Kronologi | Pemilihan Umum

Hak Angket DPR: Era Soekarno Hingga Jokowi

Secara historis, hak angket sudah digunakan sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno. Sejak itu, usul penggunaan hak angket DPR sudah beberapa kali diajukan. Namun, tidak semua disetujui atau diterima. Ada pula yang tidak ada kelanjutan atau kejelasannya.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Tiga puluh nama anggota DPR yang menjadi anggota tim pengawas tindak lanjut rekomendasi Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century terpampang di layar saat rapat paripurna di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (27/4/2010). Agenda rapat adalah mengumumkan pembentukan Tim Pengawas Kasus Bank Century.

Isu penggunaan hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 menjadi topik hangat seminggu terakhir. Beberapa pihak telah memberikan tanggapan pro dan kontra menyikapi penggunaan hak istimewa DPR tersebut.

Usul penggunaan hak angket DPR datang dari capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo. Melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (19/2/2024), Ganjar mengatakan bahwa kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Karena itu, dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 tidak boleh didiamkan begitu saja oleh DPR dan mesti disikapi secara serius.

Menurut Ganjar, hak angket yang merupakan hak penyelidikan DPR menjadi salah satu upaya untuk dapat meminta pertanggungjawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dengan penyelenggaraan Pilpres 2024 yang sarat dengan kecurangan.

Hak angket sendiri merupakan salah satu dari tiga hak yang dimiliki lembaga legislatif untuk menjalankan fungsinya di bidang pengawasan dan kontrol aktivitas lembaga eksekutif atau pemerintah. Keberadaan fungsi pengawasan ini untuk memastikan kekuasaan tidak disalahgunakan dan berjalan sesuai dengan konstitusi dan undang-undang.

Hak angket diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Pasal 79 ayat (3) termaktub:

“hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan”

Secara historis, hak angket sudah digunakan sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno. Saat itu, hak angket diajukan oleh R. Margono Djojohadikusumo untuk menyelidiki untung-rugi penggunaan devisa “rezim devisa” oleh pemerintahan Presiden Soekarno.

Sejak itu, usul penggunaan hak angket DPR sudah beberapa kali diajukan. Namun, tidak semua disetujui atau diterima. Ada pula yang tidak ada kelanjutan atau kejelasannya.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Anggota DPR berebut untuk interupsi dalam Rapat Paripurna DPR dengan agenda pembacaan kesimpulan akhir dan rekomendasi Tim Pansus Hak Angket Bank Century di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (2/3/2010). Persoalan mikrofon yang dibatasi diprotes oleh sejumlah anggota DPR.

Era Presiden Soekarno

16 November 1954

Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) R. Margono Djojohadikusumo mengajukan usulan penggunaan hak angket oleh DPR untuk menyelidiki untung-rugi penggunaan devisa “rezim devisa” oleh pemerintahan Presiden Soekarno berdasarkan UU Pengawasan Devisen tahun 1940. Panitia Angket kemudian dibentuk beranggotakan 13 orang yang diketuai oleh Margono.

Panitia Angket diberi waktu kerja enam bulan, tetapi kemudian diperpanjang sampai dua kali dan menyelesaikan tugasnya pada bulan Maret 1956 pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956). Sayangnya, hasil kerja itu bersamaan dengan terbentuknya kabinet hasil Pemilu 1955 (Kabinet Ali Sastroamidjojo-II) dan nasibnya tidak jelas.

Era Presiden Soeharto

14 April 1967

DPR-GR mengadakan sidang pleno pembentukan Panitia Angket untuk mengadakan penyelidikan terhadap aparatur perekonomian negara. Panitia Angket diketuai oleh Letjen Sudirman dan wakil ketua Stefen Latutihamallo, Rachmat Muljomiseno, Drs. DS Matakupan dan Murtadji Bisri.   

Tugas yang diberikan kepada Panitia Angket adalah mengadakan penyelidikan terhadap badan-badan pemerintah yang bersangkutan dengan perekonomian. Ini merupakan bagian dari rehabilitasi perekonomian negara.

4 Juli 1980

Sebanyak 30 anggota DPR, masing-masing 16 dari Fraksi Persatuan Pembangunan dan 14 dari Fraksi PDI, menyampaikan usul pelaksanaan hak angket kepada pimpinan DPR. Hak angket diuslkan untuk mengusut dugaan skandal keuangan PN. Pertamina, khususnya terhadap Asisten Umum Direktur Pertamina H. Thahir, yang memiliki deposito bernilai 80 juta dollar AS di bank-bank luar negeri.

