Lembaga

Partai Amanat Nasional

Partai Amanat Nasional (PAN) merupakan partai politik papan tengah yang mampu mewarnai wacana politik di Indonesia. Pada Pemilu 1999, PAN sangat signifkan mewarnai wajah perpolitikan di negeri ini. Sosok Amien Rais mampu menjadikan partai ini sebagai salah satu faktor penentu perpolitikan di Indonesia setelah lengsernya era Kepemimpinan Orde Baru.

KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS

Zulkifli Hasan memberikan pidato kemenangan setelah terpilih kembali menjadi ketua umum PAN 2020-2025, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (11/2/2020), jelang malam. Zulkifli meraih suara sebanyak 331, sementara Mulfachri Harahap meraih 225 suara, dan Drajad Wibowo 6 suara. Zulkifli menjadi ketua umum pertama partai berlambang matahari ini yang menduduki kursi ketua umum dua kali.

Fakta Singkat

Partai Amanat Nasional

Dideklarasikan
Jakarta, 23 Agustus 1998

Ketua Umum:
Zulkifli Hasan (2020 – 2025)

Pemilu 2019:

  • Perolehan suara: 9.572.623 suara sah
  • Persentase suara: 6,84 persen
  • Jumlah kursi di DPR: 44 kursi

Laman:
Partai Amanat Nasional

Sejarah

Awalnya, pendirian partai ini dikelilingi oleh sejumlah tokoh gerakan reformasi yang tergabung dalam Majelis Amanat Rakyat (MARA) yang merupakan organisasi untuk mewadahi kerja sama berbagai organisasi ataupun perorangan yang mempunyai komitmen terhadap gerakan reformasi di Indonesia saat itu. Terdapat sedikitnya 50 orang yang bergabung dalam organisasi ini dari berbagai kalangan, seperti para intelektual, aktivis politik, yakni Prof. Dr. Amien Rais, Goenawan Muhammad, Dr. Rizal Ramli, Albert Hasibuan, Dr. Toety Heraty, Dr. Daniel Sparingga, Arifin Panigoro, serta Faisal Basri yang terlibat dalam deklarasi MARA, 14 Mei 1998, di Jakarta.

Pada era Orde Baru, MARA menjadi salah satu organ gerakan reformasi yang sangat kritis terhadap pemerintahan Presiden Soeharto. Amien Rais dalam deklarasi MARA menyatakan secara lugas bahwa akan menilai Kabinet Soeharto dalam enam bulan ke depan. Kemudian pada 5–6 Agustus 1998 di Mega Mendung, Bogor, para pendiri MARA sepakat membentuk partai politik. Saat itu, nama Partai Amanat Bangsa (PAB) menjadi pilihan identitas. Pada perjalanannya PAB diubah menjadi Partai Amanat Nasional yang dideklarasikan pada 23 Agustus 1998, di Jakarta. Partai ini bertugas memperjuangkan kedaulatan rakyat, demokrasi, kemajuan, dan keadilan sosial. Cita-cita yang menjadi tujuan partai ini berakar dari moral agama, kemanusiaan dan kemajemukan. Kemudian prinsip-prinsip yang dianut partai ini adalah nonsektarian dan nondiskriminatif.

Pada Pemilu 1999, PAN membuktikan bahwa kekuatan partainya mampu merebut simpati masyarakat pemilih. PAN meraih 7,4 persen suara pemilih nasional serta menempatkan 34 wakilnya di DPR Pusat meskipun tidak mampu mendudukkan partainya dalam lapisan atas partai-partai peraih suara besar dalam pemilu. 34 perwakilan partai ini mampu berperan aktif dalam Sidang Umum MPR, 1 Oktober 1999. Strategi penggalangan kekuatan politik “Poros Tengah” yang terdiri dari kekuatan partai-partai yang berbasis massa Islam seperti PKB, PPP, berhasil dalam mewujudkan serta mampu membendung kekuatan partai pemenang Pemilu 1999, PDI Perjuangan, dalam upaya perebutan kursi kepresidenan.

Strategi Poros Tengah berhasil dengan terpilihnya K.H. Abdurrahamn Waihd (Gus Dur) selaku Ketua Umum PKB, yang menjadi tokoh utama dukungan Poros Tengah dan menyingkirkan kekuatan Megawati Soekarnoputri yang diusung oleh PDI Perjuangan. Selain itu, Amien Rais selaku Ketua Umum PAN yang merupakan motor utama penggerak Poros Tengah berhasil menduduki jabatan Ketua MPR RI. Pada era kepemimpinan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid, PAN masih mendukung seperti dukungan formal yang tertuang dalam Rekomendasi Politik yang disahkan dalam Kongres I PAN di Yogyakarta Februari 2000.

