Paparan Topik | Perguruan Tinggi

Resimen Mahasiswa: Sejarah, Fungsi, dan Peran bagi Perguruan Tinggi

Awal mula dibentuknya Resimen Mahasiwa (Menwa) adalah untuk mempersiapkan para mahasiswa sebagai bagian dari potensi rakyat dalam rangka pertahanan semesta. Dalam perkembangannya keberadaan Menwa menjadi unit kegiatan mahasiswa yang pembinaannya diserahkan pada masing-masing perguruan tinggi.

Kompas/Johnny TG

Anggota Resimen Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) sedang berlatih di dalam kompleks UI di kawasan Depok (26/05/1997).

Fakta Singkat

  • Wajib Latih Mahasiswa (Walawa) dibentuk tahun 1959 oleh Jendral R.A. Kosasih di Bandung, Jawa Barat adalah embrio Resimen Mahasiswa.
  • Menwa yang didirikan pada masa pra-gestapu dalam upaya menetralisir “Angkatan ke V” yang digaungkan oleh PKI, selain itu Menwa merupakan kesukarelaan membela Indonesia di masa konflik dalam negeri.
  • Menwa dikirim untuk pembebasan Irian Barat tahun 1961.
  • Ada 30 orang anggota Menwa dalam kontingen Garuda VIII yang bertugas sebagai Pasukan Darurat PBB UNEF pada 5 November 1978.
  • Resimen Mahasiswa pernah dikirim ke Timor Timur dalam Satuan Tugas Darma Bhakti Menwa tahun 1978, 1979, 1983, 1985, 1991 dan 1993. Perannya sebagai pegiat sosial di wilayah konflik.

Ketika usia Indonesia masih muda partai politik saat itu sangat bersemangat akan ideologi partai masing-masing dan mencari pengaruh serta pendukung keberadaan partai mereka. Di tahun 1950-an parpol berusaha merangkul orang muda intelektual untuk ikut masuk dalam gerbong partai, paling tidak secara ideologis. Kondisi ini semakin panas menjelang pemilu 1955 saat partai mulai memanaskan mesin politik mereka melalui pengembangan massa serta para pemuda Indonesia khususnya mahasiswa.

Saat itulah situasi politik terus berkembang liar menjadi pertarungan ideologi antara partai-partai yaitu nasionalis, partai berbasis agama,  partai komunis, dan  partai sosialis. Parpol mencari dukungan dan pengaruh pada mahasiswa melalui organisasi ekstra kurikuler di kampus maupun kelompok pemuda di luar kampus. Masyumi memiliki HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PNI melalui GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) dan Nahdlatul Ulama dengan IPNU (Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama). Sementara itu PKI tidak membentuk organisasi sayap atau underbow tersendiri, tetapi menginfiltrasi gerakan-gerakan pemuda agar mendukung ideologi mereka, maka dibentuklah CGMI (Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia.

Setelah pemilu 1955, Demokrasi Terpimpin di bawah arahan Presiden Soekarno tidak hanya berhenti pada stabilitas politik dan pembangunan, melainkan gagasan untuk mempersatukan paham-paham yang ada yaitu Nasional-Agama-Komunis. Bung Karno ingin ketiga unsur itu tidak hanya berkoalisi tetapi juga terjadi proses sintesis dalam kehidupan bernegara yang terpancar dari pidato kenegaraanya yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato yang diucapkan pada Agustus 1959 itu kemudian dikenal dengan  “Manifesto Politik” atau Manipol yang menggiring mobilisasi dan sosialisasi besar-besaran di jajaran angkatan bersenjata, organisasi politik dan organisasi massa.

Dalam Demokrasi Terpimpin ini mahasiswa “harus berpolitik” dan harus “progresif revolusioner”, situasi yang kemudian mendorong tarik menarik kekuatan antara Angkatan Darat dengan Parpol (PKI) untuk mengambil simpati Soekarno. Demi mengimbangi kekuatan parpol maka Angkatan Darat membentuk kerjasama Pemuda-Militer atau BKSPM dan upaya Wajib Latih yaitu kegiatan bela negara serta pertahanan sipil. Hal itu dilakukan karena segregasi dan gesekan makin tinggi di kalangan pemuda demi memperjuangkan ideologi partai yang mereka dukung. Angkatan Darat berusaha untuk meluruskan tujuan mahasiswa yaitu untuk memperjuangkan dan membela tanah air, bukan kepentingan politik kelompok atau partai tertentu.

KOMPAS/ANSEL DA LOPEZ

Jenderal M. Jusuf bersama anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) pada upacara penutupan Pemantapan Resimen Mahasiswa se-Kowilhan III dan IV di Manado (8/6/1980).

Sejarah Pembentukan Menwa

Situasi keamanan makin tidak menentu ditambah dengan pemberontakan di daerah-daerah yang merongrong wibawa Soekarno dan keutuhan Republik Indonesia. Soekarno mengeluarkan UU No. 74 Tahun Tahun 1957 tentang Negara Dalam Keadaan Bahaya dan UU No. 79 Tahun 1957 tentang Keadaan Darurat Perang atas seluruh wilayah Republik Indonesia.

