Lembaga

Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)

Masa kejayaan Partai Hanura tidak bisa dilepaskan dari sosok Wiranto yang merupakan mantan Panglima TNI dan mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan sebagai pendiri partai yang dideklarasikan pada tahun 2006. Partai ini pertama kali mengikuti pertarungan Pemilu pada 2009.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Presiden Joko Widodo (keempat kiri), Presiden Ke-5 Megawati Soekarno Putri (kelima kiri), Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Oesman Sapta (ketiga kiri), Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto (keenam kiri), serta tamu undangan lainnya menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam acara Pengukuhan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura Periode 2016-2020 di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/2/2017).

Fakta Singkat

Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)

Didirikan
Jakarta, 28 Oktober 2006

Dideklarasikan
Jakarta, 21 Desember 2006

Pemilu 2009
Perolehan suara sah: 3.922.870
Persentase: 3,77 persen
Kursi DPR: 17

Pemilu 2014:
Perolehan suara sah: 6.579.498
Persentase: 5,26 persen
Kursi DPR: 16

Pemilu 2019:
Perolehan suara sah: 2.161.507
Persentase: 1,54 persen
Kursi DPR: tidak mendapatkan kursi di DPR

Ketua Umum:
Oesman Sapta Odang (2019 – 2024)

Sejarah

Tujuan didirikannya Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), seperti yang ditegaskan Wiranto, adalah sebuah bentuk perjuangan dalam mengembalikan fungsi partai politik sebagai organ untuk melakukan pendidikan politik, rekrutmen kepemimpinan, yang muaranya ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat.

Saat Wiranto masih menjabat sebagai ketua umum partai, karier politiknya cukup cemerlang di kancah politik nasional. Sebelumnya, Wiranto merupakan Kader Partai Golkar. Pada konvensi pemilihan capres dari Golkar, dirinya terpilih sebagai capres yang diusung dari Golkar untuk Pemilu Presiden 2004 yang saat itu mengalahkan Akbar Tandjung, Surya Paloh, Aburizal Bakrie, dan Prabowo Subianto. Akan tetapi, pada Pemilu Presiden 2004, Wiranto yang menggandeng Sollahudin Wahid hanya meraih 23.827.512 suara (22,19 persen) dengan urutan posisi ketiga sehingga gagal melanjutkan putaran kedua.

Pascakekalahan tersebut, Wiranto bersama tokoh-tokoh lainnya menggagas partai baru. Pada pertemuan tokoh-tokoh di Jakarta pada 13–14 November 2006 melahirkan gagasan pendirian Partai Hanura.

Tokoh-tokoh tersebut, yakni Jenderal (Purn.) Wiranto, Jenderal (Purn.) Fachrul Razi (mantan Wakil Pangab), Jenderal (Purn.) Subagyo H.S. (mantan KASAD), Laksamana Bernard Kent Sondakh (mantan KASAL), Jenderal (Pol) Chairul Ismail (mantan Kapolri di era Presiden Abdurrahman Wahid), serta Budi Santoso, Ary Mardjono, dan Abu Hartono.

Terdapat juga tokoh sipil, yakni Fuad Bawazier (mantan Menkeu), Djafar Badjeber, Samuel Koto, pengacara kondang Elza Syarief, dan aktor Anwar Fuadi.

Pertemuan tersebut melahirkan delapan kesepakatan yang merupakan cikal bakal lahirnya partai ini. Kesepakatan pertama, memperhatikan kondisi lingkungan global, regional, dan nasional, serta kinerja pemerintahan RI selama ini, mengisyaratkan bahwa sejatinya Indonesia belum berhasil mewujudkan apa yang diamanatkan UUD 1945.

Kedua, memperlihatan kinerja pemerintahan sekarang ini maka kemungkinan tiga tahun yang akan datang akan sulit diharapkan adanya perubahan yang cukup signifikan, menyangkut perbaikan nasib bangsa. Ketiga, perjuangan untuk mewujudkan terjadinya sirkulasi kepemimpinan nasional dan pemerintahan bukan lagi untuk memenuhi ambisi perorangan atau kelompok, namun merupakan perjuangan bersama untuk menyelamatkan masa depan bangsa.

Kesepakatan yang keempat, yaitu perjuangan itu membutuhkan keberanian untuk menyusun strategi jangka panjang pada keseluruhan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara guna mengembalikan kemandirian dan kebanggan kita sebagai bangsa. Maka dari itu, diperlukan kepemimpinan yang jujur, bijak, dan berani yang dapat menggalang persatuan, kebersamaan, dan keikhlasan, sebagaimana para pendahulu berhimpun bersama sebagai bangsa untuk mencapai kemerdekaan. Kesepakatan berikutnya, mereka mengembangkan semangat perjuangan, “semua untuk satu, satu untuk semua”. Artinya, semua harus memberikan yang terbaik untuk satu tujuan bersama, yaitu membentuk pemerintahan yang jujur dan berkualitas. Selanjutnya, mereka sepakat pemerintahan itu benar-benar akan bekerja semata-mata untuk kepentingan rakyat Indonesia.

Perjuangan tersebut kemudian diwadahi dengan didirikannya Partai Hanura. Pada 21 Desember 2006, diselenggarakan pertemuan yang kedua untuk mendeklarasikan partai. Wiranto kemudian menegaskan bahwa tujuan utamanya adalah untuk memfasilitasi politik aliran yang selama ini terpisah-pisah dalam satu bingkai kebersamaan. Dirinya menolak anggapan bahwa Partai Hanura didirikan hanya untuk dijadikan kendaraan politik untuknya pada tahun 2009 (Kompas, 21/12/2006).

