Paparan Topik | Kepolisian RI

Sejarah dan Peran Kepolisian Republik Indonesia

Sebagai salah satu institusi penegakan hukum, Kepolisian Republik Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang tidak ringan. Sejumlah persoalan yang menghadang, yakni pemberantasan terorisme, kejahatan narkotika, kasus kriminalitas, dan reformasi internal lembaga.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo (tengah) bersiap memberikan keterangan pers terkait tewasnya Brigadir J (Nofriansyah Yoshua Hutabarat) di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/8/2022). Kapolri mengumumkan, tim khusus Polri menetapkan mantan Kadiv Propam Polri Irjen (Pol) Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam kasus penembakan Brigadir J di rumah dinasnya. Polri menangani kasus tewasnya Brigadir J lewat dua jalur, yakni proses pidana dan penindakan pelanggaran etik. Proses pidana ditangani tim khusus dan penindakan pelanggaran etik ditangani Inspektorat Khusus.

Fakta Singkat

Kinerja Kepolisian RI
Upaya pemberantasan kasus kejahatan terorisme, kasus korupsi, narkotika, kriminalitas, dan reformasi di tubuh Kepolisian RI.

Istilah Bhayangkara
Istilah Bhayangkara diambil dari bahasa Sanskerta yang mengacu pada pasukan elite Kerajaan Majapahit yang bertugas mengawal raja.

Tema Hari Bhayangkara ke-77 (2023)
“Polri Presisi untuk Negeri, Pemilu Damai Menuju Indonesia Emas”

Lembaga Terkait

Secara historis sejatinya Polri telah terbentuk dua hari setelah proklamasi kemerdekaan, yakni pada 19 Agustus 1945. Saat itu, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia selain membentuk UUD 1945, juga membentuk Badan Kepolisian Negara.

Adapun dipilihnya tanggal 1 Juli sebagai hari jadi Polri karena bertepatan dengan momentum dikeluarkannya Penetapan Pemerintah No. 11 Tahun 1946, yang menjadi fase baru penyempurnaan birokrasi institusi kepolisian ke dalam susunan tata negara.

Berdasarkan peraturan tersebut, kepolisian yang semula terpisah sebagai kepolisian daerah, menjadi satu kesatuan nasional. Selain itu, kepolisian yang sebelumnya berada di dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara menjadi bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri/Presiden.

Peringatan 1 Juli sebagai Hari Bhayangkara ditetapkan berdasarkan hasil permusyawaratan Konferensi Dinas Kepolisian Negara di Trete, Jawa Timur, pada tahun 1954. Dalam perkembangannya kemudian ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Perdana Menteri RI No. 86 Tahun 1954. Berdasarkan SK tersebut, Hari Kepolisian harus diperingati dengan upacara setiap 1 Juli di masing-masing kantor polisi pada wilayah Kota/Kabupaten maupun Provinsi.

Pada Sabtu (1/7/2023), Polri akan memasuki usia ke-77. Melansir laman resmi Polri, peringatan Hari Bhayangkara tahun ini mengambil tema “Polri Presisi Untuk Negeri, Pemilu Damai Menuju Indonesia Emas.”

Sejarah

Istilah “Bhayangkara” melekat di tubuh lembaga Kepolisian Republik Indonesia. Istilah ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit era Patih Gajah Mada. Pada masa itu, Bhayangkara merupakan unit pasukan pengamanan yang dibentuk untuk melindungi raja serta kerajaannya.

Istilah “Bhayangkara” diambil dari bahasa Sanskerta yang mengacu pada pasukan elite Kerajaan Majapahit yang bertugas mengawal raja serta keluarga inti kerajaan. Gajah Mada menjadi anggota pasukan Bhayangkara dan beberapa kali menyelamatkan Raja Majapahit dari ancaman.