Keadaan ini mendorong Panglima Divisi Siliwangi R.A. Kosasih membentuk resimen pendukung karena tentara Indonesia tidak cukup untuk menghadapi pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo di wilayah Jawa Barat. Tahun 1959 R.A. Kosasih membawa resimen mahasiswa tersebut untuk menyambut kedatangan Presiden Soekarno di Lanud Husein Sastranegara, Bandung.  Saat itu Bung Karno terkesan dengan barisan resimen yang berpakaian tentara tapi tidak memiliki tanda kepangkatan, itulah pertama kali resimen mahasiswa tampil dalam defile di depan publik.

Terbentuknya resimen mahasiswa ini sejalan dengan  Undang-undang No. 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara, yaitu penyertaan warga negara dalam bela negara maka dilakukanlah Wajib Latih di kalangan mahasiswa (Walawa). Kemudian R.A. Kosasih menerapkan wajib latih (wala) bagi mahasiswa di Bandung, Jawa Barat, pada 13 Juni 1959 secara resmi melibatkan mahasiswa dalam latihan kemiliteran. Sebanyak 960 mahasiswa ikut  pembukaan pelatihan dilakukan defile yang dihadiri Menko Hankam/Kasab Jendral Abdul Haris Nasution. Resimen yang dilatih tahun 1959 tersebut kemudian dikenal dengan WALA 59.

Kemudian Pangdam IV /Siliwangi selaku Penguasa Perang Daerah mengeluarkan Keputusan Penguasa Perang Daerah No. Kpts 04/7/1/PPD/62 pada 10 Januari 1962 tentang Pembentukan Resimen Serbaguna Mahasiswa/Mahasiswi. Kegiatan melatih kemiliteran pada mahasiswa dianggap sukses hingga mendorong Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan  mengeluarkan instruksi pembentukan Korps Sukarelawan  di lingkungan perguruan tinggi  untuk mobilisasi program Trikora.

Kemudian tahun 1963 keluar tiga Surat Keputusan Bersama (SKB) Wampa Hankam dan Menteri Perguruan Tinggi Ilmu Pengetahuan (PTIP), yaitu  No. M/A/19/63 tentang Penyatuan Mata Pelajaran Pertahanan Negara Sebagai Bagian dari Kurikulum Perguruan Tinggi, kemudian  SKB No. M/A/20/63 tentang Pelaksanaan Wajib Latih dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan SKB No. M/A/21/63 tentang Pelaksanaan Pendidikan dan Dinas Pertama dalam Wajib Militer.

Dalam SKB No. M/A/19/63 mendapat pengetahuan tentang dasar ilmu pengetahuan militer dan perang universal, SKB No. M/A/20/63 memungkinkan mahasiswa untuk mendapat latihan dasar militer, dan SKB No. M/A/21/63 mahasiswa harus mengikuti pendidikan wajib militer dan ditempatkan sebagai tentara cadangan dalam bentuk pendidikan pertama. Dengan demikian latihan pertahanan negara dimasukkan dalam kurikulum perguruan tinggi dengan latihan tingkat pertama 90-120 jam dan pada tahun berikutnya latihan 45-60 jam, kegiatan wajib latih ini ditegaskan dalam Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960. Sementara itu,  resimen mahasiswa dimulai dari tahun ajaran 1962/1963 secara administratif mereka berada di bawah Kepala Perguruan Tinggi/Rektor tetapi pelatihan dilakukan oleh Angkatan Bersenjata.

Dengan makin banyaknya Menwa tumbuh di tiap perguruan tinggi membuat Jendral A.H. Nasution sebagai Menko Hankam/Kasab ingin  keberadaan resimen tersebut lebih terarah, terkoordinasi dan tentu saja mudah ditertibkan.  Menko Hankam/KASAB Jenderal A.H. Nasution melalui radiogram No. AB/3046/64, tahun 1964  mengintruksikan pembentukan Menwa di setiap Kodam (Komando Daerah Militer). Bukan berarti tiap Kodam melahirkan Menwa tetapi membina Menwa yang ada di perguruan tinggi berdasarkan wilayah masing masing dan langsung di bawah asuhan kodam.

Struktur dan organisasi menwa dibentuk pada 17 Maret 1965 dengan SKB Menteri Koordinator Kompartemen Pertahanan dan Keamanan/Kepala Staff Angkatan Bersenjata dan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan No. M/A/165/65 dan 2/PTIP/65 tentang Organisasi dan Prosedur Resimen Mahasiswa, dan struktur organisasi menwa mengadopsi struktur organisasi ABRI. Di sini Menwa dikerahkan dalam tugas konvensional dan non-konvensional yang secara administratif berada dalam struktur Hansip (Pertahanan Sipil), sehingga Menwa mendapat pendidikan latihan militer dalam rangka kewaspadaan nasional. (Kompas, 11 Agustus 1965, “Dept PTIP dan ASRI Bekerja sama”)

KOMPAS/KARTONO RYADI

Resimen Mahasiswa (Menwa) pada HUT ABRI ke-45 di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Jumat (5/10/1990).

