Daerah

Kota Pasuruan: “Kota Santri”, Pusat Perdagangan, serta Industri

Kota Pasuruan mendapat predikat ”Kota Santri” karena banyaknya pondok pesantren di kota ini. Wilayah ini terhitung strategis karena menjadi wilayah transit yang menghubungkan antara Surabaya, Banyuwangi, dan Bali. Dalam sejarahnya, Kota Pasuruan menggantungkan hidup pada perdagangan dan industri pengolahan. Sektor tersebut mendarah daging di bekas ibu kota karesidenan tersebut dan bertahan hingga sekarang.

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Tanda pengenal jalan Kota Pasuruan, Jawa Timur, Rabu (6/11/2019).

Fakta Singkat

Hari Jadi 
8 Februari 1686

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 12/1950

Luas Wilayah
35,29 km2

Jumlah Penduduk
209.528 jiwa (2021)

Kepala Daerah
Wali Kota Saifullah Yusuf
Wakil Wali Kota Adi Wibowo

Instansi terkait
Pemerintah Kota Pasuruan

Pasuruan adalah salah satu kota tua di Provinsi Jawa Timur. Berjarak 60 kilometer dari Kota Surabaya yang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Timur, kota ini berada pada jalur utama yang menghubungkan antara wilayah Surabaya dan Banyuwangi serta Bali.

Setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 14 Agustus 1950, Pasuruan dinyatakan sebagai daerah otonom kotamadya berdasarkan UU 12/1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten di Jawa Timur. Kemudian berdasarkan UU 22/ 1999 tentang Pemerintah Daerah, nama kotamadya menjadi kota, sehingga Kotamadya Pasuruan berubah menjadi Kota Pasuruan.

Hari Jadi Kota Pasuruan ditetapkan pada tanggal 8 Februari 1686. Tanggal tersebut ditetapkan pada tahun 2002 menimbang ketika Untung Suropati mendapat perintah dari Pangeran Mangkubumi Nerangkusumo untuk menjadi Adipati di Pasuruan.

Kota dengan luas wilayah 35,29 kilometer persegi atau sekitar 0,07 persen luas Jawa Timur ini secara administratif terdiri dari empat kecamatan dan 34 kelurahan. Untuk periode 2021–2024, kota ini dipimpin oleh Wali Kota Syaifullah Yusuf dan didampingi oleh Wakil Wali Kota Adi Wibowo.

Selain dikenal sebagai kota industri, Pasuruan memiliki julukan lain, yakni “Kota Santri”. Pasalnya di Kota Pasuruan terdapat banyak pondok pesantren seperti Pondok Sidogiri, Pondok Ngalah, dan Pondok Al Yasini.

Kota Pasuruan juga memiliki nilai sejarah. Pencetus istilah “Nusantara”, yakni Ernest Douwes Dekker (sejak Indonesia merdeka, namanya menjadi Danudirja Setiabudi), lahir di kota ini, tepatnya pada 8 Oktober 1879. Douwes Dekker termasuk salah satu pahlawan nasional dan pejuang kemerdekaan.

Kota ini memiliki visi: “Mewujudkan Kota Pasuruan sebagai kota yang maju ekonominya, indah kotanya, dan harmoni warganya (Madinah)”.

Adapun misinya: mempercepat pertumbuhan dan ketahanan ekonomi berbasis potensi lokal untuk membuka lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan dan membangun kota yang indah dan nyaman melalui konektivitas infrastruktur ekonomi dan sosial berkelanjutan.

Kemudian memantapkan kehidupan masyarakat multikultural yang harmonis dengan modal sosial yang tangguh serta jaminan akses pendidikan dan kesehatan yang merata serta transformasi layanan publik yang mudah dan cepat melalui digitalisasi manajemen dan birokrasi yang adaptif.

Sejarah pembentukan

Seperti dilansir dari laman resmi Pemerintah Kota Pasuruan, buku Asal Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM, dan buku Dokumentasi Kota Pasuruan Eksotika Bangunan Bersejarah yang ditulis Candrani Yulis, disebutkan Pasuruan adalah sebuah kota pelabuhan kuno.

