Tokoh

Presiden Pertama RI: Soekarno

Ir. Soekarno adalah orang pertama yang mencetuskan konsep Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Soekarno dikenal sebagai Bapak Proklamator Republik Indonesia dan Presiden Pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia periode 1945—1967.

Presiden_Soekarno

Fakta Singkat

Nama Lengkap
Ir. Soekarno

Lahir
Surabaya, 6 Juni 1901

Almamater
• Eerste Inlandse School (sampai 1911)
• Europeesche Lagere School (ELS) (1911–1915)
• Hogere Burger School (HBS) Surabaya (1915–1921)
• Technische Hoogeschool te Bandoeng  (1921–1926) sekarang Institut Teknologi Bandung

Jabatan 
Presiden Pertama Republik Indonesia (1945–1967)

Soekarno atau Bung Karno yang menjadi Bapak Kebangkitan Asia-Afrika mempunyai nama besar Putra Sang Fajar. Ia merupakan sosok hebat dengan gagasan pemikiran yang dihasilkan. Tidak jarang gagasan yang disampaikannya menuai kontroversi dan juga mengundang kekaguman. Jiwa kepemimpinan, patriotisme, dan kutu buku telah dekat dengan Bung Karno sejak kecil.

Pemikiran-pemikiran Soekarno dan gerakannya banyak diilhami masyarakat Indonesia. Gagasannya adalah nasionalisme akan terbentuk jika ada sikap gotong royong yang baik. Konsep gotong royong telah menjadi sistem dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia yang menghasilkan nasionalisme.

Tahun 1907, Soekarno masuk sekolah dasar atau sekolah rakyat (SR) di Tulung Agung. Pada tahun 1908, Soekarno masuk ke Sekolah Dasar di HIS, kemudian melanjutkan ke Europesche Legore School (ELS) di Mojokerto pada tahun 1913. Lulus dari ELS, Soekarno melanjutkan pendidikannya di Hogere Burger School (HBS) di Surabaya pada 1916. Tahun 1921, Soekarno menyelesaikan sekolahnya di HBS. Ia kemudian melanjutkan sekolahnya di Technische Hoge School (THS) atau kini lebih dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Soekarno berhasil memperoleh gelar insinyur pada tahun 1926.

Rasa nasionalisme Soekarno mulai tumbuh saat bersekolah di Surabaya dan tinggal di rumah tokoh Sarekat Islam, H.O.S Tjokroaminoto. Di sana Soekarno mulai berkenalan dengan paham dan konsep pemikiran seperti pemikiran Barat dan Islam. Pada 1926, Soekarno berhasil mendirikan Algeemene Studie Club di Bandung pada 4 Juli 1927. Organisasi ini yang kemudian menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan rumusan ajaran Marhaenisme.

Soekarno ditangkap Belanda pada 29 Desember 1929 akibat aktivitasnya di PNI. Lalu, dibebaskan pada 31 Desember 1931. Setelah bebas, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo) yang merupakan pecahan dari PNI dan memimpinnya. Hal ini mengakibatkan dirinya kembali ditangkap Belanda dan diasingkan ke Ende, Flores pada 1933.

Empat tahun kemudian, ia dipindahkan ke Bengkulu. Di Bengkulu, Soekarno berhasil kabur menuju Padang. Kemudian, menyeberangi Selat Sunda dan kembali ke Jakarta pada Juli 1942. Perjuangan Soekarno bersama para tokoh lainnya membuahkan hasil dengan mengantarkan Indonesia menuju kemerdekaan. Bersama dengan Mohammad Hatta, Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Dalam sidang PPKI 18 Agustus 1945, Soekarno-Hatta dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Pemerintahan pada masa Soekarno, dimulai tahun 1945 hingga 1967 dan sudah berganti kabinet sebanyak 28 kali. Pada Agustus 1965, kesehatan Soekarno mulai menurun. Setelah bertahan selama lima tahun dengan penyakitnya, Soekarno meninggal dunia di RSPAD Jakarta pada tanggal 21 Juni 1970.

Selama menjadi presiden, di awal kemerdekaan, Soekarno harus mengahadapi berbagai macam rintangan sebagai presiden dari sebuah negara yang baru saja merdeka. Soekarno berusaha untuk membangun perekonomian Indonesia secara mandiri dengan tidak bergantung pada pihak asing. Bahkan, Soekarno dikenal sebagai antiasing, karena menentang pendekatan kembali dengan Barat. Hal ini membuat para kreditor dan investor merasa jera dengan sikap Soekarno. Dalam pidatonya  pada 1 September 1961 pada KTT Non-Blok di Beograd, Serbia, Presiden Soekarno memperingatkan bahwa nilai kemerdekaan yang paling tinggi adalah “berdiri di atas kaki sendiri” atau “berdikari” dan karena itu tidak boleh “meminta-minta” dalam usaha merehabilitasi ekonomi.

Oleh karena itu, orientasi pembangunan ekonomi pada era Soekarno lebih ke arah “orientasi ke dalam”. Strategi ekonomi “berorientasi ke dalam” lebih mengedepankan usaha memperkuat masyarakat bisnis pribumi, sedangkan bantuan dan investasi asing dimanfaatkan dengan cara yang sangat hati-hati.