Pendeklarasian Partai Hanura dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional seperti mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, mantan Ketua DPR Akbar Tandjung, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Ryamirzard Ryacudu, mantam Menko Ekuin Kwik Kian Gie, serta tokoh senior Partai Golkar Suhardiman dan Oetojo Oesman.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Jenderal (Purn) Wiranto menyampaikan kata sambutan saat berlangsung Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) I Partai Hanura di Jakarta, Senin (20/12/2010). Rapimnas yang dihadiri kader Partai Hanura seluruh Indonesia tersebut antara lain membahas strategi menghadapi Pemilihan Umum Tahun 2014.

Wiranto dalam pidato deklarasi partai mengatakan bahwa partai ini hendak mengupayakan untuk merekonstruksi model kepemimpinan yang tegas, lugas, dan berani ambil risiko. Sehari setelah pndeklarasian Partai Hanura, Wiranto mengajukan surat pengunduran diri dari Partai Golkar dan di izinkan oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar, yakni Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kalla juga berharap dengan lahirnya partai ini dapat menyemarakkan demokrasi di Indonesia.

Pada Rapat Pemimpin Nasional (Rapimnas) I Hanura yang diselenggarakan pada Januari 2008 di Jakarta, Wiranto menyebutkan bahwa partai ini ingin menjadi partai politik organik. Yang berarti, sebuah partai yang pengurus daerah dan cabangnya bisa menghidupi dirinya sendiri dan tidak tergantung dari pusat. Partai itu mengandalkan prinsip kemandirian dalam administrasi perkantoran dan pendanaan perlu diusahakan sendiri.

Wiranto menganggap pengurus daerah dan cabang partai dianggap sebagai mesin politik. Maka dari itu, untuk mengoperasikan mesin partai dibutuhkan dana yang digelontorkan dari pusat. Hanura tak ingin membangun mesin partai semacam ini dan ingin partai organik yang mandiri.

Agenda utama Hanura di awal pendiriannya adalah mengembangkan diri menjadi partai yang kuat dengan jaringan yang luas agar bisa lolos verifikasi dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai parpol, dan lolos dari verifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjadi peserta Pemilu 2009.

Pada April 2008 partai ini berhasil lolos verifikasi dan memiliki badan hukum oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selanjutnya, pada Juli 2008 Hanura dinyatakan lolos verifikasi faktual oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan menjadi parpol peserta Pemilu 2009.

Pada Pemilu 2009, Hanura mendapat nomor urut 1 dari 34 partai politik nasional peserta pemilu. Partai ini menempati peringkat sembilan dengan raihan dukungan 3.922.870 suara nasional (3,77 persen) dan berhak atas 17 kursi di parlemen.

Meski berada di peringkat bawah, Hanura tetap mencalonkan ketua umumnya bertarung di ajang Pilpres 2009. Dirinya mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla sebagai calon presiden. Jusuf Kalla -Wiranto pada ajang pilpres tersebut hanya mampu meraih 15.081.814 suara (12,41 persen) dan berada di peringkat tiga dari tiga kandidat yang bertarung sehingga tidak dapat melanjutkan putaran kedua.

Pada era Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono, Hanura memilih menjadi partai oposisi. Wiranto selaku Ketua Umum Hanura menyatakan bahwa posisi partai politik sebagai oposisi terhadap pemerintah bukanlah untuk membuka konflik dengan partai koalisi pemerintah. Hai ini merupakan keseimbangan dan kontrol untuk pemerintahan.

Pada ajang Pemilu 2014, Hanura menargetkan untuk masuk tiga besar dan meraih 20 persen kursi di DPR. Target ini dicanangkan setelah bergabungnya  Hary Tanoesoedibjo yang merupakan pengusaha besar pemilik Grup MNC serta bergabungnya 10 parpol yang gagal dalam verifikasi di KPU.

Namun, amunisi baru partai ini tidak berhasil membawa Hanura menjadi partai papan atas ataupun menengah, yakni dengan melakukan segala upaya yang telah dilakukan dengan menggunakan jaringan televisi MNC milik Hary Tanoesoedibjo.

KOMPAS/HARIS FIRDAUS

Kampanye Partai Hanura di Palembang Ketua Umum Partai Hanura Wiranto menyanyikan lagu “Jangan Ada Dusta di Antara Kita” dalam kampanye Hanura di Lapangan Benteng Kuto Besak, Palembang, Sumatera Selatan, Senin (24/3/2014). Kampanye itu dihadiri ratusan kader dan simpatisan Hanura.

Pada Pemilu 2014, Hanura hanya mampu meraup dukungan 6.579.498 suara atau setara 5,3 persen dari total suara sah nasional. Dengan perolehan tersebut partai ini hanya dapat menduduki 16 kursi di DPR. Namun, Hanura berkurang satu kursi di parlemen meskipun persentasenya meningkat 1,5 persen.

Pada Pemilu 2019, Partai Hanura meraih 2.161.507 suara sah atau 1,54 persen suara. Karena adanya penerapan ambang batas parlemen (parliamentary threshold), partai politik yang memperoleh suara dengan persentase kurang dari 4 persen tidak berhak memperoleh kursi di DPR, maka Hanura gagal menempatkan wakilnya di DPR RI.

Padahal di dua pemilu sebelumnya, yakni 2009 dan 2014, Hanura berhasil secara berturut menempatkan 17 dan 16 kursi di parlemen. Bahkan pada 2009, Hanura membentuk fraksi sendiri.

