ke-16 setelah nama tersebut tampak pada peta dunia sehingga dipakai oleh dunia luar, terutama di negara-negara Eropa.

Pada tahun 1956, Belanda mengubah nama Papua dari Nieuw Guinea menjadi Nederlands Nieuw Guinea. Perubahan nama tersebut lebih bersifat politis karena Belanda tak ingin kehilangan pulau Papua dari Indonesia pada zaman itu.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Seorang murid melintas di dekat bungker pertahanan sisa peninggalan Belanda di halaman SD YPPK Padma 2 Brawijaya, Manokwari, Papua Barat, Rabu (23/3). Bungker-bungker sisa peninggalan Perang Dunia II tersebut banyak terdapat di sepanjang pantai kota Manokwari, tetapi kondisinya tidak terawat.

Setelah Indonesia merdeka pada 1945, dan semakin terpojoknya Belanda oleh dunia internasional dalam rangka mempertahankan Papua dalam wilayah jajahannya, pada 1 Desember 1961, Belanda membentuk negara boneka Papua. Sedangkan United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), sebuah badan khusus yang dibentuk PBB untuk menyiapkan act free choice di Papua pada tahun 1969 menggunakan dua nama untuk Papua, West New Guinea/West Irian.

Nama Irian diganti menjadi Irian Barat secara resmi sejak 1 Mei 1963 saat wilayah ini dikembalikan dari Kerajaan Belanda ke dalam pangkuan Negara republik Indonesia. Adapun dunia internasional mengakui secara sah bahwa Papua adalah bagian Negara Indonesia setelah dilakukannya Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada tahun 1969. Kemudian pada tanggal 1 Maret 1973 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1973, nama Irian Barat resmi diganti oleh Presiden Soeharto menjadi nama Irian Jaya.

Pada era reformasi, sebagian masyarakat Papua menuntut penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua. Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memenuhi permintaan masyarakat Papua tersebut. Dalam acara kunjungan resmi kenegaraan presiden, sekaligus menyambut pergantian tahun baru 1999 ke 2000, pagi hari tanggal 1 Januari 2000, Gus Dur memaklumkaan bahwa nama Irian Jaya saat itu diubah namanya menjadi Papua.

Proses pemekaran Provinsi Papua Barat bermula dari disahkannya Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Undang-Undang tersebut mendapat dukungan dari Surat Keputusan (SK) DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor 10 Tahun 1999 tentang Pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi tiga provinsi.

Setelah dipromulgasikan pada tanggal 1 Oktober 1999 oleh Presiden BJ Habibie, rencana pemekaran provinsi menjadi tiga ditolak oleh warga Papua di Jayapura dengan demonstrasi akbar pada tanggal 14 Oktober 1999. Sejak saat itu, pemekaran provinsi ditangguhkan, sementara pemekaran kabupaten tetap dilaksanakan sesuai UU Nomor 45 Tahun 1999.

Pada tahun 2002, pemekaran Irian Jaya Barat kembali diaktifkan berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 27 Januari 2003. Sejak saat itu, Provinsi Irian Jaya Barat perlahan membentuk dirinya menjadi provinsi definitif.

Dalam perjalanannya, Provinsi Irian Jaya Barat mendapat tekanan keras dari induknya Provinsi Papua, hingga ke Mahkamah Konstitusi melalui uji materiil. Mahkamah Konstitusi akhirnya membatalkan UU Nomor 45 Tahun 1999 yang menjadi payung hukum Provinsi Irian Jaya Barat. Namun Provinsi Irian Jaya Barat tetap diakui keberadaannya. Setelah itu, Provinsi Irian Jaya Barat terus dilengkapi sistem pemerintahannya, walaupun di sisi lain payung hukumnya telah dibatalkan.

Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintahan, anggaran, anggota DPRD, akhirnya Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penuh ketika memiliki gurbernur dan wakil gurbernur definitif untuk periode 2006 – 2011 Abraham Octavianus Atururi dan Rahimin Katjong yang dilantik pada tanggal 24 Juli 2006.

Sejak saat itu, pertentangan selama lebih dari 6 tahun sejak UU Nomor 45 Tahun 1999 dikumandangkan, dan pertentangan sengit selama 3 tahun sejak Inpres Nomor 1 Tahun 2003 dikeluarkan berakhir. Provinsi Irian Jaya Barat mulai membangun dirinya secara sah. Sejak tanggal 18 April 2007, Provinsi Irian Jaya Barat berubah nama menjadi Provinsi Papua Barat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007.

