KOMPAS/RIZA FATHONI
Anggota Brigade Motor (BM) Polisi Lalu Lintas Polda Metro Jaya mengoperasikan kamera Electric Traffic Law Enforcement (ETLE) Mobile yang terpasang di helm saat peluncuran di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Sabtu (20/3/2021). Polda Metro Jaya meluncurkan 30 perangkat kamera ETLE Mobile yang terpasang di tubuh petugas (body cam), helm (helmet cam) dan dasbor mobil (dash cam).
Fakta Singkat
Dibentuk
1 Juli 1946
Perubahan Nomenklatur
- Badan Kepolisian Negara
- Djawatan Kepolisian Negara
- Kepolisian Negara Republik Indonesia
Kepala Polri
Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo
Laman
Regulasi
- Pasal 30 UUD 1945
- TAP MPR RI No.VI/MPR/2000
- UU No .2 Tahun 2002
Sejarah pembentukan
Sebelum Kemerdekaan Indonesia
Zaman Kerajaan
Sejarah Polri tidak terlepas dari masa sebelum kemerdekaan Indonesia. Pada zaman Kerajaan Majapahit, Patih Gadjah Mada telah membentuk pasukan pengamanan yang disebut dengan Bhayangkara memiliki tugas untuk melindungi kerajaan.
Masa Kolonial Belanda
Lalu, pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang mengambil orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan dan kekayaan orang-orang Eropa di Hindia-Belanda. Pada 1867 beberapa orang Eropa di Semarang, merekrut 78 orang pribumi untuk menjaga keamanan mereka.
Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada procureur generaal (jaksa agung). Pada masa Hindia-Belanda terdapat berbagai macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan), stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain.
Pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent (bintara), inspekteur van politie dan commisaris van politie. Selama menjadi agen polisi, pribumi hanya dapat menjabat sebagai mantri polisi, asisten wedana dan wedana polisi. Hal ini sangat jelas membuat perbedaan jabatan antara orang Belanda dan pribumi.
Kepolisian modern Hindia-Belanda dibentuk antara 1897—1920 yang menjadi cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini.
Masa Pendudukan Jepang
Pada saat Jepang menduduki Indonesia, wilayah kepolisian Indonesia dibagi menjadi Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi, Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin. Setiap kantor polisi di daerah dipimpin oleh orang Indonesia, namun didampingi pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam praktiknya lebih berkuasa.
Awal Kemerdekaan Indonesia
Periode 1945–1950
Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun. Polisi tetap bertugas, termasuk waktu Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka tanpa campur tangan pihak asing.
Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia. Langkah awal ini dilakukan untuk mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang serta membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang.
Pada 19 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk Badan Kepolisian Negara (BKN). Pada 29 September 1945, Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN).
Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
Kemudian mulai 1 Juli 1946, sejak terbitnya Penetapan Pemerintah No. 11/1946, kepolisian negara bertanggung jawab secara langsung kepada presiden. Tanggal 1 Juli inilah yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga saat ini.
Sebagai bangsa dan negara yang berjuang mempertahankan kemerdekaan maka Polri di samping bertugas sebagai penegak hukum juga ikut bertempur di seluruh wilayah RI. Polri menyatakan dirinya “combatant” yang tidak tunduk pada Konvensi Jenewa. Polisi Istimewa diganti menjadi Mobile Brigade, sebagai kesatuan khusus untuk perjuangan bersenjata, seperti dikenal dalam pertempuran 10 November di Surabaya, di front Sumatera Utara, Sumatera Barat, penumpasan pemberontakan PKI di Madiun, dan lain-lain.
Pada masa kabinet presidential, pada tanggal 4 Februari 1948 dikeluarkan Tap Pemerintah No. 1/1948 yang menetapkan bahwa Polri dipimpin langsung oleh presiden/wakil presiden dalam kedudukan sebagai perdana menteri/wakil perdana menteri.
Pada masa revolusi fisik, Kapolri Jenderal Polisi R.S. Soekanto mulai menata organisasi kepolisian di seluruh wilayah RI. Pada 22 Desember 1948 Pemerintahan Darurat RI (PDRI) yang diketuai Sjafrudin Prawiranegara berkedudukan di Sumatera Tengah, Jawatan Kepolisian dipimpin KBP Umar Said.