Keberadaan resimen  mahasiswa dianggap penting untuk fungsi pertahanan negara maka dibentuk Pilot Projek Wajib Latih Mahasiswa (Walawa) sebagai intrakurikuler demi terbentuknya  UU Milisi di Indonesia.

Maka tahun 1967 secara resmi Walawa dilaksanakan di empat perguruan tinggi yaitu Universitas Indonesia, Universitas Pajajaran, Universitas Airlangga dan Institut Teknologi Bandung di bawah komando dan wewenang Rektor. (Kompas, 2 Agustus 1968, “Walawa sebagai persiapan UU Milisi”)

Bahkan, pada 22 Maret – 7 Mei 1970 diadakan latihan kategori II Wajib Latih Mahasiswa (Walawa) gelombang pertama yang diselenggarakan oleh Resimen Mahajaya, Jakarta.

Peserta Walawa sebanyak 1.596 orang yang berasal dari 14 universitas/perguruan tinggi Jakarta yaitu Universitas. Kristen Indonesia, Unversitas Tarumanegara, Unika Atmajaya, Universitas  Islam Jakarta, Univesitas Asysyafi’iyah, Akademi Bahasa Asing Indonesia, Sekolah Teknik Tinggi Indonesia, Akademi Arsitektur Pertamanan, IKIP, Universitas Syach Jusuf, Akademi Grafika Indonesia, Akademi Sekretariat dan Manajemen Indonesia dan Akademi Pendidikan Kejuruan. Walawa bersifat wajib bagi mahasiswa karena masuk dalam kurikulum perguruan tinggi, tetapi peserta Walawa tidak otomatis menjadi anggota Menwa. (Kompas, 23 Maret 1970, “1.596 Orang Mahasiwa Ikut latihan Walawa Gelombang Pertama”)

KOMPAS/SULASTRI SOEKIRNO

Menteri Pendidikan Nasional Yahya A. Muhaimin, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, dan Menteri Dalam Negeri Soerjadi Soedirdja, memutuskan untuk mengakhiri resimen mahasiswa (menwa). Pembahasan tentang keberadaan menwa dilakukan di kantor Menhan, Rabu (24/5/2000). Mendiknas Yahya A Muhaimin bertemu dengan wakil menwa Jayakarta di kantornya. Sehari sebelumnya Mendiknas bertemu Gerakan Mahasiswa Antimiliterisme (Geram) yang meminta agar SKB tiga menteri tentang keberadaan menwa se-Indonesia dibubarkan agar dicabut.

Fungsi Pokok, Tujuan, dan Kode Etik

Fungsi pokok utama resimen mahasiswa yaitu : mempersiapkan para Mahasiswa sebagai bagian dari potensi rakyat dalam rangka pertahanan semesta yang berkewajiban ikut secara aktif untuk pertahanan konvensionil (pertahanan militer) dan pertahanan non-konvensionil (pertahanan rakyat) dan pertahanan sipil.

Dalam Rapat Komando Resimen Mahasiswa ke-II seluruh Indonesia (28 Juli 1969) Ketua MPRS Jendral Nasution menyatakan bahwa Menwa memiliki dua identitas yaitu mahasiswa dan Prajurit/Perwira. Menwa yang didirikan pada masa pra-gestapu dalam upaya menetralisir “Angkatan ke V” yang digaungkan oleh PKI, selain itu Menwa merupakan kesukarelaan membela Indonesia di masa konflik dalam negeri. (Kompas, 29 Juli 1969, “Dalam Resimen Mahasiswa Berpadu Dua Identitas”)

Tujuan dan fungsi awal Menwa dibentuk:

  • Memperluas usaha ketangkasan dan keprajuritan/Rakyat Terlatih untuk meningkatkan kewaspadaan nasional.
  • Mempersiapkan mahasiswa menjadi bagian dari Pertahanan Rakyat Semesta (Pertahanan Sipil).
  • Mempersiapkan mahasiswa secara fisik dan mental mampu mengemban tugas bela negara.
  • Menwa dipersiapkan mencapai kemampuan dan kemahiran sebagai Perwira Cadangan yang dapat ditugaskan apabila dibutuhkan.