Ideologi, strategi, dan program partai

Partai ini sejak awal berdiri berasaskan Pancasila dan bersifat terbuka bagi seluruh warga negara Republik Indonesia tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial dan gender. Partai ini memiliki tujuan umum, yaitu menghimpun, menggalang, mengembangkan dan meningkatkan sumber daya dan potensi bangsa untuk mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan lainnya, yaitu mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam NKRI serta mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tujuan khusus partai ini didirikan adalah untuk meningkatkan kualitas, sumber daya manusia, melahirkan kepemimpinan yang jujur, bijak, berani, dan berkemampuan untuk meningkatkan persatuan, kedaulatan dan kemandirian bangsa, menegakkan hukum yang berkeadilan dan Hak Asasi Manusia dan membangun penyelenggaraan negara yang jujur, berkualitas, berdaya guna serta berhasil guna, serta memahami hati nurani rakyat.

Sebagai partai politik, Hanura menegaskan empat fungsi. Pertama, sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga Negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kedua, sebagai sarana menciptakan iklim yang kondusif serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, sebagai sarana penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara. Keempat, sebagai sarana partisipasi politik rakyat. Terakhir, yakni sebagai sarana rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan poltitk melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

Partai ini kemudian berupaya melakukan usaha-usaha untuk mencapai tujuan tersebut seperti menghimpun kembali elemen bangsa dalam rangka meningkatkan persatuan dan kesatuan, membina, melatih, mengembangkan kreativitas anggota sebagai kader penggerak pembangunan. Membina dan membangkitkan daya juang dalam mencapai cita-cita bangsa yang dilandasi nilai-nilai ketakwaan, kemandirian, kebersamaan, kerakyatan, serta kerukunan.

Hanura juga berusaha memberikan pencerahan, menampakkan sikap disiplin yang tangguh dan kreatif, membina loyalitas kader serta menumbuhkembangkan rasa kesetiakawanan sosial nasional. Yang terakhir adalah dengan melakukan segala usaha yang sah dalam mewujudkan cita-cita perjuangan sebagai penerus dan pengemban amanah Proklamasi 17 Agustus 1945.

Visi Partai Hanura adalah kemandirian bangsa dan kesejahteraan rakyat. Kemandirian bangsa menjadi prioritas karena Bangsa Indonesia saat ini terasa tidak mandiri lagi. Banyak tekanan dan intervensi asing yang sudah merajalela merugikan kehidupan seluruh bangsa. Oleh karena itu, Hanura bertekad merebut kembali dan membangun kembali kemandirian dalam menyelenggarakan negara. Sementara, kesejahteraan rakyat juga menjadi visi Hanura karena sangat sulit diwujudkan. Dalam diri seluruh kader Hanura selalu tertanam kalimat ‘kesejahteraan rakyat Indonesia’, sekaligus mereka berusaha keras mewujudkannya. Dalam mewujudkan visi tersebut, Hanura memiliki tujuh misi.

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Oesman Sapta Odang (OSO) (tengah) di dampingi para kader memberikan keterangan pers usai acara “Konsolidasi dan Gerakan S-5 Partai Hanura Menuju Kemenangan Gemilang Pemilu 2019” yang di gelar di gedung Bidakara, Jakarta, Kamis (4/5/2017).

Kepemimpinan dan organisasi

Sosok Wiranto tentu tidak dapat dipisahkan dari Partai Hanura hingga saat ini. Di bawah kepemimpinannya, tidak banyak dinamika yang terjadi. Yang ada hanyalah penciutan anggota DPP dari kepengurusan yang gemuk pada awal berdirinya partai ini menjadi kepengurusan yang ramping pada periode kedua kepemimpinan Wiranto.

Pada awal kepengurusan periode 2006–2010 partai ini masih terlihat gemuk karena mengakomodasi banyak orang yang terlibat aktif dalam pembentukkan awal Hanura. DPP partai ini terdiri dari 51 ketua, 59 sekjen, dan 29 bendahara dengan total keseluruhan 139 orang.

Berikut adalah para tokoh yang menjadi pengurus Partai Hanura pada awal pembentukannya, yaitu Ary Mardjono (mantan Sekjen Golkar), Ismail (Mantan Gubernur Jawa Tengah), serta Tutty Alawiyah (mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Kabinet Reformasi) di Dewan Penasihat. Kemudian Sekjen dijabat oleh Yus Usman Sumanegara. Adapun jajaran ketua, yakni Bernard Kent Sondakh (mantan KSAL), Fachrul Razi, Subagyo H.S., Samuel Koto, dan Fuad Bawazier (mantan pengurus PAN), Djafar Badjeber (pendiri Partai Bintang Reformasi), Elza Syarief, dan Gusti Randa.

Para penggagas Partai Hanura sebagian besar masuk dalam jajaran dewan pendiri. Berikut adalah komposisi dewan pendiri, yaitu Jend. TNI (Purn.) Wiranto, Yus Usman Sumanegara, Dr. Fuad Bawazier, Dr. Tutty Alawiyah As., Jend TNI (Purn.) Fachrul Razi, Laks TNI (Purn.) Bernard Kent Sondakh, Prof. Dr. Achmad Sutarmadi, Prof. Dr. Max Wullur, Prof. Dr. Azzam Sam Yasin, Jend. TNI (Purn.) Subagyo H.S., Jend. Pol (Purn.) Chaeruddin Ismail, Samuel Koto, Letjen. TNI (Purn.) Budhy Santoso, Djafar Badjeber, Uga Usman Wiranto, Letjen. TNI (Purn.) Ary Madjono, Elza Syarief, Nicolaus Daryant, Anwar Fuadi, dan Dr. Teguh Samudra.