IPPHOS

Pertemuan yang pertama kali antara Presiden Soekarno dengan Letjend. Christison panglima tentara Inggris di Jawa pada tanggal 25 Oktober 1945.

Putra Sang Fajar

Soekarno lahir pada 6 Juni 1901 di Surabaya sebagai anak kedua dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Soekarno awalnya diberi nama Koesno Sosrodihardjo, namun Koesno kecil sering sakit-sakitan sehingga ketika berusia lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno. Nama Soekarno diambil dari salah satu tokoh pewayangan bernama Karna yang dalam kisah Mahabharata merupakan putra dari Batara Surya atau Dewa Matahari.

Kelahiran Soekarno disebut oleh orang tuanya sebagai kelahiran putra dari sang fajar, karena Soekarno lahir bertepatan dengan terbitnya sang fajar di hari yang baru dan terbit pula sang fajar di satu abad yang baru, yaitu abad ke-20.

Soekarno lahir di tengah lingkungan yang berkuasa, ayahnya merupakan keturunan Sultan Kediri dan Ibunya merupakan keturunan bangsawan dari Kasta Brahmana, Raja Singaraja yang terakhir merupakan paman ibunya. Meskipun begitu, Soekarno hidup di tengah keterbatasan. Ayahnya bahkan tidak mampu memanggil seseorang untuk membantu kelahirannya. Soekarno lahir dibantu oleh seorang kawan dari keluarganya yang sudah amat tua.

Dilahirkan dari perpaduan keturunan bangsawan dan keluarga Brahmana, membuat Soekarno memiliki kultur dan kepercayaan yang kuat. Berkat didikan kedua orang tuanya dan seorang pengasuhnya bernama Sarinah, Soekarno memiliki dua sifat yang berlawanan, ia bisa lunak dan cerewet, ia bisa keras dan lembut, bisa mudah memaafkan namun juga keras kepala. Pembawaannya pun merupakan paduan dari pikiran sehat dan perasaan. Sejak kecil, Soekarno telah menjadi pusat perhatian dan sosok pemimpin di antara teman-temannya.

Artikel Terkait

Pendidikan

Ayah Soekarno berprofesi sebagai guru sehingga Soekarno dididik dengan disiplin tinggi khususnya dalam bidang pendidikan. Soekarno kecil dituntut untuk terus belajar membaca dan menulis.

Ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ayahnya bekerja sebagai Mantri Guru yang berarti Kepala Sekolah. Tahun 1911, Soekarno naik ke kelas enam, ayahnya memindahkan Soekarno ke Sekolah rendahan Belanda Europeesche Lagere School (ELS).

Tujuan Soekarno dipindahkan ke sekolah tersebut agar Soekarno dapat lebih mudah masuk ke Sekolah Tinggi Belanda. Karena bahasa Belandanya belum cukup baik untuk kelas enam, Soekarno terpaksa duduk di satu kelas lebih rendah, yaitu kelas lima.

Pada tahun 1915, Soekarno berhasil lulus dari ELS. Berkat bantuan dari kawan ayahnya H.O.S Tjokroaminoto, Soekarno berhasil melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas Hogere Burger School (HBS) Surabaya.

Setelah tamat dari HBS pada tahun 1921, Soekarno melanjutkan pendidikannya ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang Institut Teknologi Bandung) dengan mengambil jurusan teknik sipil.

Baru dua bulan kuliah, Soekarno meninggalkan Bandung dan kembali ke Surabaya ketika mendengar Tjokroaminoto ditangkap karena diduga menjadi dalang dari aksi pemogokan serikat buruh di Garut. Soekarno mendaftarkan dirinya kembali untuk berkuliah pada tahun 1922 dan berhasil lulus sebagai insinyur pada tahun 1926.

IPPHOS

Gambar dari kiri: Suwirjo, Presiden Soekarno, Gatot Mangkupradja, M Sujudi menghadiri peringatan Tri Dasawarsa Partai Nasional Indonesia Gedung Varia Bandung.

Karier

Bidang Arsitektur

Pasca lulus dari ITB dengan gelar Insinyur, pada 26 juli 1926 Soekarno bersama rekannya Anwari mendirikan biro arsitek yang menawarkan jasa untuk merancang rumah dan bangunan-bangunan. Pada tahun 1933, Soekarno kembali mendirikan biro arsitek bersama Ir. Rooseno, namun Soekarno mengalami kesulitan karena orang lebih menyukai arsitek Tionghoa atau Belanda, sedangkan Soekarno memiliki ciri khas dengan memasukan unsur nusantara di setiap rancangan arsiteknya.

Sejumlah bangunan yang didesain oleh Soekarno memang memiliki nilai budaya bangsa, seperti Tugu Nasional yang sekarang menjadi monumen nasional (Monas). Soekarno mendesain Lingga dan Yoni pada tugu nasional, siapa sangka bentuk api pada puncak tugu nasional yang terbuat dari emas terinspirasi dari keris yang merupakan salah satu ciri khas budaya bangsa. Hal ini membuktikan jika gaya arsitektur Soekarno selalu memasukkan unsur atau ciri khas budaya bangsa di dalamnya.