Pada masa Kerajaan Airlangga sekitar abad ke-10, nama Pasuruan sudah dikenal dengan sebutan “Paravan”. Pada masa lalu, daerah ini merupakan pelabuhan yang sangat ramai. Letak geografis yang strategis menjadikan Pasuruan sebagai pelabuhan transit dan pasar perdagangan antarpulau serta antarnegara. Banyak bangsawan dan saudagar kaya yang menetap di Pasuruan untuk melakukan perdagangan.

Pada masa itu, etnis Tionghoa mendominasi perdagangan dan Eropa mendominasi pemerintahan. Namun demikian, interaksinya dengan masyarakat asli Pasuruan tetap bisa berjalan dengan baik. Kemajemukan bangsa dan suku bangsa di Pasuruan pada masa itu terjalin dengan damai.

Menurut legenda, Pasuruan berasal dari bahasa Jawa, yaitu soeroean atau suruhan (kongkonan), dan juga bisa dengan bahasa Jawa yang halus atau kromo, suruhan atau pasedahan. Konon diceritakan bahwa para pati Pasuruan dahulu sering menjadi suruhannya para pembesar, baik dalam perkara pemerintahan ataupun dalam posisi perang.

Pasuruan dulunya sempat disebut Gembong yang merupakan daerah yang cukup lama dikuasai oleh raja-raja Jawa Timur yang beragama Hindu. Pada dasawarsa pertama abad ke-16 yang menjadi raja di Ganda (Pasuruan) adalah Pate Supetak, yang dalam babad Pasuruan disebutkan sebagai pendiri ibu kota Pasuruan.

Menurut kronik Jawa tentang penaklukan oleh Sultan Trenggono di Demak, Pasuruan berhasil ditaklukkan pada 1545. Sejak saat itu, Pasuruan menjadi kekuatan Islam yang penting di ujung timur Jawa. Pada tahun-tahun berikutnya, terjadi perang dengan Kerajaan Blambangan yang masih beragama Hindu-Budha. Pada 1601, ibu kota Blambangan dapat direbut oleh Pasuruan.

Pada tahun 1617–1645 yang berkuasa di Pasuruan adalah seorang Tumenggung dari Kapulungan, yakni Kiai Gede Kapoeloengan yang bergelar Kiai Gedee Dermoyudho I. Pasuruan mendapat serangan dari Kertosuro sehingga Pasuruan jatuh dan Kiai Gedee Kapoeloengan melarikan diri ke Surabaya hingga meninggal dunia dan dimakamkan di pemakaman bibis (Surabaya).

Selanjutnya yang menjadi raja adalah Kiai Gedee Dermoyudho I yang bergelar Kiai Gedee Dermoyudho II (1645–1657). Pada tahun 1657, Kiai Gedee Dermoyudho II mendapat serangan dari Mas Pekik (Surabaya), sehingga Kiai Gedee Dermoyudho II meninggal dan dimakamkan di Kampung Dermoyudho, Kelurahan Purworejo, Kota Pasuruan. Mas Pekik memerintah dengan gelar Kiai Dermoyudho III hingga meninggal dunia tahun 1671 dan diganti oleh putranya, Kiai Onggojoyo dari Surabaya (1671–1686).

Kiai Onggojoyo kemudian harus menyerahkan kekuasaannya kepada Untung Suropati. Untung Suropati adalah seorang budak beliau yang berjuang menantang Belanda. Pada saat itu, Untung Suropati sedang berada di Mataram setelah berhasil membunuh Kapten Tack. Untuk menghindari kecurigaan Belanda, pada tanggal 8 Februari 1686, Pangeran Nerangkusuma yang telah mendapat restu dari Amangkurat I memerintahkan Untung Suropati berangkat ke Pasuruan untuk menjadi adipati dengan menguasai daerah Pasuruan dan sekitarnya.

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Kota Pasuruan banyak memiliki bangunan kuno sisa pemerintahan kolonial.

Untung Suropati menjadi raja di Pasuruan dengan gelar Raden Adipati Wironegoro. Selama 20 tahun, pemerintahan Suropati dipenuhi dengan pertempuran-pertempuran melawan tentara pemerintahan dengan baik, serta senantiasa membangkitkan semangat juang pada rakyatnya. Pemerintah Belanda terus berusaha menumpas perjuangan Untung Suropati, setelah beberapa kali mengalami kegagalan.