Perwira Cadangan digagas oleh Jendral A.H. Nasution dalam rangka pertahanan rakyat semesta, direkrut dari Menwa yang lolos seleksi untuk mendapat pendidikan selama tiga tahun secara reguler dan sewaktu waktu mereka dapat ditugaskan untuk bela negara. (Kompas, 12 Agustus 1965, “Pendidikan Perwira Cadangan Reguler Dibuka”)

Kode Etik Resimen Mahasiswa: Panca Dharma Satya Resimen Mahasiswa Indonesia

  1. Kami adalah Mahasiswa, warga negara Kesatuan Republik Indonesia yang barasaskan Pancasila
  2. Kami adalah mahasiswa yang sadar akan tanggung jawab serta kehormatan dalam pembelaan negara dan tidak kenal menyerah
  3. Kami Putra Indonesia yang berjiwa kesatria dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan
  4. Kami adalah mahasiswa yang menjunjung tinggi  Nama dan Kehormatan Garba Ilmiah dan sadar akan hari depan Bangsa dan Negara
  5. Kami adalah mahasiswa yang memegang teguh disiplin lahir batin, percaya diri pada diri sendiri dan mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi maupun golongan.

Artikel Terkait

Dinamika Resimen Mahasiswa dalam bela negara

Menko Hankam/KASAB Jendral A.H. Nasution berpesan dalam buku peringatan ulang tahun ke-III Resimen Mahajaya (Jakarta) tahun 1965 bahwa tugas Mahajaya adalah melaksanakan Dwi Komando Rakyat secara nyata dengan turun ke masyarakat kota dan desa.

Nasution menyebut ada dua Kora (Komando Rakyat) yang harus dijalankan, yaitu Kora I turun langsung ke masyarakat untuk mensosialisasikan indoktrinasi Pancasila/Manipol dalam rangka mensukseskan revolusi, dengan memberantas aksi subversif seperti desas desus dan berita bohong.

Selain itu serta mengajarkan masyarakat agar waspada jika terjadi serangan udara disamping terus aktif bekerja di ladang. Sedangkan Kora II adalah Menwa akan dilibatkan dalam konfrontasi dengan Malaysia dan Singapura. (Kompas, 8 Juli 1965).

Resimen Mahasiswa Mahawarman

Menteri PTIP Prof. Toyib Hadiwijaya memberikan nama Mahawarman pada resimen mahasiswa pertama di Indonesia yang dibentuk di Bandung, Jawa Barat. di Jakarta diberi nama Mahajaya (sekarang Jayakarta) oleh Jendral A.H.Nasution dan di Yogyakarta diberi nama Mahakarta oleh Jendral Ahmad Yani. Mahawarman adalah resimen yang paling melegenda karena menerima penugasan yang krusial di Indonesia.

Pada 13 Juni 1964 secara resmi Resimen  Mahawarman di Bandung Jawa Barat, berdiri dalam upacara penyerahan resimen tersebut oleh Jendral A.H. Nasution pada Mayor Ojik Suroto, setelah terbitnya SK No. M/B/86/64 dan Mahawarman resmi memiliki lambang kesatuan. Tahun 1966 Gubernur Jawa Barat selaku Kepala Markas Daerah Pertahanan Sipil/Pertahanan Rakyat Hansip/Hanra VII (Kamada Hansip/Hanra VIII) mengeluarkan surat keputusan Kpts 11/A.19/VIII/1966 tentang berdirinya Resimen Mahawarman beserta kesatuan di bawahnya. Mahawarman pernah  dilibatkan membantu menumpas pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, kemudian pada 1961 diterjunkan dalam  pembebasan Irian Barat.

Resimen Mahasiswa Jayakarta

Di Jakarta pernah di bentuk Resimen Mahatirta dan Resimen Mahajaya kemudian keduanya digabung menjadi Resimen Mahasiswa Jayakarta (DKI Jaya)  pada 11 November 1975, kemudian Satuan Tugas Walawa yang ada di Universitas Indonesia dilebur pula dalam Resimen Mahasiswa DKI Jakarta. Baik Resimen Mahajaya dan Mahatirta  pernah dilibatkan dalam operasi Trikora dan operasi pembebasan Irian Barat dari penguasaan Belanda. Satuan Menwa di D.I. Yogyakarta disebut dengan Resimen Mahakarta, di Purwokerto disebut Resimen Mahadipa, di Surakarta di sebut Resimen Mahasura. (Kompas, 30 Desember 1976, “Resimen Mahajaya dan Mahatirta Dilebur”)

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Mahasiswa dari perguruan tingggi negeri dan swasta mengikuti pelatihan bela negara yang di selenggarakan di Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang 15, Kodam IV/Diponegoro di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (22/10/2014). Latihan tersebut diselenggarakan untuk menumbuhkan kecintaan terhadap tanah air serta membangun wawasan kebangsaan bagi generasi muda.

Ketika Indonesia mengirim pasukan Garuda VIII yang bertugas sebagai Pasukan Darurat PBB UNEF pada 5 November 1978, diantaranya terdapat  30 anggota Menwa yang ikut serta. Menwa tersebut dimasukkan dalam status wajib militer dengan pangkat Sersan berangkat ke Timur Tengah bersama dengan  AL, AD dan AU.