Pada era kolonial Belanda, dibentuk pasukan pengamanan untuk menjaga aset serta kekayaan orang-orang Eropa. Personel pasukan diambil dari orang-orang pribumi. Pada masa Hindia Belanda, ragam bentuk tugas polisi bermacam-macam sesuai dengan bidang lapangan wilayah kerjanya. Ragam tugas kepolisian, di antaranya, veld politie (polisi lapangan), stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), serta bestuurs politie (polisi pamong praja).

Pribumi saat itu tidak pernah diperkenankan menjabat posisi tinggi seperti hood agent (bintara, inspekteur van poitie, serta commisaris van politie). Pribumi yang menjadi polisi hanya dapat menjabat sebatas mantri polisi, asisten wedana, serta wedana polisi.

Saat era pendudukan Jepang, pribumi yang menjadi polisi dapat menjabat posisi tinggi sebagai kepala polisi di tiap kantor polisi daerah. Pada saat itu, Jepang membagi kepolisian berdasarkan area regional kepulauan yang ada di Indonesia. Area wilayah kerja meliputi: Kepolisian Jawa dan Madura berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera berpusat di Bukittinggi, Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.

Pada era kemerdekaan, Jepang menyerah kepada Sekutu yang diikuti dengan langkah dibubarkannya polisi bentukan Jepang saat itu. Meski demikian, pada saat Proklamasi 17 Agustus 1945, personel kepolisian yang ada pada saat itu tetap bertugas mengamankan momentum Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Kepolisian yang tersisa pada masa itu menjadi “kepolisian yang merdeka” dari penjajahan. Dua hari setelah Kemerdekaan Indonesia dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Presiden Soekarno melantik Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo sebagai Kepala Kepolisian Negara (KKN) pada 29 September 1945. Pada masa itu, kedudukan kepolisian masih berada di bawah Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab masalah administrasi. Namun, tanggung jawab mengenai operasional berada di bawah Jaksa Agung.

Setahun kemudian pada 1 Juli 1946, diterbitkan Penetapan Pemerintah Tahun 1946 No. 11/S.D. Dengan aturan tersebut, Djawatan Kepolisian Negara bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Tanggal 1 Juli inilah yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga saat ini.

Konsep dan Makna Presisi

Presisi merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Jargon “Polri Presisi” dikenalkan oleh Kapolri Jendral (Pol) Listyo Sigit Prabowo dalam paparan visi pada uji kelayakan dan kepatutan calon kepala Polri oleh Komisi III DPR.

Dalam serangkaian fit and proper test tersebut, Kapolri Jendral (Pol) Listyo Sigit Prabowo bertekad melakukan transformasi kepolisian menuju polisi yang presisi, yakni prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Ia menginginkan wajah Polri berubah menjadi lebih humanis, melayani, akuntabel, dan mengedepankan keadilan restoratif.

Polisi prediktif artinya kepolisian bertransformasi menjadi aparat yang berorientasi pada pencegahan atau prediksi situasi dan kondisi. Dengan begitu, potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat dapat dianalisis dengan memanfaatkan data dan informasi yang didukung kemajuan teknologi.

Adapun, responsibilitas dimaknai sebagai rasa tanggung jawab dan responsif dalam bertugas, yakni menjamin keamanan masyarakat. Selanjutnya, transparansi berkeadilan, artinya polisi merealisasikan prinsip dan cara berpikir yang terbuka, akuntabel, dan humanis sehingga pelaksanaan tugas-tugas kepolisian menjamin rasa keadilan masyarakat.

Langkah perubahan Polri Presisi diejawantahkannya dalam empat langkah transformasi. Melingkupi transformasi organisasi (transforming organization), transformasi operasional (transforming operation), transformasi pelayanan publik (transforming public service), dan transformasi pengawasan (transforming supervision).

Merujuk buku Setapak Perubahan: Catatan Pencapaian Satu Tahun Polri yang Presisi, dalam konteks Polri, transformasi organisasi dilakukan untuk menjawab tantangan yang ada. Organisasi yang tak berubah akan tergilas oleh perkembangan zaman. Terdapat empat program untuk transformasi organisasi, yakni penataan kelembagaan, perubahan sistem dan metode organisasi, menjadikan SDM Polri unggul di era police 4.0, dan perubahan teknologi kepolisian modern 4.0.