Belanda kemudian bekerja sama dengan putra Kiai Onggojoyo yang juga bernama Onggojoyo untuk menyerang Untung Suropati. Mendapat serangan dari Onggojoyo yang dibantu oleh tentara Belanda, Untung Suropati terdesak dan mengalami luka berat hingga meninggal dunia.

Sepeninggal Untung Suropati, kendali kerajaan dilanjutkan oleh putranya yang bernama Rakhmad yang meneruskan perjuangan sampai ke timur dan akhirnya gugur di medan pertempuran. Onggojoyo yang bergelar Dermoyudho IV kemudian menjadi Adipati Pasuruan.

Setelah beberapa kali berganti pimpinan pada tahun 1743, Pasuruan dikuasai oleh Raden Ario Wironegoro. Pada saat Raden Ario Wironegoro menjadi Adipati di Pasuruan yang menjadi patihnya adalah Kiai Ngabai Wongsonegoro.

Suatu ketika Belanda berhasil membujuk Patih Kiai Ngabai Wongsonegoro untuk menggulingkan pemerintahan Raden Ario Wironegoro. Raden Ario dapat meloloskan diri dan melarikan diri ke Malang. Sejak saat itu, seluruh kekuasaan di Pasuruan dipegang oleh Belanda.

Belanda menganggap Pasuruan sebagai kota Bandar yang cukup penting sehingga menjadikannya sebagai ibu kota keresidenan dengan wilayah Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Pasuruan.

Catatan sejarah juga menyebutkan, pada abad ke-19, Pasuruan merupakan kota pelabuhan terbesar di Pantai Utara Jawa. Pasuruan menjadi tempat mengumpulkan hasil perkebunan dari sejumlah wilayah sekitar untuk didistribusikan ke tempat lain.

Saking terkenalnya Pasuruan saat itu, orang menyebutnya sebagai passer oeang (pasar uang) dan kemudian akhirnya berubah menjadi Pasuruan. Sebuah kota yang menjadi pusat transaksi antarpulau (bahkan antarnegara) di wilayah timur Nusantara.

Pemerintah Pasuruan sudah ada sejak Kiai Dermoyudho I hingga dibentuk Residensi Pasuruan pada tanggal 1 Januari 1901. Sedangkan Kotapraja Pasuruan terbentuk berdasarkan Staatblat 1918 No. 320 dengan nama Stads Gemeente Van Pasoeroean pada tanggal 20 Juni 1918.

Sejak tanggal 14 Agustus 1950, Kotamadya Pasuruan dinyatakan sebagai daerah otonom yang terdiri dari desa dalam 1 kecamatan. Pada tanggal 21 Desember 1982, Kotamadya Pasuruan diperluas menjadi 3 kecamatan dengan 19 kelurahan dan 15 desa.

Pada tanggal 12 Januari 2002 terjadi perubahan status desa menjadi kelurahan berdasarkan PP 10/2002. Sejak saat itu, wilayah Kota Pasuruan terbagi menjadi 34 Kelurahan. Kemudian berdasarkan UU 22/1999 tentang Otonomi Daerah, nama kotamadya berubah menjadi kota, maka Kotamadya Pasuruan berubah menjadi Kota Pasuruan.

KOMPAS/IWAN SANTOSA

Hotel Darussalam di Pasuruan, Jawa Timur, merupakan bekas milik Keluarga Kapiten China bermarga Kwee yang dibeli Keluarga Thalib tahun 1938.

Geografis

Kota Pasuruan terletak antara 112° 45 — 112°55 Bujur Timur dan 7° 35’ — 7°45 Lintang Selatan. Kota ini berbatasan dengan Selat Madura di bagian Utara. Sedangkan sebelah Timur, Selatan dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan.

Scara geografis, Kota Pasuruan berada di jalur utama pantai utara yang menghubungkan Pulau Jawa dan Bali di persimpangan jalur regional Surabaya – Probolinggo – Malang. Kota ini berjarak 60 km dari Surabaya, ibukota Provinsi Jawa Timur dan 355 km sebelah barat laut Kota Denpasar.