Sepulang dari bertugas anggota Menwa ini  mendapat anugrah Satya Lencana Santi Darma dari Menhankam/Pangab Jendral TNI M. Jusuf atas nama Pemerintah Indonesia. (Kompas, 26 Oktober 1978, “30 Orang dari Resimen Mahasiswa Ikut Kontingen Indonesia ke Timur Tengah”)

Resimen Mahasiswa juga dilibatkan di Timor Timur yang yang pertama dikirim adalah Resimen Mahawarman tahun 1978 saat itu sebanyak 80 orang anggota menwa dibagi menjadi 6 orang tiap kebupaten, bertugas sebagai tenaga penyuluh di tiap-tiap desa sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing.

Tahun 1979, sebanyak 61 orang dalam Satuan Tugas Resimen Mahasiswa Rotasi dikirim ke Timor Timur untuk menggantikan rekan mereka yang dikirim tahun sebelumnya di Timtim. Mahasiswa  tersebut berasal dari satuan Menwa di berbagai kota di Indonesia. (Kompas, 19 Januari 1979, “Disiapkan, Satgas Menwa II untuk Timtim”).

Pada Juli-Oktober 1983 anggota Menwa Putri Mahawarman untuk melaksanakan Program Peningkatan peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS) ke Timor Timur.

Tahun 1991 sebanyak 150 anggota Menwa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dikirim ke Timor Timur selama tiga bulan dalam Satuan Tugas Dharma Bhakti Menwa X untuk membangun infrasruktur desa, memberikan penyuluhan bidang pertanian, pendidikan bela negara, pembebasan buta aksara dan kegiatan lain. (Kompas, 29 Juli 1991, “Sebanyak 150 Anggota Menwa ke Timor Timur”)

Konflik di Kampus dan Lahirnya Surat Keputusan Bersama 1994

Lahirnya Surat Keputusan Bersama Menteri Pertahanan Keamanan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor: Kep/11/XII/1994, Nomor: 0342/U/199, dan Nomor: 149 Tahun 1994 tentang Pembinaan dan Penggunaan Resimen Mahasiswa dalam Bela Negara atau dikenal dengan SKB 1994 masih menjadikan menwa istimewa dibandingkan dengan UKM lain di perguruan tinggi yaitu  memiliki kedekatan dengan militer dan menjadi penyaluran potensi mahasiswa dalam upaya bela negara. Menwa juga diharapkan dapat menjadi cadangan nasional untuk pertahanan dan keamanan negara.

Secara struktur di Daerah Propinsi Tingkat I, dipimpin oleh seorang Komandan Mahasiswa (Danmenwa) yang bertanggungjawab pada Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) atau Komando Resort Militer (Danrem). Danmenwa dijabat oleh Asisten Teritorial Kepala Staf Komando Daerah Militer (Asterkasdam). Satuan Menwa (Satmenwa) sebagai UKM Khusus di perguruan tinggi dipimpin oleh seorang Komandan Satuan Resimen Mahasiswa (Dansatmenwa) yang bertanggungjawab pada pimpinan perguruan tinggi/Rektor.

Kedekatan Menwa dengan militer berimplikasi pada gaya tampilan dan perangai yang acapkali kurang cocok dengan mahasiswa non-menwa, kerap terjadi konflik  dengan  mahasiswa non-menwa hingga menimbulkan  kerusuhan, karena hal sepele kedua belah pihak dapat saling mencurigai bahkan saling baku hantam. Konflik di dalam kampus itu terjadi sejak akhir 1980-an antara Menwa dengan mahasiswa non-Menwa seolah tidak menemukan kesamaan tetapi  perbedaan dan arogansi korps.

Perjuangan Menwa tidak lagi  menghadapi musuh dari luar ataupun separatisme tetapi mudah mencurigai mahasiswa di dalam kampus, dinamika mahasiswa yang bersikap kritis terhadap Orde Baru kadang pula disalah artikan oleh Menwa hingga terjadi konflik hal itu menjadi pandangan umum di berbagai kampus di Indonesia.  Kasus besar terjadi adalah ketika konflik di Universitas Nasional Pasar Minggu yang berujung pada penyerbuan kantor sekreatariat Menwa oleh 200 mahasiswa pecinta alam Unas yang  melemparkan bom molotov. Peristiwa 18 Oktober 1994 itu membuat  100 polisi anti huru hara dan pemadam kebakaran datang ke lokasi untuk mencegah kerusuhan meluas, tetapi kekerasan terus berlanjut karena anggota Menwa membalas dendam menganiaya mahasiswa Unas.

