Kronologi | Koperasi

Pasang Surut Koperasi Indonesia

Satu-satunya jalan bagi rakyat untuk melepaskan diri dari kemiskinan ialah dengan memajukan koperasi di segala bidang. Pernyataan ini ditegaskan pada peringatan Hari Koperasi tahun 1966 oleh Mohammad Hatta yang dijuluki sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

KOMPAS/ZAENAL EFFENDY

Nampak pemandangan di ruang kas Koperasi BPS. Antara tanggal 5 hingga 10 setiap bulan, ruangan kecil itu dipadati anggota koperasi yang berniat menabung, membayar cicilan hutang atau mau pinjam (27/01/1983).

.

Koperasi telah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia sejak masa kolonial Hindia Belanda. Dari awal perkembangannya tujuan koperasi tidak berubah, yakni memberikan kesejahteraan terutama rakyat dari golongan ekonomi kecil.

Koperasi di Indonesia sudah dikenal sejak akhir abad XIX dan berkembang di awal abad XX. Pemerintah Hindia Belanda menaruh perhatian cukup besar pada perkoperasian, mengingat usaha tersebut diminati oleh kalangan penduduk bumiputra. Pada masa kolonial Hindia Belanda usaha merintis koperasi dilakukan oleh berbagai pihak mulai dari swadaya masyarakat, organisasi politik, partai politik, hingga pemerintah.

Dalam perkembangannya koperasi Indonesia mengalami pasang surut. Pemerintah telah berulang kali merevisi undang-undang (UU) koperasi untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakat dalam memajukan perekonomiannya.

Pada era Orde Baru koperasi mengalami puncak kejayaannya. Melalui kehadiran Badan Usaha Unit Desa/Koperasi Unit Desa yang berkembang sejak 1970-an, koperasi menjelma menjadi unit penggerak perekonomian bagi desa-desa di Indonesia. Sejak saat itu jumlah koperasi secara nasional mencapai ribuan.

Hingga kini koperasi masih diperhitungkan sebagai unit usaha kecil dan menengah. Pemerintah menyadari pentingnya kehadiran koperasi sebagai salah satu penggerak perekonomian Indonesia di tengah krisis yang melanda.

1896


Patih Aria Wiriaatmadja di Purwokerto memulai suatu usaha yang disebut Hulp en Spaarbank (Bank Pertolongan dan Simpan) yang cara kerjanya mirip dengan koperasi dan mulai memberikan pinjaman kepada pegawai negeri. Ide Patih Aria Wiriaatmadja kemudian dikembangkan oleh De Wolf van Westerrode, Asisten Residen Purwokerto, Keresidenan Banyumas yang pernah belajar tentang volksbank (Bank Rakyat) di Jerman.

1898


Hulp en Spaarbank diperluas dengan memberikan pinjaman kepada para petani. Namun, pemerintah kolonial tidak banyak mendukung cita-cita perkembangan koperasi saat itu. Pemerintah hanya mendirikan Bank Desa, Lumbung Desa, Rumah Gadai, dan lain-lain yang tujuan pendiriannya berbeda-beda.

1908


Tahun ini merupakan periode lahirnya koperasi-koperasi pertama di Hindia Belanda yang dipelopori oleh Boedi Oetomo. Organisasi tersebut membentuk koperasi-koperasi usaha dan koperasi-koperasi rumah tangga. Pembentukan koperasi ini bertujuan untuk membantu kesejahteraan ekonomi masyarakat saat itu.

1913


Sarekat Dagang Islam membentuk koperasi-koperasi toko dan koperasi-koperasi batik. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari tujuan awal pendirian Sarekat Dagang Islam untuk melindungi para pedagang-pedagang batik di Surakarta.

1915


Koninklijk Besluit 7 April No. 431 dikeluarkan oleh pemerintah kolonial yang mengatur cara kerja koperasi. Mereka yang berkeinginan untuk mendirikan koperasi harus membuat anggaran dasar dalam bahasa Belanda, meminta izin kepada Gubernur Jenderal dengan biaya meterai 50 gulden, serta harus membuat akta pendirian dengan perantara notaris. Persyaratan ini dianggap terlalu berat bagi masyarakat sehingga minat pendirian koperasi menjadi turun.