Selain Tugu Nasional, beberapa bangunan yang dirancang oleh Soekarno, antara lain, Masjid Istiqlal, Gedung Conefo, Gedung Sarinah, Wisma Nusantara, Hotel Indonesia, Tugu Selamat Datang, Patung Dirgantara, dan sebagainya.

IPPHOS

Dr. Douwes Dekker dan para pengungsi dari negeri Belanda tiba di Yogyakarta di sambut oleh Presiden Soekarno dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada tanggal 3 Januari 1947.

Masa Penjajahan Hindia-Belanda

Perkenalan Soekarno di bidang politik berawal ketika ia tinggal di kediaman Tjokro sewaktu ia bersekolah di HBS Surabaya. Di rumah Tjokro kerap digelar diskusi politik, maklum saja Tjokro dikenal sebagai pemimpin politik dari orang Jawa. Di rumah Tjokro pula, Soekarno bertemu dan berdiskusi dengan para pemimpin Sarekat Islam seperti Haji Agus Salim dan Abdul Muis.

Pada tahun 1915, Soekarno mendirikan perkumpulan politik pertamanya yang diberi nama Tri Koro Darmo yang berarti “Tiga Tujuan Suci” dan melambangkan kemerdekaan politik, ekonomi dan sosial. Tri Koro Darmo merupakan organisasi yang anggotanya merupakan pelajar. Selanjutnya Tri Koro Darmo berubah menjadi Jong Java dengan memiliki dasar yang lebih luas dan berlandaskan kebangsaan.

Karier politiknya semakin serius. Pada tahun 1927 Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang bertujuan untuk mendirikan negara Indonesia Merdeka. Aktivitas politiknya di PNI membuat Soekarno ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada 29 Desember 1929, Soekarno dijebloskan ke Penjara Sukamiskin, Bandung.

Bebas dari Sukamiskin pada tahun 1931, Soekarno kemudian bergabung dan memimpin Partai Indonesia (Partindo). Aktivitas politiknya di Partindo kembali membuat Soekarno ditangkap oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1933, Soekarno dibuang ke Ende, Flores. Dari Ende, Soekarno diasingkan ke Bengkulu selama empat tahun. Ia kembali bebas ketika Jepang mulai menjajah pada tahun 1942.

IPPHOS

Pada tanggal 19 Desember 1948 pagi pesawat terbang Belanda menyerang Yogyakarta dan Maguwo, pasukan Baret Merah dan Hijau Belanda terjun di atas Maguwo. Setelah Maguwo diduduki, mereka menuju Yogyakarta dan menduduki seluruhnya jam 17 sore. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta tertawan dan dibawa ke lapangan terbang Maguwo.

Masa Pendudukan Jepang (1942–1945)

Jepang membebaskan Soekarno dari tempat pengasingannya di Bengkulu, agar Soekarno dan rakyat Indonesia mau mendukung Jepang dalam perang pasifik. Soekarno memilih untuk bersikap baik dengan Jepang dan menggunakan cara-cara halus untuk menghindari bentrokan dengan Jepang.

Pada periode ini, Soekarno terlibat di sejumlah organisasi buatan Jepang, seperti menjadi penasehat utama di Jawa Hokokai yang berada langsung di bawah pengawasan Jepang, memimpin Pusat Tenaga Rakyat (Putera), anggota sekaligus perumus dasar negara dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), serta ketua dari Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Meskipun sempat dituduh bekerja sama dengan Jepang karena kedekatannya, Soekarno tetap berpendirian teguh untuk mewujudkan kemerdekaan bagi Indonesia.

Masa Kemerdekaan (1945)

Ketika Jepang kalah dalam perang pasifik, Soekarno bersama Hatta sempat berselisih dengan golongan muda terkait tanggal kemerdekaan. Golongan muda menginginkan agar kemerdekaan segera diproklamasikan, tetapi golongan tua termasuk Soekarno-Hatta ingin memastikan terlebih dahulu kekalahan Jepang, kemudian akan memproklamasikan kemerdekaan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Perselisihan ini berujung pada Peristiwa Rengasdengklok.

Peristiwa tersebut menciptakan sebuah kesepakatan bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh Soekarno di kediamannya di Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 1945, PPKI menggelar sidang yang menetapkan Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai wakil presiden.

Masa Revolusi Kemerdekaan (1945–1950)

Pada masa ini kedudukan Presiden adalah sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. Namun, dengan dikeluarkannya maklumat 10 November 1945, Soekarno menjabat sebagai kepala negara sedangkan kepala pemerintahan dijabat oleh Sutan Syahrir. Pada masa ini, Soekarno juga menghadapi berbagai peristiwa dan pemberontakan, seperti Peristiwa Lapangan Ikada Jakarta tahun 1945, peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, dan pemberontakan PKI Madiun tahun 1948.