Namun, dalam perkembangannya, usul angket gagal di tingkat pembicaraan dalam Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Sejumlah anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) berdiri untuk dihitung suaranya dalam voting Rapat Paripurna DPR yang, antara lain, mengagendakan hak angket impor beras di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (17/1/2006). Pengusul hak angket yang setuju sebanyak 207 suara (dari F-PDIP, F-PPP, F-PAN, F-KB, F-PKS, F-BPD, dan F-PDS), sedangkan yang tak setuju 167 suara (dari F-PG, F-PD, F-PBR, dan sebagian anggota F-BPD).

Era Presiden B.J. Habibie

25 Agustus 1999

Komisi VIII DPR meminta agar anggota DPR menggunakan hak angket untuk melakukan penyelidikan skandal Bank Bali atau dikenal dengan “Baligate”. Sasaran dari penyelidikan ini adalah mengungkap kasus pengalihan tagihan (cassie) Bank Bali, salah satunya ke PT. Era Giat Prima (PT EGP).

Era Presiden Abdurrahman Wahid

28 Agustus 2000

Rapat Paripurna DPR lewat voting menyetujui, DPR menggunakan hak mengadakan penyelidikan (hak angket) untuk kasus penyelewengan Rp 35 miliar dana Yayasan Kesejahteraan Karyawan Badan Urusan Logistik (Yanatera Bulog) dan dana sumbangan pribadi Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah 2 juta dollar AS kepada Presiden Abdurrahman Wahid.

Voting dilakukan pada Rapat Paripurna DPR pada 28 Agustus 2000. Sebanyak 307 dari 355 menyatakan setuju, 3 menolak, dan 45 abstain.

Era Presiden Megawati Soekarnoputri

21 Januari 2002

Sebanyak 50 anggota DPR mengusulkan dilaksanakannya hak penyelidikan (angket) terhadap kasus dana non-budgeter Bulog sebesar Rp 40 miliar karena terdapat kejanggalan politis dalam kasus tersebut.

Sebenarnya, hak angket dana non-budgeter Bulog sudah pernah diusulkan pada masa pemerintahan Gus Dur, berbarengan dengan usulan hak angket kasus Yanatera Bulog dan Bruneigate, tetapi ditolak.

Namun, dalam perkembangannya, pembentukan Panitia Khusus (Pansus) penyelidikan kasus Bulog II ditolak. Padahal hasil persidangan menunjukkan bahwa ada tindak korupsi yang dilakukan Akbar Tandjung, Ketua DPR saat itu.

13 Januari 2003

Sebanyak 100 anggota DPR menandatangani usulan penggunaan hak angket soal divestasi saham PT Indosat. Penggunaan hak angket diusulkan untuk menyelidiki kasus penjualan 41,94 persen saham pemerintah di PT Indosat kepada Singapore Technologies Telemedia (STT). Namun, rencana pengajuan hak angket kandas di tengah jalan.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Anggota DPR protes terhadap Ketua DPR Marzuki Alie (kiri atas) dalam rapat paripurna, dengan agenda pembacaan kesimpulan akhir dan rekomendasi tim Pansus Hak Angket Bank Century, di Gedung DPR, Jakarta, 2 Maret 2010. Rapat paripurna berakhir ricuh karena Ketua DPR memaksa untuk menunda pengambilan keputusan paripurna terhadap kesimpulan dan rekomendasi akhir Pansus Century.

Era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

22 Februari 2005

Sebanyak 16 anggota DPR mendorong untuk dilakukannya penyelidikan atas kasus lelang gula impor ilegal yang dinilai bermasalah. Surat pengajuan hak angket itu diserahkan kepada Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno. Kasus lelang gula impor ilegal yang diperkirakan merugikan negara Rp 47,8 miliar.

Berdasarkan Rapat Paripurna DPR pada 31 Mei 2005, hak angket ditolak. Hasil voting, enam fraksi menolak angket, tiga fraksi menerima, dan satu fraksi tidak tegas menyatakan menerima/menolak.

3 Maret 2005

Sebanyak 31 anggota DPR dari tujuh fraksi, minus Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, mengajukan usul penggunaan hak angket atas kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Namun, berdasarkan hasil voting dalam Rapat Paripurna DPR pada 31 Mei 2005, hak angket ditolak.