Dalam dengar pendapat dengan anggota DPR-RI 3 Oktober 1994, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ing. Wardiman Djoyonegoro mengungkapkan bahwa banyak anggota Menwa yang over acting hingga keberadaan Menwa perlu  ditinjau kembali. Anggota DPR RI pun mengutarakan hal yang sama tetapi memiliki kesamaan pandangan yaitu Menwa tidak perlu dibubarkan. (Kompas 4 Oktober 1994, Mendikbud Mengakui Banyak Anggota Menwa “Overacting”)

Namun, tidak urung membuat mahasiswa yang tergabung dalam Komite Mahasiswa Menggugat Keberadaan Menwa meminta DPR agar mendukung Menwa dihapuskan, sama halnya dengan  Kelompok Cipayung meminta pemerintah mengkaji ulang Menwa.

Pada 29 Desember 1994 keluar SKB 3 Menteri Menhankam, Mendikbud dan Mendagri  untuk mengganti dan menyempurnakan peraturan sebelumnya termasuk revisi SKB 1994. Perbedaan mendasar Menwa dari yang sudah berjalan sebelumnya yaitu :

  • Menwa adalah rakyat terlatih tanggungjawab pembinaan dan pendidikan dibawah Menhankan
  • Pembinaan satuan Menwa yang ada hubungannya dengan kegiatan perguruan tinggi menjadi tanggungjawab Mendikbud, Sedangkan pembinaan yang berkaitan dengan UKM menjadi tanggungjawab rektor.
  • Secara teknis administratif Menwa dalam rangka pelaksanaan perlindungan massa (linmas) dan pelaksanaan ketertiban umum (tibum) serta perlindungan rakyat (lira) menjadi tanggungjawab Mendagri.
  • Menwa tidak dibenarkan menggunakan seragam loreng, untuk kegiatan di Kampus menggunakan seragam warna khaki dan kegiatan lapangan seragam berwarna hijau. (Kompas, 29 Desember 1994, “Menhankan, Mendikbud, dan Mendagri tandatangani SKB Menwa”)

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Sebanyak 150 anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) Macanra di Papua Barat, Senin (14/7/2008), untuk pertama kali dibentuk di Kodim Manokwari. Mereka merupakan hasil perekrutan sukarela mahasiswa dari tiga perguruan tinggi di Manokwari untuk membantu pemda atau universitas menegakkan disiplin. Selama liburan kuliah, mereka tinggal di Kodim untuk mendapatkan gemblengan dari Kodim.

Menwa di Era Reformasi

Perubahan haluan politik dengan tumbangnya Orde Baru dan tuntutan pembubaran Dwi Fungsi ABRI ikut mengubah wajah dinamika kampus yang tidak lagi menghendaki pendekatan militeristik di kampus. Keberadaan Menwa makin dikritik  oleh kelompok pro demokrasi hingga menimbulkan tuntutan untuk membubarkan menwa, apalagi hubungan Menwa dengan mahasiswa non-Menwa semakin tidak harmonis.

Di awal Reformasi Agustus 1998 kelompok mahasiswa Forum Komunikasi  Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) menuntut pemerintah menghapuskan Resimen Mahasiswa karena dianggap sebagai produk Orde Baru.  Hal itu menyusul penganiayaan yang dilakukan 3 anggota Menwa pada mahasiswa Universitas Krisnadwipayana. (Kompas, 15 Agustus 1998, “FKSMJ : Bubarkan Menwa”)

Pada tahun 2000  anggota Menwa menganiaya seorang mahasiswa Fakultas Dakwah Institut Agama IAIN Walisongo Semarang yang memicu protes pembubaran Menwa dan didukung oleh DPRD Jawa Tengah. Akhirnya pada pertengahan Mei 2000 dalam rapat Pembantu Rektor III Perguruan Tinggi se-Indonesia  memutuskan untuk meninjau kembali keberadaan Menwa.

Pada 25 Mei 2000 terjadi pembicaraan Menteri Pertahanan dengan Menteri Pendidikan dan Menteri Dalam Negeri yang diwakili oleh Dirjen Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat yang membahas keberadaan Menwa.

Pada 27 Juli 2000 Mendagri mengeluarkan Surat No. 340.671/D.III/VII/2000 perihal mencabut SKB tiga menteri tentang Pembinaan dan penggunaan Resimen Mahasiwa yang ditujukan  pada Kepala Markas Wilayah Pertahanan Sipil Propinsi seluruh Indonesia. Dirjen Dikti mengeluarkan edaran No. 2081/D/T/2000 tentang Pemberdayaan Resimen Mahasiswa di Perguruan Tinggi.

Puncaknya adalah keluar SKB 3 Menteri yaitu Menhan, Mendiknas dan Mendagri Otonomi Daerah No.KB/14/M/X/2000 dan 39A/2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa. Keberadaan Menwa bukan lagi UKM Khusus tetapi berubah menjadi UKM biasa yang pembinaannya diserahkan pada masing-masing perguruan tinggi. Dalam hal ini setiap perguruan tinggi bebas untuk menentukan apakah ada UKM Menwa atau menolak UKM Menwa di universitasnya. Jika kampus memiliki UKM Menwa maka secara struktural tidak lagi berada di bawah Menhan dan mata kuliah kewiraan diserahkan pada Depdiknas. (Kompas, 13 Oktober 2000, “SKB Menwa Dicabut”)

Selanjutnya Dirjen Dikti mengeluarkan Surat Edaran No. 212/D/T/2001 tentang Tindakan Keputusan Bersama Tiga Menteri tahun 2000 yang ditujukan pada pimpinan perguruan tinggi, koordinator kopertis wilayah I-IX dan Kepala Staf Resimen Mahasiswa seluruh Indonesia. Intinya adalah penegasan bahwa pemberdayaan Resimen Mahasiswa diserahkan pada perguruan tinggi untuk menyusun petunjuk pelaksanaan untuk memperlancar pelaksanaan program kegiatan UKM tersebut.