Sedangkan transformasi operasional adalah proses mengubah input menjadi output dengan menambahkan nilai. Transformasi ini meliputi program pemantapan kinerja pemeliharaan kamtibmas, peningkatan kerja penegakan hukum, pemantapan dukungan Polri dalam penanganan Covid-19, pemulihan ekonomi nasional, menjamin keamanan program prioritas nasional, dan penguatan penanganan konflik sosial.

Transformasi ketiga adalah transformasi pelayanan publik. Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat yang membutuhkan jasa layanan publik dari polisi. Untuk mewujudkannya, Polri melakukan dengan peningkatan kualitas pelayanan publik, mewujudkan pelayanan publik Polri yang terintegrasi, dan pemantapan komunikasi publik.

Terakhir dalam konsep presisi adalah transformasi pengawasan. Pengawasan menjadi salah satu kunci bagi manajemen organisasi. Tanpa pengawasan anggota sebuah organisasi bisa melenceng dari garis kebijakan. Terkait hal ini, agenda trasnformasi pengawasan meliputi pengawasan pimpinan terhadap setiap kegiatan, penguatan fungsi pengawasan, dan pengawasan oleh masyarakat.

Kinerja Kepolisian

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) setiap tahun mengevaluasi kinerja seluruh jajarannya. Hingga kini, cukup banyak yang telah dilakukan Kepolisian RI dari upaya pemberantasan kasus kejahatan seperti terorisme, kasus korupsi, narkotika, dan beragam kasus lainnya.

Kepolisian merupakan salah satu lembaga yang turut mengalami perubahan sepanjang periode Reformasi. Lahirnya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI Tahun 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi titik balik sejumlah perbaikan di lingkungan kepolisian.

Pada era Reformasi, lembaga kepolisian mencoba beragam cara untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. Cita-cita membentuk Polri sebagai lembaga yang humanis selalu mengemuka pada setiap suksesi kepala Polri, terutama sejak kelahiran UU Kepolisian.

Selain reformasi struktural, Polri juga mencoba melakukan reformasi kultural selama sekitar dua dekade terakhir. Asa untuk mendekatkan diri ke tengah masyarakat selalu digaungkan dan diupayakan demi mencapai cita-cita membentuk lembaga kepolisian yang humanis.

Jalan panjang menuju reformasi kultural Polri dapat dibagi dalam dua periode sepanjang era Reformasi, yakni periode sebelum lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta periode setelah lahirnya UU tersebut.

Lahirnya UU ini semakin memperkuat kelembagaan Polri dalam menjalankan tiga tugas pokok, yakni memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dari tiga tugas utama itu, Polri dituntut untuk lebih mendekatkan diri kepada masyarakat.

Di tengah membaiknya apresiasi publik terhadap Kepolisian RI, Polri masih memiliki sejumlah tantangan berat yang menjadi perkerjaan rumah. Sepanjang tahun 2022, dalam Rilis Akhir Tahun 2022, Polri mencatat terjadi 276.507 kasus kejahatan. Dengan kata lain, ada 1 kejahatan setiap dua menit dua detik. Jumlah ini meningkat sebesar 7,3 persen atau 18.764 kasus dibanding tahun 2021, yang mencatat ada 257.743 kasus.

Sepanjang 2022, Polri mengungkap 39.709 perkara terkait kejahatan narkoba di seluruh wilayah di Indonesia. Jumlah tersebut menurun dibandingkan angka di 2021 sebanyak 40.320 perkara. Sementara jumlah kasus yang diselesaikan pada 2022, yaitu 33.169 perkara. Angka tersebut menurun dibandingkan jumlah kasus yang diselesaikan pada 2021 yaitu 37.482 perkara.

