KOMPAS/WAWAN H PARBOWO
Ketua Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat memberikan pidato politiknya dalam penutupan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Minggu (11/3/2018). Strategi pemenangan pemilihan kepala daerah 2018 dan pemilihan presiden 2019 menjadi agenda utama yang dibicarakan dalam Rapimnas Partai Demokrat yang berlangsung pada 10-11 Maret 2018.
Fakta Singkat
Partai Demokrat
Didirikan:
9 September 2001
Dideklarasikan:
17 Oktober 2002
Asas: Pancasila
Ideologi:
Nasionalis-Religius
Ketua Umum:
Agus Harimurti Yudhoyono
(2020 – 2025)
Perolehan Suara Pemilu 2019:
Perolehan suara:
10.876.057 suara sah
Persentase:
7,77 persen
Jumlah kursi di DPR:
54 kursi
Laman:
https://www.demokrat.or.id/
Sejarah
Pada 9 September 2001 Partai Demokrat terbentuk. Pada awalnya, posisi Ketua Umum Partai Demokrat dijabat oleh Subur Budhisantoso. Sementara, istri Yudhoyono, yakni Kristiani Herrawati menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai.
Di masa awal kehadirannya, Partai Demokrat kurang menarik perhatian masyarakat. Ditambah lagi Yudhoyono sebagai penggagas sekaligus pendiri partai tak kunjung memberikan sikap dan pernyataan mengenai status keberadaannya di partai ini.
Di sisi lain, pertumbuhan organisasi partai ini cukup pesat. Kurun waktu satu bulan, tanggal 10 Oktober 2001, terbentuk kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) pertama di Provinsi Sulawesi Selatan. Kemudian dalam waktu setahun terbentuk sebanyak 29 DPD di seluruh Indonesia.
Pada 17 Oktober 2002, Partai Demokrat dideklarasikan di Jakarta Convention Center, Jakarta. Partai Demokrat secara nasional sudah memiliki jaringan di 32 provinsi pada akhir tahun 2003. Dari sejumlah perwakilan daerah tersebut, sebanyak 27 provinsi dinyatakan lulus dalam verifikasi faktual Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jumlah ini tergolong tinggi serta dinilai oleh KPU sebagai partai yang memiliki kelulusan verifikasi jaringan paling banyak dan layak mengikuti Pemilu 2004.
Pada Pemilu Legislatif yang diselenggarakan pada 5 April 2004, Partai Demokrat mampu meraih sebanyak 8.455.225 suara (7,45 persen) dan berhak atas 57 kursi di DPR sebagai partai pendatang baru. Partai Demokrat berada di urutan papan tengah yang sejajar dengan partai-partai lama seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Nasional (PKB), serta Partai Amanat Nasional (PAN).
Para pendukung partai ini lebih cenderung berada di daerah perkotaan dibandingkan daerah pedesaan. Partai yang berbasis massa tradisional yang tinggal di perkotaan, seperti PDI Perjuangan dan PAN terpengaruh dari basis pendukungnya dengan adanya pemberitaan oleh media massa mengenai keberadaan Partai Demokrat yang merupakan “partainya SBY” yang sangat besar.
Pengaruh terbesar Partai Demokrat terjadi disekitar pesisir selatan Jawa Timur yang merupakan salah satu pusat petumbuhan Partai Demokrat, yakni Kabupaten Pacitan. Pengaruhnya juga melebar di wilayah kabupaten ini, seperti Madiun, Ngawi, serta Ponorogo. Pada wilayah tersebut Partai Demokrat mampu menerobos dan menggaet suara tradisional PKB.
Prestasi partai ini makin melambung pada saat Pilpres 2004 tanggal 5 Juli yang memenangkan Yudhoyono dengan dua putaran. Pada putaran pertama Yudhoyono berpasangan dengan Jusuf Kalla dan mampu mengalahkan empat pasangan calon presiden dan calon wakil presiden lainnya. Perolehan suara Yudhoyono-Kalla sebesar 36.070.622 (33,58 persen) dengan urutan pertama, disusul urutan kedua oleh Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi dengan perolehan 26,24 persen suara, urutan ketiga Wiranto-Salahuddin Wahid dengan 22,19 persen, urutan keempat Amien Rais-Siswono Yudo Husodo sebesar 14,94 persen, dan pasangan terakhir Hamzah Haz-Agum Gumelar meraup suara sebanyak 3,05 persen.
Pada putaran kedua, hanya pasangan Yudhoyono-Kalla dan pasangan Megawati-Hasyim yang bertarung. Putaran yang berlangsung pada 20 September 2004, kembali dimenangkan oleh pasangan Yudhoyono-Kalla dengan hasil suara akhir sebesar 60,62 persen yang mengalahkan pasangan Megawati-Hasyim dengan raihan suara hanya 39,38 persen. Atas kemenangan tersebut Yudhoyono dikukuhkan sebagai Presiden RI.
Partai Demokrat tentu diuntungkan atas kadernya yang menang dan menjabat sebagai presiden. Pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono prestasi pelebaran pengaruh Partai Demokrat semakin masif dan mampu memperluas wilayah penguasaannya.
Partai Demokrat mampu membendung pengalaman PDI Perjuangan dan Partai Golkar yang sebelumnya sempat meraih simpati terbesar pada Pemilu 1999 dan 2004.
Sama seperti partai papan tengah, PAN, PKB, PPP, dan PKS, misalnya, semenjak kemunculannya hingga melewati beberapa periode pemilu kemudian dihadapkan pada situasi yang cukup sulit untuk mendongkrak dukungan pemilih secara signifikan. PKB dan PPP sampai mengalami penurunan yang tragis.
Puncak pengusaan PD adalah pada saat Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden tahun 2009. Yudhoyono kembali memenangkan Pilpres 2009 yang berpasangan dengan Boediono dan mampu meraup suara mayoritas sebanyak 73.874.562 atau setara 60,80 persen suara.
Pasangan Yudhoyono-Boediono menguasai 27 dari 33 provinsi di Indonesia. Di susul urutan kedua oleh pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dengan perolehan 32.548.105 suara atau setara 26,79 persen. Pasangan Jusuf Kalla-Wiranto berada di posisi ketiga dengan raihan 15.081.814 suara atau setara 12,41 persen.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melambaikan tangan setelah menyampaikan pidato politik pada Dies Natalis 15 tahun partai tersebut di Jakarta Convention Center, Selasa (7/2/2017). Pada kesempatan tersebut, SBY menekankan perlunya menjaga kebhinekaan bangsa.