Geografis

Provinsi Papua Barat terletak pada 124°-132° Bujur Timur dan 0°-4°Lintang Selatan, tepat berada di bawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut.

Di sebelah utara, Papua Barat berbatasan dengan Samudera Pasifik, di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Banda dan Provinsi Maluku, di sebelah barat berbatasan dengan Laut Seram, dan Provinsi Maluku sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Papua.

Provinsi ini memiliki luas wilayah sebesar 102.955,15 kilometer persegi. Wilayah kabupaten/kota di Papua Barat yang berbatasan dengan laut sebesar 62,96 persen, dan hanya 37,04 persen desa yang berada di daerah pesisir.

Kondisi topografi Papua Barat sangat bervariasi, membentang mulai dari dataran rendah, rawa sampai dataran tinggi, dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan tropis, padang rumput dan padang alang-alang.

Papua Barat memiliki beberapa sungai, diantaranya Sungai Kamundan (425 km), Sungai Beraur (360 km), dan Sungai Warsamsan (320 km). Sedangkan sungai-sungai yang termasuk kategori terlebar adalah Sungai Kaibus (80-2.700 m), Sungai Minika (40-2.200 m), Sungai Karabra (40-1.300 m), Sungai Seramuk (45-1.250 m), dan Sungai Kamundan (140-1.200 m).

Wilayah Papua Barat juga memiliki 12 danau yang tersebar pada beberapa kabupaten. Beberapa di antaranya adalah Danau Waserey di Teluk Wondama, Danau Kamakawalor di Kaimana, Danau Anggi Gita di Manokwari dan Danau Ayamaru di Sorong Selatan.

Wilayah Papua Barat termasuk kawasan rawan gempa dan tsunami. Umumnya daerah patahan aktif Sesar Sorong merupakan zona yang sangat rawan gempa bumi. Wilayah Manokwari termasuk daerah yang paling rawan gempa.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Danau Waserey di kawasan Kampung Sombokoro, Distrik Windesi, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, Sabtu (12/8/2017).

Pemerintahan

Sejak dibentuk menjadi Provinsi Papua Barat, provinsi ini telah dipimpin oleh dua gubernur, empat penjabat gubernur dan satu pelaksana harian. Abraham Octavianus Atururi tercatat sebagai penjabat gubernur pertama pada tahun 2003 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.213/M tahun 2003 hingga 23 Juli 2005.

Selanjutnya, Abraham digantikan oleh Timbul Pudjianto karena mengundurkan diri untuk ikut dalam pemilihan kepala daerah Papua Barat. Timbul Pudjianto menjabat sebagai penjabat gubernur dari 23 Juli 2005 hingga 24 Juli 2006.

Abraham Octavianus Atuturi kemudian terpilih sebagai gubernur pertama Provinsi Papua Barat untuk dua periode (2006-2011 dan 2012-2017). Di antara dua periode itu, tercatat Tanribali Labo menjadi penjabat gubernur dari 25 Juli 2011 hingga 16 Januari 2012. Kemudian pada 17 Januari 2017 hingga 30 Januari 2017, Papua Barat dipimpin oleh Pelaksana Harian Nathaniel Mandacan.

Gubernur Papua Barat selanjutnya adalah Dominggus Mandacan. Bersama pasangannya Muhammad Lakotani, Dominggus memenangkan pemilihan kepala daerah (pilkada) Papua Barat 2017 dengan perolehan suara 305.538 suara dari 521.258 surat suara sah. Pasangan Dominggus Mandacan-Muhammad Lakotani mengalahkan pasangan Stepanus Malak-Ali Hindom yang memperoleh 13.484 suara, dan pasangan Irene Manibuy-Abdullah Manaray dengan perolehan 78.236 suara.

Secara administratif, pada awal pemekaran, Provinsi Papua Barat hanya terdiri dari tiga kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Fakfak, Sorong, Manokwari, dan Kota Sorong. Saat ini, Papua Barat terbagi dalam 12 kabupaten dan 1 kota. Kabupaten/Kota tersebut adalah Kabupaten Fakfak, Kaimana, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Manokwari, Sorong Selatan, Sorong, Raja Ampat, Tambrauw, Maybrat, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, dan Kota Sorong.