Sabu-sabu menjadi salah satu narkoba yang dibawa jaringan internasional ke dalam negeri. Namun, bila dibandingkan dengan 2021, jumlah barang bukti sabu-sabu yang disita mengalami penurunan. Barang bukti yang mengalami peningkatan sangat signifikan, yaitu pohon ganja. Pohon ganja menjadi jenis narkoba yang banyak disita pada 2022, yaitu 416.100 batang. Jumlah tersebut naik sebesar 116.129 persen dibandingkan 2021 sebanyak 385 batang.

Saat ini, Kepolisian RI dipimpin oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Tantangan yang dihadapi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidaklah ringan. Dinamika politik tanah air dalam sepuluh tahun terakhir telah memaksa jajaran Kepolisian RI bekerja keras menghadapi ekskalasi politik akibat Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) hingga Pemilihan Umum Presiden (Pilpres). Ancaman keretakan di masyarakat menuntut Kepolisian RI memperluas wilayah kerjanya hingga ke dunia siber atau virtual.

Reformasi internal di tubuh lembaga Kepolisian RI terus ditegakkan, agar citra dan marwah lembaga ini tetap terjaga di mata masyarakat, karena bagaimanapun polisi juga berperan melindungi masyarakat.

Ancaman terorisme yang menghantui dan meledak setiap saat menjadi tantangan Polri menaklukkannya. Persoalan laten terorisme yang tak kunjung selesai dan terus muncul akan menjadi pekerjaan rumah Kapolri Listyo Sigit beserta anggotanya.

Persoalan narkotika juga menjadi pekerjaan yang diselesaikan bersama Badan Narkotika Nasional (BNN). Upaya pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi dan pengungkapan kasus korupsi dilaksanakan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam beberapa kasus, memang menjadi ironi di saat sejumlah petinggi kepolisian terlibat dalam pusaran arus korupsi. Tidak sedikit aparat kepolisian dan petingginya masuk bui akibat tersangkut praktik korupsi yang menggurita di negeri ini.

SIM, SKCK, dan Tilang Elektronik

Teknologi yang makin pesat menjadikan Polri sukses dalam meningkatkan pelayanan publik berbasis teknologi. Pada fungsi Lantas, misalnya, seperti menerapkan aplikasi SIM Internasional daring, aplikasi SIM Nasional Presisi daring, aplikasi Ujian Teori SIM daring (Eavis), aplikasi e-PPSI, aplikasi e-Rikkes, serta Samsat Digital Nasional.

Hal ini sangat memudahkan masyarakat untuk melakukan administrasi pembuatan atau perpanjang SIM secara daring dan bahkan bisa diantar sampai ke rumah. Hal ini juga menjadikan salah satu pencegahan adanya kerumunan pada saat terjadinya wabah Covid-19 dan turut mendukung program pemerintah dalam pemutus mata rantai virus Covid-19.

Pada fungsi Intelkam, Polri telah menerapkan secara daring pembuatan SKCK, lalu fungsi lainnya seperti Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT). Di Bareskrim, penerapan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) daring, pada Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) lewat aplikasi Patrolisiber.id, selanjutnya di Inspektorat Pengawasan Umum Polri melalui Dumas Presisi, pada Divpropam Polri melalui Propam Presisi.

Saat ini, Polri juga mengaktifkan serta menambah fasilitas tilang elektronik (e-TLE) di berbagai provinsi.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Pemberlakuan tilang bagi pelanggar ganjil-genap dilakukan pada Senin (10/8/2020). Penindakan menggunakan kamera tilang elektronik (Electronic Traffic Law Enforcement/ETLE) akan diterapkan di 13 ruas jalan dari 25 ruas jalan kawasan ganjil-genap.

Kepercayaan Publik

Selama setahun kebelakang, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengalami ujian sangat berat. Mulai dari kasus pembunuhan Brigadir J oleh mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo; tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang mengakibatkan 135 orang tewas yang diduga dipicu oleh penembakan gas air mata oleh polisi ke arah tribune penonton; hingga kasus penyalahgunaan barang bukti narkoba yang melibatkan bekas Kepala Polda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa.