Pada perjalanannya dukungan PAN tidak mampu bertahan lama. Tidak sampai kurun waktu satu tahun, PAN kemudian mencabut dukungan tersebut karena PAN prihatin dengan kelanjutan negara dan bangsa Indonesia kondisinya yang kian terpuruk dalam bidang keamanan, politik, hukum, ekonomi, serta sosial budaya di bawah Pemerintahan Presiden Gus Dur. PAN menyatakan menarik dukungannya pada ajang pertemuan nasional anggota legilatif PAN. Pencabutan dukungan tersebut kemudian di selenggarakan Sidang istimewa MPR, 21 Juli 2001, hasilnya adalah menyingkirkan kedudukan Gus Dur dari kursi kepresidenan. Namun, harus diketahui bahwa hal ini dilakukan juga oleh partai politik lain yang sebelumnya mendukung K.H. Abdurrahman Wahid. Melalui Sidang Istimewa MPR tersebut, Abdurrahman Wahid yang awalnya diangkat oleh Poros Tengah, kemudian dijatuhkan dan mengangkat Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI.

Pada Pemilu 2004, raihan dukungan PAN tidak sebaik dari pemilu sebelumnya. Ketika Pemilu Presiden 2004 yang diselenggarakan secara langsung untuk pertama kali, PAN tidak mampu menempatkan pasangan kandidat presiden-wakil presiden yang diusungnya, yakni Amien Rais-Siswono Yudhohusodo sebagai pemenang. Pada putaran pertama, hanya pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dan pasangan Megawati Soekarnoputri–K.H. Hasyim Muzadi yang berhasil lolos dan melanjutkan pertarungan dari lima pasang calon presiden-wakil presiden yang ada. Dalam putaran kedua pemilu, PAN merapatkan dukungan terhadap pasangan Susilo Bambang Yudhoyono–Jusuf Kalla yang kemudian memenangkan Pemilu 2004 menjadi Presiden-Wakil Presiden RI periode 2004–2009.

Pada Pemilu 2009, raihan suara PAN sangat minim dan harus berkoalisi dengan partai lain pada Pemilu 2009. PAN di bawah kepemimpinan Soetrisno Bachir (hasil Kongres PAN II, 7–10 April 2005), memperlihatkan tanda-tanda kesepakatan bersama Prabowo Subianto (Partai Gerindra) untuk berkoalisi dengan PDI Perjuangan dalan kontestasi pemilu presiden. Akan tetapi, saat proses penjajakan berkoalisi, Amien Rais selaku Ketua Majelis Pertimbangan Partai PAN justru mendorong PAN untuk berkoalisi dengan Partai Demokrat, untuk mengusung Susilo Bambang Yudhoyono sebagai calon presiden.

Amien Rais sempat mengadakan pertemuan degan seluruh Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN di seluruh Indonesia di kediaman Amien Rais, Yogyakarta, 19 April 2009. Pertemuan yang dihadiri 27 perwakilan dari 33 DPW PAN. Namun, Soetrisno Bachir tidak menghadiri pertemuan tersebut. Di dalamnya dihasilkan, antara lain, PAN akan membangun koalisi dengan dengan Partai Demokrat pada Pemilu Presiden 2009. Amien Rais mengatakan bahwa menurutnya PAN lebih cenderung merapat dengan partai yang memiliki peluang menang yang lebih besar pada Pilpres 2009.

Pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) di Yogyakarta yang diselenggarakan awal Mei 2009, kader PAN Hatta Rajasa didukung oleh Amien Rais yang sempat diajukan sebagai calon wakil presiden yang akan berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, upaya tersebut tidak berhasil, karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memilih Boediono sebagai pasangan calon wakil presiden. Meskipun demikian, PAN tetap berkoalisi dengan Partai Demokrat bersama dengan PKS, PKB serta beberapa partai politik lainnya yang mengusung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Pasangan ini kemudian berhasil memenangkan Pemilu Presiden 2009.

Pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Hatta Rajasa menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Hatta juga menjabat sebagai Ketua Umum PAN dari hasil Kongres III PAN di Batam pada Januari 2010. Selain penguasaan jabatan serta pengaruh politik, PAN juga produktif dalam pelontaran ide dan gagasan politik. Misalnya saat menjelang deklarasi partai, Amien Rais melontarkan gagasan pemberian otonomi yang luas kepada daerah, hingga membuka kemungkinan pembentukkan negara federasi. Ide tersebut kemudian mengundang reaksi yang mendukung ataupun yang menentang hal tersebut. Dalam perjalannya, gagasan federalisme meredup dan tidak pernah lagi terdengar.