20 Mei 2005

Sebanyak 88 anggota DPR mengajukan usul hak angket atas dugaan korupsi dalam pengucuran kredit Bank Mandiri, berikut pembentukan panitia khusus (pansus) yang disebutkan berpotensi merugikan negara sedikitnya Rp 20,1 triliun. Usulan penggunaan hak angket untuk kasus korupsi di Bank Mandiri tersebut disampaikan kepada Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno.

Wakil pengusul yang menyerahkan materi dari 88 anggota DPR pengusul hak angket tersebut tercatat anggota dari F-PAN 24 orang, F- PDIP (16), F-PPP (11), F-PKS (10), F-KB (7), F-PBR (5), F-PDS (5), F-PD (4), F-BPD (4), dan F-PG (2). Namun, usulan hak angket kandas di tengah jalan.

7 Juni 2005

Rapat Paripurna DPR, secara aklamasi menerima usulan penggunaan hak angket terhadap penjualan tanker milik Pertamina pada 2004 yang menyebabkan kerugian negara sekitar 20 juta dolar AS. Rapat dipimpin Wakil Ketua DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) Muhaimin Iskandar dan dihadiri 10 fraksi yang mendukung penggunaan hak angket ini.

Panitia Khusus Penanganan Hak Angket (Panitia Angket) disahkan pada 14 Juni 2005. Keanggotaan Panitia Angket berjumlah 28 orang dari 10 fraksi. Anggota dari Fraksi Partai Golkar berjumlah 6 orang; F-PDIP (5 orang); F-PPP (3), F-Demokrat (3), F-PKB (3), F-PAN (3); F-PKS (2); F-Partai Bintang Reformasi (1), F-Partai Damai Sejahtera (1), F-Bintang Pelopor Demokrasi (1).

6 Desember 2005

Sebanyak 114 anggota DPR dari delapan fraksi menggagas penggunaan hak angket terkait impor beras. Surat usulan hak angket itu diserahkan secara resmi kepada Wakil Ketua DPR Zaenal Ma’arif. Para pengusul hak angket menilai kebijakan impor beras menunjukkan ketidakjelasan politik pangan pemerintah untuk menyejahterakan petani.

Sayangnya, rencana sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat menyelidiki kebijakan pemerintah soal impor beras melalui penggunaan hak angket kandas. Dalam Rapat Paripurna pada 24 Februari 2006, usulan itu tidak mendapat dukungan suara mayoritas.

20 Maret 2006

Sebanyak 62 anggota dari lima fraksi, yakni F-PDIP, F-PPP, F-KB, F-PAN, dan F-PKS mengajukan usulan hak angket menyangkut kebijakan pemerintah mengenai Blok Cepu. Mereka menilai pengelolaan Blok Cepu oleh pihak asing, yaitu ExxonMobil Ltd mengandung praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Melalui Rapat Paripurna pada 30 Mei 2006, hak angket ditolak. Dalam voting, yang menyatakan setuju angket tercatat 83 suara, sedangkan yang menolak 256 suara, dan yang abstain 2 suara.

16 Desember 2008

Sebanyak 122 anggota DPR dari delapan fraksi mengajukan hak angket atau hak penyelidikan penyelengaraan ibadah haji. Mereka menilai pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla gagal menyelenggarakan ibadah haji 2008.

Usulan hak angket disetujui melalui Rapat Paripurna pada 17 Februari 2009. Semua fraksi sepakat untuk menggunakan hak angket.

13 Maret 2008

Sebanyak 55 anggota yang berasal dari 9 fraksi di DPR mengajukan usul penggunaan hak angket atas kasus Kredit/Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau KLBI/BLBI. Pengusul berasal dari F-PDIP (1 orang), F-PG (5 orang), F-PD (3), F-PKS (6), F-PAN (25), F-BPD (3), F-PBR (5), F-PPP (2), serta F-KB (5). Hak angket diharapkan bisa menuntaskan kasus KLBI/BLBI yang merugikan negara lebih dari Rp 650 triliun.

Sayangnya, usulan hak angket untuk menyelidiki skandal KLBI/BLBI kandas. Rapat Paripurna DPR pada 10 Juni 2008 memutuskan tidak menerima usulan hak angket, tetapi hanya sepakat untuk membentuk tim pengawas.