Hasil Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dan Belanda dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), maka R.S. Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Negara RIS dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI berkedudukan di Yogyakarta.
Dengan Keppres RIS No. 22 Tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan Kepolisian RIS dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah perdana menteri dengan perantaraan jaksa agung, sedangkan dalam hal administrasi pembinaan, dipertanggungjawabkan pada menteri dalam negeri.
Namun, umur RIS hanya dapat bertahan beberapa bulan saja sebelum diganti menjadi Negara Kesatuan RI pada 17 Agustus 1950. Pada 7 Juni 1950 dengan Tap Presiden RIS No. 150, organisasi-organisasi kepolisian negara-negara bagian disatukan dalam Jawatan Kepolisian Indonesia. Dalam peleburan tersebut disadari adanya kepolisian negara yang dipimpin secara sentral, baik di bidang kebijaksanaan siasat kepolisian maupun administratif, organisatoris.
Periode 1950–1959
Dengan dibentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan diberlakukannya UUDS 1950 yang menganut sistem parlementer, Kepala Kepolisian Negara tetap dijabat R.S. Soekanto yang bertanggung jawab kepada perdana menteri/presiden.
Tidak adanya kantor POLRI saat kembali berkedudukan di Jakarta, maka digunakanlah bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di Gedung Departemen Dalam Negeri. Kemudian, R.S. Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar Djawatan Kepolisian Negara RI (DKN) yang menjadi Markas Besar Kepolisian sampai sekarang. Saat itu Mabes POLRI menjadi gedung perkantoran termegah setelah Istana Negara.
Masa Orde Lama
Setelah kegagalan Konstituante, Indonesia kembali ke UUD 1945 dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dalam pelaksanaannya masih banyak terjadi penyimpangan dari UUD 1945. Jabatan perdana Menteri yang saat itu dijabat Ir. Juanda diganti dengan sebutan Menteri Pertama. POLRI masih tetap berada di bawah naungan Menteri Pertama sampai keluarnya Keppres 10 Juli No. 153/1959, di mana Kepala Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio.
Pada 13 Juli 1959 dengan Keppres No. 154/1959 Kapolri juga menjabat sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda Veteran. Pada 26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri Pertama No. 1/MP/RI1959, ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang memimpin Departemen Kepolisian (sebagai ganti dari Djawatan Kepolisian Negara).
Ketika Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang terdiri dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian, R.S. Soekanto menyampaikan keberatannya dengan alasan untuk menjaga profesionalisme kepolisian. Pada tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto mengundurkan diri setelah menjabat Kapolri/Menteri Muda Kepolisian, sehingga berakhirlah karier Bapak Kepolisian RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga 15 Desember 1959.
Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 menyatakan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan nasional.
DPR-GR mengesahkan UU Pokok Kepolisian No. 13/1961 pada 19 Juni 1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan POLRI sebagai salah satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU.
Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri Kapolri, Menteri/KASAD, Menteri/KASAL, Menteri/KSAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan. Dengan Keppres No. 134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan Kepolisian (Menkasak).
Kemudian, sebutan Menkasak diganti lagi menjadi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak) dan langsung bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala pemerintahan negara. Dengan Keppres No. 290/1964 kedudukan, tugas, dan tanggung jawab PoIri ditentukan, sebagai berikut:
- Alat Negara Penegak Hukum
- Koordinator Polsus
- Ikut serta dalam pertahanan
- Pembinaan Kamtibmas
- Kerkaryaan
- Sebagai alat revolusi.
Pada 6 Juli 1965, Keppres No. 155/1965 menetapkan pendidikan AKABRI disamakan bagi Angkatan Perang dan Polri selama satu tahun di Magelang. Sementara pada tahun 1964 dan 1965, pengaruh PKI bertambah besar karena politik NASAKOM Presiden Soekarno, dan PKI mulai menyusupi memengaruhi sebagian anggota ABRI dari keempat angkatan.