Pertengahan tahun 2010, PAN kembali mengeluarkan gagasan baru. Berawal dari ketidaksesuaian format pemerintahan selama ini dengan dasar sistem presidensial akan tetapi diterapkan juga sistem multi partai, maka yang terjadi adalah ketidakefektifan jalan sebuah pemerintahan. PAN menawarkan sebuah solusi: Konfederasi Partai. Menurut PAN, konfederasi partai politik yang intinya adalah koalisi partai yang bersifat permanen dapat menjadi jalan tengah untuk melancarkan pemerintahan tanpa harus mengabaikan keterwakilan masyarakat yang disalurkan lewat keberadaan beragam partai politik.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum Barisan Muda Penegak Amanat Nasional (BM PAN) Yandri Susanto (dari kiri ke kanan) hadir dalam acara pembukaan Kongres ke-V BM PAN di Jakarta, Sabtu (20/8/2016). BM PAN merupakan organisasi sayap PAN yang menampung aspirasi generasi muda yang menjadi kader PAN.

Ideologi, strategi, dan program partai

PAN merupakan partai yang berasaskan Pancasila sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai ini. Akan tetapi, setelah digelar Kongres II PAN di Semarang pada April 2005, dihasilkan ketetapan asas partai, yakni akhlak politik berlandaskan agama yang menjadi rahmat bagi sekalian alam. Dalam dokumen partai, asas ini ditafsirkan meliputi tiga aspek, yakni Ketuhanan, Kebangsaan dan Kerakyatan. Partai ini lebih condong memberi nafas islami kedalam azas partai.

Secara substansial, platform yang dikembangkan PAN menyebutkan bahwa PAN adalah partai politik yang memungkinkan setiap manusia dapat mengembangkan kepribadiannya dalam kebebasan. Setiap manusia dapat berperan serta dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya, dan berperan serta dalam usaha-usaha mengembangkan kemanusiaan. PAN merupakan partai yang menghormati serta mendorong kemajemukan. PAN adalah kumpulan manusia Indonesia yang berasal dari berbagai keyakinan, pemikiran, latar belakang etnis, suku, agama, serta gender. Partai ini menganut prinsip nonsektarian dan nondiskriminatif. Kesepakatan yang dijunjung tinggi dilandaskan pada prinsip dasar bersama dan cita-cita politik yang sama.

Partai ini menentang segala bentuk kediktatoran, totaliterisme, serta otoriterisme. Hal ini sangat bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, memasung kebebasan dan menghancurkan hukum. PAN sangat menjunjung tinggi demokrasi, agar dapat mewujudkan tatanan sosial serta politik yang memungkinkan masyarakat madani terus mengawal kekuasaan. Selain itu, konsekuensi partai ini adalah memosisikan dirinya untuk bersaing dengan partai-partai lain secara terbuka dan bersikap adil dan jujur demi meraih dukungan rakyat. Selama tidak berada di posisi pemerintah, maka partai ini akan berfungsi sebagai oposisi. PAN memiliki pendirian bahwa pemerintah dan oposisi sama-sama memiliki tanggung jawab yang setara terhadap rakyat.

Beragam pemikiran yang tercakup di dalam platform PAN yang terurai dalam visi dan misi partai, untuk selanjutnya dijabarkan dalam Garis Besar Perjuangan Partai yang didalamnya meliputi masalah politik, pertahanan negara, ekonomi, pertahanan, perburuhan, pendidikan, kesehatan, kependudukan, kepemudaan, kebudayaan, perumahan rakyat, kehidupan beragama, kesejahteraan sosial, ketransmigrasian dan pengembangan wilayah, pertanian, kelautan, perikanan, peternakan dan kehutanan, peningkatan harkat dan martabat kaum perempuan, lingkungan hidup, dan pergaulan internasional.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Presiden Joko Widodo bertemu Ketua Umum Partai Amanat Nasional yang juga Wakil Ketua MPR Zulkifli Hasan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/10/2019). Pertemuan tersebut membahas sejumlah hal seperti amendemen UUD 1945, kondisi ekonomi, sosial, politik, keamanan, dan penjajakan koalisi di pemerintahan.