Pada Munas I Hanura yang diselenggarakan tanggal 5–7 Februari 2010 di Surabaya, struktur organisasi Hanura kemudian dirampingkan dengan mengurangi jumlah orang di jajaran DPP. Pada kepengurusan periode 2010–2014, total pengurus DPP menjadi berjumlah 48 orang yang terdiri dari 27 ketua, 11 sekjen, serta 10 bendahara. Dalam susunan kepengurusan Hanura, Ketua Dewan Penasihat tetap dijabat oleh Bambang W. Suharto. Jajaran DPP, mantan kader Golkar Yuddy Chrisnandi masuk dalam kepengurusan sebagai salah satu ketua DPP.

Ketua DPP lainnya, yakni Subagyo H.S., Dr. Chaeruddin Ismail, Dr. Fuad Bawazier, Dr. Yuddy Crisnandi, Suaidi Marasabessy, Elza Syarif, S.H. M.H., Samuel Koto, Yus Usman Sumanegara, Djafar Badjeber, Mutiara Sani, Dr. Tegus Samudra, Sri Rachma Chandrawati, Dr. Berliana Katakusuma, AS Hikam, Dr. Ketut Tastra Sukata, Siti Chatidjah, Ali Kastela, Tari Siwi Utami, Akbar Faisal, Muhammad Uzzul Muslimin, Nurdin Tampubolon, Wahyu Dewanto,  Wisnu Dewanto, Jurmaeni Syakur, Gusti Randa, dan MTS Arief.

Sementara, Sekjen Hanura dijabat Dossy Iskandar Prasetyo yang sebelumnya adalah Ketua DPD Hanura Jatim. Wakil sekjen dijabat oleh Danny P Thaharsyah, Mirsyam S Haryani, Saleh Husin, Kurnandar, Tien Aspasia, Syaefunnur Maszah, Natalis Situmorang, Renny Djajoesman, M Syukur Mandar, serta Damianus Ambur. Kemudian Bendahara Umum partai ini dijabat oleh Bambang Sudjagad bersama para wakilnya, yakni Benny Prananto, Daisy Hartikti, Indah Sri Milawati, Sheila Arijani Salomo, Wahyu Dewanto, Setia Prijono, Fatricia Anggie, Isnatalya M, serta RM Ratna Aryani.

Menjelang Pemilu 2014 partai ini mengalami dinamika kepengurusan DPP yang diawali dengan mundurnya anggota DPR yang merupakan salah satu ketua DP Akbar Faisal yang bergabung dengan Partai Nasdem pada Februari 2013.

Selanjutnya, Bambang W. Soeharto dinonaktifkan oleh Wiranto sebagai Ketua  Dewan Penasihat Partai Hanura dan Ketua Dewan Pengarah Bappilu Hanura karena dicekal KPK terkait kasus suap di NTB yang melibatkan salah satu perusahaan miliknya pada akhir 2013. Subagyo H.S. kemudian menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura. Bambang W. Soeharto kemudian menyatakan keluar dari Hanura pada tahun 2014.

Bergabungnya Hary Tanoesoedibjo ke dalam Hanura berdampak pada perubahan struktur partai. Dirinya langsung menempati posisi strategis sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai. Kemudian, Hary Tanoe menjabat Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Hanura yang sebelumnya dijabat oleh Bambang W. Soeharto.

Pada Pemilu 2014, perolehan suara Hanura tidak mencapai target yang telah ditetapkan sehingga membuat friksi di jajaran DPP. Beberapa petinggi Hanura menuduh Hary Tanoesoedibjo tidak bekerja secara maksimal sehingga target perolehan suara tidak tercapai.

Hal ini kemudian membuat Hary Tanoe menyatakan mengundurkan diri dari Hanura dengan alasan kurang mendapat porsi dalam mengambil keputusam partai. Pada Pemilu Presiden 2014, Hary Tanoesoedibjo memilih mendukung pasangan Prabowo – Hatta yang berseberangan dengan Partai Hanura yang mendukung pencalonan pasangan Jokowi – JK.

Corak kepemimpinan Partai Hanura semenjak didirikan hingga kini tidak terlepaskan dari sosok Wiranto sebagai tokoh utama yang merupakan penggagas partai. Pada masa awal, konflik internal sangat minim karena figur Wiranto yang cukup dominan dan kuat di partai ini.

Namun, dinamika keorganisasian partai ini mulai terlihat tahun 2010. Dalam Munas di Surabaya tahun 2010, Wiranto kemudian merampingkan kegemukan Pengurus DPP Partai Hanura periode 2010–2015. Dalam hal ini, Wiranto bertujuan untuk menyiapkan proses regenerasi dengan kuota perempuan 30 persen dan memasukkan unsur dari daerah.

Organisasi DPP periode 2006–2010 terdiri dari 51 ketua, 59 sekjen, dan 29 bendahara dengan jumlah total seluruhnya 139 orang. Pengurus DPP periode 2010–2015 hanya berjumlah 48 orang yang terdiri dari 27 ketua, 11 sekjen, dan 10 bendahara. Kepengurusan baru tersebut lebih didominasi kaum muda yang dalam kepengurusan sebesar 52 persen, sementara kalangan kelompok tua sebesar 48 persen.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Ketua Umum DPP Partai Hanura Wiranto, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan deklarator Nasional Demokrat Surya Paloh menghadiri pembukaan Musyawarah Nasional I Partai Hanura di Hotel Shangri-La, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (5/2/2010).

Pada Munas I Hanura, Yuddy Chrisnandi bergabung kedalam Partai Hanura dan menempati jajaran ketua Partai Hanura. Yuddy sebelumnya merupakan kader Golkar yang mengalami kekahalan dalam pemilihan Ketua Umum Golkar. Masuknya Yuddy ke dalam Hanura dengan membawa kelompoknya berpotensi menaikkan suara Hanura pada pemilu.