Gejolak dan Dinamika Internal
Pada periode kedua kepemimpinan Presiden SBY, partai ini menghadapi kondisi yang berbeda dengan membesarnya organisasi politik. Membesarnya partai tidak diiringi dengan semakin membesarnya prestasi dan citra positif partai.
Dinamika partai yang menentukan keberadaan Partai Demokrat berawal saat pergantian jajaran kepemimpinan dan kepengurusan partai pada Kongres kedua Partai Demokrat yang diselenggarakan tanggal 21-23 Mei 2010 di Bandung.
Dalam kongres tersebut menjadi ajang politik strategis untuk Pemilu Presiden 2014, karena Yudhoyono tidak dapat mencalonkan diri sebagai presiden setelah menjabat dua periode.
Pada kongres tersebut terdapat tiga kandidat yag bertarung dalam perebutan ketua umum partai, yakni Andi Mallarangeng yang merupakan juru bicara kepresidenan Yudhoyono yang kemudian menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga.
Berikutnya, Marzuki Alie yang menjabat Ketua DPR RI dan sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, dan terakhir Anas Urbaningrum yang sejak 2005 menjadi Ketua DPP Partai Demokrat yang kemudian pada tahun 2009 menjadi Ketua Fraksi Demokrat di DPR.
Pertarungan perebutan kursi ketua umum menjadi sengit dengan kehadiran sosok Anas yang menjadi ancaman terbesar bagi kubu Andi Mallarangeng yang mendapat dukungan dari Edhie Baskoro Yudhoyono yakni putra Yudhoyono.
Memanasnya persaingan keduanya dipicu oleh saling klaim restu Yudhoyono yang menjadi figur sentral partai. Hasil akhir dari persaingan ini di menangkan oleh Anas Urbaningrum pada Kongres II PD tersebut. Kemenangan Anas memberikan kejutan politik yang dengan sendirinya memproyeksikan langkah mulus kiprah politik Anas menuju kursi kepresidenan mendatang.
Susunan kepengurusan partai yang di pimpin oleh Anas Urbaningrum kemudian menggandeng Edhie Baskoro Yudhoyono menjadi Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, lalu membentuk susunan dewan pengurus PD periode 2010-2015 dengan 130 anggota pengurus partai.
Hal ini dilakukan Anas karena menyadari adanya potensi perpecahan dalam partai karena dari berbagai faksi yang terbentuk. Akan tetapi, terdapat perubahan terkait dengan kekuasaan Anas Urbaningrum saat itu, seperti pembentukan struktur baru kepartaian yang justru semakin menguatkan posisi Yudhoyono dalam partai ini.
Eksistensi Partai Demokrat yang sedang memuncak kemudian harus dihadapkan dengan munculnya berbagai kasus korupsi dengan keterlibatan jajaran pengurus partai. Berbagai kasus yang melibatkan mantan bendahara umum partai, yakni Nazaruddin yang kemudian mengaitkan dugaan keterlibatan ketua umum partai, Anas Urbaningrum dan juga Andi Mallarangeng dalam proyek Hambalang.
Sosok pengurus lainnya, yakni Angelina Sondakh yang tersangkut dalam kasus korupsi. Hal ini kemudian menjatuhkan citra partai dan pandangan publik yang berubah drastis. Partai yang dianggap santun dan bersih sebelumnya oleh publik kemudian dipandang negatif dengan stigma korupsi.
Pada akhir tahun 2012, Andi Mallarangeng selaku Menteri Pemuda dan Olahraga, ditetapkan sebagai tersangka korupsi Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah ditetapkan menjadi tersangka kemudian Andi Mallarangeng mengundurkan diri dari jabatannya dengan alasan agar tidak menjadi beban Presiden dan Kabinet Indonesia Bersatu.
Selanjutnya, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK pada Februari 2013 dengan dugaan menerima pemberian hadiah terkait proyek Hambalang saat dia masih menjadi anggota DPR.
Kasus penetapan Anas kemudian mendapati berbagai tudingan yang dikaitkan dengan jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Apalagi, sudah menjadi rahasia umum umum bahwa Anas bukan sosok yang diinginkan sebagai calon ketua umum dan direstui Yudhoyono dalam Kongres II Partai Demokrat pada 2010.
Setelah penetapan Anas menjadi tersangka, kemudian Yudhoyono selaku Ketua Dewan Pembina serta Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat mengambil alih seluruh kendali Partai Demokrat. Ia mengatakan ada delapan langkah penyelamatan partai.
Solusi pertama yaitu berfokus dalam mengatasi kisruh internal partai ini. Pada tujuh butir solusi lainnya, selain mengambil alih pemulihan kondisi internal partai, Yudhoyono juga memberikan hak dalam mengambil keputusan kepada semua kader dan pengurus yang tidak sepakat dengan solusi ini untuk keluar dari partai.
Pada 23 Februari 2013, Anas mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Hal ini berdasarkan pada standar etik yang tertera pada pakta integritas yang diminta oleh Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Yudhoyono, yang sebelumnya meminta seluruh kader pengurus Partai Demokrat di seluruh Indonesia untuk menandatanganinya. Selepas kepemimpinan Anas, Partai Demokrat fokus pada Pemilu 2014.
Pada Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang diadakan di Bali tanggal 30 Maret 2013, Susilo Bambang Yudhoyono ditetapkan sebagai ketua umum Partai Demokrat, menggantikan Anas Urbaningrum. Susilo Bambang Yudhoyono juga memilih Syarief Hasan sebagai Ketua Harian DPP Demokrat. Syarief Hasan di Kabinet Indonesia Bersatu II juga menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UKM.
Sementara, Marzuki Alie ditunjuk sebagai Wakil Ketua Majelis Tinggi yang sebelumnya dijabat Anas Urbaningrum. Adapun Ketua Harian Dewan Pembina dijabat oleh E.E. Mangindaan (Menteri Perhubungan).