Kepemimpinan dan organisasi

Perjalanan kepemimpinan PAN dari awal didirikan mengalami perubahan mulai dari kalangan intelektual aktivis hingga kalangan pengusaha. Amien Rais merupakan sosok intelektual aktivis yang menjadi ketua umum partai pertama. Sebagai pendiri partai ini nama Amien tidak bisa lepas dari partai ini, sejak awal di deklarasikan partai ini sampai saat ini nama Amien Rais masih dominan dan mampu memberikan warna tesendiri dalam perjalanan politik ataupun keorganisasian partai ini. Bahkan dua pemimpin partai ini setelah era Amien Rais, yakni Soetrisno Bachir (periode 2005–2010) dan M. Hatta Rajasa (periode 2010–2015) tidak lepas dari pengaruh sosok Amien Rais.

Amien Rais lebih dikenal sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah (1995–1998) sebelum masuk ke dalam kancah politik bersama PAN. Sosoknya yang menjadi nomer satu didalam organisasi massa Islam besar inilah yang menjadi identik sebagai sumber basis massa kekuatan PAN. Selain itu, Amien Rais dikenal sebagai seorang intelektual yang kritis terhadap rezim Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Dirinya pernah mengkritik Pemerintahan Orde Baru mengenai kemapanan rezim yang sudah berumur 32 tahun melalui tulisan yang diterbitkan dalam kolom harian Republika yang berjudul “kejujuran” pada 26 April 1997, tulisan tersebut mengungkapkan pandangannya bahwa generasi muda Indonesia saat ini sangat kentara mendambakan perubahan dan penyegaran kepemimpinan.

Kritikan tersebut direspon oleh pemerintah dan Presiden Soeharto dikabarkan tidak berkenan dengan tulisan Amien Rais tersebut, yang berakhir dengan pergantian pimpinan redaksi Republika, yakni Parni Hadi. Tidak berhenti sampai disitu, setelah kasus tersebut berakhir, Amien Rais yang juga merupakan Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) tetap bersikap kritis hingga lengsernya rezim Orde Baru tersebut.

Pasca reformasi terjadi perubahan tatanan politik baru yang demokratis di Indonesia. Amien Rais yang memiliki gelar doktor ilmu politik dari University of Chicago, AS (1981), menyatakan bahwa dirinya ingin menjadi presiden. Hal ini diupayakan pada Pemilu 1999 dan Pemilu 2004, akan tetapi keinginan tersebut tidak dapat terwujud karena selalu kalah dengan pesaingnya. Dirinya hanya mampu menjabatasebagai Ketua MPR RI periode 1999–2004.

Pada penentuan hasil Kongres PAN II, April 2005, Amien memiliki peran dan pengaruh yang dominan dalam penentuan figur kepemimpinan partai. Hasil kongres tersebut kemudian menobatkan Soetrisno Bachir sebagai pengganti Amien menjadi Ketua Umum PAN periode 2005–2010. Dukungan penuh Amien terhadap Soetrisno tersebut menimbulkan kekecewaan dari kubu kandidat lain, yakni Fuad Bawazier. Setelah kongres tersebut, Fuad beserta para pendukungnya menolak untuk duduk sebagai pengurus baru PAN. Bahkan, dirinya menyatakan keluar dari keanggotaan PAN.

Sosok Soetrisno Bachir merupakan dari kalangan pengusaha, dirinya sangat kontras dengan sosok Amien Rais, Soetrisno tidak memiliki jejak politik dalam kariernya. Akan tetapi, Soetrisno merupakan sosok pengusaha yang bergerak di bidang usaha perikanan, perkebunan, real estate, perbatikan, hingga media massa. Dirinya pernah tercatat sebagai presiden direktur sedikitnya pada 16 perusahaan yang merupakan miliknya. Dalam menjalankan roda organisasi PAN, Soetrisno cukup mendapat sorotan publik dengan pernyataan minatnya menjadi presiden. Keinginannya tersebut dilakukan secara serius dengan menyatakan diberbagai iklan media massa dan tergolong sosok yang pertama menyatakan niat pencalonannya. Namun, dirinya gugur saat menjelang Pemilu 2009, bahkan tidak tercantum sebagai kandidat presiden pada Pemilu 2009.