1920


Pemerintah mendirikan Cooperatie Commisie (Panitia Koperasi) yang terdiri dari 7 orang Eropa dan 3 orang bumiputra. Panitia Koperasi bertugas untuk mempelajari pertumbuhan koperasi di Hindia Belanda dan luar negeri terutama di negara-negara Asia. Nantinya, Panitia Koperasi akan menyusun rekomendasi kepada pemerintah kolonial untuk memperbaiki peraturan koperasi.

1927


Pemerintah kolonial mengeluarkan Regeling Inlandsche Cooperative Vereeniging (Peraturan Perkumpulan Koperasi Bumiputra) yang diumumkan melalui Staatsblad No. 91. Peraturan ini mengatur tata cara mendirikan koperasi bagi bumiputra.

1929


Partai Nasional Indonesia mengadakan Kongres Koperasi. Para anggota partai yang terdiri dari pemuda nasionalis dan pernah bersekolah di Belanda telah belajar tentang pergerakan koperasi di Eropa. Mereka berkeinginan untuk membagi ilmu koperasi yang telah dipelajarinya kepada masyarakat bumiputera.

1930


Dibentuk Jawatan Koperasi yang dipimpin oleh Dr. JH Boeke yang sebelumnya pernah memimpin Komisi Koperasi tahun 1920. Jawatan Koperasi ini berada di dalam Departemen Binnenlands Bestuur (Departemen Dalam Negeri).

1935


Jawatan Koperasi dipindahkan ke dalam Departemen Economische Zaken (Departemen Perekonomian), karena begitu banyaknya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh koperasi-koperasi saat itu.

1942


Pendudukan Jepang di Hindia Belanda berpengaruh terhadap keberadaan Jawatan Koperasi. Nama Jawatan Koperasi diubah menjadi Syomin Kumiai Tyuo Djimusyo. Langkah yang dilakukan Jepang juga membuat tujuan dari koperasi berbeda sebelumnya. Hal ini mengguncang perkoperasian saat itu.

1944


Jepang mengganti nama koperasi menjadi Kumiai. Jepang memanfaatkan koperasi sebagai alat perang untuk mendukung Perang Asia Raya. Koperasi digunakan untuk mengumpulkan bahan makanan (padi, jagung, ternak, dan lain sebagainya) untuk keperluan tentara Jepang.

1947


12 Juli 1947
Kongres Koperasi Indonesia pertama diselenggarakan di Tasikmalaya. Kongres tersebut menghasilkan beberapa keputusan, antara lain: mendirikan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI); ditetapkannya asas koperasi Indonesia yakni asas kekeluargaan dan gotong royong; mengadakan pendidikan koperasi bagi para anggotanya; dan ditetapkannya tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi Indonesia.

1953


17 Juli 1953
Dalam Kongres Koperasi Indonesia di Bandung, Mohammad Hatta diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Hatta tidak dapat dilepaskan dari pemikirannya tentang koperasi. Tulisan dan ceramahnya mengenai koperasi berperan besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

1958


19 Oktober 1958
Pemerintah Indonesia mengesahkan UU Nomor 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Perkoperasian. Undang-undang ini menjadi landasan baru tentang perkoperasian yang berkembang di Indonesia, menggantikan peraturan koperasi yang dibuat pada masa kolonial.

1965


3 Juli 1965
Muncul rencana DPR Gotong Royong (GR) untuk menyempurnakan peraturan perkoperasian yang telah dibuat sebelumnya agar dapat menciptakan strategi ekonomi nasional yang sedang dirancang saat itu.

2 Agustus 1965
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perkoperasian telah disetujui oleh DPR-GR untuk dijadikan UU. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian resmi diundangkan setelah ditandatangani oleh Presiden Soekarno.