2 Juni 2008

Sebanyak 117 anggota DPR dari 8 fraksi, minus Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PPP, mengajukan hak angket untuk menyelidiki kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla yang menaikkan harga bahan bakar minyak rata-rata sebesar 28,7 persen per 24 Mei 2008. Usulan hak angket ini diserahkan secara resmi oleh para pengusul kepada Ketua DPR Agung Laksono.

Rapat Paripurna DPR pada 24 Juni 2008 menyetujui usul hak angket. Dalam pemungutan suara, dari 360 anggota DPR yang hadir, sebanyak 233 anggota mendukung angket dan 127 lainnya menolak.

27 Mei 2008

Sebanyak 35 anggota DPR mengusulkan penggunaan hak angket untuk menyelidiki transfer pricing yang dilakukan PT Adaro Indonesia yang diduga merugikan negara hingga Rp 400 miliar per tahun.  

Rencana tersebut akhirnya kandas. Dalam Rapat Paripurna pada 17 Juni 2008, mayoritas frakasi menolak. Hanya satu fraksi, yaitu Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) saja yang mendukung.

29 Oktober 2008

Sebanyak 76 anggota dari enam fraksi DPR mengusulkan penggunaan hak angket sengketa Pilkada Maluku Utara. Munculnya usulan ini terkait dugaan pengabaian dan pelanggaran atas hak konstitusional Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu seiring dengan terbitnya keputusan presiden mengenai pelantikan pasangan Thaib Armaiyn – Abdul Gani Kasuba sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara.

Usulan hak angket tidak berlanjut. Sengketa Pilkada Maluku Utara diselesaikan di komisi terkait.

27 April 2009

Sedikitnya 22 anggota DPR dari enam fraksi mengajukan usul penggunaan hak angket atas pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih dalam pemilu legislatif. Menurut pengusul, kekacauan daftar pemilih tetap telah mencederai pemilu yang mestinya merupakan sarana kedaulatan rakyat. Terkait dengan hilangnya hak pilih warga negara, kesalahan tidak bisa dialihkan kepada KPU saja.

Sidang Paripurna DPR pada 26 Mei 2009 menyetujui penggunaan hak angket terhadap pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih pada pemilihan umum. Berdasarkan voting yang diikuti 202 anggota dewan, 129 anggota dewan mendukung penggunaan hak angket dan sebanyak 73 anggota menolak.

12 November 2009

Sebanyak 139 anggota DPR dari delapan fraksi, kecuali Fraksi Demokrat, mengusulkan hak angket atas pengusutan dana talangan ke Bank Century yang mengambil uang negara Rp 6,7 triliun.

Usul hak angket Bank Century berhasil disetujui secara aklamasi dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 1 Desember 2009. Anggota DPR yang menandatangani usul angket mencapai 503 dari 560 anggota DPR. Fraksi Partai Demokrat (F-PD) DPR, yang sebelumnya menolak, ikut menandatangani usul hak angket.

Panitia Angket tentang pengusutan kasus Bank Century ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 4 Desember 2009.

24 Januari 2011

Sebanyak 30 anggota DPR dari semua fraksi yang berjumlah sembilan menandatangani dukungan penggunaan hak angket kasus mafia pajak. Namun, di tengah perdebatan menyangkut kelanjutan usul hak angket, pada 26 Januari 2011, sebanyak 7 dari 8 anggota Fraksi Partai Demokrat yang ikut menandatangani usul angket justru mengundurkan diri melalui pernyataan tertulis yang disampaikan kepada pimpinan DPR.

Rapat Paripurna DPR pada 22 Februari 2011 memutuskan usul hak angket untuk mengusut mafia pajak ditolak. Usul hak angket kandas karena ditolak 266 anggota, sedangkan yang menyetujui sebanyak 264 anggota.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Susno Duadji hadir di Gedung DPR, Jakarta, pada 20 Januari 2010, untuk memberikan keterangan kepada Panitia Khusus Hak Angket Bank Century.

Era Presiden Joko Widodo

26 Maret 2015

Sekitar 116 anggota dari lima fraksi di Koalisi Merah Putih meneken surat pengajuan usulan penggunaan hak angket untuk menyelidiki penerbitan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang mengesahkan kepengurusan DPP Partai Golkar pimpinan Agung Laksono terus berjalan.