Papua Barat memiliki Aparatur Sipil Negara (ASN) sebanyak 37.170 orang. Dari jumlah itu, sebesar 51,84 persen di antaranya berpendidikan sarjana dan 31,93 persen berpendidikan SMA ke bawah.

Untuk peta politik lokal, dari 45 kursi DPR Papua Barat, Partai Golkar mendapatkan 8 kursi, disusul Nasdem dan PDI-P masing-masing meraih 7 kursi. Kursi lainnya diisi Demokrat (6), lalu PAN, Hanura, dan Gerindra yang masing-masing dapat 3 kursi, kemudian PKS, Perindo, PKB, dan PKPI yang sama-sama mendapat 2 kursi.

KOMPAS//WISNU WIDIANTORO

Presiden Joko widodo dan Ibu Negara Iriana bersiap untuk memberikan ucapan selamat kepada Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilantik di Istana Negara, Jakarta, Jumat (12/5/2017). Sebanyak lima pasang Gubernur dan wakil gubernur dari Provinsi Papua Barat, Gorontalo, Banten, Bangka Belitung, Sulawesi Barat hasil Pilkada 2017 dan wakil gubernur Riau dilantik hari itu.

Politik

Sejarah partai politik di Provinsi Papua Barat berawal di Manokwari ketika pada tahun 1946 berdiri Gerakan Merah Putih yang memiliki beberapa cabang hingga ke Sorong. Di Sorong juga sempat berdiri Badan Perdjoangan Indonesia (BPI) di bawah pimpinan Muhammad Ahmad. Sama seperti gerakan politik masyarakat Irian di daerah sebelah timur, keberadaan organisasi politik ini lebih merupakan ungkapan perlawanan terhadap Belanda.

Sejak menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1963, Pemilu 1971 merupakan pengalaman pertama bagi masyarakat Irian Jaya Barat melakukan pemilu, dengan peraturan khusus bagi seluruh wilayah Irian. Ketika itu, masyarakat memilih secara langsung wakil-wakilnya untuk duduk di kursi DPRD Tingkat II. Kemudian wakil-wakil terpilih inilah yang memilih calon-calon untuk duduk di DPRD Tingkat I dan DPR Pusat. Lewat cara pemilihan ini, Golkar berhasil mendudukkan tiga orang wakil untuk Kabupaten Sorong, Manokwari, dan Fakfak di DPR Pusat.

Kondisi yang kurang lebih serupa masih terjadi ketika pelaksanaan Pemilu 1977. Ketiga peserta pemilu, yakni Golkar, PPP, dan PDI, mendapatkan bantuan pemerintah Rp 1 juta untuk melakukan kampanye di seluruh wilayah Irian. Kali ini penduduk Irian sudah memilih tiga partai seperti daerah lain di Indonesia, namun dengan tanda gambar yang berbeda. Yaitu gambar jagung untuk PDI, gambar payung untuk Golkar, dan gambar cermin untuk PPP. Sama dengan di wilayah Irian lainnya, untuk ketiga kabupaten di Irian Jaya Barat ini kembali Golkar meraih kemenangan mutlak.

Dalam kurun 15 tahun, dari Pemilu 1982 hingga Pemilu 1997, boleh dikatakan tidak terjadi persaingan suara yang berarti karena Golkar selalu memenangi pemilu. Pada Pemilu 1982, Golkar langsung meraih 86,87 persen suara untuk ketiga kabupaten di wilayah Irian Jaya Barat ini. Pada ketiga pemilu berikutnya, perolehan suara Golkar nyaris stabil pada angka persentase 86 persen.

Tampaknya selama empat kali pemilu ini, Golkar betul-betul menguasai ketiga kabupaten di ujung barat Pulau Irian ini. Persentase tertinggi bagi Golkar senantiasa terjadi di Kabupaten Manokwari, yaitu pada kisaran 89 hingga 93 persen suara. Sementara itu, persentase terendah bagi Golkar terjadi di Kabupaten Sorong, yaitu pada kisaran 82 hingga 84 persen suara. Adapun, Kabupaten Fakfak yang hampir 50 persen penduduknya beragama Islam tidak praktis menjadikan daerah ini sebagai kantong PPP. Di kabupaten ini PPP paling tinggi hanya dapat mencapai 7,45 persen suara pada Pemilu 1982.