Soekarno juga menghadapi sengketa dengan Belanda terkait wilayah Indonesia. Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) menghasilkan bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai kedaulatan Politik yang diakui Belanda dengan Soekarno sebagai Presiden. Jabatan presiden RI diserahkan kepada M. Asaat. Namun, tuntutan masyarakat Indonesia yang menginginkan kembalinya Indonesia ke bentuk negara kesatuan membuat jabatan presiden RI dikembalikan kepada Soekarno.

Masa Demokrasi Liberal (1950–1959)

Pada masa ini, Soekarno selaku presiden memberikan demokrasi seluas-luasnya bagi masyarakat untuk membentuk partai politik. Demokrasi kala ini ditandai dengan banyaknya partai politik, yakni mencapai 172 partai pada pemilu 1955. Presiden hanya bertugas untuk menunjuk seseorang, umumnya ketua partai, untuk membentuk kabinet.

Setelah kabinet terbentuk, maka kabinet dilantik oleh presiden. Jatuh bangun kabinet yang terbentuk tergantung dari parlemen. Akibatnya, kabinet sering berganti dan program tidak bisa berjalan optimal. Hal ini menyebabkan kondisi politik, ekonomi, sosial, dan keamanan tidak stabil. Demokrasi Liberal berakhir pada 1959 ketika Presiden Soekarno membubarkan Dewan Konstituante lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Sementara itu, dari sisi politik luar negeri Soekarno menekankan agar Indonesia bersikap bebas aktif. Pada masa ini, Presiden Soekarno banyak memberikan gagasan-gagasan kepada dunia internasional. Ia juga menggagas diadakannya konferensi Asia-Afrika atas keprihatinannya terhadap negara-negara Asia dan Afrika yang masih belum dapat menentukan nasibnya sendiri. Soekarno juga mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin dari berbagai negara.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959–1966)

Soekarno membentuk sistem politik baru untuk menyelesaikan berbagai krisis, yang disebut sebagai sistem demokrasi terpimpin. Sistem ini dicirikan oleh dominasi presiden yang menguat, pembatasan peran DPR dan partai politik, serta peningkatan peran ABRI sebagai kekuatan sosial politik. Ciri-ciri tersebut mengarah kepada bentuk pemerintahan diktator.

Puncaknya ketika Soekarno membubarkan DPR dan membentuk DPR-GR yang seluruh anggotanya ia tunjuk sendiri. Perwira militer diberi jabatan di DPR/MPR, sebagai kepala daerah, dan jabatan lainnya, Pelaksana Perang Tertinggi (Peperti) dipimpin oleh Soekarno sendiri. Dalam politik luar negeri, Soekarno juga mengobarkan permusuhan dengan Malaysia karena tak setuju Malaysia memerdekakan diri. Soekarno juga mengeluarkan Indonesia dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Sementara itu situasi politik dalam negeri juga menjadi kacau ketika enam Jenderal dibunuh dalam gerakan G30S pada 1965. Dugaan keterlibatan kuat PKI menyeret nama Soekarno karena Soekarno memiliki kedekatan dengan PKI. Ditambah lagi ideologi Nasakom (Nasionalis, Agamis, dan Komunis) yang dianut oleh Soekarno membuat Soekarno menolak PKI untuk dibubarkan.

Peristiwa ini membuat lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Setelah pidato Soekarno berjudul Nawaksara ditolak MPRS, Soekarno menyerahkan kekuasaannya kepada Soeharto. Karier politik Soekarno menurun seiring kondisi kesehatannya yang kian memburuk. Soekarno meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto di Jakarta.

IPPHOS

Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta di depan Gedung Merdeka tempat pelaksanaan Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung.

Pembangunan Indonesia Era Soekarno

Awal kemerdekaan, Soekarno sebagai Presiden Indonesia harus menghadapi berbagai macam kesulitan dan hambatan. Di bidang kesehatan, Indonesia harus mampu mengembangkan dan menerapkan kebijakan kesehatan di seluruh wilayahnya bahkan sampai ke pulau-pulau terpencil.

Pada tahun 1950, Indonesia baru mewarisi sistem kesehatan yang hancur setelah pendudukan Jepang. Hal ini berdampak pada ketidakmampuan memerangi wabah penyakit. Bukan hanya kekurangan dokter saja, akan tetapi Indonesia mengalami kelangkaan obat-obatan. Selain itu, Indonesia belum mampu mengatasi tantangan hidup sehari-hari, yaitu kebutuhan hidup penduduknya.

Soekarno menyatatakan bahwa dokter tidak hanya memiliki kewajiban untuk menyembuhkan pasien yang sakit, tetapi juga membentuk masyarakat yang kuat, sehat serta bebas dari penyakit. Slogan ini digunakan sebagai bentuk propaganda kesehatan masyarakat selama tahun 1950-an untuk mewujudkan hubungan antara kesehatan dan pembangunan bangsa. Kesehatan menjadi komponen penting untuk membangun Indonesia yang merdeka.

Era Soekarno dicirikan oleh idealisme tinggi dan rencana-rencana yang berani, tetapi banyak yang tidak terwujud, karena gejolak politik dan ekonomi pada akhir 1950-an dan paruh pertama era 1960-an. Bandung Plan yang berfungsi sebagai cetak biru kebijakan negara tidak dapat dijalankan untuk melaksanakan program kesehatan darurat atau pengembangan infrastruktur program kesehatan.