Partai Demokrat dihadapkan dengan kenyataan menurunnya citra partai secara terus menerus oleh masyarakat. Menyikapi hal tersebut, strategi partai kemudian dirancang, Edhie Baskoro selaku Sekjen DPP PD mengatakan bahwa sosok Yudhoyono merupakan amunisi khusus sebagai bagian dari strategi menang dalam pemilu.
Partai Demokrat menargetkan meraih 15 persen suara pada Pemilu 2014. Selain itu, Partai Demokrat juga mempersiapkan strategi pemenangan pemilu lewat pelaksanaan Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat. Konvensi ini bersifat terbuka untuk orang diluar partai menjaring calon presiden pada Pemilu 2014. Sistem konvensi bersifat semi terbuka dengan melibatkan rakyat dalam pemilihan serta penetapan pemenang konvensi.
Sebanyak sebelas peserta Calon Presiden Konvensi Partai Demokrat lolos setelah proses pra-konvensi, yakni Ali Masykur Musa (anggota BPK), Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina), Dahlan Iskan (Menteri BUMN), Dino Patti Djalal (Duta Besar RI untuk Amerika Serikat), Endriartono Sutarto (mantan Panglima TNI), Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan), Irman Gusman (Ketua DPD), Hayono Isman (anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat), Marzuki Alie (Ketua DPR), Pramono Edhie Wibowo (mantan Kepala Staf Angkatan Darat), Sinyo Harry Sarundajang (Gubernur Sulawesi Utara).
Segala upaya yang dilakukan oleh Partai Demokrat tidak mampu membawa partai ini menjadi peraih suara tertinggi pada Pemilu 2014. Partai Demokrat hanya meraih 12.728.913 suara atau setara dengan 10,9 persen dengan menempati urutan keempat.
Perolehan tersebut tidak bisa mencalonkan kader Partai Demokrat pada bursa presiden dan wakil presiden. Pada persaingan Pemilu Presiden 2014, Yudhoyono tidak memihak pada salah satu calon presiden, baik Joko Widodo-Jusuf Kalla maupun Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Pada 2019, prestasi Partai Demokrat dalam Pemilu Legislatif 2019 menurun dengan meraih 10.876.507 suara atau setara 7,7 persen dengan menempati posisi urutan ketujuh. Pada Pemilu Presiden 2019, Partai Demokrat memberikan dukungan kepada pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melakukan salam komando bersama adiknya Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) usai dikukuhkan sebagai sebagai Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) untuk Pemilukada 2018 dan Pilpres 2019 di kantor DPP Partai Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2/2018). Pengukuhan dipimpin langsung oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kepemimpinan dan Organisasi
Sejak awal pendirian Partai Demokrat hingga saat ini tidak terlepas dari sosok kepemimpinan penggagasnya. Partai ini memiliki tujuan salah satunya adalah untuk memuluskan dan menjaga langkah politik Yudhoyono. Dalam perjalanannya, Partai Demokrat tidak lepas dari dinamika internal terkait kepemimpinan yang memperebutkan kursi pimpinan partai dengan potensial mengubah derajat pengaruh penggagas ataupun pendiri Partai Demokrat. Dinamika yang terjadi tidak membuat pengaruh langsung Yudhoyono menghilang. Pada tahun 2015, Yudhoyono masih memimpin langsung Partai Demokrat, sekaligus menguasai berbagai jabatan kunci partai lainnya.
Yudhoyono tidak langsung menjadi Ketua Umum Partai Demokrat saat pertama didirikan. Melainkan salah satu anggota Tim 9 tim perumus dan pematangan konsep partai yang menjabat posisi Ketua Umum, yakni Partai Demokrat. Subur Budhisantoso yang merupakan antropolog dengan gaya bicaranya yang dikenal santun. Subur mengawali karir dalam dunia akademik di Universitas Indonesia.
Kepengurusan partai ini sejak awal periode 2001-2005, banyak di isi oleh banyak sosok yang dikenal dari kalangan akademik. Sekretaris Jendral PD saat itu di jabat oleh Prof. Dr. Irzan Tandjung dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, serta sosok lainnya seperti Prof. Dr. Rusli Ramli, Prof. Dr. Ir Rizald Max Rompas, Prof Dardji Darmodihardjo, Prof, Dr. RF Saragih S.H., M.H. selain itu, ada kader PD yang berasal dari kalangan pengusaha seperti Vence Rumangkang yang merupakan salah satu pendiri Partai Demokrat, lalu ada politisi Sutan Bhatoegana, Jhonny Allen Marbun.
Kemudian dalam kepengurus pertama partai ini diduduki dari kalangan selebritas yang populer dalam dunia seni peran Indonesia, seperti RMH Heroe Syswanto Ns (Sys Ns) , aktor Dedy Mizwar, Roy Marten, Dwi Yan, Marini Zumarnis, Elma Theana, bahkan Angelina Sondakh yang menjabat sebagai anggota fungsionaris khusus DPP Partai Demokrat.
Periode awal pendirian partai ini, Yudhoyono tidak langsung menempati jabatan pengurus partai, melainkan istrinya Kristiani Herawati Bambang Yudhoyono didudukan sebagai Wakil Ketua Umum PD. Selain itu, terdapat ipar Yudhoyono, Hadi Utomo yang menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal PD.
Partai ini tidak lepas dari konflik internal sebagai partai baru yang menjajaki kancah politik nasional. Kubu Ketua Umum PD yakni Subur Budhisantoso sempat bersitegang dengan kubu Vence Rumangkang terkait kongres serta ketua umum partai. Sejumlah tokoh serta para pendiri partai kecewa dengan pola pikir kepemimpinan Subur Budhisantoso yang dianggap tidak maksimal.
Pada Februari 2005, Vence mengadakan rapat pimpinan nasional dan hasilnya kubu Vence akan menggelar kongres paling lambat bulan Maret 2005 serta disahkannya pemecatan Ketua Umum Subur Budhisantoso.
Akan tetapi, kubu Subur tidak menerima pemecatan sepihak tersebut, kemudian menegaskan akan melakukan pemilihan ketua umum dalam Kongres Partai Demokrat pada Maret 2005 yang akan dihadirkan Presiden Yudhoyono. Konflik yang sempat meruncing antara kedua kubu akhirnya reda dibawah kendali Yudhoyono.