Hampir lima puluh persen dari wilayah Kota Pasuruan dipergunakan untuk pemukiman. Sementara sisanya merupakan lahan tanah sawah yang potensial untuk usaha bidang pertanian terutama tanaman padi. Khusus untuk wilayah kecamatan Bugulkidul, selain berpotensi sebagai lahan pertanian, sebagian wilayahnya yang berupa pantai menyebabkan berpotensi untuk usaha di bidang perikanan seperti tambak garam.

Ketinggian wilayahnya rata-rata hanya 4 meter diatas permukaan laut, dimana wilayah topografinya melandai dengan kemiringan 0 – 1 persen dari selatan ke utara sehingga kota ini sering dilanda banjir di musim hujan.

Wilayah Kota Pasuruan dilalui beberapa sungai, antara lain Sungai Gembong yang membelah pusat yang terletak di Kecamatan Purworejo, dan Sungai Welang yang terletak di Kecamatan Gadingrejo. Sedangkan di Kecamatan Bugul Kidul terdapat Sungai Petung, Sungai Sodo, Sungai Kepel, dan Sungai Calung.

KOMPAS/EDDY HASBY

Dalam foto yang diambil pada 16 Maret 2019, tampak Kali Gembong yang membelah Kota Pasuruan, Jawa Timur. Kali Gembong merupakan urat nadi transportasi pada abad ke-17 hingga abad ke-19.

Pemerintahan

Pemerintahan di Kota Pasuruan menurut catatan sejarah telah berlangsung sejak masa Hindia Belanda. Pada masa ini, Pasuruan pernah dipimpin oleh Mr. H.E. Boissevain (1929-1935), W.C. Krijgsman (1935-1936), Dr. C.G.E. de Jong (1936   1939), L.A. Busselaar (1939-1941), F. van Mourik (1941-1942).

Kemudian setelah Indonesia merdeka, Kota Pasuruan pernah dipimpin oleh Astamoen (1949-1950), Wijono (1950), Badroes Sapari (1950-1955), Soetimboel K (1955-1958), R.I. Abdurachim (1958-1961), Achadoen (1961-1965), RM. Soekiswo (1965-1967), Soejono (1967-1969), A. Hudan Dardiri (1969-1975), Harjono (1975-1985), Suhartono (1985-1990), H. Irwan Masrur (1990-1995), dan H. Ambjah (1995-2000).

Selanjutnya kepemimpinan di Kota Pasuruan berturut-turut diteruskan oleh Aminurokhman (2000-2005), Hasani (2010-2015), Wibowo Ekoputro sebagai Pjs Wali Kota (2015-2016), Setiyono (2016-2018), Raharto Teno Prasetyo sebagai Plt Wali Kota (2018-2020, 2020-2021), Ardo Sahak sebagai Pjs Wali Kota (2020), Anom Surahno sebagai Plh Wali Kota (2021), dan Saifullah Yusuf (2021-2024).

Secara administratif, Kota Pasuruan meliputi empat kecamatan dan 34 kelurahan. Keempat kecamatan itu adalah Bugul Kidul, Purworejo, Panggungrejo, dan Gadingrejo.

Untuk mendukung roda pemerintahan, Pemerintah Kota Pasuruan pada tahun 2021 didukung oleh 3.079 pegawai negeri sipil (PNS) yang tersebar ke dalam 33 dinas/instansi/lembaga. Berdasarkan jenis kelamin, PNS perempuan tercatat sebanyak 1.660 orang dan 1.419 PNS laki-laki.

Dari sisi pendidikan, PNS yang lulus pendidikan diploma I, II, III sebesar 15,36 persen dan tingkat S1/S2/S3 sebesar 57,49 persen. Sedangkan PNS yang berpendidikan sampai jenjang SMA sebesar 27,15 persen.

KOMPAS.com

Wali Kota Pasuruan Saifullah Yusuf atau Gus Ipul.

Politik

Peta politik di Kota Pasuruan dalam tiga kali pemilihan umum legislatif memperlihatkan besarnya dukungan masyarakat terhadap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Hal itu tampak dari perolehan kursi partai politik (parpol) di kota ini.