Masa Orde Baru
Akibat peristiwa G30S yang mencerminkan tidak adanya integrasi antarunsur ABRI, SK Presiden No. 132/1967 tanggal 24 Agustus 1967 menetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bidang Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi Departemen Hankam meliputi AD, AL, AU dan AK yang masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menhankam/Pangab. Jenderal Soeharto diangkat sebagai Menhankam/Pangab yang pertama.
Setelah Soeharto terpilih sebagai presiden pada 1968, jabatan Menhankam/Pangab berpindah kepada Jenderal M. Panggabean. Kemudian, keketatan integrasi ini berdampak pada sulitnya perkembangan Polri yang secara universal memang bukan angkatan perang.
Pada 1969 Keppres No. 52/1969 mengganti sebutan Panglima Angkatan Kepolisian kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala Kepolisian Negara RI. Singkatnya, tidak lagi KKN tetapi Kapolri. Pergantian sebutan ini diresmikan pada 1 Juli 1969.
Tugas dan wewenang
Visi Polri adalah “terwujudnya pelayanan keamanan dan ketertiban masyarakat yang prima, tegaknya hukum dan keamanan dalam negeri yang mantap serta terjalinnya sinergi polisional yang proaktif”. Dalam menjalankan visi tersebut, Polri memiliki misi sebagai berikut:
- Melaksanakan deteksi dini dan peringatan dini melalui kegiatan/operasi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan
- Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah, responsif dan tidak diskriminatif
- Menjaga keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus orang dan barang
- Menjamin keberhasilan penanggulangan gangguan keamanan dalam negeri
- Mengembangkan perpolisian masyarakat yang berbasis pada masyarakat patuh hukum
- Menegakkan hukum secara profesional, objektif, proporsional, transparan dan akuntabel untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
- Mengelola secara profesional, transparan, akuntabel dan modern seluruh sumber daya Polri guna mendukung operasional tugas Polri
- Membangun sistem sinergi polisional interdepartemen dan lembaga internasional maupun komponen masyarakat dalam rangka membangun kemitraan dan jejaring kerja (partnership building/networking).
Fungsi Polri adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Polri senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Tugas pokok yang harus dijalankan adalah:
- Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
- Menegakkan hukum
- Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, Polri bertugas:
- Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan
- Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan
- Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan
- Turut serta dalam pembinaan hukum nasional
- Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum
- Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa
- Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya
- Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian
- Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
- Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang
- Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian sertal melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:
- Menerima laporan dan/atau pengaduan
- Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum
- Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat
- Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa
- Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian
- Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan
- Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian
- Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang
- Mencari keterangan dan barang bukti
- Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional
- Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat
- Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat
- Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Sedangkan, untuk menjalankan tugas tersebut, Polri memiliki wewenang sebagai berikut:
- Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
- Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan
- Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan
- Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri
- Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
- Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
- Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
- Mengadakan penghentian penyidikan
- Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum
- Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi dalam keadaan mendesak untuk melaksanakan cegah dan tangkal terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana
- Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum
- Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
Dengan demikian, Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia harus memperhatikan peraturan perundang-undangan serta kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Organisasi Polri
Untuk menjalankan tugas dan wewenang di atas, Polri didukung oleh sebuah struktur organisasi yang disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai kewilayahan. Organisasi Polri tingkat pusat disebut Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sedangkan organisasi Polri tingkat provinsi disebut Kepolisian Republik Indonesia Daerah (Polda), Kepolisian Republik Indonesia Resor (Polres) berada di tingkat kabupaten/kota dan Kepolisian Republik Indonesia Sektor (Polsek) di wilayah kecamatan.
