Paparan Topik | Koperasi

Koperasi Indonesia Dalam Pemikiran Bung Hatta

Pemikiran Bung Hatta mengenai ekonomi kerakyatan menjadi dasar Koperasi Indonesia. Idealisme tentang perekonomian yang berasas kekeluargaan melatarinya. Meskipun penuh tantangan untuk mencapainya, Bung Hatta tak henti menggelorakan semangat dasar koperasi dalam pemikiran-pemikiran yang ia lontarkan pada peringatan-peringatan Hari Koperasi.

KOMPAS/MJ KASIJANTO

Bung Hatta didampingi Ketua Umum Dekopin, R Iman Pandji Soeroso dan pejabat-pejabat perkoperasian lain, tengah memberikan ceramah di muka pengurus koperasi di Gedung Bioskop Gita Bahari, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (13/Juli/1974). Dalam ceramah pada Hari Koperasi ke-27 itu, Hatta mengatakan bahwa koperasi merupakan satu-satunya jalan paling tepat untuk mengangkat golongan ekonomi lemah.

Fakta singkat

Pengertian

  • Usaha bersama atas dasar kekeluargaan

Tugas koperasi

  • Memperbanyak produksi
  • Memperbaiki kualitas produksi
  • Memperbaiki distribusi barang
  • Memperbaiki harga yang menguntungkan masyarakat
  • Memberantas renternir (lintah darat)
  • Memperkuat pengumpulan modal
  • Memelihara lumbung padi

Sifat angggota

  • Rasa solidaritas
  • Tahu akan harga diri
  • Kemauan dan kepercayaan terhadap diri sendiri dalam persekutuan
  • Cinta kepada masyarakat
  • Rasa tanggung jawab moral dan sosial

Perekonomian Indonesia setelah Kemerdekaan

Bung Hatta, yang merupakan Bapak Koperasi Indonesia, memiliki semangat yang tinggi untuk memajukan perekonomian Indonesia dari bawah setelah kemerdekaan Indonesia, dengan tetap melihat situasi ekonomi Indonesia secara realistis.

Dalam pidato radio pada peringatan pertama Hari Koperasi tahun 1952, Bung Hatta menyebutkan bahwa dalam kenyataannya kemakmuran rakyat tidak lahir berbarengan dengan kemerdakaan dan kedaulatan yang didapatkan oleh Indonesia. Kemakmuran yang menjadi cita-cita koperasi tidak lahir begitu saja, perlu diusahakan dan diselenggarakan dengan sungguh-sungguh.

Paling tidak Bung Hatta menyatakan tiga keprihatinannya terhadap kondisi Indonesia. Pertama, kondisi Indonesia rusak dalam segala aspek akibat peperangan, pertempuran, dan politik bumi hangus. Harta dan modal banyak yang hancur. Kedua, kondisi kas negara yang kosong. Dalam tahun-tahun awal setelah kemerdekaan, perekonomian Indonesia selalu defisit. Pada tahun 1950, kekurangan kas negara diperkirakan sekitar Rp1,5 miliar.

Keprihatinan ketiga, adalah rakyat Indonesia miskin. Dampak utama keadaan ini adalah tidak mungkin belanja pembangunan berasal dari rakyat. Hatta menyadari bahwa bangsa Indonesia adalah bagian dari bangsa termiskin kala itu, yang jika dilihat dari pendapatan per orangnya berkisar kurang lebih 25 dollar per tahun.

Sesuatu yang sangat mencolok baginya, sebab di Amerika Serikat pendapatan per orang berkisar 1.453 dollar setahun. Bahkan jika yang jadi pembandingnya Belanda, negara yang tidak sekaya AS, pendapatan per orangnya rata-rata senilai 500 dollar.

Situasi ini merupakan dampak dari penjajahan yang berlangsung berabad-abad. Ironisnya, tanah air Indonesia termasuk dalam tanah yang kaya raya. Kesengsaraan manusia Indonesia di tengah negara kaya inilah yang melandasi Bung Hatta merumuskan langkah-langkah konkret yang mesti diusahakan dalam koperasi.

Baca juga: Demokrasi, Koperasi, dan Politik Kemakmuran Bung Hatta

KOMPAS/ZAENAL EFFENDY
Nampak pemandangan di ruang kas Koperasi BPS. Antara tanggal 5 hingga 10 setiap bulan, ruangan kecil itu dipadati anggota koperasi yang berniat menabung, membayar cicilan hutang atau mau pinjam. (27/1/1983)

Usaha bersama berdasar asas kekeluargaan

Dalam pemikiran Bung Hatta koperasi memiliki peran utama untuk mengarahkan bagaimana perekonomian Indonesia seharusnya berlangsung. Idealisme koperasi didefinisikan olehnya sebagai usaha bersama berdasar pada asas kekeluargaan. Dalam usaha, yang di dalamnya anggota-anggotanya saling bekerja sama, nilai kekeluargaan dijunjung tinggi.

Sejatinya konsep usaha bersama juga dapat berlangsung dalam perusahaan yang berorientasi kapitalis. Di dalamnya terdapat kerja sama antara majikan dan pekerja. Namun, dalam hubungan relasional itu, menurut Hatta, terdapat unsur paksaan. Di satu sisi majikan memerlukan pekerja agar perusahaan beroperasi. Di sisi lain, pekerja membutukan majikan yang memberinya upah.