Pertemuan 23-25 Februari 2001 dengan Dirjen Departemen Pertahanan mengeluarkan surat No. ST/03/2001 sebagai tindak lanjut SKB 3 Menteri melahirkan dokumen Penataan Organisasi Resimen Mahasiswa di Perguruan Tinggi. Meskipun tidak lagi berada di bawah Menhan tetapi masih menjalin kerjasama dengan Menhan.

Pada Mei 2002 melalui referendum mahasiswa IAIN Walisongo Semarang memutuskan menolak keberadaan Menwa di kampus tersebut dan meminta pemerintah membubarkan Menwa. Hal itu ternyata merembet ke kampus lain di Indonesia yang juga menolak keberadaan Menwa, bahkan konflik dan bentrokan pada Menwa makin meluas.

Tanggal 19 Desember 2014, telah ditandatangani SKB 4 Menteri yaitu Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pemuda dan Olah Raga, serta Menteri Ristek Dikti sebagai pedoman pembinaan Menwa. Hanya saja dalam kenyataannya belum ada langkah kongkrit atau implementasi kegiatan oleh Kementerian terkait secara rinci sehingga sering menimbulkan multitafsir.

Pembinaan unit kegiatan mahasiswa seperti Resimen Mahasiswa menjadi tanggung jawab sepenuhnya perguruan tinggi. Dalam pembinaan dan kaderisasi Menwa harus dihindari praktik kekerasan yang melunturkan martabat dan citra pendidikan tinggi. (LITBANG KOMPAS)

Menwa dan Tragedi Kampus

Konfik dengan mahasiswa
  • 22 Oktober 1990, sebanyak 20 anggota Menwa Universitas Padjadjaran Bandung memukul beberapa mahasiswa di kampus tersebut yang mengakibatkan 3 orang cedera.
  • 30 Juni 1993, Markas Menwa YON I ITB dilempar bom molotov oleh orang tidak dikenal diduga konflik dengan mahasiswa
  • 11 juli 1993, belasan Menwa Indra Buana Universitas Riau memukul dan menyandera wartawan daerah karena tulisan wartawan tersebut dianggap menyudutkan Menwa UNRI
  • 23 Agustus 1993 Seorang aktivis pers kampus dipukuli anggota Menwa di Kampus Universitas Diponegoro karena dianggap masuk markas Menwa tanpa izin.
  • 3 dan 4 Februari 1994, Anggota Menwa memukuli dua orang peserta penatara P4 di Unika Soegijopranoto Semarang
  • 18 Oktober 1994, sekitar 200 mahasiswa Pecinta Alam Universitas Nasional, Pasar Minggu menyerbu kantor Sekretariat Menwa dan melemparkan bom molotov hingga terbakar. Aksi tersebut merupakan buntut dari konflik atas sikap kasar Menwa ketika mahasiswa mendemo rektor Unas.
  • 6 September 2002 Ratusan mahasiswa Universitas Muhammadyah Surakarta menuntut Rektor membubarkan Menwa

Sumber : Litbang Kompas/UMI, diolah dari pemberitaan Kompas

Kasus kematian saat pendidikan dan latihan
  • 7 Desember 1981, seorang anggota Menwa Gerardus Nugroho Saputro Wakil Komandan Satuan Menwa STRI Yogyakarta tewas terseret arus Sungai Bedog, Kabupaten Sleman Yogyakarta saat mengawasi jalannya latihan kemiliteran.
  • 10 Maret 1983, calon anggota Menwa meninggal saat mengikuti latihan dasar kemiliteran di Sekolah Calon Tamtama (Secata) Kodik Dam VII/Diponegoro ketika hampir mencapai finish setelah jalan kaki melintasi bukit sejauh 30 Km.
  • 24 Agustus 1990, seorang anggota Menwa ITB meninggal saat menjalani Latihan Pemantapan Menwa di Kecamatan Pegaden, Subang, Jawa Barat.
  • 29 Januari 1995, Themanto mahasiswa Universias Tarumanegara tewas saat mengikuti latihan awal untuk menjadi anggota Menwa di kampusnya . Dari hasil visum korban mengalami penganiayaan berat akibat pukulan dan benturan benda tumpul hingga  limpanya pecah.
  • 28 Agustus 2001, seorang mahasiswa Universitas Parahyangan, Bandung meninggal setelah latihan Menwa, korban sempat dirawat 10 hari dan cuci darah 6 kali.
  • 5 Agustus 1996, seorang mahasiswa ITB Tewas dalam acara tradisi korps untuk pembaretan Batalyon I ITB Resimen Mahasiswa Mahawarman, Jawa Barat, diduga korban tewas karena kelelahan.
  • 28 Juni 2005, mahasiswi Universitas Gajah Mada tewas tergelincir masuk tebing saat menjalani Diklatsar Resimen Mahasiswa
  • 26 Januari 2013 seorang Praja IPDN Tomohan Sulawesi Utara tTewas saat menjalani latihan Pra-Menwa karena tenggelam saat masuk sungai.
  • 26 Oktober 2015 seorang mahasiswa meninggal saat mengikuti latihan Resimen Mahasiswa di area kampus Universitas Atma Jaya Jakarta.
  • 26 Oktober 2021, mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Surakarta tewas saat mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Dasar Resimen Mahasiswa di lokasi kampusnya. Diduga korban mengalami pukulan beberapa kali di kepala.