SUMBER: KEPOLISIAN RI
Kapolri dari masa ke masa
- Komisaris Jenderal Polisi Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo
Periode menjabat: 29 September 1945 — 14 Desember 1959
- Komisaris Jenderal Polisi Soekarno Djojonegoro
Periode menjabat: 14 Desember 1959 — 30 Desember 1963
- Jenderal Polisi Soetjipto Danoekoesoemo
Periode menjabat: 30 Desember 1963 — 8 Mei 1965
- Jenderal Polisi Soetjipto Joedodihardjo
Periode menjabat: 9 Mei 1965 — 15 Mei 1968
- Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso
Periode menjabat: 15 Mei 1968 — 2 Oktober 1971
- Jenderal Polisi Mohamad Hasan
Periode menjabat: 3 Oktober 1971 — 24 Juni 1974
- Jenderal Polisi Widodo Budidarmo
Periode menjabat: 26 Juni 1974 — 25 September 1978
- Jenderal Polisi Awaluddin Djamin
Periode menjabat: 26 September 1978 — 3 Desember 1982
- Jenderal Polisi Anton Soedjarwo
Periode menjabat: 4 Desember 1982 — 6 Juni 1986
- Jenderal Polisi Mochammad Sanoesi
Periode menjabat: 7 Juni 1986 — 19 Februari 1991
- Jenderal Polisi Kunarto
Periode menjabat: 20 Februari 1991 — 5 April 1993
- Jenderal Polisi Banurusman Astrosemitro
Periode menjabat: 6 April 1993–14 Maret 1996
- Jenderal Polisi Dibyo Widodo
Periode menjabat: 15 Maret 1996–28 Juni 1998
- Jenderal Polisi Roesmanhadi
Periode menjabat: 29 Juni 1998 — 3 Januari 2000
- Jenderal Polisi Roesdihardjo
Periode menjabat: 4 Januari 2000 — 22 September 2000
- Jenderal Polisi Surojo Bimantoro
Periode menjabat: 23 September 2000–21 Juli 2001
- Jenderal Polisi Chairuddin Ismail
Periode menjabat: 2 Juni 2001 — 7 Agustus 2001
- Jenderal Polisi Da’i Bachtiar
Periode menjabat: 29 November 2001 — 7 Juli 2005
- Jenderal Polisi Sutanto
Periode menjabat: 8 Juli 2005–30 September 2008
- Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri
Periode menjabat: 1 Oktober 2008–22 Oktober 2010
- Jenderal Polisi Timur Pradopo
Periode menjabat: 22 Oktober 2010 — 25 Oktober 2013
- Jenderal Polisi Sutarman
Periode menjabat: 25 Oktober 2013 — 16 Januari 2015
- Jenderal Polisi Badrodin Haiti
Periode menjabat: 17 April 2015 — 14 Juli 2016
- Jenderal Polisi Tito Karnavian
Periode menjabat: 14 Juli 2016 — 23 Oktober 2019
- Jenderal Polisi Idham Aziz
Periode menjabat: 1 November 2019 — 27 Januari 2021
- Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo
Periode menjabat: 27 Januari 2021 — sekarang
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Polisi berjaga dengan senjata laras panjang di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Mabes Polri memperketat penjagaan pascaserangan dari terduga teroris yang tewas usai baku tembak.
Artikel Terkait
Lambang Kepolisian RI
Lambang Polisi bernama Rastra Sewakottama yang berarti “Polri adalah Abdi Utama dari pada Nusa dan Bangsa.” Sebutan itu adalah Brata pertama dari Tri Brata yang diikrarkan sebagai pedoman hidup Polri sejak 1 Juli 1954.
Polri yang tumbuh dan berkembang dari rakyat, untuk rakyat, memang harus berinisiatif dan bertindak sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom rakyat. Harus jauh dari tindak dan sikap sebagai “penguasa”. Ternyata prinsip ini sejalan dengan paham kepolisian di semua Negara yang disebut new modern police philosophy, “Vigilant Quiescant” (kami berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tentram).
Prinsip itu diwujudkan dalam bentuk logo dengan rincian makna sebagai berikut:
Perisai bermakna pelindung rakyat dan negara.
Pancaran obor bermakna penegasan tugas Polri, disamping memberi sesuluh atau penerangan juga bermakna penyadaran hati nurani masyarakat agar selalu sadar akan perlunya kondisi kamtibmas yang mantap.
Tangkai padi dan kapas menggambarkan cita-cita bangsa menuju kehidupan adil dan makmur, sedangkan 29 daun kapas dengan 9 putik dan 45 butir padi merupakan suatu pernyataan tanggal pelantikan Kapolri pertama 29 September 1945 yang dijabat oleh Jenderal Polisi Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo.