Rentetan peristiwa besar yang melibatkan anggota Polri, terutama sejumlah perwira tinggi. Telah menodai visi-misi Presisi yang diusung dan menggerus apresiasi publik terhadap lembaga Korps Bhayangkara ini. Kasus-kasus itu telah secara nyata menimbulkan kekecewaan masyarakat yang berdampak terhadap penilaian publik yang cenderung negatif melihat institusi kepolisian di tahun lalu.

Hal ini terekam melalui hasil survei yang dilakukan Litbang Kompas Oktober 2022 dengan melibatkan 1.200 sampel di 34 provinsi di Indonesia. Berdasarkan hasil survei, tingkat penilaian positif publik pada bulan Oktober kurang dari setengah responden, yakni hanya 49 persen responden menganggap positif citra Polri.

Padahal, di survei-survei sebelumnya penilaian positif publik selalu di atas 50 persen lebih. Pada bulan April 2021, misalnya, penilaian positif terhadap kualitas kinerja Polri mecapai angka 78,7 persen.

Kepercayaan publik terhadap kinerja Polri menjadi salah satu instrumen penting dalam mengukur kualitas layanan kepolisian. Sebagai lembaga yang diamanatkan bertanggung jawab atas pengamanan, pengayoman, pelayanan, hingga penegakan hukum langsung kepada masyarakat, kepercayaan menjadi fondasi dasar Polri. Oleh karena itu, memulihkan kepercayaan publik terhadap Polri adalah sebuah keharusan.

Untuk itu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo meminta maaf atas kinerja, pelayanan, dan perilaku buruk anggota Polri. Polri pun berupaya mengusut tuntas ketiga kasus besar yang terjadi tahun lalu yang turut melibatkan para personilnya. Saat ini, pengembangan penyidikan kasus telah menetapkan sejumlah tersangka. Anggota Polri yang menjadi menjadi tersangka pun sudah disidang etik dan profesi Polri serta mendapatkan sanksi sesuai dengan kesalahannya.

Berdasarkan pemberitaan Kompas (1/1/2023), untuk kasus pembunuhan Brigadir J, baik perkara penembakan maupun penghalang-halangan penyidikan (obstruction of justice), anggota yang terlibat, yakni Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rahman, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Irfan Widianto, sudah ditetapkan tersangka dan di proses hukum. Ferdy Sambo pun telah dijatuhi pidana hukuman mati oleh pengadilan, Rabu (12/4/2023).

Untuk tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang mengakibatkan 135 orang korban meninggal dunia dan 660 korban luka-luka, hingga saat ini Polri sudah menetapkan enam tersangka, yaitu Direktur PT Liga Indonesia Baru (LIB), Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan, petugas keamanan, Kepala Bagian Operasi Polres Malang, Komandan Kompi Brimob, dan Kepala Satuan Samapta Polres Malang. 

Adapun, untuk kasus narkoba yang melibatkan perwira tinggi Polri, yaitu Kapolda Sumbar Teddy Minahasa, sudah ada 10 orang ditetapkan sebagai tersangka. Lima di antaranya adalah personel Polri. Menurut Listyo, para tersangka dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) subsider Pasal 112 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Bahkan, Teddy Minahasa telah divonis penjara seumur hidup oleh pengadilan.

Citra Polri meningkat

Keseriusan untuk mengusut tuntas kasus-kasus yang menjadi sorotan publik tersebut membantu memberi dampak positif yakni berangsur membaiknya citra Polri. Berdasarkan survei Litbang Kompas yang dilakukan periodik melalui wawancara tatap muka pada 29 April — 10 Mei 2023 kepada 1.200 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi di Indonesia. Citra Polri mulai kembali pulih, penilaian positif naik ke angka 61,6 persen.  