Kongres I Partai Demokrat yang berlangsung pada 20-23 Mei 2005 di Bali, memperebutkan kursi kepemimpinan partai selanjutnya. Kongres yang berlangsung berjalan cukup alot dengan berbagai perdebatan yang bermuara pada persyaratan ketua umum partai. Soal penetapan kriteria bakal calon ketua umum, peserta kongres harus melakukan voting. Seperti, apakah seseorang calon harus berpendidikan sarjana atau SLTA. Kongres ahirnya memutuskan untuk calon ketua umum Partai Demokrat minimal berpendidikan S-1 atau sarjana.
Sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, terdapat delapan kandidat yang ikut dalam kompetisi pemilihan ketua umum dari 12 kandidat sebelumnya. Taufiq Effendy selaku Menteri Pendayagunaan Aparatur Negra mundur dari persaingan. Kandidat calon yang berlasung ada Agus Abubakar, Hamidhan, Subur Budhisantoso, Hadi Utomo, Siswohadiwijoyo, Nurhayati, Sutan Bathoegana serta Ahmad Mubarok. Dari total pencoblosan yang dilakukan 457 peserta, hanya tiga kandidat yang memperoleh dukungan di atas 50 suara lolos keputaran kedua. Mereka adalah Hadi Utomo dengan 264 suara, Subur Budhisantoso dengan 106 suara, dan Surato sebanyak 72 suara.
Pada putaran kedua, Hadi Utomo bertahan diposisi pertama dengan memperoleh 302 suara atau 67 persen. Kemudian Subur Budhisantoso memperoleh 108 suara, serta Surato memperoleh 39 suara. Hadi Utomo yang merupakan ipar Presiden Yudhoyono akhirnya memenangkan pemilihan ketua umum kemudian diberikan wewenang untuk memimpin Partai Demokrat untuk lima tahun mendatang.
Di bawah kepemimpinan Hadi Utomo, dinamika Partai Demokrat relatif terkendali. Hadi Utomo memiliki latar belakang militer dengan pangkat terakhir kolonel. Ia alumni Akabri angkatan 1970, dan merupakan menantu dari Sarwo Edhie Wibowo. Pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 15 Agustus 1945 ini mengawali politik di dalam Partai Demokrat. Di akhir masa jabatannya, dinamika partai justru kembali begejolak, saat menjelang Kongres II PD, terkait kemunculan para calon ketua umum partai.
Terdapat tiga sosok yang palin dominan dalam bersaing merebutkan kursi ketua umum partai, yakni Andi Alfian Mallarangeng yang memiliki kedekatan dengan Yudhoyono dan juga mengklaim mendapatkan restu dan dukungan langsung dari Yudhoyono untuk menjabat sebagai Ketua Umum Partai. Kemudian Marzuki Alie yang merupakan ketua DPR RI dan pernah menjabat sebagai sekjen Partai Demokrat, dan terakhir Anas Urbaningrum yakni Ketua DPP Partai Demokrat sejak tahun 2005 dan pada tahun 2009 menjadi Ketua Fraksi Demokrat di DPR.
Persaingan yang berlangsung cukup ketat dan memanas. Pada pemungutan suara, Andi Mallarangeng yang mendapatkan dukungan secara langsung oleh Edhie Baskoro Yudhoyono harus menerima kekalahan pada putaran pertama.
Andi kemudian memberikan dukungan terhadap Mazuki Alie pada putaran kedua. Namun, hasil akhir yang mengejutkan Anas Urbaningrum mengalahkan Mazuki dan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dengan raihan suara sebanyak 280 suara dari 531 suara delegasi.
Pada perjalanan era kepemimpinan Anas Urbaningrum cukup menarik. Melihat pernyataan Anas Urbaningrum terkait kemenangannya dalam Kongres PD II 2010. Dirinya mengaku bahwa Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat pernah meminta dirinya mundur dari bursan calon ketua umum partai.
Hal tersebut menurut Anas disampaikan Yudhoyono beberapa saat menjelang kongres di Bandung. Dalam pidato pengunduran diri Anas pada Februari 2013, Anas mengibaratkan dirinya sebagai bayi yang tak diharapkan pada Kongres II Partai Demokrat tahun 2010.
Saat itu, Anas juga mengatakan bahwa setelah terpilih menjadi pimpinan Partai Demokrat, ia berusaha merangkul kubu Yudhoyono dengan meminta izin kepada Yudhoyono agar Edhie Baskoro Yudhoyono menjabat sebagai sekjen partai. Hal ini kemudian berimplikasi pada gemuknya susunan kepengurusan Partai Demokrat dibawah kepemimpinan Anas Urbaningrum. Kepengurusan DPP PD periode 2010-2015 terdiri dari 130 orang.
Kepemimpinan Anas Urbaningrum harus berakhir sebelum masa jabatannya dengan cara tragis. Terbongkarnya kasus korupsi Hambalang yang menyeret beberapa pengurus puncak Partai Demokrat, termasuk didalamnya status tersangka yang dikenakan oleh KPK terhadap Anas Urbaningrum. Partai Demokrat kemudian mengalami goncangan politik yang cukup keras. Selaku Ketua Majelis Tinggi dan juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Yudhoyono kemudian secara cepat mengambil langsung semua kendali Partai Demokrat.
Pada 30 Maret 2013, digelar Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Bali untuk memilih ketua umum baru. Sebelumnya, pada 23 Februari 2013, Anas Urbaningrum menyatakan pengunduran dirinya sebagai ketua umum partai. Pada pelaksanaan KLB Partai Demokrat, Yudhoyono kembali dipilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan Sekjen Partai Demokrat tetap dijabat oleh Edhie Baskoro Yudhoyono.
Terpilihnya Yudhoyono menjadi ketua umum kembali, tidak dapat menjalankan roda operasional partai karena menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Maka dari itu kongres mengagendakan memilih Ketua Harian untuk bertugas menjalankan keseharian organisasi.
Syarief Hasan dipilih oleh Yudhoyono sebagai Ketua Harian yang sebelumnya adalah anggota Dewan Pembina Demokrat. Yudhoyono menyatakan bahwa jabatannya bersifat sementara karena dalam proses penyelamatan dan konsolidasi partai, paling lama dua tahun.