Pada Pemilu Legislatif 2009, dari 31 parpol peserta pemilu legislatif di Kota Pasuruan, hanya delapan partai politik yang berhasil mendudukkan wakilnya di DPRD Kota Pasuruan. PKB tercatat sebagai partai politik yang mendapatkan kursi terbanyak dengan tujuh kursi. Di urutan berikutnya, PDI Perjuangan mendapatkan empat kursi. Kemudian Golkar, Demokrat, dan PPP sama-sama meraih tiga kursi serta PAN hanya memperoleh satu kursi.

Lima tahun kemudian di Pemilu Legislatif 2014, PKB tetap mendominasi perolehan kursi dewan, bahkan perolehan kursinya meningkat. Di pemilu kali ini, PKB berhasil mendapatkan 10 kursi. Disusul Golkar yang meraih lima kursi, lalu PKS dan PDI Perjuangan sama-sama memperoleh tiga kursi. Berikutnya Gerindra, Nasdem, PAN, dan Hanura masing-masing memperoleh dua kursi serta PPP hanya meraih satu kursi.

Terakhir di Pemilu Legislatif 2019, PKB masih mendominasi perolehan kursi dewan dengan meraih delapan kursi. Golkar menyusul dengan perolehan tujuh kursi. Sementara PKS, Hanura dan Gerindra sama-sama raih tiga kursi. Disusul PDI Perjuangan dan PAN yang sama-sama mendapatkan dua kursi. Perolehan kursi paling sedikit didapat oleh Nasdem dan PPP yang hanya menempatkan masing-masing satu wakilnya.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Antusiasme Warga Tengger – Seorang warga Suku Tengger sambil mengendong anaknya menggunakan hak suara dalam pilpres di TPS 2 Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Rabu (8/7/2009). Warga Tengger di kawasan Pegunungan Bromo yang mayoritas petani menggunakan hak suara mereka sebelum kembali bekerja di ladang.

Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Pasuruan berdasarkan Proyeksi Penduduk tahun 2021 sebanyak 209.528 jiwa, dengan penduduk perempuan sebanyak 104.740 jiwa dan penduduk laki-laki berjumlah 104.788 jiwa. Dibandingkan dengan 2020, penduduk Kota Pasuruan tumbuh sebesar 0,55 persen. Sementara itu, besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2021 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar 100.

Struktur kependudukan Kota Pasuruan didominasi oleh generasi Z (8-23 tahun) dan millenial  (24-39 tahun) dengan proporsi masing-masing mencapai 27,16 persen dan 25,47 persen dari total populasi penduduk Kota Pasuruan. Adapun generasi Pre Boomer merupakan kelompok terkecil pada struktur penduduk Kota Pasuruan, yaitu hanya sekitar 1,49 persen.

Di bidang ketenagakerjaan, hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada tahun 2021 menunjukkan di Kota  Pasuruan terdapat sejumlah 156.219 orang yang masuk kategori angkatan kerja sedangkan mereka yang masuk  kategori bukan angkatan kerja sebanyak 44.265 orang.

Badan Pusat Statistik juga mencatat mayoritas tenaga kerja di Kota Pasuruan bermatapencaharian pada sektor jasa (68,92 persen), diikuti sektor industri manufaktur (26,76 persen) dan sektor pertanian (4,31 persen).

Sementara itu, lebih dari setengah penduduk Kota Pasuruan berstatus karyawan atau buruh (53,53 persen) dan sepertiganya berstatus pengusaha (33,97 persen). Sisanya merupakan pekerja keluarga (8,91 persen) dan pekerja bebas (3,60 persen).

Masyarakat Kota Pasuruan tergolong heterogen karena terdiri dari beragam etnis. Empat etnis yang mendominasi adalah Jawa, Madura, Tionghoa, dan Arab. Etnis Madura lebih banyak mendiami wilayah utara Pasuruan, sedangkan tiga etnis lainnya tersebar di bagian tengah perkotaan. Heterogenitas masyarakatnya tidak lepas dari keberadaan pelabuhan yang menarik minat orang untuk datang dan kemudian tinggal di Kota Pasuruan.