Merujuk Kompas (22/5/2023), selain komitmen untuk penindakan dan pengawalan dalam kasus-kasus tersebut, keberhasilan Polri yang aktif terjun mengawal jalannya mudik Lebaran 2023 juga memberikan kontribusi positif pada persepsi publik terhadap polisi. Masyarakat menilai anggota Polri mampu mengatur lalu lintas, menjamin keamanan, hingga membantu pemudik dalam perjalanan.

Hal ini menunjukan bahwa masyarakat memiliki atensi tinggi dan harapan besar terhadap kinerja Polri. Segenap langkah perubahan yang dilakukan Polri, seperti penyelesaian kasus yang melibatkan personilnya dan keberhasilan mengawal Mudik 2023, misalnya, tentu akan berpengaruh besar terhadap kepercayaan publik.

Polri tidak boleh terlena dengan perolehan peningkatan penilaian positif tersebut. Sebab, survei juga menangkap kinerja Polri masih harus terus ditingkatkan. Terdapat sekitar 29,1 persen responden yang menilai kinerja Polri masih buruk.

Upaya Polri dalam berbenah diri menuntut komitmen panjang. Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyampaikan, kepercayaan publik masih fluktuatif dan tidak stabil. Sangat mudah turun bila ada kasus-kasus yang melibatkan personel kepolisian, khususnya di tengah atensi publik melalui media sosial (“Survei Kompas, Polri Apresiasi Kepercayaan Publik, Tegaskan Komitmen pada Pengawasan”, Kompas, 22 Mei 2023).

Dinamika kepuasan publik ini tentu tidak lepas dari tantangan yang mengalami tensi berbeda dari waktu ke waktu. Karena itu, Polri harus terus menunjukan kerja-kerja nyata di lapangan secara berkesinambungan dan konsisten. Membuktikan kepada masyarakat bahwa jajaran kepolisian akan bekerja lebih baik dan profesional. Dengan begitu, meski tidak mudah, niscaya penilaian positif ini akan terus terjaga dan meningkat seiring ikhtiar Polri untuk berbenah lebih baik.

Baca juga: Jalan Panjang Menuju Reformasi Kultural Polri

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Pasukan Unit Penjinak Bom Polda Jawa Barat membawa barang bukti yang disita dari rumah terduga teroris di Komplek Bojong Malaka Indah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/1/2016). Densus 88 bersama Brimob dan Polda Jawa Barat menggeledah rumah terduga teroris kelompok Solo tersebut serta mengamankan sejumlah barang bukti.

Keamanan Pemilu 2024

Salah satu program Polri Presisi adalah menjamin kemanan program prioritas nasional. Dengan demikian, pengamanan Pemilu 2024 yang menjadi agenda nasional merupakan salah satu tugas Polri.

Merujuk pemberitaan Kompas (10/2/2023) dan laman resmi Polri, menghadapi Pemilu 2024 yang tinggal hitungan bulan, Polri telah menyiapkan sejumlah langkah-langkah pengamanan. Mulai dari persiapan pengamanan hingga meredam terjadinya polarisasi atau hal-hal yang mengarah ke politik identitas.

Pada kontestasi politik tersebut, akan terjadi adu program dan janji kontestan, mungkin akan mengangkat berbagai isu penting hingga isu sensitif yang akan memiliki berbagai dampak terhadap masyarakat, termasuk potensi konflik. Konflik yang berpotensi terjadi pun bisa berupa konflik terpendam maupun konflik terbuka.

Terkait hal itu, dalam Rapat Pimpinan (Rapim) Polri 2023, Kamis (9/2/2023), sejumlah titik rawan diantisipasi. Salah satunya melalui mekanisme Indeks Potensi Kerawanan Pemilu-Pilkada, yang memberikan data titik lemah di setiap daerah. Adapun untuk meredam konflik dan polarisasi yang dinilai rawan menyebabkan gangguan keamananyang, Polri menggunakan strategi cooling system yang berprinsip prediktif, responsibilatas, transparansi, tuntas dan netralitas. Prinsip tersebut diwujudkan melalui kecepatan dalam mengetahui masalah, kecepatan mengidentifikasi dan menganalisis prediksi dan kecepatan menyelesaikan masalah.