Di bawah kepemimpinan Soetrino Bachir pula, PAN mendapat sorotan publik terkait upayanya dalam menarik public figur seperti dari kalangan artis yang bergabung mulai menjadi pengurus hingga calon legislatif PAN. Sebelumnya sudah terdapat artis seperti Dede Yusuf, Wanda Hamidah, serta Ruslina Rasyidin yang merupakan fungsionaris partai. Belakangan turut bergabung, seperti Ikang Fawzi, Marini Zumarnis, Mandra, Derry Drajat, Adrian Maulana, Eko Patrio, Tito Sumarsono, Mara Karma, Henidar Amroe, Wulan Guritno, Poppy Maretha, Ika Mustafa, serta artis lainnya yang bergabun dengan PAN. Fenomena maraknya artis yang bergabung dengan PAN, sempat beredar plesetan PAN yang diartikan “Partai Artis Nasional”. Padahal, sebelumnya partai ini terkenal sebagai partai kaum terdidik dan intelektual, diisi oleh figur-figur intelektual dari kalangan akademisi ataupun praktisi.

KOMPAS/HARIS FIRDAUS

Kampanye PAN di Palembang Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa memberikan orasi dalam kampanye terbuka PAN di Stadion Patra Jaya, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (1/4/2014). Hadir dalam acara itu sejumlah caleg dari PAN, antara lain, Desy Ratnasari dan Bima Arya.

Pasca-Pemilu 2009, hubungan Soetrisno Bachir dengan Amien Rais merenggang, hal ini terkait dengan pilihan koalisi partai. Hal itu membuat perjalanan politik Soetrisno Bachir bersama PAN tidak berlangsung lama. Terkait pilihan koalisi, Amien Rais lebih menginginkan PAN berkoalisi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Soetrisno Bachir lebih cenderung berkoalisi dengan Partai Gerindra yang mengusung Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden yang menurutnya lebih nyata terlihat.

Pengaruh kekuatan politik Amien Rais mampu meniadakan eksistensi politik Soetrisno Bachir selaku Ketua Umum PAN. Pasca-Kongres III PAN, Soetrisno Bachir mengundurkan diri dari jabatannya dan dari dunia perpolitikan. Namanya sempat muncul pada tahun 2011 dengan rencana membuat partai politik baru bersama Yenny Wahid, namun belum ada realisasi yang dilakukan.

Pada Kongres III PAN yang diselenggarakan di Batam, tanggal 7–9 Januari 2010, M. Hatta Rajasa terpilih sebagai Ketua Umum PAN yang tidak lepas dari pengaruh Amien Rais. Hatta merupakan seorang profesional dalam bidang engineering yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya yang ditempuh di Teknik Perminyakan ITB. Hatta sudah peka terhadap dunia perpolitikan sejak menjadi aktivis mahasiswa di kampus. Sebelumnya, Hatta sudah pernah mencalonkan diri sebagai ketua umum partai PAN dalam Kongres II PAN di Semarang. Namun, saat akhir menjelang pemilihan tersebut niatnya tidak berlanjut.

Hatta Rajasa muncul pada pentas politik nasional sejak dirinya menjadi anggota DPR dari fraksi reformasi 1999–2004. Kemudian Hatta masuk dalam kabinet menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Gotong Royong (2001–2004) pada era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. Nama Hatta makin melesat ketika dirinya bergabung dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid I dibawah Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) — Jusuf Kalla (2004–2009). Hatta diangkat sebagai Menteri Perhubungan (2004–2007) sebelum akhirnya di-reshuffle.

Banyak pihak menilai Hatta Rajasa kurang kompeten saat menjabat menjadi Menteri Perhubungan. Beberapa kasus kecelakaan transportasi seperti kasus musibah Mandala Airlines, Kecelakaan KM Digoel, KM Senopati Nusantara, serta berbagai kasus lainnya yang terjadi. Ancaman keluar dari kabinet pun kandas setelah Hatta digeser ke posisi Menteri Sekretaris Negara (2007–2009). Hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Hatta karena lebih mudah dan intens dalam pertemuan dengan Presiden Yudhoyono.

Kedekatan Hatta dengan Yudhoyono terlihat saat Hatta kembali dipercaya sebagai Ketua Tim Sukses Nasional pasangan Susilo Bambang Yudhoyono — Boediono untuk Pemilu Presiden 2009. Sebelumnya, Hatta disebut-sebut salah satu alternatif pendamping Yudhoyono setelah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono — Jusuf Kalla tidak lagi bersama dalam pemilihan presiden 2009. Sebagai Ketua Tim Sukses Nasional, Hatta sukses membawa Kemenangan pasangan SBY–Boediono sebagai presiden dan wakil presiden RI. Hatta kemudian diangkat menadi Menteri Koordinator Perekonomian dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid II (2009–2014).