Dari segi agama, pada tahun 2021, mayoritas penduduk Kota Pasuruan memeluk agama Islam, yakni sebanyak 204.741 jiwa. Sedangkan penduduk beragama Kristen Protestan 2.847 jiwa, Katolik 1.784 jiwa, Budha 1.064 jiwa, Hindu 138 jiwa, dan lainnya 24 jiwa.

KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI

Menggunakan bus, rombongan buruh dari Pasuruan kembali turun ke jalan untuk berunjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja, Selasa (27/10/2020).

Indeks Pembangunan Manusia
75,62 (2021)

Angka Harapan Hidup 
71,60 tahun (2021)

Harapan Lama Sekolah 
13,63 tahun (2021)

Rata-rata Lama Sekolah 
9,33 tahun (2021)

Pengeluaran per Kapita 
Rp13,35 juta (2021)

Tingkat Pengangguran Terbuka
6,23 persen (2021)

Tingkat Kemiskinan
6,88 persen (2021)

Kesejahteraan

Tingkat kesejahteraan penduduk di Kota Pasuruan meningkat dari tahun ke tahun seperti tecermin dari indeks pembangunan manusia (IPM). Terakhir pada 2021, IPM Kota Pasuruan sebesar 75,62, naik 0,36 poin jika dibanding pada 2020 sebesar 75,26. Capaian IPM Kota Pasuruan ini masuk kategori tinggi.

Ditilik dari dimensinya, umur harapan hidup (UHH) pada tahun 2021 sebesar 71,60 tahun. Kemudian untuk dimensi pengetahuan, harapan lama sekolah penduduk usia 7 tahun sebesar 13,63 tahun dan rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas yakni sekitar 9,03 tahun. Sedangkan dimensi standar hidup layak yang diukur dengan pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan sebesar Rp 13,35 juta.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Pasuruan pada tahun 2021 tercatat sebesar 6,23 persen atau sebanyak 6.977 jiwa. Jumlah itu turun tipis bila dibandingkan pada 2020, di mana pengangguran terbukanya sebesar 6,33 persen.

Faktor utama melajunya TPT sepanjang tahun 2020-2021 adalah sebagai imbas dari pandemi Covid-19, lesunya roda perekonomian selama pandemi karena adanya berbagai kebijakan pembatasan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sejumlah perusahaan.

Sementara tingkat kemiskinannya pada tahun 2021 sebesar 6,88 persen dengan jumlah penduduk miskin sebesar 13,97 ribu orang. Tahun sebelumnya, persentase penduduk miskin sebesar 6,66 persen atau sebanyak 13,40 ribu orang.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Nelayan, Saini, bersiap pulang saat gagal mendapatkan solar akibat mobil tangki pertamina tidak kunjung tiba di sebuah SPBU di Kota Pasuruan, Jawa Timur, Rabu (6/4/2022). Kondisi ini sudah terjadi sejak lima hari yang lalu. Banyak nelayan memutuskan tidak melaut karena sudah kehabisan bahan bakar.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp131,84 miliar (2021)

Dana Perimbangan 
Rp536,04 miliar (2021)

Pendapatan Lain-lain 
Rp97,51 miliar  (2021)

Pertumbuhan Ekonomi
3,63 persen (2021)

PDRB Harga Berlaku
Rp8,49 triliun (2021)

PDRB per kapita
Rp40,53 juta/tahun (2021)

Ekonomi

Pasuruan merupakan kota yang memiliki potensi besar terhadap sektor perekonomian sekaligus perdagangan sampai sekarang. Jalur transportasi Surabaya-Probolinggo-Malang, bahkan Jawa-Bali menjadikan kota ini berada di teritorial yang strategis dalam upaya pengembangan berbagai sektor pembangunan

Perekonomian Kota Pasuruan ditopang oleh dua sektor utama. Dengan nilai produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar Rp8,49 triliun (2021), sumbangan  terbesar  dihasilkan oleh sektor perdagangan besar dan eceran  sebesar 29,19 persen dan sektor industri pengolahan sebesar 19,68 persen.