Soekarno berusaha untuk mempromosikan manfaat ilmu pengetahuan dan kedokteran Barat tanpa bantuan eksternal sebagai alternatif bagi Indonesia agar mencapai modernitas. Selama era 1950-an, para dokter Indonesia menggambarkan kampanye melawan penyakit sebagai pertempuran yang akan mengarah pada kemenangan bangsa dan selanjutnya akan melawan kemiskinan dan buta huruf. Penyakit malaria, tuberkulosis, lepra dan frambusia dikategorikan sebagai penyakit endemik “Empat Besar” yang memengaruhi vitalitas seluruh penduduk.

Selama perang digin, AS mendukung pemberantasan penyakit di negara-negara berkembang. Dari segi politik, hal ini menjadi langkah awal untuk membendung penyebaran paham komunis serta mengarahkan negara berkembang ke model pembangunan Barat. Namun, Indonesia tetap berpedoman pada Bandung Plan yang mengarahkan kebijakan luar negeri Non-Blok atau tidak memihak pada upaya intervensi dari negara-negara Adidaya.

Kebijakan luar negeri ini juga menekankan solidaritas antarnegara yang baru saja merdeka dalam posisi ekonomi yang setara. Rekomendasi dari WHO dikaji ulang agar sesuai dengan keragaman kondisi demografi dan epidemiologi di negara kepulauan ini.

Pemerintah Indonesia diharapkan dapat mengisi peluang dalam komunitas ilmiah internasional serta berkontribusi pada pertumbuhan ilmu terapan agar mandiri dalam urusan ekonomi. Para dokter mendominasi pembentukan lembaga ilmiah Indonesia, karena kemampuan mereka untuk mengaitkan kesehatan dan penyakit dengan ideologi pembangunan bangsa ala Soekarno.

Penelitian pediatri dan gizi yang secara simbolis terkait dengan pidato Soekarno tentang Revolusi Nasional Indonesia sebagai investasi dalam sumber daya manusia menerima dukungan cukup besar dari negara. Indonesia belum dapat melaksanakan pembangunan ekonomi secara utuh karena sedang mempertahankan kemerdekaan hingga tahun 1949.

Pada tahun berikutnya, Indonesia menitikberatkan pada pembangunan politik karena situasi politik di Indonesia belum stabil. Baru pada tahun 1950 Indonesia mulai bisa melaksanakan pembangunan ekonomi.

Produksi pangan mengalami kenaikan, namun belum mampu mengimbangi pertumbuhan penduduk. Produksi beras pada tahun 1956 adalah 26% lebih tinggi dari produksi pada tahun 1950, tetapi impor beras masih diperlukan. Perusahaan-perusahaan asing pada tahun 1950-an mulai masuk ke Indonesia seperti Shell, Stanvac, dan Caltec. Perusahaan-perusahaan itu mendapatkan posisi yang kuat di bidang industri minyak.

Sebagian besar pelayaran antarpulau dipegang oleh pelayaran Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM Belanda). Perbankan didominasi oleh perusahaan-perusahaan Belanda, Inggris, dan Cina.

Pada tahun 1949 menteri Keuangan Sjafrudin Prawiranegara melakukan “Gunting Sjafrudin” atau shanerring yang bertujuan menghapus inflasi. Rakyat diwajibkan menggunakan uang pecahan lima rupiah ke atas dan dipotong menjadi dua potong, dengan ketentuan sebelah kanan masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah tetapi nilainya tinggal setengah, sedangkan sebelah kiri harus diserahkan kepada pemerintah untuk diganti oleh obligasi negara, yaitu tanda hutang negara.

Dalam rangka mengendalikan inflasi, pada tanggal 25 Agustus 1959 mata uang Rupiah didevaluasikan sebesar 75%. Dari sisi moneter, semua nilai uang kertas Rp500,00 dan Rp1.000,00 diturunkan menjadi sepersepuluh dari nilai nominalnya dan deposito-deposito bank dalam jumlah besar juga dibekukan.

Tindakan ini untuk mengurangi jumlah uang beredar dari Rp34 miliar menjadi Rp21 miliar. Krisis likuiditas menjadikan pemerintah terpaksa memperbolehkan utang dan dalam waktu enam bulan persediaan uang telah kembali ke tingkat sebelumnya dan inflasi kembali stabil.

IPPHOS

Presiden Sukarno mengunjungi Bung Hatta yang sedang sakit dan dirawat di RSPAD Jakarta pada 12 Juli 1963.

Kharisma Soekarno

Selain dikenal sebagai pejuang kemerdekaan, sosoknya yang kharismatik membuat Soekarno menarik perhatian banyak pihak, khususnya kaum perempuan. Soekarno diketahui menikah dengan 9 perempuan di antaranya Siti Oetari, Inggit Garnasih, Fatmawati, Hartini, Ratna Sari Dewi, Haryati, Yurike Sanger, Kartini Manoppo dan Heldy Djafar.