Karier politik Hatta kemudian berada di puncak saat dirinya terpilih sebagai Ketua Umum PAN periode 2010–2015 dalam Kongres III PAN pada Januari 2010 di Batam. Berada di pucuk pimpinan PAN menjadi salah satu jalan bagi Hatta untuk menuju kursi kepemimpinan nasional pada pemilihan presiden 2014. PAN mengusung nama Hatta sebagai calon presiden pada pemilu presiden 2014. Kemudian Hatta Rajasa dicalonkan sebagai wakil presiden yang berpasangan dengan Prabowo Subianto dari Partai Gerindra. Namun, raihan suara pemilih pasangan ini tidak mampu menjadi pemenang Pemilu Presiden 2014.

Pada Kongres IV PAN di Bali (28 Februari — 2 Maret 2015) Hatta Rajasa bersaing dengan Zulkifli Hasan dalam perebutan kursi Ketua Umum PAN. Hasilnya Zulkifli Hasan memenangi jabatan Ketua Umum PAN dengan raihan 292 suara dan Hatta meraih 286 suara. Kepemimpinan kemudian beralih ke Zulkifli Hasan, Ketua Majelis Pertimbangan Partai dijabat oleh Soetrisno Bachir yang merupakan mantan ketua umum partai periode 2005–2010. Dalam kongres tersebut diputuskan membentuk Dewan Kehormatan Partai yang diketuai oleh Amien Rais. Enam bulan setelah menjabat Ketua Umum PAN, Zulkifli mengumumkan bahwa PAN tidak lagi menjadi partai yang beroposisi dengan pemerintahan Jokowi-JK, akan tetapi menyatakan bergabung dalam koalisi pendukung pemerintah.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Kampanye-Puluhan ribu simpatisan Partai Amanat Nasional (PAN) dalam kampanye terbuka memenuhi lapangan Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Senin (29/3/2004). Ketua Umum PAN Amien Rais hadir dan memberikan orasi politiknya.

Penguasaan dan basis massa partai

PAN merupakan partai terbuka dengan basis massa Islam yang sejak pendiriannya berorientasi pada pembangunan politik yang berbasis modernitas, yakni sebagai lawan kata dari politik era Orde Baru. Pada Pemilu 1999, PAN mampu meraih dukungan sebanyak 7,528,936 suara atau setara dengan 7,11 persen dari jumlah seluruh pemilih Pemilu 1999 (105,845,937 pemilih) dan mendapatkan 34 kursi DPR. PAN berada di peringkat kelima dari total 48 partai yang ikut bertarung.

Pada dua pemilu selanjutnya PAN cenderung mengalami penurunan suara. Dalam Pemilu 2004, PAN hanya mampu meraih 7.303.324 suara atau setara dengan 6,44 persen dari total pemilih yang diikuti oleh 24 partai. Hasil ini masih berada di bawah perolehan Partai Demokrat yang merupakan partai pendatang baru dengan raihan 7,4 persen. Namun, PAN berhasil mendapatkan 54 kursi di parlemen. Hal ini dikarenakan alokasi kursi DPR yang secara keseluruhan lebih banyak dibandingkan dengan alokasi kursi pada Pemulu 1999 lalu.

PAN ikut serta dalam Pilpres 2004 dengan mengusung Ketua Umum PAN, yakni Amien Rais yang berpasangan dengan Siswono Yudohusodo sebagai calon presiden dan wakil presiden. Hasilnya, pasangan Amien dan Siswono hanya menduduki peringkat keempat dari lima pasangan kandidat dengan perolehan 14 persen suara. Pasangan yang diusung oleh PAN gagal dalam pemilihan presiden putaran kedua. Kemudian pada Pemilu 2009, PAN kembali mengalami penurunan suara menjadi 6.254.580 atau setara dengan 6,01 persen, yakni turun lebih dari satu juta suara dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Jumlah kursi di dalam parlemen pun turun menjadi 48 kursi.

Pada Pemilu 2014, di bawah kepemimpinan Hatta Rajasa, PAN mampu meningkatkan perolehan suara yang cukup signifikan dengan raihan mencapai 9.481.621 suara pemilih. Namun, perolehan tersebut masih tetap mengukuhkan posisinya sebagai partai papan tengah pemilu, yakni dengan urutan posisi keenam. Peningkatan suara tersebut diikuti oleh perubahan karakteristik para pemilihnya. Berdasarkan perbandingan dua survei yang dilakukan terhadap Pemilu 2009 dan 2014, jika dilihat dari sisi domisili para pemilih PAN mulai tersebar ke luar Pulau Jawa dan jiga semakin menguat di wilayah perkotaan.