Pada Kongres IV PD yang berlangsung pada 12 Mei 2015 di Surabaya, kembali menetapkan Susilo Bambang Yudhoyono secara aklamasi sebagai Ketua Umum PD periode 2015-2020. Dengan demikian penguasaan Yudhoyono terhadap partai yang digagasnya semenjak tahun 2001 tetap bertahan.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Presiden Joko Widodo (kedua kiri), didampingi, Ketua Kogasma Pemenangan Pemilu 2019 Partai Demokrat (PD), Agus Harimuti Yudhoyono (kiri), Ketua Umum PD Susilo Bambang Yudhoyono (kedua kanan) dan Sekjen PD, Hinca Panjaitan usai memukul gong usai memberikan sambutan dalam Peresmian Pembukaan Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat 2018 di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (10/3/2018). Acara itu diikuti oleh pimpinan Patai Demokrat dari seluruh wilayah Indonesia.
Penguasaan dan Basis Massa Partai
Pada Pemilu 2004, Partai Demokrat memperoleh suara terbanyak dari empat daerah, yaitu Jakarta, Palembang, Manado, serta di Kabupaten Pacitan. Partai Demokrat mampu meraih suara dalam kisaran 20 hingga 27 persen dari ke empat daerah tersebut, bahkan mampu menurunkan perolehan suara beberapa partai besar.
Yudhoyono memiliki kedekatan historis dengan tiga daerah, yakni Jakarta, Palembang serta Kabupaten Pacitan. Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, merupakan tempat kelahiran salah satu pendiri Partai Demokrat.
Kota Palembang adalah tempat berkiprah Yudhoyono sewaktu menjabat sebagai Panglima Kodam II Sriwijaya (1996-1997). Kota Palembang yang sebelumnya menjadi basis suara PDI-P sebanyak 43 persen pada Pemilu 1999 kemudian diruntuhkan oleh kehadiran Partai Demokrat menjadi 14 persen pada Pemilu 2004. Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Pacitan, wilayah pesisir selatan Jawa Timur, yang dulu dikuasai oleh PDI-P namun sekarang menjadi basis suara Partai Demokrat.
Kota Jakarta merupakan tempat Yudhoyono berkarier terakhir menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan dibawah kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. Daerah tersebut yang kuat dengan jejak karier Yudhoyono mulai dari Pacitan hingga Jakarta menjadi potret penaklukan Partai Demokrat mengikuti jejak historis daerah-daerah Yudhoyono tersebut.
Kota Manado menjadi fenomenal keunggulan Partai Demokrat, yang sebelumnya jauh dari jejak karier Yudhoyono. Namun, fenomena Partai Demokrat yang terjadi ada kaitannya dengan jaringan beberapa kader partai ini. Beberapa pendiri partai ini berasal dari daerah ini. Vence Rumangkang serta EE Mangindaan mantan Gubernur Sulawesi Utara yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Demokrat. Ketokohan beberapa orang dari Manado inilah yang ikut menjadi magnet bagi PD untuk meraih posisi puncah di daerah ini dalam perolehan suara pada pemilu.
Partai Demokrat sukses pada pemilu legislatif dan berlanjut pada Pemilu Presiden 2004. Partai ini mengusung Yudhoyono yang berpasangan dengan Jusuf Kalla kemudian memenangi pemilu presiden. Setelah kemenangan tersebut, Partai Demokrat menjadi partai pemerintah dan memiliki modal politik dalam mengatur roda pemerintahan ataupun dalam pelaksanaan perebutan kekuasaan pada tingkat lokal semenjak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dimulai sejak tahun 2005.
Jika dilihat lebih dalam, terjadi perubahan basis penguasaan PD pada Pemilu 2004 dan 2009. Sebelumnya, ciri pemilih perkotaan sangat melekat pada partai ini. Peta penguasaan pemilih dalam Pemilu 2004 menunjukkan hal tersebut. Namun, partai ini berhasil mencapai ke tingkat pedesaan, yang juga mendongkrak perolehan suara partai secara spektakuler dalam kurun waktu lima tahun. Selain itu, jika dibedakan berdasarkan pulau kediaman PD juga berhasil menembus batas pemilih yang lebih luas lagi.
Konsentrasi pemilih Partai Demokrat yang sebelumnya hanya di Jawa, pada tahun 2009 makin meluas menyebar ke seluruh kepulauan dengan rata-rata proporsi perolehan suaranya antara 22 dan 28 persen. Pada tiap daerah terjadi pelipatgandaan dukungan terhadap partai ini pada Pemilu 2009 jika dibandingkan dengan perolehan partai pada Pemilu 2004 dan tidak ada satupun penurunan perolehan di tiap daerah. Daerah seperti Sulawesi Tenggara, Aceh, serta Papua mengalami peningkatan mencapai lebih dari lima kali lipat dari perolehan sebelumnya.
Pada Pemilu 2014, PD mengalami goncangan politik yang harus mempertahankan prestasi spektakuler yang diraihnya pada Pemilu 2009. PD hanya menargetkan perolehan suara sebesar 15 persen pada pemilu 2014. Hal ini justru berbeda jauh jika dibandingkan dengan perolehan saat Pemilu 2009 lalu yakni sebesar 20,85 persen. Rendahnya proporsi target perolehan suara yang ditetapkan oleh partai karena memiliki pandangan yang realistis terhadap kondisi yang dialami. Yudhoyono tidak dapat melanjutkan jabatan kepresidenannya karena sudah menjabat dua periode dan berakhir pada 2014.
Mendekati Pemilu 2014, pandangan masyarakat terhadap Partai Demokrat tidak lepas dari persoalan yang membelitnya para pengurus partai yang menekan citra serta popularitas partai ini. Berdasarkan hasil survei terhadap pemilih Demokrat menunjukkan, sejak Pemilu 2009, Partai Demokrat telah memilik basis dukungan yang merata, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Proporsi pemilih partai ini di desa dan kota mirip dengan proporsi nasional.
Namun, pada sisi dikotomi sebaran pemilih di Jawa dan luar Jawa, pada Pemilu 2014 dukungan terhadap partai ini mulai bergeser dari pemilih yang tinggal di Jawa ke pemilih di luar Jawa. Hal ini berbeda dengan Pemilu 2009 yang tersebar cukup merata di Jawa dan luar Jawa.