10 Agustus 1965
Sebuah ketetapan ditandatangani oleh pimpinan musyawarah yang terdiri dari Menteri Transmigrasi dan Koperasi, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Sekjen Front Nasional beserta anggota presidium. Mereka menetapkan Soekarno sebagai Bapak Koperasi dan Pemimpin Tertinggi Gerakan Koperasi Indonesia (Gerkopin).

Ajakan Mohammad Hatta yang dijuluki Bapak Koperasi Indonesia kepada masyarakat untuk ikut bergabung sebagai anggota koperasi (16/07/1966)

 

1966


12–16 Juli 1966
Mohammad Hatta memberikan ceramah dalam Dies Natalis Akademi Koperasi “12 Juli” di Bandung sebelum menghadiri Hari Koperasi yang dipusatkan di Tasikmalaya. Hatta menegaskan bahwa 90% dari seluruh rakyat Indonesia belum mencapai taraf kehidupan yang layak. Untuk itu, Hatta mengajak semua masyarakat Indonesia untuk ikut terlibat dalam koperasi agar lepas dari kemiskinan.

1967


19 September 1967
Sidang paripurna terbuka DPR-GR membahas tentang RUU Perkoperasian yang baru. Menteri Dalam Negeri Letjen Basuki Rachmat yang menghadiri sidang paripurna menegaskan bahwa koperasi di Indonesia harus berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.

7 November 1967
RUU Koperasi disahkan menjadi UU oleh DPR-GR. Peraturan tersebut terdiri dari 58 pasal yang sifatnya fleksibel serta membatasi kemungkinan campur tangan pemerintah yang tidak perlu di bidang koperasi.

18 Desember 1967
UU Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian disahkan serta ditandatangani oleh Presiden Soeharto. Humas Sekretariat Kabinet menyatakan bahwa UU Nomor 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian dicabut karena dianggap telah mencampuradukkan fungsi dan peranan koperasi ke dalam politik.

1969


14 Juli 1969
Mohammad Hatta tidak menyetujui adanya sindikat di dalam koperasi Indonesia karena dianggap tidak cocok dan tidak menguntungkan Gerkopin. Hatta mengharapkan koperasi dapat berjalan sesuai dengan landasan yang murni yakni UUD 1945 pasal 33 ayat 1.

Wakil Presiden Adam Malik (3/4/1979) di Hotel Kartika Plaza membuka Seminar Kerjasama Koperasi, Perusahaan Negara dan Swasta. Wapres Adam Malik selesai membuka seminar tersebut berjabat tangan dengan Menteri Perindustrian Ir. Soehoed, Bapak Koperasi Dr. Moh. Hatta (kiri). KOMPAS/JB SURATNO

 

1970


9 Februari 1970
Kementerian Transmigrasi dan Koperasi melantik Dewan Koperasi Indonesia sebagai pengganti Gerkopin yang dibubarkan. Sebelumnya, pada tanggal 23 Januari 1970 telah disahkan Anggaran Dasar bagi Dewan Koperasi Indonesia oleh 9 induk koperasi yakni Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN), Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI), Induk Koperasi Textil (INKOPTEXI), Induk Koperasi Karet (IKKA), Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI, INKOPAD, INKOPAL, INKOPAU, dan INKOPAK).

1971


6 Maret 1971
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluarkan surat keputusan tentang Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Badan ini merupakan bentuk kerja sama antara koperasi-koperasi yang ada di dalam unit desa. Mereka bertugas untuk menyelenggarakan perlumbungan desa, pengolahan padi/gabah, dan pemberantasan hama.

26 Maret 1971
Ide mengenai BUUD yang berkembang di Yogyakarta dapat diterima baik oleh pemerintah pusat. Hal ini berdampak pada penggabungan koperasi-koperasi kecil menjadi koperasi-koperasi besar. Pada perkembangannya, tercatat 1.905 koperasi pertanian di daerah-daerah bergabung dalam BUUD.

1972


16 Februari 1972

Kegiatan yang diselenggarakan BUUD menjelma menjadi Koperasi Unit Desa (KUD) yang dipercaya untuk meminjam uang dari bank dan membeli barang-barang produksi sesuai tuntutan pada masa itu.