Baik Partai Persatuan Pembangunan (PPP) maupun Partai Demokrasi Indonesia (PDI) tak mampu meningkatkan perolehan suaranya berhadapan dengan Golkar di provinsi ini. Kedua partai ini hanya kebagian suara pemilih 6,35 persen untuk PPP dan 6,77 persen untuk PDI pada Pemilu 1982. Pada pemilu-pemilu berikutnya tidak terjadi perubahan berarti pada perolehan suara kedua partai ini.

Meskipun pada Pemilu 1987 dan 1992 perolehan suara PDI menunjukkan kecenderungan meningkat hingga mencapai 8,29 persen dan PPP menunjukkan kecenderungan menurun sampai hampir hanya separuh (4,24 persen suara) dari PDI, pada Pemilu 1997 perolehan suara kedua partai ini kembali ke keadaan seimbang seperti proporsi suara pada Pemilu 1982.

Dominasi Golkar selama Orde Baru di wilayah ini hanya menyisakan sedikit peluang bagi kedua partai ini untuk mampu mendongkrak perolehan suara mereka. Sekalipun PDI sebetulnya mempunyai peluang karena pengaruh Parkindo dan Partai Katolik yang berfusi ke dalam partai tersebut sejak 1973, partai berlambang kepala banteng ini tampaknya tidak mampu mendongkrak perolehan suara di wilayah yang mayoritas beragama Kristen ini.

Sama seperti yang terjadi di wilayah Irian lainnya selama Orde Baru, keleluasaan Golkar sebagai organisasi kemasyarakatan yang mendapat dukungan penuh pemerintah Orde Baru membuat Golkar mampu menjangkau pelosok pedalaman. Hingga tidak sukar bagi Golkar untuk senantiasa tampil sebagai pemenang dalam setiap pemilu era Orde Baru.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Warga dan aparat pemerintah Distrik Masni, Kamis (16/4/2009), menarikan tarian tumbuk tanah di halaman Kantor KPU Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, seusai pengiriman hasil pemilu dari daerahnya.

Memasuki era reformasi, pada Pemilu 1999 di Irian Jaya Barat (Irjabar), Golkar masih mampu mengumpulkan suara terbanyak dengan 42,3 persen suara. Disusul kemudian Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) 33,2 persen, dan PPP 4,9 persen. Hiruk pikuk reformasi tampaknya tidak mengurangi dominasi Golkar di Irjabar walaupun perolehan suaranya turun drastis dari 86 persen pada Pemilu 1997. Sebaliknya, perolehan suara PDI-P justru melonjak dari Pemilu 1997 yang cuma 7,1 persen.

Pada Pileg 2014, Golkar masih menjadi parpol dengan perolehan suara terbanyak di Papua Barat. Perolehan suaranya mencapai 160.242 suara atau sekitar 27,93 persen suara. Berdasarkan perolehan suara tersebut, Golkar memperoleh 1 kursi di DPR RI pada periode 2014-2019.

Parpol yang memperoleh suara terbanyak kedua di Papua Barat adalah Partai Demokrat dengan memperoleh 143.869 suara atau 25,08 persen suara dan mendapatkan jatah 1 kursi di DPR. Di tempat ketiga perolehan suara terbanyak  ditempati oleh PDI-P dengan perolehan suara 89.334 atau sekitar 15,57 persen. Parpol ini juga mendapatkan jatah 1 kursi DPR RI.

Pada Pemilu 2019, peta politik di Papua Barat berubah. Golkar harus puas di peringkat kedua dengan perolehan 103.012 suara atau 17,14 persen suara dari total suara sah sebanyak 601.107. Partai Nasdem justru unggul dengan meraih 109.157 suara atau 18,16 persen. Di urutan ketiga, PDI-P mendapat 101.713 suara. Posisi keempat hingga terakhir secara berurutan yaitu, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, Perindo, PKS, Hanura, Berkarya, PPP, PSI, PBB, PKPI, dan Garuda.

Kependudukan

Penduduk Papua Barat menurut Sensus Penduduk 2020 sebanyak 1,13 juta jiwa. Dibandingkan dengan hasil sensus sebelumnya (2010), terdapat kenaikan jumlah penduduk sebanyak 373,65 ribu jiwa. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2010-2020), laju pertumbuhan penduduk Papua Barat sebesar 3,94 persen per tahun.