Secara demografis, basis pemilih partai yang sebelumnya dari beragam kalangan, saat ini mengalami perubahan. Dilihat dari jenis kelamin, pada Pemilu 2009 tergolong cukup seimbang. Kemudian pada Pemilu 2014, proporsi dukungan dari pemilih laki-laki mulai menurun dan membuat PD lebih banyak dipilih oleh pemilih perempuan. Pada sisi usia, pemilih partai ini cukup tersebar dari usia muda hingga usia tua. Namun, ada penurunan terjadi pada pemilih usia 17-50 tahun pada Pemilu 2014.
Secara entitas, Partai Demokrat di minati oleh pemilik bersuku bangsa selain Jawa sejak Pemilu 2009. Pada sisi afiliasi keagamaan, partai ini memperoleh peningkatan dukungan dari pemilih beragama non Islam. Kemudian dilihat pada aspek sosial ekonomi, dukungan terhadap partai ini datang dari pemilih dengan berbagai tingkat pendidikan serta kelas ekonomi secara merata.
Walau demikian, terdapat tanda-tanda penurunan proporsi pemilih berpendidikan menengah pada Pemilu 2014. Lalu, Partai Demokrat juga mengalami penurunan proporsi dukungan dari pensiunan dan aparat negara, tetapi proporsi dukungan kalangan pelajar dan mahasiswa meningkat.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Komandan Kogasma ( Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono di ruang kerja presiden, Istana Merdeka Jakarta, Kamis (2/5/2019). Agus menyambangi istana untuk memenuhi undangan silaturahmi Presiden Joko Widodo.
Turbulensi Partai Menuju Pemilu 2024
Perjalanan Partai Demokrat menuju Pemilu 2024 harus dihadapkan dengan hantaman dan turbulensi partai yang cukup kencang. Hal ini dikarenakan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko ingin mengambil alih kepemimpinan Demokrat secara inkonstitusinal untuk kepentingan pencalonan presiden pada Pemilu 2024.
Tudingan keterlibatan pejabat penting istana itu pertama kali diungkapkan oleh Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono saat jumpa pers pada 1 Februari 2021. Akan tetapi, Agus Harimurti Yudhoyono belum menyebutkan pejabat yang dimaksud karena mengedepankan asas praduga tak bersalah. Pihaknya lebih memilih mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menanyakan kebenaran terkait informasi tersebut.
”Berdasarkan pengakuan, kesaksian, dari BAP (berita acara pemeriksaan) sejumlah (unsur) pimpinan tingkat pusat maupun daerah Partai Demokrat yang kami dapatkan, mereka dipertemukan langsung dengan KSP (Kepala Staf Kepresidenan) Moeldoko yang ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional untuk kepentingan pencapresan 2024,” ujar Kepala Badan Komunikasi Strategis Demokrat Herzaky Mahendra melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas, Senin (1/2/2021) malam.
Pada jumpa pers, Senin malam (1/2/2021), Moeldoko membantah terkait tudingan tersebut. Ia mengaku beberapa kali menerima tamu para kader serta eks kader Demokrat di kediamannya, namun pertemuan tersebut bentuk keterbukaannya kepada siapa pun yang ingin bertemu. Pertemuan disebutnya selalu diawali dengan obrolan soal pertanian, tetapi kemudian para tamu justru bercerita situasi di tingkat internal Demokrat.
Partai Demokrat mengungkap peran Moeldoko dalam upaya pengambilalihan secara paksa kepemimpinan Demokrat. Atas perbuatan Moeldoko, Demokrat meminta Presiden Joko Widodo mengambil sikap tegas terhadap Moeldoko. Kepala Badan Komunikasi Strategis Demokrat Herzaky Mahendra saat dihubungi, Selasa (2/2/2021), mengatakan, pihaknya memiliki bukti-bukti kuat mengenai dugaan keterlibatan Moeldoko. Seperti keterangan dari sejumlah kader Demokrat yang pernah diundang Moeldoko di salah satu hotel di Jakarta, Rabu (27/1/2021). Mereka memenuhi undangan karena Moeldoko menyampaikan akan memberikan bantuan penanganan Covid-19.
Pada pertemuan yang dihadiri pula oleh sejumlah mantan kader Demokrat itu, justru membahas keburukan Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono. Maka dibutuhkan Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat untuk menggantikan Agus Harimurti Yuhoyono. Bagi yang mau bergabung, dijanjikan sejumlah uang dan jabatan.
Selain itu Demokrat juga mengungkap empat kader dan mantan kader Demokrat yang diduga terlibat. Mereka adalah Marzuki Alie (mantan Sekjen Demokrat), Johny Alen Marbun (mantan anggota DPR dari Demokrat), Muhammad Nazaruddin (mantan Bendahara Umum Demokrat yang juga pernah dihukum karena korupsi), dan Darmizal (mantan Wakil Ketua Komisi Pengawas Partai Demokrat).
KLB Partai Demokrat kemudian diselenggarakan di The Hill Hotel and Resort Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara pada 5-7 Maret yang dibuka oleh pendiri PD Etty Manduapessy. Kongres tersebut di hadiri pula oleh Jhoni Allen, Max Sopacua, Marzuki Alie, Damrizal. Namun, Moeldoko tidak menghadiri secara langsung, tetapi ia menyapa peserta kongres melalui sambungan telepon yang dihubungan ke pengeras suara di ruang sidang.
Hasil KLB tersebut, Moeldoko ditetapkan sebagai ketua umum dan Marzukie Alie sebagai Ketua Dewan Pembina. Moeldoko pun menyampaikan terima kasih lewat sambungan telepon karena telah dipilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB. Moeldoko pun menyatakan siap mengemban tugas yang diberikan kepadanya. ”Saya menghargai keputusan saudara. Untuk itu, saya terima menjadi Ketua Umum Partai Demokrat,” katanya.
Menurut Agus Harimurti Yudhoyono, KLB Deli Serdang itu sebagai sebuah dagelan, ilegal, dan inkonstitusional. Ini karena penyelenggaraan KLB tidak mengacu AD dan ART Demokrat yang telah disahkan oleh pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Adapun syarat pelaksanaan KLB sesuai AD/ART Demokrat, antara lain, harus disetujui, didukung, dan dihadiri oleh minimal 2/3 ketua dewan pimpinan daerah (DPD) dan minimal setengah dari jumlah ketua dewan pimpinan cabang (DPC). Selain itu, juga harus disetujui oleh Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. ”Namun, ketiga klausul itu sama sekali tak dipenuhi,” ujarnya.