1974


8 Februari 1974
Pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Koperasi Ir. Ibnu Sudjono menyatakan bahwa 2.044 BUUD/KUD akan dilibatkan dalam program pembelian beras dalam negeri. Pemerintah ingin mengikutsertakan BUUD/KUD dalam program pengadaan pangan yang diselenggarakan secara nasional.

1977


29 Desember 1977
Sidang Kabinet Paripurna membuka lebar kesempatan bagi golongan ekonomi lemah dan koperasi untuk memberikan kontribusi dalam rencana ekonomi pembangunan. BUUD/KUD akan menjadi unit ekonomi terkecil di perdesaan dan sebagai pusat pelayanan ekonomi masyarakat.

Semua petani di Indonesia dianjurkan menjadi anggota Koperasi Unit Desa (KUD) yang menjamin petani dalam meningkatkan produksi di segala bidang. Demikian kata Presiden pada panen raya di Baturaja, Ogan Komering Ulu, bersama Ny. Tien Soeharto (21/03/1982). KOMPAS/JB SURATNO

 

1983


23 April 1983
Pemerintah Indonesia memperkuat usaha perkoperasian Indonesia dengan menetapkan Direktorat Jenderal Koperasi menjadi Departemen Koperasi memalui Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1983.

1992


7 Maret 1992
Pemerintah mengajukan RUU Perkoperasian yang akan dibahas dalam Sidang Paripurna DPR. Menteri Koperasi Bustanil Arifin menegaskan bahwa UU yang baru lebih mengedepankan peranan koperasi dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Pemerintah juga akan menetapkan bidang-bidang kegiatan yang berhasil diusahakan koperasi agar tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya. Bustanil juga membuka peluang untuk memasukkan aturan tentang WNA yang tinggal di Indonesia dapat mengajukan diri sebagai anggota koperasi.

19 September 1992
DPR menyetujui RUU tentang Perkoperasian menggantikan UU Nomor 12 Tahun 1967 tentang Koperasi. Undang-undang ini membatasi peranan pemerintah dengan memperhatikan prinsip kemandirian koperasi. Pemerintah hanya diberikan tanggung jawab sebagai pemberi status badan hukum koperasi. Hal yang baru dalam UU ini terkait dengan modal usaha koperasi yang tidak hanya bergantung pada anggotanya melainkan dibuka peluang modal dari badan usaha swasta.

21 Oktober 1992
Presiden Soeharto mengesahkan UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan mencabut UU Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian.

1993


1 Juli 1993
Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1993 untuk mengubah nama Departemen Koperasi menjadi Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil. Hal ini berhubungan dengan tugas Departemen Koperasi yang baru yakni membina pengusaha-pengusaha kecil atau golongan ekonomi kecil. Pemerintah ingin mengembangkan perekonomian tidak hanya sebatas pada pembinaan perkoperasian saja.

1998


14 Maret 1998
Penyempurnaan nama Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil menjadi Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah melalui Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 1998. Selain itu Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah merupakan salah satu bentuk persiapan dalam melaksanakan reformasi ekonomi dan keuangan untuk mengatasi krisis yang sedang melanda saat itu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Ibu Ani Yudhoyono dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo (kanan) meninjau Pameran Pembiayaan, UKM, dan Koperasi dalam rangkaian Peringatan Hari Koperasi ke-63 di Surabaya, Jawa Timur (15/07/2010). Pada kesempatan tersebut, Presiden menegaskan bahwa koperasi masih relevan dan dibutuhkan. Koperasi bersama UKM telah terbukti mampu bertahan di saat krisis melanda Indonesia. KOMPAS/HERU SRI KUMORO

 

2012


18 Oktober 2012
Rapat Paripurna DPR menyetujui RUU tentang Perkoperasian disahkan menjadi UU. RUU tersebut merupakan revisi UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Revisi UU Perkoperasian ini dapat merevitalisasi peran koperasi dalam perekonomian menjadi lebih relevan kondisi zaman.