Mayoritas penduduk Papua Barat berasal dari suku bangsa asli Papua yang terdiri atas beberapa suku bangsa. Papua Barat memiliki 24 suku bangsa dengan bahasa yang berbeda-beda. Bahkan, setiap suku bangsa dapat memiliki lebih dari satu bahasa. Menurut catatan Kemdikbud, terdapat 102 bahasa di Papua Barat. Suku-suku tersebut menyebar di 13 kabupaten dan kota.

Suku Arfak mendiami Pegunungan Arfak di Kabupaten Manokwari sampai Bintuni. Adapula suku Doteri yang merupakan suku migran dari Pulau Numfor di wilayah pesisir Kabupaten Teluk Wondama, bersama suku Kuri, Simuri, lrarutu, Sebyar, Moscona, Mairasi, Kambouw, Onim, Sekar, Maibrat, Tehit, lmeko, Moi, Tipin, dan Maya. Adapun suku Biak adalah suku bangsa mayoritas yang sejak dahulu telah mendiami wilayah Kepulauan Raja Ampat.

Di samping suku bangsa asli, di wilayah Papua Barat hidup berbaur berbagai suku pendatang, seperti Jawa, Bugis, Batak, Dayak, Manado, dan Tionghoa.

Kehidupan tradisional masyarakat asli Provinsi Papua Barat masih dapat ditemukan di kampung-kampung dengan adanya kepala suku bangsa sebagai pimpinan. Kehidupan primitif di provinsi ini sudah hampir tidak dijumpai lagi.

Wilayah Papua Barat merupakan tempat pekabaran Injil dan syiar agama Islam. Kabupaten Manokwari mendapat julukan kota Injil karena pertama kali Injil masuk ke tanah Papua melalui Pulau Mansinam yang terletak di wilayah Manokwari.

Berdasarkan data Sakernas Februari 2020, struktur penduduk bekerja Papua Barat menurut lapangan usaha didominasi oleh pertanian sebesar 33,45 persen, diikuti perdagangan dan administrasi pemerintahan masing-masing 16,26 persen dan 14,78 persen.

KOMPAS/FABIO M LOPES COSTA

Tarian kolosal dalam Festival Seni Budaya Papua Barat di Manokwari, Papua Barat, Rabu (9/10/2019). Festival ini dihadiri sebanyak 300 peserta lomba tari dan musik tradisional dari 12 kabupaten di Papua Barat.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
64,70 (2019)

Umur Harapan Hidup 
65,90 tahun (2019)

Harapan Lama Sekolah 
12,72 tahun (2019)

Rata-rata Lama Sekolah 
7,44 tahun (2019)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
6,80 persen (Agustus 2020)

Tingkat Kemiskinan
21,37 persen (Maret 2020)

Rasio Gini
0,382 (Maret 2020)

Kesejahteraan

Pembangunan manusia di Papua Barat terus meningkat dalam 9 tahun terakhir. Sejak tahun 2012, status pembangunan manusia Provinsi Papua Barat berstatus ”sedang” dan tidak berubah hingga tahun 2019 lalu. Tahun 2019 lalu, IPM Papua Barat sebesar 64,70.

Umur Harapan Hidup (UHH) saat lahir yang merepresentasikan dimensi umur panjang dan hidup sehat terus meningkat selama periode tahun 2010 hingga 2019. Pada tahun 2010, UHH tercatat masih 64,59 tahun, meningkat menjadi 65,90 tahun pada tahun 2019.

Untuk dimensi pengetahuan, harapan lama sekolah (HLS) tumbuh dari 11,10 tahun pada tahun 2010 menjadi 12,72 tahun pada 2019. Sedangkan, rata-rata lama sekolah (RLS) meningkat dari 6,77 tahun pada 2010 menjadi 7,44 tahun pada 2019.

Untuk dimensi standar hidup layak, pengeluaran per kapita (harga konstan 2012) meningkat dari Rp 6,67 juta pada 2010 menjadi Rp 8,12 juta pada tahun 2019.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2020 tercatat sebesar 6,8 persen, meningkat sebesar 0,37 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2019 sebesar 6,43 persen. Dilihat dari tempat tinggalnya, TPT di perkotaan cenderung lebih tinggi dibanding TPT di perdesaan. Pada Agustus 2020, TPT di perkotaan sebesar 9,95 persen, sedangkan TPT di perdesaan hanya 4,69 persen.