• Siti Oetari
Istri pertama Soekarno. Merupakan anak dari H.O.S. Tjokroaminoto, sosok pemimpin sarekat Islam yang membantu dan menyediakan tempat tinggal untuk Soekarno saat ia bersekolah di HBS, Surabaya. Pernikahannya dengan Oetari merupakan perjodohan yang dilakukan oleh adik Tjokro untuk mengurangi kesedihan Tjokro setelah istrinya meninggal. Soekarno menyetujui menikahi Oetari sebagai balas budi dan rasa kasihan kepada Tjokro. Pada tahun 1923, Oetari dikembalikan oleh Soekarno ke rumah Tjokro.

• Inggit Garnasih
Istri kedua Soekarno. Merupakan istri pemilik kos-kosan di Bandung yang ditempati Soekarno. Usia Soekarno dan Inggit terpaut 12–13 tahun, namun Inggit tetap setia kepada Soekarno dengan menemani masa-masa sulit Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan. Inggit rela berjalan kaki dan berjualan kecil-kecilan untuk mendukung Soekarno serta mendampingi ke manapun Soekarno pergi termasuk saat Soekarno diasingkan ke Ende dan Bengkulu. Soekarno menceraikan Inggit karena Inggit tidak mau dimadu. Pernikahan mereka tidak dikaruniai anak.

• Fatmawati
Istri ketiga Soekarno. Mereka bertemu saat Soekarno diasingkan ke Bengkulu. Fatmawati merupakan anak dari Hassan Din, seorang tokoh Muhammadiyah Bengkulu. Berawal dari pertemuan Hassan Din dengan Soekarno untuk mengajaknya bergabung dengan Muhammadiyah, Fatmawati menjadi dekat dengan keluarga Soekarno dan timbul ketertarikan satu sama lain. Setelah menceraikan Inggit, Soekarno menikahi Fatmawati dan dikaruniai lima orang anak, yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra. Fatmawati menjadi Ibu Negara yang menjahit bendera merah putih pertama. Sampai akhir hayat, Soekarno-Fatmawati tidak pernah bercerai.

• Hartini
Istri keempat Soekarno. Mereka bertemu pada tahun 1952 saat meresmikan Teater Ramayanan di Candi Prambanan. Soekarno dan Hartini menikah secara sederhana dan tertutup di Cipanas tahun 1953. Dari pernikahan ini, Soekarno dan Hartini dikaruniai dua anak, yaitu Taufan Soekarnoputra dan Bayu Soekarnoputra.

• Ratna Sari Dewi
Istri kelima Soekarno. Pertemuan keduanya terjadi saat kunjungan Soekarno ke Jepang tahun 1959. Saat itu Ratna Sari Dewi (Naoko Nemoto) menjadi pengisi acara penyambutan tamu negara. Hubungan yang terjalin antara Soekarno dan Naoko Nemoto disebut sarat akan kepentingan politik. Namun, akhirnya Soekarno menikahi Naoko Nemoto pada tahun 1962. Naoko Nemoto mengubah namanya menjadi Ratna Sari Dewi. Pernikahannya menghasilkan seorang anak bernama Karina Kartika.

• Haryati
Istri keenam Soekarno. Hartini bertemu dengan Soekarno karena pekerjaannya sebagai penari dan Staf Sekretaris Negara Bidang Kesenian. Pernikahan mereka diselenggarakan tahun 1963 secara sederhana dan tertutup. Soekarno dan Haryati bercerai pada tahun 1966. Pernikahannya dikaruniai seorang anak bernama Ayu Gembirowati.

• Yurike Sanger
Istri ketujuh Soekarno. Mereka bertemu saat menghadiri upacara bendera tahun 1963. Saat itu Yurike Sanger merupakan pelajar yang menjadi anggota Bhinneka Tunggal Ika. Walaupun perbedaan usia terpaut jauh, Soekarno-Yurike tetap melangsungkan pernikahan pada 1964. Setelah tiga tahun menikah, Soekarno-Yurike memilih bercerai.

• Kartini Manopo
Istri kedelapan Soekarno yang berprofesi sebagai pramugari dan model. Soekarno bertemu dengan Kartini saat menghadiri pameran lukisan Basuki Abdullah, di mana Kartini menjadi model dalam lukisan tersebut. Pernikahan Soekarno dan Kartini dikaruniai seorang anak bernama Totok Suryawan Soekarnoputra.

• Heldy Djafar
Istri kesembilan Soekarno yang dinikahi tahun 1966 saat situasi politik makin genting. Pernikahan hanya berlangsung dua tahun karena komunikasi antara mereka berdua tidak berjalan lancar akibat Soekarno diasingkan dan ditetapkan menjadi tahanan politik.

IPPHOS

Presiden Soekarno ketika menyampaikan pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika pada 18 April 1955 di Bandung. Di latar belakang antara lain tampak PM India Nehru, PM Birma U Nu, PM Ali Sastroamidjojo serta para pemimpin negara KAA lainnya.

Penghargaan

Soekarno selama menjabat sebagai Presiden Indonesia menerima berbagai macam penghargaan baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Bung Karno pernah menerima piagam penghargaan Lenin Star atau Bintang Lenin dari Pemerintah Russia.