Yudhoyono selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat saat memberi keterangan pers di kediamannya di Cikeas, Bogor, mengaku merasa malu dan bersalah ketika menjabat sebagai Presiden RI, pernah beberapa kali memberi kepercayaan dan jabatan kepada Moeldoko. Seperti menunjuk Moeldoko sebagai Kepala Staf TNI AD pada Mei 2013. Berselang tiga bulan, Yudhoyono mengusulkan Moeldoko menjadi calon Panglima TNI yang kemudian disetujui oleh DPR.
Artikel Terkait
Keputusan Pemerintah
Pemerintah lewat Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyatakan menolak pengesahan Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang. ”Dengan demikian, pemerintah menyatakan bahwa permohonan pengesahan hasil KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 5 Maret 2021, ditolak,” ujar Yasonna.
Dari pemeriksaan dan verifikasi tahap pertama, Kemenkumham menyampaikan surat nomor AHU.UM.01-82 tertanggal 11 Maret 2021 kepada penyelenggara KLB. Melalui surat tersebut, penyelenggara KLB diminta melengkapi sejumlah dokumen. Terkait surat tersebut, penyelenggara KLB telah menyampaikan beberapa tambahan dokumen pada 29 Maret 2021.
Dari hasil pemeriksaan dan verifikasi terhadap semua kelengkapan dokumen fisik sebagaimana disyaratkan tidak dapat dipenuhi. Kemenkumham ternyata menemukan beberapa persyaratan yang belum dipenuhi, antara lain, kehadiran perwakilan dewan perwakilan daerah (DPD) dan dewan perwakilan cabang (DPC) yang tanpa mandat dari ketua DPD dan ketua DPC.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mengapresiasi keputusan pemerintah tersebut. Pemerintah dinilai telah menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya. Keputusan pemerintah dinilai sebagai penegasan terhadap kebenaran, legalitas, dan konstitusionalitas Partai Demokrat berdasarkan AD/ART Demokrat yang dihasilkan pada Kongres V Demokrat pada 2020 serta berkekuatan hukum tetap dan telah disahkan oleh negara.
Putusan tersebut juga menegaskan tidak ada dualisme di tubuh Partai Demokrat karena sekaligus menegaskan bahwa Ketua Umum Partai Demokrat yang sah adalah Agus Harimurti Yudhoyono. Untuk semakin memperkokoh soliditas internal Demokrat di daerah-daerah, Agus Harimurti Yudhoyono kembali berkeliling nusantara menemui para kader Partai Demokrat.
Saat ini, Penguatan soliditas internal menjadi agenda utama Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menuju Pemilu 2024. Pada awal April 2021, Agus melakukan safari politik menemui sejumlah pengurus DPD di Pulau Jawa. Hal itu dilakukan untuk memperkuat soliditas Demokrat agar target pada Pemilihan Umum2024 bisa tercapai. Demokrat menargetkan bisa kembali menjadi partai papan atas dengan menempati urutan tiga besar. (LITBANG KOMPAS)
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Aktivitas di Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Jakarta, saat berlangsung rapat konsolidasi partai, Minggu (7/3/2021).
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat dari Masa ke Masa
• Dewan Pimpinan Partai Demokrat 2001-2005
Ketua Umum : Subur Budhisantoso
Sekretaris Jenderal : Umar Said
Bendahara Umum : Zainal Abidin
• Dewan Pimpinan Partai Demokrat 2005-2010
Ketua Umum : Hadi Utomo
Sekretaris Jenderal : Marzuki Alie
Bendahara Umum : Zainal Abidin
• Dewan Pimpinan Partai Demokrat 2010-2013
Ketua Umum : Anas Urbaningrum
Sekretaris Jenderal : Edhie Baskoro Yudhoyono
Bendahara Umum : Muhammad Nazaruddin
• Dewan Pimpinan Partai Demokrat 2013-2015
Ketua Umum : Susilo Bambang Yudhoyono
Ketua Harian : Syarief Hasan
Sekretaris Jenderal : Edhie Baskoro Yudhoyono
Bendara Umum : Handoyo S. Mulyadi
• Dewan Pimpinan Partai Demokrat 2015-2020
Ketua Umum : Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
Sekretaris Jenderal : Dr. Hinca IP Pandjaitan XIII, SH, MH, ACCS
Bendahara Umum : Dr. Hj. Indrawati Sukadis, MSi
• Dewan Pimpinan Partai Demokrat 2020-2025
Ketua Umum: H. Agus Harimurti Yudhoyono, M.Sc., M.P.A., M.A.
Sekretaris Jenderal: H. Teuku Riefky Harsya, B.Sc., MT
Bendahara Umum: H. Renville Antonio, SH, MH, MM
- Wakil Ketua Umum :
- Benny Kabur Harman, S.H., M.H.
- Edhie Baskoro Yudhoyono, B.Com, M.Sc.
- Drs. Yansen Tipa Padan, M.Si.
- Vera Febyanthy Rumangkang, M.Si.
- Willem Wandik, S.Sos.
- Marwan Cik Asan, M.S.E.
- Wakil Sekjen
- Hj. Andi Timo Pangerang
- Putu Supadma Rudana, MBA
- Renanda Bachtar
- Ingrid Kansil, S.Sos
- Muhammad Rifai Darus, S.E.
- Hj. Siti Nur Azizah, SH, MH
- Jansen Sitindaon, SH., MH
- Imelda Sari, SS.
- Irwan, S.IP., MP
- Agust Jovan Latuconsina, M.Si (Han), MA
- Wakil Bendahara Umum
- Eka Putra, S.E
- Lasmi Indaryani, S.E.
- Tatyana S. Sutara, SE, M.Si
- Chairul Yaqin Hidayat
- Edwin Jannerli Tandjung
- Bramantyo Suwondo, M.M.IR.
- Indyastari Wikan, ST., MT.Ars.