Dinamika internal partai yang berpotensi menggerus suara Hanura terlihat dalam kasus mundurnya Akbar Faisal yang merupakan politisi Hanura yang terkenal vokal dari DPR sekaligus keluar dari partai Hanura pada Februari 2013.  Akbar kemudian bergabung dengan Partai Nasdem. Dirinya menjelaskan alasannya meninggalkan Hanura ke Partai Nasdem bukan hal yang baru. Akbar mengungkapkan dirinya sebagai pendiri Nasdem sejak tiga tahun lalu.

Keluarnya Akbar Faisal dinilai oleh sejumlah kalangan berpotensi menurunkan perolehan suara Hanura terutama di Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu basis massa Hanura di luar Jawa. Pada Pemilu 2009 lalu, Sulsel menyumbang hampir lima persen suara Hanura di tingkat nasional. Sekretaris Jenderal Partai Hanura, Dossy Iskandar Prasetyo mengakatan bahwa Akbar sudah menyampaikan niatnya keluar dari partai ke pimpinan beberapa waktu lalu dan ingin melanjutkan karier politik di tempat lain.

Sebaliknya, Hary Tanoesoedibjo pemilik MNC Group memilih untuk hengkang dari Partai Nasdem pada 20 Januari 2013 dan bergabung dengan Partai Hanura pada 17 Februari 2013. Alasan Hary Tanoe bergabung dengan Hanura adalah memiliki visi yang sama dan memiliki chemistry (kecocokan) dengan Wiranto. Kekompakan dan soliditas di Hanura menjadi salah satu faktor ketertarikannya. Pasalnya, konflik di internal partai hanya akan mengahabiskan energi semata. Hary Tanoesoedibjo tetap mendirikan ormas Persatuan Indonesia (Perindo) meskipun sudah bergabung.

Wiranto mengatakan bahwa dengan bergabungnya Hary Tanoesoedibjo akn memberikan adrenalin semangat perjuangan partai. Hanura juga akan menerima orang-orang yang dibawa Hary secara terbuka. Dengan berabungnya Haro Tanoesoedibjo diprediksi mampu mendongkrang suara Hanura dengan memanfaatkan jaringan media yang dimilikinya, seperti RCTI, MNC TV, Global TV, serta Koran Sindo.

Dinamika internal lainnya yang cukup mengguncang partai ini adalah politisi Hanura, Bambang W. Soeharto yang dicekal oleh KPK terkait perusahaan miliknya diduga terlibat korupsi penanganan perkara pemalsuan sertifikat lahan di Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat pada 15 Desember. Saat kasus ini mencuat, Bambang W. Soeharto tercatat sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Pemilu Partai Hanura.

Hanura kemudian mengambil langkah sigap dengan menonaktifkan Bambang W. Soeharto dari jabatannya komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ketua Dewan Penasihat, dan Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Pemilu Partai Hanura. Bambang kemudian digantikan oleh Subagyo H.S. sebagai Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura. Kemudian jabatan Bappilu digantikan oleh Wiranto. Ketua DPP Saleh Husin mengatakan bahwa langkah ini diambil agar Bambang W. Soeharto berkonsentrasi pada kasusnya dan juga menegaskan kasus itu tidak terkait dengan partainya.

Dinamika parpol kembali menghangat usai pemilu legislatif. Hal ini disebabkan oleh kekalahan Hanura dalam pemilihan umum. Padahal, lewat media televisi milik Hary Tanoesoedibjo, iklan dan berita tentang Hanura sangat sering muncul. Partai ini hanya berada di posisi 10 dari 12 partai yang bertarung. Sebelumnya, Hanura menargetkan untuk berada di posisi tiga besar. Kekalahan ini kemudian berdampak pada friksi antarkader Hanura. Yuddy Chrisnaldi selaku Ketua DPP Hanura menuding Hary Tanoesoedibjo sebagai biang kegagalan Hanura menjadi partai papan atas.

Yuddy mengklaim bahwa banyak kader Hanura yang kecewa terhadap Hary Tanoe karena dianggap gagal menjalankan strategi pemenangan Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) yang dipimpinnya akibat minimnya pengalaman orang yang dibawa Hary Tanoe ke dalam Hanura. Yuddy kemudian meminta Hary Tanoesoedibjo untuk mundur dari Hanura sebagai bentuk pertanggungjawabannya. Ketua DPP Hanura, Fuad Bawazier, menuduh kekalahan Hanura dalam pemilu legislatif kali ini dikarenakan tak bekerjannya Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) yang dipimpin oleh Hary Tanoesodibjo.

Ketua Fraksi Hanura di DPR yakni Sarufddin Sudding membela Hary Tanoesoedibjo karena menurutnya kehadiran Hary Tanoe membuat Hanura lolos parliamentary threshold. Sudding juga menyebutkan survei-survei awalnya memprediksi Hanura tidak akan lolos ke Senayan karena perolehan suara yang kurang dari satu persen. Akan tetapi, setelah Hary Tanoe bergabung justru elektabilias Hanura meningkat ke angka tiga persen dan akhirnya bisa mendapat sekitar lima persen suara pada Pileg 2014.

Akhir dari perpecahan Wiranto dengan Hary Tanoesoedibjo terjadi saat menjelang pemilu presiden. Hanura dan Wiranto masuk kedalam koalisi parpol yang mendukung pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla, sebaliknya, Hary Tanoesoedibjo memilh pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa. Wiranto menyatakan Hary Tanoesoedibjo keluar dari partai karena keputusannya mendukung Prabowo Subianto.