Pemerintah Yogoslavia juga ikut memberikan piagam penghargaan Grand Yugoslav Star untuk Presiden Soekarno. Pemerintah Brazil pernah memberikan Grand of the Order of the Southern Cross sebagai penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga negara asing untuk menjalin hubungan eksternal. Tahta Suci Vatikan juga pernah memberikan penghargaan Grand Knight of the Order of Pays IX kepada Soekarno.

Pemerintah RI sendiri memberikan Penghargaan Satya Lencana Perintis Kemerdekaan berdasarkan Surat No. Pol.3/IX/77/PK. Penghargaan ini diberikan kepada pendiri atau pemimpin pergerakan kebangsaan yang secara aktif telah membangkitkan kesadaran dan kemerdekaan dan menentang penjajahan.

Penghargaan White Lion Medal dari Pemerintah Chekoslovakia diberikan sebagai penghargaan prestasi militer atas tindakan keberanian atau kepemimpinan. Tahta Suci Vatikan untuk kedua kalinya memberikan The Gold Medal of the Consecration untuk Soekarno.

Pemerintah Argentina turut menambah daftar panjang pemberian penghargaan untuk Soekarno melalui Collar of the Order of San Martin. Penghargaan ini diberikan secara eksklusif kepada pejabat pemerintah asing dan personel militer yang dianggap layak mendapatkan pengakuan tertinggi dari Argentina.

Tahta Suci Vatikan untuk ketiga kalinya kembali memberikan penghargaan berupa Medal of the Order of the Golden Spur. Penghargaan ini merupakan gelar kesatriaan kepausan yang dianugerahkan kepada mereka yang telah memberikan pelayanan terhormat dalam menyebarkan iman Katolik atau yang telah berkontribusi pada kemuliaan Gereja, baik dengan prestasi senjata, dengan tulisan, atau dengan tindakan termasyhur lainnya.

Soekarno menerima penghargaan The Medal of the Highest Order dari Pemerintah Australia. Penghargaan ini merupakan pengakuan tertinggi atas pencapaian dan pelayanan yang luar biasa.

Pemerintah Filipina juga memberikan penghargaan Philippine Legion of Honor. Pemerintah Vietnam Utara turut memberikan penghargaan Medal of Resistance, First Class untuk Soekarno.

Selain itu, Pemerintah Bolivia juga memberikan penghargaan Order of the Condor of the Andes. Penghargaan dari Bolivia merupakan prestasi luar biasa oleh orang Bolivia atau warga negara asing, dan dapat diberikan kepada masyarakat sipil atau militer.

Pemerintah Indonesia banyak memberikan penghargaan kepada Soekarno pada 1959, yakni:
Pertama, Bintang Sewindu APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) berdasarkan pasal 3 UU No. 4 Drt. Th. 1959.
Kedua, Bintang Republik Indonesia Adipurna berdasarkan pasal 3 UU N0 5 Drt. Tahun 1959. Bintang Republik Indonesia Adipurna adalah Bintang Republik Indonesia kelas I. Bintang ini adalah tanda kehormatan yang tertinggi dan dikeluarkan untuk menghargai mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketiga, Bintang Gerilya berdasarkan pasal 3 UU No. 4 Drt. Tahun 1959.
Keempat, Bintang Mahaputera Adipurna berdasarkan pasal 3 UU No.6 Drt. Tahun 1959. Tanda kehormatan ini merupakan Bintang Sipil tertinggi sesudah BRI. Pemberian penghargaan ini sebagai bentuk kehormatan tinggi kepada mereka yang berjasa luar biasa terhadap nusa dan bangsa di suatu bidang tertentu di luar bidang militer.
Kelima, Bintang Bhayangkara Utama berdasarkan pasal 3 UU No. 4 Drt. Th. 1959.
Keenam, Bintang Sakti Berdasarkan pasal 3 UU No. 4 Drt. Tahun 1959.
Ketujuh, Bintang Garuda berdasarkan pasal 3 UU No. 4 Drt. Tahun 1959.
Kedelapan, Bintang Dharma berdasarkan pasal 3 UU No. 4 Drt. Tahun 1959.

Pemerintah Jepang memberikan penghargaan Grand Cordon of the Supreme Order of The Chrysanthemum untuk Presiden Soekarno pada tanggal 6 Juni 1961.

Dua tahun kemudian, Pemerintah Indonesia kembali memberikan penghargaan Bintang Jasa Utama berdasarkan pasal 3 UU No. 4 Drt. Th. 1959 dan pasal 3 (1) UU No. 5 Th. 1963. Pemerintah Indonesia memberikan penghargaan kepada Soekarno sebagai Pahlawan Proklamator pada 23 Oktober 1986. Hal ini diberikan atas tindak kepahlawanan dan jasa sangat luar biasa bagi kepentingan bangsa dan negara.

Pemerintah Afrika Selatan menganugerahkan gelar kehormatan emas The Order of the Supreme Companions of OR Tambo kepada mantan Presiden RI Soekarno pada 26 April 2005. Gelar kehormatan nasional dari Pemerintah Afrika Selatan diberikan atas jasa besar dalam kehidupan kemanusiaan, demokrasi, dan perjuangan. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku

Adams, Cindy. 2018. Penyambung Lidah Rakyat. Yayasan Bung Karno: Yogyakarta.