Strategi cooling system dimulai dengan melakukan deteksi dini melalui rencana kegiatan, prediksi, antisipasi, dan penggalangan. Kemudian, dari hasil tersebut, dinamika pemilu dapat dipetakan dan diantisipasi. Langkah tersebut dilakukan Polri melalui kerja dan sinergi bersama KPU, Bawaslu, TNI, Pemda, Parpol, serta tokoh masyarakat dan agama, juga seluruh elemen masyarakat.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencoblos contoh surat suara saat peluncuran hari pemungutan suara pemilu serentak 2024 di Kantor KPU, Jakarta, Senin (14/2/2022). Pemilu serentak sendiri akan berlangsung pada 14 Februari 2024 atau tepat dua tahun yang akan datang. Acara tersebut juga dihadiri perwakilan partai politik, Bawaslu, dan DKPP.

Polri menyiapkan personel di empat daerah otonom baru (DOB). Keempat DOB tersebut yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Polri terus memantau perkembangan tahapan pemilu dan perkembangan situasi yang ada di lapangan. 

Terkait kemanan Pemilu 2024, dalam Rapim Pori 2023, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang turut hadir mengingatkan, perlunya Polri melindungi dan memberikan keamanan kepada semua pemangku kepentingan, baik penyelenggara, peserta, maupun masyarakat. Penjagaan terhadap peserta tidak hanya sebatas pada perseorangan, tetapi juga kantor partai politik hingga pengurusnya, terutama di daerah rawan. Sebab, bisa terjadi kekerasan karena dianggap pesaing.

Tito juga berpesan jangan sampai ada masyarakat yang terintimidasi sehingga takut menunaikan hak pilihnya. Masyarakat harus dijamin bahwa hak untuk memilih itu dilindungi sehingga partisipasi pemilih menjadi tinggi. Selain itu, Polri juga diharapkan membantu pengamanan distribusi logistik pemilu, termasuk ke daerah terpencil, sehingga dapat berjalan lancar. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku
  • Spripim Polri Mabes Polri. 2022. Setapak Perubahan: Catatan Pencapaian Satu Tahun Polri yang Presisi. Jakarta: Serat Alam Media.
Arsip Kompas
  • “Waktu, Jejak, dan Tantangan”, Kompas, 22 Januari 2021.
  • “Polri Perlu Intensifkan Pendidikan HAM”, Kompas, 24 Februari 2021.
  • “Meneguhkan Kembali Polri ”Presisi”, Kompas, 16 Desember 2021.
  • “Melukis Wajah Polri yang Humanis”, Kompas, 29 Januari 2022.
  • “Jajak Pendapat Litbang ”Kompas”: Transformasi Polri Perlu Terus Berjalan”, Kompas, 9 September 2022.
  • “Rangkaian Kasus Harus Jadi Momentum Reformasi Total Polri”, Kompas, 14 Oktober 2022.
  • “Reformasi Polri Harus Dimulai dari Sekolah Kepolisian”, Kompas, 22 Oktober 2022.
  • “Polri Berupaya Perbaiki Citra Institusi”, Kompas, 1 Januari 2023.
  • “Polri Antisipasi Kerawanan Pemilu 2024”, Kompas, 10 Februari 2023.
  • “Polri Kembali Paling Banyak Diadukan Melanggar HAM”, Kompas, 12 April 2023.
  • “Survei “Kompas”, Polri Apresiasi Kepercayaan Publik, Tegaskan Komitmen pada Pengawasan”, Kompas, 22 Mei 2023.
  • “Survei Litbang ”Kompas”, Citra Polri Mulai Pulih”, Kompas, 22 Mei 2022.

 

Artikel terkait