29 Oktober 2012
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dan mencabut UU sebelumnya.

2015


18 Mei 2015
Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah berubah menjadi Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah melalui Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2015. Usaha ini dilakukan sebagai bentuk perhatian pemerintah untuk mengembangkan koperasi dan unit usaha kecil-menengah demi kemajuan perekonomian Indonesia.

2020


24 Juli 2020
Presiden Joko Widodo memberikan bantuan likuiditas kepada koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah dengan total Rp 123,46 triliun. Dana itu diambil dari anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional. Bantuan ini diharapkan dapat membantu roda perekonomian yang lesu akibat wabah Covid-19.

Referensi

Arsip Kompas
  • “Undang-Undang Pokok Perkoperasian Disetudjui”, dalam Kompas 7 Juli 1965 hal. 2.“Bapak Koperasi Indonesia”, dalam Kompas 12 Agustus 1965 hal. 1.
  • “Bapak Koperasi Dr. Moh Hatta: Koperasi Satu-satunja Djalan Utk Lepaskan Diri Dari Kemiskinan”, dalam Kompas 16 Juli 1966 hal. 1.
  • “RUU Perkoperasian di DPRGR”, dalam Kompas 20 September 1967 hal. 1.
  • “Koperasi Tidak Boleh Djadi Alat Partai Politik”, dalam Kompas 22 September 1967 hal. 2.
  • “RUU Koperasi terdiri dari 56 pasal disahkan : Membatasi sedapat mungkin tjampur tangan pemerintah”, dalam Kompas 7 November 1967 hal. 2.
  • “UU Pokok perkoperasian diundangkan”, dalam Kompas 29 Desember 1967 hal. 2.
  • “Bung Hatta Kurang Setudju Adanja Sindikat2”, dalam Kompas 16 Juli 1969 hal. 1.
  • “Dewan Koperasi Indonesia Dilantik”, dalam Kompas 10 Februari 1970 hal. 2.
  • “Tadjuk Rentjana: Badan Usaha Unit Desa”, dalam Kompas 6 Maret 1971 hal. 2.
  • “1.905 koperasi pertanian siap menggantikan unit2 desa”, dalam Kompas 27 Maret 1971 hal. 2.
  • “Kegiatan utama unit desa dalam rangka bimas dapat diselenggarakan koperasi”, dalam Kompas 17 Februari 1972 hal. 12.
  • “BUUD/KUD dalam jangka panjang merupakan wadah organisasi koperasi”, dalam Kompas 19 Desember 1973 hal. 2.
  • “2044 BUUD/KUD Diikutsertakan dalam Program Pembelian Beras Dalam Negeri”, dalam Kompas 9 Februari 1974 hal. 2.
  • “Menteri Subroto: Koperasi BUUD/KUD bukan alat pemerintah”, dalam Kompas 5 Januari 1978 hal. 2.
  • ” Bustanil Arifin: Warga Negara Asing Dapat Menjadi Anggota Koperasi”, dalam Kompas 19 Maret 1992 hal. 2.
  • “RUU Perkoperasian Jangan Tanggalkan Watak Sosial”, dalam Kompas 2 Mei 1992 hal. 2.
  • “RUU Perkoperasian Kurang Berpijak pada Masalah Saat Ini”, dalam Kompas 27 Juli 1992 hal. 2.
  • “RUU Perkoperasian Disetujui * Koperasi Bisa Pupuk Modal dari Swasta”, dalam Kompas 18 September 1992 hal. 2.
  • “Koperasi dan Kekuasaan dalam Era Orde Baru”, dalam Kompas 1 Januari 2000 hal. 19.
  • “Kilas Ekonomi: RUU Koperasi Mulai Dibahas”, dalam Kompas 21 Februari 2012 hal. 18.
  • “DPR Setujui RUU Perkoperasian”, dalam Kompas 19 Oktober 2012 hal. 12.
  • “Suntikan Dana Saja Belum Cukup”, dalam Kompas 25 Juli 2020 hal. 1.
Buku

Penulis
Martinus Danang
Editor
Inggra Parandaru