Angka kemiskinan di Provinsi Papua Barat masih tergolong tinggi dan di atas rata-rata angka kemiskinan nasional. Provinsi ini masih menduduki peringkat kedua sebagai provinsi dengan prosentase kemiskinan tertinggi.

Pada Maret 2020, penduduk miskin di Papua Barat tercatat sebanyak 208,58 ribu jiwa atau 21,37 persen dari total penduduk Papua Barat. Angka tersebut naik sebesar 0,99 ribu jiwa jika dibandingkan kondisi September 2019 yang berjumlah 207,59 ribu jiwa.

Persentase penduduk miskin daerah perkotaan naik sebanyak 0,38 persen menjadi 5,85 persen (5,47 persen pada September 2019). Sedangkan persentase penduduk miskin perdesaan turun sebanyak 0,50 persen menjadi 32,70 persen (33,20 persen pada September 2019).

Pada Maret 2020, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Papua Barat yang diukur dengan Gini Ratio sebesar 0,382. Angka ini naik tipis sebesar 0,001 poin dibandingkan dengan Gini Ratio  September 2019 yang besarnya 0,381.

KOMPAS/A PONCO ANGGORO

Iwan Halawani, anggota tim kesehatan dari Kementerian Kesehatan, memberikan pelayanan kesehatan kepada warga di pedalaman Pegunungan Tambrauw, Kampung Kwesefo, Distrik Kwoor, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat, Minggu (7/4/2013). Di kampung ini sempat diberitakan banyak warga meninggal karena kelaparan. Namun, setelah tim kesehatan melakukan pengecekan, tidak ada warga yang meninggal karena kelaparan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 483,72 miliar (2019)

Dana Perimbangan 
Rp 6,90 triliun (2019)

Pertumbuhan Ekonomi
2,66 persen (2019)

PDRB per kapita
Rp 87,9 juta/tahun (2019)

Inflasi
1,93 persen (2019)

Nilai Ekspor
131,07 juta dolar AS (November 2020)

Nilai Impor
3,14 juta dolar AS (November 2020)

Ekonomi

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di Papua Barat pada tahun 2019 sebesar Rp 84,34 triliun. Dari angka PDRB tersebut, kontribusi terbesar berasal dari sektor industri pengolahan dengan peran mencapai 25,74 persen, disusul sektor pertambangan dan penggalian (17,44 persen), dan sektor konstruksi (15,96 persen).

Perekonomian Papua Barat sangat menjanjikan, terlebih dengan sumber daya alam yang melimpah. Papua Barat memiliki aset sumber daya alam berupa gas alam cair. Keberadaan gas alam cair berdampak signifikan pada perekonomian Papua Barat. Pada tahun 2019, kontribusinya terhadap perekonomian mencapai 45 persen.

Bahkan sektor minyak dan gas masih menguasai lebih dari separuh pangsa PDRB. Dengan kata lain, tren kecenderungan pertumbuhan ekonomi provinsi Papua Barat dapat diperkirakan dari laju pertumbuhan migas

Selama periode 2011-2019, Provinsi Papua Barat memiliki pertumbuhan ekonomi relatif stabil. Angka pertumbuhan ekonominya mendekati pertumbuhan rata-rata perekonomian nasional. Namun pada tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Papua Barat turun drastis, dari 6,24 persen pada tahun 2018 menjadi hanya 2,66 persen pada tahun 2019.

Nilai ekspor Papua Barat pada November 2020 mencapai 130,07 juta dollar AS, turun sebesar 16,31 persen jika dibandingkan dengan Oktober 2020 yang mencapai 156,61 juta dollar AS. Bahan bakar mineral adalah barang yang paling banyak dieskpor, yaitu sebesar 128,99 juta dolar atau 98,42 persen dari total ekspor Papua Barat. Adapun negara tujuan ekspor Papua Barat terbesar ke China, disusul Korea Selatan, Jepang, dan Timor Leste

Nilai impor Papua Barat pada November 2020 sebesar 3,14 juta dollar AS, meningkat sebesar 498,67 persen bila dibandingkan dengan Oktober 2020 yang hanya sebesar 0,52 juta dollar AS. Barang yang banyak diimpor, antara lain mesin-mesin/pesawat mekanik, karet dan barang dari karet, plastik dan barang dari plastik, dan mainan. Adapun negara asal impor Papua Barat terbesar adalah China, disusul Italia, Singapura, dan Amerika Serikat.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Jelajah Koral Teluk Cendrawasih -Tim ”Kompas” menyusuri bawah laut sekitar Tanjung Mangguar di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Papua, Senin (14/8/2017). Lereng dengan batuan berlapis-lapis menjadi salah satu keunikan geologis teluk ini.