Sektor lainnya yang cukup besar kontribusinya terhadap perekonomian Kota Pasuruan adalah informasi dan komunikasi 8,54 persen, jasa keuangan dan asuransi 7,27 persen, transportasi dan pergudangan 6,19 persen, konstruksi 5,94 persen, serta penyediaan akomodasi dan makan minum 5,31 persen. Sementara peranan kategori yang lainnya  di bawah 5 persen.

Di sektor perdagangan, Kota Pasuruan memiliki empat pasar, yaitu Pasar Karangketug yang berada di Kecamatan Gadingrejo, Pasar Kebonagung yang berada di Kecamatan Purworejo serta Pasar Besar dan Pasar Gadingrejo yang terletak di wilayah Kecamatan Panggungrejo.

Sementara untuk industri pengolahan, terdapat sekitar 2.024 Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan (IKAHH) dan 1.392 Industri Logam Mesin Elektronika dan Aneka (ILMEA) di Kota Pasuruan pada tahun 2020. Untuk ILMEA, terbanyak bergerak di industri aksesoris motor, garmen, ataupun furniture, sedangkan untuk IKAHH didominasi oleh usaha makanan rumahan.

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Mebel Rakyat – Pekerja menata mebel di Pasar Mebel Bukir Kota Pasuruan, Jawa Timur. Pasar Mebel Bukir yang merupakan pasar mebel rakyat, turut lesu sebagaimana lesunya pasar mebel ekspor.

Dari sisi keuangan daerah, lebih dari dua pertiga sumber pendapatan daerah ditopang oleh dana perimbangan yaitu sebesar Rp536,04 miliar (70,03 persen), selanjutnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memiliki kontribusi sebesar Rp131,84 miliar (17,22 persen) dan sisanya sebesar Rp97,51 persen (12,75 persen) berasal dari penerimaan lain-lain yang sah.

Selain sebagai kota tua dan bersejarah, Kota Pasuruan juga menjadi kota wisata. Potensi wisata di kota ini berupa wisata religi, bangunan-bangunan kuno, kawasan pelabuhan, hingga kampung tematik.

Sebagai “Kota Santri”, Kota Pasuruan memiliki potensi wisata religi yang terkenal dan menarik banyak wisatawan. Wisata religi ini berada di kawasan alun-alun dan Masjid Jami’ yang di dalamnya terdapat makam KH Abdul Hamid bin Abdullah Umar. Untuk wisata cagar budaya, terdapat Omah Singa yang diperkirakan dibangun pada abad ke-19.

Di samping itu, Kota Pasuruan juga diuntungkan dengan hadirnya sejumlah destinasi wisata di Kabupaten Pasuruan. Salah satunya adalah Taman Safari Prigen atau kerap disebut Taman Safari Indonesia 2 yang merupakan salah satu Safari Park yang terluas di benua Asia. Kemudian ada pula Kebun Raya Purwodadi, yang merupakan kebun penelitian besar yang lokasinya berada di Purwodadi.

Untuk wisata kuliner, salah satu yang terkenal adalah siput laut khas Pasuruan, yaitu Kupang Kraton dengan campuran bumbu gula, cabai, petis, jeruk nipis, dan bawang putihnya.

Dari sisi akomodasi, sampai dengan tahun 2020 Kota Pasuruan memiliki 8 hotel. Sementara tempat kuliner, berupa restoran/rumah makan terbanyak berada di Kecamatan Panggungrejo (48,44 persen).

KOMPAS/AMBROSIUS HARTO

Obyek wisata Pintu Langit di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, yang ditutup sementara untuk penanganan wabah Covid-19. Kepariwisataan belum bisa bangkit akibat pukulan wabah Covid-19.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Pasuruan, Semuanya Serba Lebih”, Kompas, 02 Juni 2001, hlm. 01
  • “Kota Pasuruan * Otonomi Daerah”, Kompas, 02 April 2002, hlm. 08
  • “Bergantung pada Akar Lapuk Industri Mebel * Otonomi Daerah”, Kompas, 02 April 2002, hlm. 08
  • “Kota Pasuruan: Jaminan Kesehatan bagi Warga * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 28 Mei 2015, hlm. 22
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung

Editor
Topan Yuniarto