Pada Munas II Hanura di Solo tanggal 13–15 Februari 2015, secara aklamasi Wiranto kembali dikukuhkan sebagai Ketua Umum Partai Hanura periode 2015–2020. Pada pidato pengukuhannya, Wiranto ingin agar perolehan suara Partai Hanura tidak lagi masuk daftar partai papan bawah pada pemilu 2019. Pengukuhan Wiranto secara aklamasi ini mengulang seperti yang pernah terjadi di Munas I Partai Hanura tahun 2010.

KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA

(Kiri ke kanan) Wakil Ketua Umum Partai Hanura Daryatmo, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang, Presiden Joko Widodo, Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung menghadiri perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-11 Partai Hanura di kawasan Pantai Marina, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (23/12/2017). Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi berpesan agar Partai Hanura tetap mengedepankan Bhinneka Tunggal Ika dan membela kepentingan bangsa dan negara.

Pada 2019, muncul konflik antara Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang dan Dewan Pembina Hanura Wiranto yang memanas. Perseteruan di antara kedua pihak terus berlangsung hingga mundurnya Wiranto dari Dewan Pembina Hanura.

Pertikaian antara Oesman Sapta Odang dan Wiranto itu bukanlah hal yang baru. Keduanya sudah berkonflik sejak Hanura pecah menjadi dua kubu, yakni kubu Manhattan dan kubu Ambhara, pada 2018.

Keretakan hubungan Oesman Sapta Odang dan Wiranto mulai tercium saat Hanura mengalami konflik internal pada Januari 2018. Konflik internal itu hingga menyebabkan Hanura memiliki dua kepengurusan dengan dua ketum, yakni Marsekal Madya (Purn) Daryatmo dan Oesman Sapta Odang.

Kisruh bermula dari saling pecat antara Sekretaris Jendral DPP Hanura Syarifuddin Sudding yang berpindah ke PAN dan Oesman Sapta Odang pada 15 Januari 2018. Hingga kemudian Sudding menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada 18 Januari 2018 yang menghasilkan Daryatmo sebagai Ketua Umum.

Aksi saling pecat itu pun menyeret nama Wiranto, yang saat itu menjabat Ketua Dewan Pembina. Kubu Sudding, yang dikenal dengan kubu Hotel Ambhara, menyebut Wiranto mengetahui perihal pemecatan Oesman Sapta Odang.

Konflik dua kubu masih terus berlangsung hingga Juli 2018. Kali ini, secara terang-terangan Hanura kubu Oesman Sapta Odang menuding Wiranto mendukung kubu Ambhara. Wiranto disebut telah menggelar pertemuan terlarang Partai Hanura. Pertemuan itu diduga bertujuan menguatkan kubu ‘Ambhara’ dengan Sekjen Sarifuddin Sudding.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Ketua Umum Hanura yang baru, Oesman Sapta, memberi keterangan kepada wartawan terkait rencananya untuk memajukan Hanura di kediamannya di Jakarta, Kamis (22/12/2016). Oesman Sapta menjadi Ketua Umum setelah terpilih dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa Hanura menggantikan Wiranto, sehari sebelumnya.

Pertikaian antara Oesman Sapta Odang dan Wiranto kembali terjadi pada Mei 2019, tepatnya setelah Hanura gagal lolos ke DPR pada Pileg 2019. Oesman Sapta Odang menyalahkan Wiranto atas kegagalan Hanura meraih kursi di parlemen.

Tudingan Oesman Sapta Odang lantas dijawab oleh Wiranto. Sebagai pendiri Hanura, Wiranto mengaku dialah yang paling sedih ketika Hanura gagal melenggang ke Senayan. Wiranto meminta semua pihak untuk introspeksi diri dan tak saling menyalahkan. Ia menyebut kesalahannya hanyalah menunjuk Oesman Sapta Odang menjadi Ketua Umum Hanura.

Pada 2019, pertikaian Oesman Sapta Odang dengan Wiranto semakin memanas. Konflik keduanya kembali muncul saat Wiranto diangkat menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Presiden. Wiranto didesak untuk mundur dari Hanura.

Desakan Hanura itu kemudian dibalas Wiranto dengan mendesak Oesman Sapta Odang untuk mundur dari Ketua Umum. Wiranto bahkan menerbitkan surat resmi yang mendesak Oesman Sapta Odang mundur dari kursi Ketum Hanura.

Perseteruan tersebut pun berujung pada tidak diundangnya Wiranto ke Munas III Hanura. Sebab, Wiranto dinilai membuat kesalahan karena meminta Oesman Sapta Odang (OSO) mundur dari posisi Ketua Umum Partai Hanura.

Wiranto pun menilai tidak diundangnya dirinya di Munas III tersebut aneh dan tak lazim. Meski mengaku tak sakit hati, dia mempertanyakan alasan sebenarnya Hanura tak mengundang dirinya yang merupakan salah satu pendiri partai.

Pada 24 Januari 2020, Partai Hanura resmi mengukuhkan susunan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) masa bakti 2019–2020 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta. Ketua Panitia Musyawarah Nasional (Munas) Partai Hanura Benny Ramdhani memaparkan, hasil Munas Partai Hanura memutuskan Oesman Sapta Odang sebagai Ketua Umum Partai Hanura. Oesman Sapta Odang sekaligus menjabat sebagai formatur tunggal penyusun DPP Partai Hanura.

Susunan kepengurusan DPP Partai Hanura disahkan sesuai Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dengan Nomor M.HH-03 AH.11.01 Tahun 2020 tentang pengesahan struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Periode 2019 — 2024). Dalam SK tersebut tidak tercantum nama Wiranto dalam kepengurusan baik sebagai Dewan Pembina atau Penasihat. Sementara, Oesman Sapta Odang menjabat sebagai Ketua Umum.