Di sektor pariwisata, daerah yang tergolong muda ini memiliki banyak destinasi wisata baik alam maupun sejarah. Setidaknya terdapat 79 destinasi wisata di provinsi pemekaran Papua ini. Jumlah itu terdiri dari 20 destinasi wisata alam, 8 destinasi wisata bahari, 32 destinasi wisata budaya, dan 19 destinasi wisata agro.

Kepulauan Raja Ampat adalah salah satu tempat wisata unggulan yang terkenal dengan surga bawah lautnya. Setidaknya 1.500 spesies ikan atau setara 75 persen dari seluruh spesies ikan di dunia berada di kawasan ini. Tak pelak, kawasan Raja Ampat sangat kesohor hingga ke mancanegara.

Selain Raja Ampat, kawasan wisata lainnya yang tak kalah indah adalah Pegunungan Arfak, Kaimana, Taman Nasional Teluk Cenderawasih, taman wisata alam Gunung Meja, dan situs purbakala Tampurarang.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Provinsi Irian Jaya Barat Diresmikan”, Kompas, 7 Februari 2003, hal. 19
  • “Ada Apa di Balik Inpres Pemekaran Provinsi Papua? *Jendela”, Kompas, 17 Februari 2003, hal. 34
  • “Prediksi Pemilu di Irian Jaya Barat * Kemelut Pascapemekaran”, Kompas, 6 Maret 2004, hal. 01
  • “Peta Politik Pemilihan Umum Provinsi Irian Jaya Barat”, Kompas, 6 Maret 2004, hal. 32
  • “Memantapkan Posisi Otonomi Khusus Pemilihan Umum 2004 *Pemilihan Umum 2004”, Kompas, 1 April 2004, hal. 36
  • “Ekses Pemekaran Belum Selesai di Irian Jaya Barat *Pemilihan Presiden 2004”, Kompas, 30 Juni 2004, hal. 30
  • “Papua Vs Irjabar: Demi Kepentingan Rakyat atau Elite Politik?”, Kompas, 4 Mei 2005, hal. 30
  • “Irjabar Ditentukan UU Otsus * Pilkada Irjabar Ditunda”, Kompas, 25 November 2005, hal. 04
  • “Politik Papua: Pilkada Irjabar, Perjuangan Tiada Henti”, Kompas, 15 Mei 2006, hal. 05
  • “Kilas Daerah: Nama Papua Barat Resmi Gantikan Irjabar”, Kompas, 19 April 2007, hal. 22
  • “Peta Politik: Papua Barat * Politik Warna-warni di “Kepala Burung”, Kompas, 4 Maret 2009, hal. 08
  • “Dinamika Pemekaran ala Papua Barat”, Kompas, 4 Maret 2009, hal. 08
  • “Hasil Pemilu: Papua Barat * Pertautan Popularitas Kandidat dan Adat”, Kompas, 16 Juni 2009, hal. 08
  • “Otonomi Daerah Papua Barat (1): Sekadar Menabur Ikan di Kepala Burung”, Kompas, 23 Februari 2010, hal. 05
  • “Otonomi Daerah Papua Barat (2): Otonomi Khusus Belum Berasa”, Kompas, 24 Februari 2010, hal. 05
  • “Otonomi Daerah Papua Barat (3): Jangan Putus Masa Depan Anak-anak”, Kompas, 25 Februari 2010, hal. 05
  • “Otonomi Daerah Papua Barat (4): Jakarta (Masih) Utang”, Kompas, 27 Februari 2010, hal. 05
  • “Otonomi Daerah Papua Barat (5-Habis) * Anggaran Kesehatan yang Diturunkan”, Kompas, 1 Maret 2010, hal. 04
Buku dan Jurnal
Internet
Aturan Pendukung

Penulis
Antonius Purwanto

Editor
Ignatius Kristanto