Fraksi Koalisi Merah Putih itu adalah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (20 suara), Fraksi Partai Gerindra (37 suara), Fraksi Partai Golkar (55 suara), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan versi Muktamar Jakarta (2 suara), dan Fraksi PAN (2 suara).

Namun, dalam rapat Bamus DPR pada 13 April 2015 sepuluh fraksi DPR sepakat menunda hak angket dan kemudian tidak berlanjut.

13 Februari 2017

Sebanyak 93 anggota DPR dari empat fraksi mengusulkan penggunaan hak angket untuk menyelidiki pelanggaran yang dilakukan pemerintah terkait penetapan tersangka kasus penistaan agama Basuki Tjahja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Keempat fraksi itu adalah Fraksi Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional.

Usulan hak angket dibacakan dalam sidang paripurna pada 23 Februari 2017. Namun, nasib pengajuan hak angket tersebut masih belum mendapatkan kejelasan, apakah akan diterima atau ditolak.

19 April 2017

Usulan hak angket digulirkan Komisi III DPR terhadap KPK dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan Komisi III DPR bersama KPK. Angket DPR dimaksudkan untuk memaksa KPK membuka rekaman pemeriksaan anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani dengan penyidik KPK. Miryam merupakan tersangka kasus korupsi KTP elektronik.

Hak angket disetujui dalam Rapat Paripurna DPR pada 28 April 2017 oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang menjadi pemimpin rapat, juga ikut menjadi pengusul. Banyak pihak menilai hak angket DPR yang ditujukan kepada KPK ini merupakan bentuk upaya pelemahan terhadap KPK terutama berkaitan dengan kasus KTP elektronik.

10 Oktober 2023

Anggota DPR RI Masinton Pasaribu mengusulkan agar DPR menggulirkan hak angket terkait polemik Mahkamah Konstitusi saat interupsi Rapat Paripurna ke-8. Masinton mengungkit Putusan MK yang berkaitan dengan perubahan aturan terkait batas usia seseorang untuk bisa berkompetisi sebagai capres dan cawapres pada Pemilu 2024.

Namun, sampai saat ini usulan hak angket tersebut belum ada realisasinya.

19 Februari 2024

Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mendorong partai pengusungnya di DPR mengajukan hak angket untuk menyelidiki kecurangan Pemilu 2024. Ganjar mengatakan hak angket menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban KPU dan Bawaslu terkait dengan penyelenggaraan Pilpres 2024 yang diduga sarat dengan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

20 Februari 2024

Anies Baswedan menegaskan, partai Koalisi Perubahan siap mendukung hak angket dugaan kecurangan pemilu.