Penguasaan dan basis massa partai

Pada Pemilu 2009 yang merupakan pemilu perdana partai ini, Hanura meraih 3.922.870 suara nasional atau setara 3,77 persen. Hanura berhasil menempati 17 wakilnya di parlemen dan membentuk fraksi sendiri.

Basis massa Partai Hanura dalam perolehan kursi legislatif berada di Pulau Jawa, Sumatera, serta Sulawesi. Di Pulau Jawa basis Hanura terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pada Pemilu 2009 masing-masing provinsi partai ini meraih diatas 500.000 suara. Kemudian, di Sulawesi terutama Sulawesi Selatan, Hanura meraup 173.000 suara. Di Sumatera, basis partai ini di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan yang masing-masing mendapat 188.556 dan 157.151 suara.

Pada Pemilu 2014, basis massa Hanura tidak banyak mengalami perubahan. Di Sumatera, basis massa partai ini berada di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Lampung. Sementera di Pulau Jawa, basis partai ini berada di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Secara umum, suara Hanura melonjak 68 persen dibanding Pemilu 2009. Wilayah yang mengalami kenaikan di atas 200 persen, yakni DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Papua. Kemudian yang naik 100 persen, antara lain, Sumut, Kaltim, NTB, serta Bali.

Pada Pemilu 2014, perolehan suara sah Hanura sebesar 6.579.498 suara sah atau 5,26 persen. Namun jumlah kursi Hanura berkurang satu menjadi 16 kursi di parlemen. Sementara, kursi Hanura bertambah satu kursi di Jabar dan Sumut, sementara di Jateng, Sulsel dan Papua masing-masing kehilangan satu kursi. Di provinsi lainnya kursi raihan partai ini tidak mengalami perubahan.

Proporsi pemilih Partai Hanura di pedesaan jika dibandingkan dengan perkotaan mirip dengan proporsi pemilih nasional. Komposisi ini tidak berubah sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2014. Partai ini cenderung lebih didukung oleh pemilih yang tinggal diluar Pulau Jawa pada saat Pemilu 2009. Kemudian, pada Pemilu 2014 terlihat peningkatan pemilih di Pulau Jawa. Hal ini menyebabkan proporsi tempat tinggal pemilih Partai Hanura menjadi merata antara Jawa dan luar Jawa.

Karakteristik demografi pemilih Hanura terjadi beberapa perubahan. Pada Pemilu 2009 mayoritas pemilih Partai Hanura adalah kaum laki-laki. Selanjutnya di Pemilu 2014, Hanura lebih banyak dipilih oleh kalangan perempuan. Kemudian, partai ini memiliki jumlah pemilih muda yang menonjol saat Pemilu 2009 maupun 2014.

Dilihat dari pemilih usia madya dan tua, bagi Hanura pada Pemilu 2009 ditandai oleh banyaknya pemilih tua, sedangkan pemilih berusia madya menonjol pada pemilu 2014. Perubahan juga terjadi pada aspek etnisitas pemilih yang pada 2009 didominasi suku Jawa. Pada Pemilu 2014, Hanura lebih diminati oleh pemilih bersuku selain Jawa. Sementara itu, proporsi pemilih non-Muslim yang mendukung Partai Hanura juga menrun dan menjadi sesuai dengan proporsi total pemilih pada Pemilu 2014.

Dinamika karakteristik sosial ekonomi pemilih partai ini cukup unik. Pada Pemilu 2009, komposisi pemilih Partai Hanura berdasarkan tingkat pendidikan cukup merata. Namun, mengalami penurunan jumlah pemilih pendidikan tinggi dan menengah sehingga partai tersebut didominasi pemilih berpendidikan rendah pada tahun 2014. Meskipun demikian, sebagian besar pemilih Partai Hanura memiliki kelas ekonomi menengah. Pasca-Pemilu 2009, jumlah ibu rumah tangga dan pegawai swasta yang memilih partai ini meningkat, di sisi lain, jumlah pensiunan serta aparat negara mengalami penurunan.

Dalam Pemilu Legislatif 2019, perolehan suara Partai Hanura hanya 2.161.507 suara sah atau 1,54 persen. Perolehan suara ini turun drastis dibandingkan Pemilu 2014 yang meraih 6.579.498 suara sah atau 5,26 persen. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam acara Pengukuhan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Periode 2016-2020 di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/2/2017).

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Hanura dari masa ke masa

  • Dewan Pimpinan Partai Hanura 2006–2010

Ketua Umum: Wiranto
Sekretaris Jenderal: Yus Usman Sumanegara
Bendahara Umum: Bambang Sudjagad

  • Dewan Pimpinan Partai Hanura 2010–2015

Ketua Umum: Wiranto
Sekretaris Jenderal: Dossy Iskandar Prasetyo
Bendahara Umum: Bambang Sujagat

  • Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP 2016–2019

Ketua Umum: Oesman Sapta Odang
Sekretaris Jenderal: Sarifuddin Sudding
Bendahara Umum: Zulnahar Usman

  • Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP 2019–2024

Ketua Umum: Oesman Sapta Odang
Sekretaris Jenderal: Gede Pasek Suardika
Bendahara Umum: Zulnahar Usman

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Hanura 2019-2024

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Hanura 2019–2024

  • Ketua Umum: Oesman Sapta Odang
  • Sekretaris Jenderal: Gede Pasek Suardika
  • Bendahara Umum: Zulnahar Usman
  • Wakil Ketum Harian: Herry Lontung Siregar
  • Waketum Bid. Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan: Benny Ramdani
  • Wakil Ketum Bidang Pertahanan dan Keamanan: Mayjen (Purn) TNI Sumiharjo Pakpahan
  • Wakil Ketum Bidang Ideologi dan Politik: Djafar Badjeber
  • Wakil Ketuk Bidang Agama dan Sosial: Arwani Syaerozi
  • Waketum Bidang Ekonomi dan SDM: Benny Pasaribu
  • Waketum Hukum dan Advokasi: Dodi Suhartono Abdulkadir