Mas’oed, Mochtar. 1989. Stabilisasi dan pembangunan ekonomi yang berorientasi ke luar, dalam ekonomi dan struktur politik Orde Baru 1966-1971. Jakarta: LP3ES.

Neelakantan, V. 2019. Memelihara Jiwa-Raga Bangsa: Ilmu Pengetahuan, Kesehatan Masyarakat dan Pembangunan di Era Soekarno. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Oltmans, Willem. (2001). Bung Karno Sahabatku. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho. 1984. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik. Jakarta: Balai Pustaka.

Arsip Kompas

“Tiga Satya Lentjana Parintis Kemerdekaan”, KOMPAS, 29 November 1965, hal. 2.

“Soekarno Terima Gelar Kehormatan dari Afrika Selatan”, KOMPAS, 27 April 2005, hal. 11.

“Biografi Singkat Soekarno, Masa Kecil hingga Perjuangan Kemerdekaan”, KOMPAS, 6 Juni 2011

“Mengenang Sosok Bung Karno dan Bung Hatta” KOMPAS, 7 November 2012.

“Tentang Soekarno Tak Pernah Usai” KOMPAS TV, 21 Oktober 2019

“Demokrasi Terpimpin (1957-1965): Pengertian dan Karakteristik” KOMPAS, 14 Februari 2020

“Demokrasi Liberal (1949-1959): Pengertian, Ciri-Ciri, dan Kegagalannya” KOMPAS, 9 Maret   2020

“Sosok Inggit Garnasih, Sumber Inspirasi Bung Karno” KOMPAS, 6 Juni 2020

“Perjalanan Cinta Siti Oetari dan Bung Karno yang Bersemi di Surabaya” KOMPAS, 21 Februari 2021

“Mengenang Presiden Soekarno dan Warisan Pemikirannya” KOMPAS, 6 Juni 2021

“Fatmawati Soekarno: Kiprah dan Pernikahan dengan Soekarno” KOMPAS, 24 Juni 2021

Biodata

Nama

Ir. Soekarno

Lahir

Surabaya, 6 Juni 1901

Jabatan

Presiden Pertama Republik Indonesia (18 Agustus 1945 – 12 Maret 1967)

Pendidikan

  • Eerste Inlandse School (sampai 1911)
  • Europeesche Lagere School (ELS) (1911-1915)
  • Hogere Burger School (HBS) Surabaya (1915-1921)
  • Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang Institut Teknologi Bandung) (1921-1926)

Karir

Pemerintahan

Arsitek

  • Presiden pertama RI (1945-1967)
  • Mendirikan biro arsitek dengan Irwani
  • Mendirikan biro arsitek dengan Ir. Rooseno (1933)

Kiprah Organisasi

  • Pendiri Tri Koro Darmo (Jong Java) (1915)
  • Pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI) (1927)
  • Pemimpin Pusat Tenaga Rakyat (1943)
  • Penasehat Utama Jawa Hokokai (1944)
  • Anggota BPUPKI (1945)
  • Ketua PPKI (1945)

Penghargaan

  • Lenin Star
  • Grand Yugoslav Star
  • Grand of the Order of the Southern Cross
  • Grand Knight of the Order if Pays IX
  • Satyalancana Perintis Kemerdekaan
  • White Lion Medal
  • The Gold Medal od the Concecration
  • Collar of the Order of San Martin
  • Medal of the Order of the Golden Spur
  • The Medal of the Highest Order
  • Philippine Legion of Honor
  • Medal of Resistence, First Class
  • Order of the Condor of the Andes
  • Bintang Sewindu APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia)
  • Bintang Republik Indonesia Adipurna
  • Bintang Gerilya
  • Bintang Mahaputera Adipurna
  • Bintang Bhayangkara Utama
  • Bintang Sakti
  • Bintang Garuda
  • Bintang Dharma
  • Bintang Jasa Utama
  • Pahlawan Proklamator
  • Grand Cordon of the Supreme Order of the Chrysanthemu
  • The Order of the Supreme Companions of OR Tambo

Keluarga

Istri

  1. Oetari (istri)
  2. Inggit Garnasih (istri)
  3. Fatmawati (istri)
  4. Hartini (istri)
  5. Kartini Manoppo (istri)
  6. Ratna Sari Dewi (istri)
  7. Haryati (istri)
  8. Yurike Sanger (istri)
  9. Heldy Djafar (istri)

Anak

  • Guntur Soekarnoputra (anak)
  • Megawati Soekarnoputri (anak)
  • Rachmawati Soekarnoputri (anak)
  • Sukmawati Soekarnoputri (anak)
  • Guruh Soekarnoputra (anak)
  • Taufan Soekarnoputra (anak)
  • Bayu Soekarnoputra (anak)
  • Karina Kartika Sari Dewi Soekarno (anak)
  • Ayu Gembirowati (anak)
  • Totok Suryawan Soekarnoputra (anak)

Sumber
Litbang Kompas