23 Februari 2024

Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh bersama calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan calon wakil presiden nomor urut 1 yang juga Ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, serta Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri melakukan pertemuan di Wisma Nusantara Jakarta, Jumat (23/2/2024). Pertemuan itu membahas soal hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Usulan hak angket kemungkinan akan dibicarakan pada sidang DPR Maret 2024. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • “Panitia Angket DPRGR Menjelidiki Badan2 Pemerintah”, Kompas, 13 April 1967.
  • “Pimpinan Panitia Angket DPRGR”, Kompas, 22 April 1967.
  • “Hari Ini: Hak Angket Mengenai Pertamina”, Kompas, 5 Juli 1980.
  • “Ditolak untuk dibicarakan: Usul angket 30 anggota DPR tentang Pertamina”, Kompas, 18 November 1980.
  • “Pengajuan usul hak angket meramaikan DPR 1980”, Kompas, 22 Desember 1980.
  • “Membongkar Skandal Bank Bali: Hak Angket, Senjata DPR”, Kompas, 25 Agustus 1999.
  • “Makin Kuat, Desakan DPR Gunakan Hak Angket”, Kompas, 27 Agustus 1999.
  • “Nasib Hak Angket Masa Lalu”, Kompas, 13 Juni 2000.
  • “Kasus Yanatera Bulog dan “Bruneigate: DPR Setuju Gunakan Hak Angket”, Kompas, 29 Agustus 2000.
  • “Diusulkan, Hak Angket Bulog II – Ada 6 Kejanggalan Politis”, Kompas, 22 Januari 2002.
  • “PDI-P Tolak Bentuk Pansus Bulog”, Kompas, 29 Juni 2002.
  • “Perjalanan Menuju Kebebasan *Akbar Tandjung”, Kompas, 13 Februari 2004.
  • “Hak Angket Divestasi Indosat Ditandatangani 100 Orang”, Kompas, 14 Januari 2003.
  • “DPR Usulkan Hak Angket Kasus Lelang Gula Impor”, Kompas, 23 Februari 2005.
  • “Usulan Hak Angket Soal BBM Disampaikan kepada Pimpinan DPR”, Kompas, 4 Maret 2005.
  • “Hak Angket DPR Berguguran”, Kompas, 1 Juni 2005.
  • “Piutang Macet Bank Mandiri Rp 10 Triliun *Ditangani Ditjen PLN”, Kompas, 20 Mei 2005.
  • “Angket Kasus Tanker Pertamina Berlanjut”, Kompas, 8 Juni 2005.
  • “Panitia Angket Tanker Pertamina Terbentuk”, Kompas, 15 Juni 2005.
  • “Impor Beras: Sekitar 114 Anggota DPR Mengusulkan Hak Angket”, Kompas, 7 Desember 2005.
  • “Penggunaan Hak Angket Kandas * Partai Golkar dan Demokrat Tepuk Tangan, Presiden Hormati Putusan DPR”, Kompas, 25 Januari 2006.
  • “DPR Ngotot Pakai Hak Angket * Purnomo Jelaskan Pembagian Keuntungan Blok Cepu”, Kompas, 21 Maret 2006.
  • “Angket DPR Rontok Lagi * Cuma Alat Tawar Politik dan Uang”, Kompas, 31 Mei 2006.
  • “DPR Ajukan Hak Angket * Pemerintah Dinilai Gagal Selenggarakan Ibadah Haji 2008”, Kompas, 17 Desember 2008.
  • “DPR Setujui Hak Angket * Segera Dibentuk Pansus untuk Selidiki Penyelenggaraan Ibadah Haji”, Kompas, 18 Februari 2009.
  • “DPR Ajukan Angket BLBI * Paripurna Interpelasi 25 Maret”, Kompas, 14 Maret 2008.
  • “Angket BLBI Kandas *Interpelasi Bahan Pokok Disetujui”, Kompas, 11 Juni 2008.
  • “117 Anggota DPR Ajukan Hak Angket *Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PPP Tidak Ikut”, Kompas, 3 Juni 2008.
  • “DPR Setujui Angket BBM * 233 Anggota Dukung, 127 Menolak”, Kompas, 25 Juni 2008.
  • “Kilas Politik dan Daerah: Angket Maluku Utara”, Kompas, 30 Oktober 2008.
  • “Usulan Hak Angket Untuk DPT: DPT Luar Negeri Amburadul, Partisipasi Rendah”, Kompas, 28 April 2009.
  • “Angket Century Resmi Diusulkan *Pramono dan Anis Teken, Marzuki Menolak”, Kompas, 13 November 2009.
  • “Angket Century: Menunggu Permainan Selanjutnya”, Kompas, 2 Desember 2009.
  • “Hak Angket Mafia Pajak * Sejumlah Partai Anggota Setgab Memberikan Dukungan”, Kompas, 25 Januari 2011.
  • “Hak Angket: Pansus Pajak Gembos di Tengah Jalan”, Kompas, 28 Januari 2011.
  • “DPR, Kekuasaan, dan Mafia Pajak”, Kompas, 24 Februari 2011.
  • “Legislatif: DPR Memproses Hak Angket terhadap Menkumham”, Kompas, 26 Maret 2015.
  • “Legislatif: DPR Tunda Hak Angket Menkumham”, Kompas, 14 April 2015.
  • “Hak Angket: Penjelasan Mendagri Tidak Mengubah Sikap Pengusul”, Kompas, 23 Februari 2017.
  • “Hak Angket untuk Paksa KPK”, Kompas, 20 April 2017.
  • “Kejanggalan Warnai Persetujuan Hak Angket * Mahfud: Tak Ada Sanksi bagi KPK”, Kompas, 29 April 2017.
  • “Ganjar Dorong DPR Gunakan Hak Angket Dugaan Kecurangan Pilpres”, Kompas, 19 Februari 2024.
Aturan
  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Buku
  • Ichwanuddin, Wawan dan Syamsuddin Harris (ed). 2014. Pengawasan DPR Era Reformasi: Realitas Penggunaan Hak Interpelasi, Angket, dan Menyatakan Pendapat. Jakarta: LIPI Press.