3 Bintang di atas logo bermakna Tri Brata adalah pedoman hidup Polri. Sedangkan warna hitam dan kuning adalah warna legendaris Polri.
Warna hitam adalah lambang keabadian dan sikap tenang mantap yang bermakna harapan agar Polri selalu tidak goyah dalam situasi dan kondisi apapun; tenang, memiliki stabilitas nasional yang tinggi dan prima agar dapat selalu berpikir jernih, bersih, dan tepat dalam mengambil keputusan.
Artikel Terkait
Penanganan Covid-19
Upaya percepatan penanganan corona virus disease 2019 (Covid-19) di Indonesia membutuhkan kedisiplinan pada berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sosial masyarakat. Dalam situasi pandemi, kewajiban untuk melakukan physical distancing dianggap sebagai metode paling efektif untuk mencegah dan mengurangi angka penyebaran virus ini.
Pemerintah telah mengaturnya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) No. 9 Tahun 2020. Aturan ini harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Guna memastikan bahwa masyarakat mematuhinya, Polri ikut berperan sebagai garda terdepan dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19
Polri telah menerbitkan lima surat telegram sebagai pedoman bagi jajaran kepolisian selama masa darurat Covid-19, termasuk penindakan hukum. Berikut adalah kelima isi surat telegram tersebut:
- Pertama, penanganan kejahatan potensial selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
- Kedua, penanganan kejahatan dalam ketersediaan bahan pokok dan distribusi
- Ketiga, penanganan kejahatan terkait situasi dan opini di ruang siber
- Keempat, penanganan kejahatan potensial dalam masa penerapan PSBB.
- Kelima, penanganan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang baru tiba dari negara terjangkit Covid-19.
Ketegasan aparat dalam rangka mencegah penularan Covid-19 dibuktikan dengan aktif berpatroli di pusat keramaian dan melakukan pembubaran kerumunan masyarakat. Kepolisan juga dapat menangkap masyarakat yang dinilai tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalang-halangi penerapannya sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Aturan ini telah diatur dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 1 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp100 juta. Selain itu, pemilik usaha kuliner yang mengabaikan permintaan untuk bubar dan tidak berkerumun dapat disangkakan Pasal 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau denda paling banyak Rp9.000. Selain menjaga keamanan selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan penanganan pandemi Covid-19, Polri juga menyiapkan dapur umum untuk membantu ketersediaan makanan, terutama bagi warga yang kurang mampu.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Polisi memeriksa surat kelengkapan dokumen dalam penyekatan arus mudik kendaraan di Jalan Tol Cikampek KM 31, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (6/5/2021). Penyekatan arus lalu lintas di titik-titik mudik pada hari pertama larangan mudik, Kamis (6/5/2021), diterapkan dengan tegas oleh pemerintah melalui Kementerian Perhubungan dan kepolisian. Koordinasi antarsejumlah pihak mesti ditingkatkan untuk mencegah warga nekat mudik dengan melakukan berbagai cara. Polisi mengerahkan 155.000 personel gabungan untuk mengawal larangan mudik.
Artikel Terkait
Pendanaan
Pada Senin, 14 September 2020, Komisi III DPR RI dapat menerima Pagu Anggaran Polri Tahun 2021 sebesar Rp111,975 triliun serta usulan tambahan yang diajukan sebesar Rp19,668 triliun.
Pada 28 Juni 2021, alokasi anggaran milik Polri adalah 106,88 triliun. Realisasi dari alokasi anggaran sebesar 39,42 triliun atau 36,88% dengan sisa anggaran 67,46 triliun atau 63,12%. Realisasi per jenis belanjanya adalah sebagai berikut:
- Belanja pegawai 23,80 (46,56%)
- Belanja barang 9,22 (35,36%)
- Belanja modal 11,91 (44,34%)
Kepolisian RI juga mengacu pada Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) sebagai indikator yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan untuk mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga dari sisi kesesuaian terhadap perencanaan, efektivitas pelaksanaan anggaran, efisiensi pelaksanaan anggaran, dan kepatuhan terhadap regulasi. (LITBANG KOMPAS)
Artikel Terkait