Jika dilihat dari aspek pemilih, partai ini lebih dominan pemilih laki-laki sebelumnya. Namun, saat ini terlihat berimbang sejalan dengan peningkatan proporsi suara pemilih perempuan di dalam partai ini. Dari sisi komposisi usia dan identitas keagamaan, para pendukung PAN masih tetap berada pada para pemilih berusia menengah hingga tua dengan mayoritas beragama Islam. Kemudian dari sisi ekonomi, kalangan pemilih PAN masih bertumpu pada kalangan kelas ekonomi menengah dengan pekerjaan sebaga wirausaha.

Menuju Pemilu 2024

Persiapan untuk menghadapai Pemilu 2024 mendatang sudah mulai dilakukan oleh partai ini. PAN membentuk juru bicara muda dari kalangan milenial dan generasi Z. Mereka akan menyosialisasikan gagasan PAN agar berdampak pada perolehan suara dari generasi muda pada Pemilu 2024. Viva Yoga Mauladi selaku Wakil Ketua Umum PAN, Minggu (8/8/2021), mengatakan, juru bicara muda merupakan bagian dari regenerasi partai. Mereka sudah jadi kader partai dan kini ditugaskan menyampaikan gagasan partai kepada masyarakat luas.

Melalui keterangan tertulis, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan, generasi milenial dan generasi Z merupakan pemimpin populasi Indonesia saat ini. Jumlah mereka 53,81 persen penduduk Indonesia. Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menilai, pembentukan juru bicara muda menunjukkan PAN serius menyasar pemilih berusia di bawah 40 tahun. Pada Pemilu 2024, jumlah mereka mendominasi, mencapai 60 persen pemilih.

Langkah yang menarik dilakukan partai ini adalah dengan bergabung ke koalisi partai politik pendukung pemerintah Joko Widodo — Ma’ruf Amin. Hal ini sudah disepakati oleh seluruh pengurus pusat hingga daerah. Kesepakatan diambil setelah Zulkifli Hasan menjelaskan perihal kehadirannya dalam pertemuan parpol koalisi pendukung pemerintah dengan Presiden Joko Widodo, di hadapan seluruh kader dan pengurus yang mengikuti Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II tahun 2021, Selasa (31/8/2021). Wakil Ketua MPR itu menyebut, undangan dari Istana merupakan sebuah kehormatan bagi PAN.

PAN memosisikan diri sebagai jembatan antara pemerintah dan para tokoh Islam. PAN bertekat merajut kembali persaudaraan yang sempat terkoyak akibat perbedaan pilihan politik dalam Pemilu Presiden 2019. Dengan posisi baru tersebut, PAN menargetkan dapat menambah raihan kursi di parlemen. Saat ini PAN hanya menguasai 44 kursi, pada Pemilu 2024 menargetkan merebut 64 kursi atau 11 persen dari total kursi DPR.

Pada Rakernas II lalu, Zulkifli mendapatkan mandat untuk menetapkan pasangan calon presiden-wakil presiden yang akan diusung dalam Pilpres 2024. Selain itu, rakernas juga menetapkan target konsolidasi partai dari pusat hingga tingkat desa tuntas pada akhir tahun 2021. Viva Yoga Mauladi menjelaskan, PAN bergabung dengan pemerintah bukan tanpa alasan. Langkah itu diambil dalam rangka perjuangan politik untuk membawa kebaikan dan memberi manfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

PAN terus melakukan konsolidasi internal guna memperbaiki elektabilitas partai. Zulkifli Hasan menemui kader dan pengurus PAN di Majalengka, Sumedang, dan Bandung. Di Bandung, ia meresmikan Rumah PAN Jabar serta bertemu dengan Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Di hadapan kader PAN di Sumedang, Zulkifli meminta kader membantu masyarakat menghadapi pandemi. (LITBANG KOMPAS)

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN dari masa ke masa

Dewan Pimpinan Pusat PAN 1998–2005

  • Ketua Umum: M. Amien Rais
  • Sekretaris Jenderal: Faisal Basri (mengundurkan diri tahun 2000), digantikan Hatta Rajasa sampai 2005

Dewan Pimpinan Pusat PAN 2005–2010

  • Ketua Umum: Soetrisno Bachir
  • Sekretaris Jenderal: Zulkifli Hasan

Dewan Pimpinan Pusat PAN 2010–2015

  • Ketua Umum: Ir. H.M. Hatta Rajasa
  • Sekretaris Jenderal: Ir. Taufik Kurniawan
  • Wakil Ketua Umum: Dr. Drajad H. Wibowo
  • Bendahara Umum: Jon Erizal