Sumber : Litbang Kompas/UMI diolah dari pemberitaan Kompas

Referensi

Arsip Kompas

Dept. PTIP dan ASRI bekerjasama, Kompas, Rabu, 11 Ags 1965, hlm 3

Walawa sebagai persiapan UU Milisi, Kompas, 2 Ags 1968, hlm 3

1.596 Orang Mahasiwa Ikut latihan Walawa Gelombang Pertama, Kompas, Senin, 23 Maret 1970, hlm 2

Dalam Resimen Mahasiswa berpadu dua identitas, Kompas, 29 Juli 1969, hlm 1

Pendidikan Perwira Cadangan Reguler dibuka, Kompas, Kamis 12 Ags 1965, hlm 1

Resimen Mahajaya dan Mahatirta Dilebur, Kompas, Kamis 30 Des 1976, hlm 3

30 Orang dari Resimen Mahasiswa Ikut Kontingen Indonesia ke Timur Tengah, Kompas, Kamis, 26 Oktober 1978, hlm 11

Disiapkan, Satgas Menwa II Untuk Timtim, Kompas, Jumat, 19 Jan 1979, hlm 1

Sebanyak 150 Anggota Menwa ke Timor timur, Kompas, 29 Juli 1991, hlm 10

Mendikbud Mengakui Banyak Anggota Menwa “Overacting”. Kompas, selasa 4 Okt 1994, hlm 16

Menhankan-mendikbud-mendagri tandatangani SKB Menwa, Kompas, 29 Des 1994, hlm 16

FKSMJ : Bubarkan Menwa, Kompas, Sabtu 15 Ag 1998, hlm 6

SKB Menwa Dicabut, Kompas, Jumat 13 Okt 2000, hlm 11

Jurnal

Resimen Mahasiswa Sebagai Komponen Cadangan Pertahanan 1963-2000 ; Pembentukan Resimen Mahawarman, Raditya Christian Kusumabrata, 2011, Universitas Indonesia, Depok.

Aturan Terkait

Undang-undang penyertaan rakyat dalam bela negara

  • UU No. 29 Tahun 1954
  • UU No. 20 Tahun 1982 tentang rakyat terlatih (Ratih) sebagai Komponen Dasar kekuatan Pertahanan keamanan Negara
  • UU No. 3 Tahun 2002, kedudukan rakyat terlatih hanya sebagai komponen pendukung

Aturan terkait wajib latihan militer dan resimen mahasiswa

  • UU No. 74 Tahun Tahun 1957 tentang Negara Dalam Keadaan Bahaya
  • UU No. 79 Tahun 1957 tentang Keadaan Darurat Perang atas seluruh wilayah Republik Indonesia.
  • Keputusan Penguasa Perang Daerah No. Kpts 04/7/1/PPD/62 pada 10 Januari 1962 tentang Pembentukan Resimen Serbaguna Mahasiswa/Mahasiswi.
  • Keputusan Bersama (SKB) Wampa Hankam dan Menteri Perguruan Tinggi Ilmu Pengetahuan (PTIP), yaitu M/A/19/63 tentang Penyatuan Mata Pelajaran Pertahanan Negara Sebagai Bagian dari Kurikulum Perguruan Tinggi
  • SKB Hankam dan PTIP No. M/A/20/63 tentang Pelaksanaan Wajib Latih dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi
  • SKB Hankam dan PTIP No. M/A/21/63 tentang Pelaksanaan Pendidikan dan Dinas Pertama dalam Wajib Militer.
  • Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 tentang wajib latihan militer bagi mahasiswa.
  • Menko Hankam/KASAB Jenderal A.H. Nasution melalui radiogram No. AB/3046/64, tahun 1964 mengintruksikan pembentukan satuan pelatihan bagi Menwa di setiap Kodam (Komando Daerah Militer).