Ketua DPP:

  • Ketua DPP Bidang Penguatan Legislatif dan Eksekutif: Jalaludin Akbar
  • Ketua DPP Bidang Agama: Mulkan Nasuiton
  • Ketua DPP Bidang Luar Negeri dan Penggalangan Diaspora: Solon Sihombing
  • Ketua DPP Bidang Pemuda dan Olahraga: Muhammad Guntur
  • Ketua DPP Bidang Seni dan Budaya: Mutiara Sani
  • Ketua DPP Bidang Penggalangan Pemilih Pemula: Astrid Guming
  • Ketua DPP Bidang Penggalangan Kelompok Strategis Masyarakat: Icuk Sugiarto
  • Ketua DPP Bidang Penggalangan Pesantren dan Masyarakat Santri: Abdullah Taruna
  • Ketua DPP Bidang Agraria dan Buruh: Dian Novita
  • Ketua DPP Bidang Tani dan Nelayan: Pahotang Sitohang
  • Ketua DPP Bidang Penanggulangan Bencana: Junaidi R. Mamonto
  • Ketua DPP Bidang Kesekretariatan: Obrien Sitepu
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Aceh: Salimin Sulaiman
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Sumatera Utara: Sally Nasution
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Sumatera Barat dan Jambi: Eddy Rasyidin
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Riau dan Kepulauan Riau: Sayed Zunaidi
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Babel dan Sumatera Selatan: Tallie Gozalie
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Bengkulu dan Lampung: Pranyoto Ateng
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Jakarta dan Banten: Abdul Azis Khafia
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Jawa Barat: Wahab Talaohu
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Jawa Tengah dan DIY: Erwin Hadiyanto
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Jawa Timur: Gardi Gazari
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Bali, NTB, NTT: Made Sudarta
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Kalbar, Kalsel, Kalteng: Carrel Ticualu
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Kaltim dan Kaltara: Aji Muhammad
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Sulbar, Sulsel, Sultra: Muhammad Thamsil
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Sulut, Sulteng, Gorontalo: Willy H. Rawung
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Maluku dan Maluku Utara: Suhaedi Samolo
  • Ketua DPP Bidang Pembinaan dan Kemenangan Wilayah Papua dan Papua Barat: Edison Lambe

Dewan Kehormatan

  • Ketua Dewan Kehormatan: Marwan Paris
  • Wakil Ketua Kehormatan: M. Hatta Mustafa

Dewan Penasihat

  • Ketua Dewan Penasihat: Jus Usman Sumanegara
  • Wakil Ketua Dewan Penasihat: Anwar Fuadi
  • Wakil Ketua Dewan Penasihat: Inas Nasrullah Zubir
  • Wakil Ketua Dewan Penasihat: Azzam Sam Yasin
  • Wakil Ketua Dewan Penasihat: Potsdam Hutasoit
  • Wakil Ketua Dewan Penasihat: Adrianus Garu
  • Wakil Ketua Dewan Penasihat: Sumardjo
  • Wakil Ketua Dewan Penasihat: Iwan D. Hanafi
  • Wakil Ketua Dewan Penasihat: Pierre Dermawan
  • Sekretaris Dewan Penasihat: Hasanudin Nasution
Visi dan Misi

Visi:

Kemandirian bangsa dan kesejahteraan rakyat

Misi:

  • Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa melalui penyelenggaraan negara yang demokratis, transparan dan akuntabel dengan senantiasa berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
  • Melahirkan pemimpin yang bertakwa, jujur, berani, tegas, dan berkemampuan dalam menjalankan tugas dengan senantiasa mengedepankan hati nurani
  • Menegakkan hak dan kewajiban asasi manusia dan supremasi hukum yang sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum guna melindungi kehidupan rakyat, bangsa, dan negara
  • Membangun sumber daya manusia yang berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil, dan berwawasan nasional
  • Memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya kepada kaum perempuan dan pemuda pada posisi strategis untuk berperan aktif dalam pembangunan bangsa
  • Membangun sistem perekonomian nasional yang berkeadilan, berwawasan lingkungan dan berorientasi pada penguatan ekonomi kerakyatan dengan memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam secara tepat guna dan berdaya guna serta membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja yang seluas-luasnya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat
  • Memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme secara total dalam rangka mewujudkan Indonesia yang maju, mandiri, dan bermartabat
  • Mengembangkan Otonomi Daerah untuk lebih memacu percepatan dan pemerataan pembangunan di seluruh tanah air guna memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Referensi

Buku

—. Partai Politik Indonesia 1999–2019. (2016). Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Litbang Kompas. 1999. Partai-Partai Politik Indonesia, Ideologi, Strategi dan Program. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Litbang Kompas. 2004. Partai-Partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program 2004–2009. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Litbang Kompas. 2004. Peta Politik Pemilihan Umum 1999–2004. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Arsip Kompas
  • “Partai Hanura: Selesaikan Konflik dengan Cepat”, Kompas, 16 Januari 2018, halaman 2
  • “Rencana Munaslub Menjadi Perdebatan”, Kompas, 17 Januari 2018, halaman 2
  • “Partai Hanura: Pengakuan Negara Diperebutkan”, Kompas, 19 Januari 2018, halaman 2
  • “Konflik Partai: Hanura Bisa Terancam Tak Ikut Pemilu 2019”, Kompas, 20 Januari 2018, halaman 5
  • “Jaga Kepengurusan 2016”, Kompas, Senin, 22 Januari 2018, halaman 2