Dewan Pimpinan Pusat PAN 2015–2020

  • Ketua Umum: Zulkifli Hasan
  • Sekretaris Jenderal: Eddy Soeparno
  • Bendara Umum: Nasrullah
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN 2020-2025

Dewan Kehormatan

  • Ketua: Sutrisno Bachir
  • Sekretaris: Sunartoyo

Dewan Pakar

  • Ketua: Drajad Wibowo
  • Sekretaris: M Najib

Mahkamah Partai

  • Ketua: M Ali Taher Parasong

Majelis Penasihat Partai

  • Ketua: M Hatta Rajasa
  • Sekretaris: Tjatur Sapto Edy

Badan Pengurus Harian

  • Ketua Umum: Zulkifli Hasan
  • Wakil Ketua Umum: Asman Abnur
  • Wakil Ketua Umum: Yandri Susanto
  • Wakil Ketua Umum: A Hanafi Rais
  • Wakil Ketua Umum: Viva Yoga Mauladi
  • Wakil Ketua Umum: Hafiz Tohir
  • Wakil Ketua Umum: Nasrullah Larada
  • Ketua: Epyardi Asda
  • Ketua: Bima Arya Sugiarto
  • Ketua: Pangeran Khairul Shaleh
  • Ketua: Ambia B Boestam
  • Ketua: Widdi Aswindi
  • Ketua: Najib Qodratullah
  • Ketua: Zita Anjani
  • Ketua: Andi Yuliani Paris
  • Ketua: Saleh Partaonan Daulay
  • Ketua: Yahdil Abdi Harahap
  • Ketua: Haerudin
  • Ketua: Darlis Pattalongi
  • Ketua: Desy Ratnasari
  • Ketua: Mumtaz Rais
  • Ketua: Tutur Sutikno
  • Ketua: Noviantika Nasution
  • Ketua: Barnabas Yusuf Nura
  • Sekretaris Jenderal: Muhammad Eddy Dwiyanto Soeparno
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Ibnu M Bilaludin
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Romy Bareno
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Surya Imam Wahyudi
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Dian Islamiati Fatwa
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Damayanti Hakim Tohir
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Farazandi Fidinansyah
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Fikri Yasin
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Irvan Herman
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Rosaline Irene Romaseuw
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Slamet Nur Achmad Effendy
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Farah Puteri Nahlia
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Denada Tambunan
  • Wakil Sekretaris Jenderal: M Izzul Muslimin
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Athari Gauthi Ardi
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Irfan Nuranda Djafar
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Sumarsono
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Arif Mustafa Al BunyWakil Sekretaris Jenderal : Slamet Ariyadi

Visi dan misi

Visi

Terwujudnya PAN sebagai partai politik terdepan dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil dan makmur, pemerintahan yang baik dan bersih di dalam negara Indonesia yang demokratis dan berdaulat, serta diridhoi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Misi

  • Mewujudkan kader yang berkualitas.
  • Mewujudkan PAN sebagai partai yang dekat dan membela rakyat
  • Mewujudkan PAN sebagai partai yang modern berdasarkan sistem dan manajemen yang unggul serta budaya bangsa yang luhur.
  • Mewujudkan Indonesia baru yang demokratis, makmur, maju, mandiri dan bermartabat.
  • Mewujudkan tata pemerintahan Indonesia yang baik dan bersih, yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
  • Mewujudkan negara Indonesia yang bersatu, berdaulat, bermartabat, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, serta dihormati dalam pergaulan internasional.

Referensi

Buku

—. Partai Politik Indonesia 1999-2019. 2016. Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Litbang Kompas. 2004. Partai-partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program 2004-2009. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Litbang Kompas. 1999. Partai-Partai Politik Indonesia, Ideologi, Strategi dan Program. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Litbang Kompas. 2004. Peta Politik Pemilihan Umum 1999-2004. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Pusat Informasi Kompas, pemberitaan Kompas mengenai PPP 1970–2021.

Arsip Kompas

“Kilas Politik & Hukum: Bagian dari Regenerasi Partai, PAN Membentuk Juru Bicara Muda”. Kompas, 09 Agustus, 2021

“Dukung Pemerintah, PAN Incar 64 Kursi DPR”. Kompas, 01 September, 2021

“Parpol Kian Intens Lakukan Konsolidasi”. Kompas, 30 Agustus, 2021