- Lokot Nasution
- Direktur Eksekutif: Sigit Raditya, MIS, MA
- Departemen Luar Negeri dan Keamanan Nasional : Didi Irawadi Syamsuddin, SH, LL.M (DPR RI Komisi XI)
- Departemen Politik dan Pemerintahan: Umar Arsal, S.Sos (DPR RI 2 Periode 2009 – 2019)
- Departemen Hukum dan HAM: Dr. Didik Mukrianto, SH, MH (DPR RI Komisi III)
- Departemen Pertanian, Kehutanan dan Kemaritiman: Muslim, SHi, MM (DPR RI Komisi IV)
- Departemen Infrstruktur dan Perhubungan: Dr. Michael Wattimena, SE, MM (DPR RI 2 Periode 2009-2019)
- Departemen Perindustrian, Perdagangan dan Investasi: Linda Megawati, SE, MSi. (DPR RI Komisi XI)
- Departemen Energi, Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi: Rusda Mahmud (DPR RI Komisi VII)
- Departemen Agama dan Sosial: Dr. H. RA.Munawar Fuad, Noeh, Mag. (Pengurus MUI Pusat 2015-2020)
- Departemen Kesehatan dan Ketenagakerjaan: Hj. Aliyah Mustika Ilham, SE (DPR RI Komisi IX)
- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pariwisata dan Pemuda: Dede Yusuf ME, ST, MSi.Pol (DPR RI Komisi X)
- Departemen Perekonomian Nasional: Sartono Hutomo SE, MM (DPR RI Komisi VII)
- Badan Pemenangan Pemilu: Andi Arief (Staf Khusus Presiden 2009-2014)
- Badan Pembinaan Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan: Dr. Ir. H. Herman Khaeron, MSi (DPR RI Komisi VI)
- Badan Penelitian dan Pengembangan: Herzaky Mahendra Putra, SSos, MM
- Badan Komunikasi Strategis: Ossy Dermawan, BS, MSc
- Badan Doktrin, Pendidikan dan Latihan: Yudha Pratomo Mahyudin, MSc, PhD
- Badan Pembinaan Jaringan Konstituen: Zulfikar Hamonangan, SH (DPR RI Komisi VII)
- Badan Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat: H. Ali Mohamad Johan, SE (DPRD Prov. DKI Jakarta)
- Badan Hukum dan Pengamanan Partai: MM Ardy Mbalembout, SH. MH, CLA.
Visi dan Misi
Visi Partai Demokrat untuk Indonesia Masa Depan
- Indonesia menjadi Negara Maju di Abad 21.
- Indonesia menjadi Negara Kuat di tahun 2045.
- Indonesia menjadi Emerging Economy di tahun 2030.
Visi untuk Partai Demokrat Masa Depan
- Kuat, berintegritas dan berkapasitas.
- Relevan dan adaptif dengan perkembangan zaman.
- Konsisten pada nilai, idealisme dan platform perjuangan partai yang menjunjung tinggi perdamaian, keadilan, kesejahteraan, demokrasi dan kelestarian lingkungan.
- Menyatu dengan rakyat dan terus memperjuangkan kepentingan dan aspirasi rakyat.
- Mempertahankan jati diri sebagai partai Nasionalis-Religius, Partai Terbuka, Partai Tengah, Partai Pluralis dan Partai Pro Rakyat Kecil.
Misi
- Sebagai salah satu kekuatan politik nasional, Partai Demokrat berpartisipasi dan berkontribusi dalam kehidupan bernegara dan pembangunan nasional, menuju terwujudnya Indonesia yang makin maju, makin damai, makin adil, makin sejahtera dan makin demokratis.
- Sebagai partai politik, Partai Demokrat mengemban misi sebagai berikut:
- Memenangkan pemilihan umum pada tingkat nasional, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden dan wakil presiden.
- Memenangkan pemilihan umum tingkat daerah, baik pemilu legislatif maupun pemilu kepala daerah.
- Mempersiapkan kader-kader Demokrat untuk maju sebagai peserta pemilihan umum, baik pusat maupun daerah, baik legislatif maupun eksekutif.
- Menjalin komunikasi secara berkelanjutan dengan rakyat guna mengetahui persoalan, harapan dan aspirasi mereka, untuk selanjutnya diperjuangkan di berbagai medan pengabdian dan penugasan partai.
- Menjalankan kehidupan internal partai sesuai dengan undang-undang dan anggaran dasar serta anggaran rumah tangga, menuju masa depan Partai Demokrat yang makin kuat, makin modern, makin dicintai rakyat dan makin kontributif bagi pembangunan bangsa.
10 Program Umum Partai Demokrat :
- Mencetak SDM yang Unggul dan Militan
- Memperkuat Kepemimpinan dan Manajemen yang Efektif
- Modernisasi Partai Demokrat Menuju “Smart Party”
- Memperkuat Komunikasi Politik yang Efektif di Setiap Lini
- Meningkatkan Program-Program Pengabdian Masyarakat
- Membina dan Memperluas Jaringan Konstituen
- Menangkan Suara Generasi Muda (Bonus Demografi)
- Menyukseskan Kepala Daerah Tahun 2020 dan 2024.
- Menyukseskan Pemilihan Legislatif Tahun 2024
- Menyukseskan Pemilihan Presiden Tahun 2024.
Referensi
Litbang Kompas. 2016. Partai Politik Indonesia 1999-2019, Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Litbang Kompas. 2004. Partai-partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program 2004-2009. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Litbang Kompas. 1999. Partai-Partai Politik Indonesia, Ideologi, Strategi dan Program. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Litbang Kompas. 2004. Peta Politik Pemilihan Umum 1999-2004. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Partai Demokrat. 2005. Laporan Pertanggung Jawaban Dewan Pimpinan Pusat 2002-2005. Anggaran Dasar Partai Demokrat.
Pusat Informasi Kompas, pemberitaan Kompas mengenai Partai Demokrat 2002-2014.
Kompas, 2 Februari, 2021, Moeldoko Dituding Ingin Ambil Alih Kepemimpinan
Kompas, 3 Februari, 2021, Demokrat Tunggu Sikap Tegas Presiden
Kompas, 6 Maret, 2021, KLB Tunjuk Moeldoko, SBY Nyatakan Tak Sah
Kompas, 1 April, 2021, Kubu Moeldoko Siapkan Gugatan
Kompas, 9 April, 2021, AHY, KLB, dan Ujian Soliditas
Laman resmi Demokrat.or.id