Dari sana pulalah tercipta kelas sosial yang berbeda antara majikan dan buruh. Tujuan dari kerja sama bercorak kapitalis adalah keuntungan dan rasionalisasi ekonomi. Hal ini berbeda dengan prinsip koperasi, sebab yang perjuangkan adalah dasar kekeluargaan.

Dalam konsep koperasi tidak dikenal adanya majikan dan buruh. Relasi antara pihak-pihak yang terkait di dalamnya berdinamika dengan asas kekeluargaan. Usaha bersama yang dibangun terjadi di antara mereka yang sama kepentingan dan tujuannya.

Pemikiran Hatta ini yang juga termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945, bahwa perekonomian Indonesia diselenggarakan dengan asas kekeluargaan. Menurutnya, sudah jadi tugas yang lumrah bahwa pemerintah untuk mengatur perekonomian serta melindungi ekonomi rakyat. Namun, di sisi yang melengkapinya adalah tugas rakyat untuk melangsungkan aktivitas mandiri ekonomi melalui jalan koperasi.

Dalam amanatnya tahun 1966 di Bandung dalam peringatan Hari Koperasi, Bung Hatta menyerukan bahwa koperasi akan mendidik seseorang untuk mampu menolong dirinya sendiri dengan kemampuannya sendiri secara bersama-sama dengan kehadiran orang lain. Dan sekali lagi pula, ia serukan bahwa munculnya relasi antara majikan dan buruh di koperasi harus dikikis habis.

Tugas koperasi

Dalam pidato radio pada Hari Koperasi I tahun 1951, Bung Hatta merumuskan secara konkret tugas koperasi. Tugas-tugas ini menyesuaikan kondisi zaman pasca kemerdekaan yang ia rumuskan sebagai kondisi kekurangan kemakmuran yang sangat hebat. Adapun tugas-tugas koperasi ini ia jabarkan ke dalam tujuh pokok.

Pertama, memperbanyak produksi. Barang produksi yang dimaksud terutama barang makanan dan barang kerajinan serta pertukangan yang dalam kehidupan rumah tangga rakyat sehari-hari diperlukan. Dengan menjalankan tugas ini, Bung Hatta berharap bahwa Indonesia akan mencapai kemandirian pangan. Menurutnya mendatangkan beras dari luar negeri merupakan penghinaan besar bagi bangsa yang luas dan subur seperti Indonesia.

Kedua, tugas koperasi adalah memperbaiki kualitas barang yang dihasilkan rakyat. Dalam konteks waktu itu Bung Hatta mencontohkan getah yang berasal dari wilayah Indonesia yang dalam perniagaan internasional dikenal dengan nama slabs. Hasil dari Indonesia ini perlu diolah lagi di Singapura agar laku di pasar dunia. Dengan contoh ini, Hatta menggambarkan betapa besar pendapatan rakyat yang hilang akibat kualitas barang yang rendah.

Seandainya di antara pengusaha-pengusaha karet didirikan koperasi, maka akan dengan ringan dibangung rumah pengasapan bersama yang memungkinkan setiap pengusaha memakai rumah asap milik bersama itu. Dengan jalan ini, kualitas pengolahan karet di Indonesia akan meningkat dan merata.

Tugas ketiga adalah memperbaiki distribusi. Yang dimaksud dengan distribusi adalah pembagian barang kepada rakyat. Koperasi harus mencapai perbaikan distribusi daripada warung dagang. Hal ini dilakukan untuk menghindari pedagang nakal yang senang menumpuk barang untuk dijual sedikit demi sedikit guna mempermainkan harga.

Selanjutnya tugas keempat koperasi adalah memperbaiki harga yang menguntungkan masyarakat. Dalam situasi yang langka, barang-barang kebutuhan rakyat dapat meningkat secara tidak wajar. Hal yang wajar jika barang itu dipegang oleh pedagang yang berprinsip menjual semahal-mahalnya. Dalam situasi ini koperasi bertugas untuk memperbaiki harga agar mengutamakan kepentingan masyarakat dan perbaikan hidup manusia.

Baca juga: Tantangan Koperasi di Era Digital

KOMPAS/AR BUDIDARMA
Para petani di Bojonegoro, Jawa Timur, sedang menanami sawahnya, awal Januari 1986. Namun, sebagian besar petani Jawa Timur terlambat menerima Kredit Usaha Tani (KUT) yang disalurkan melalui Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai ganti kredit pola Bimas yang dihapus sejak 31 Oktober 1984. Akibatnya banyak petani terjerat rentenir yang memberi pinjaman pupuk dengan pengembalian berupa gabah setelah panen.

Selanjutnya, tugas kelima koperasi adalah menyingkirkan pengisapan lintah darat atau renternir. Sudah menjadi hal umum bahwa renternir sangat mudah meminjamkan uangĀ  namun bunga pengembaliannya sangat tinggi. Bung Hatta menilai keberadaan renternir ini harus diberantas. Dan dari pengalaman yang sudah terjadi, kehadiran koperasi berhasil menghapuskan lintah darat ini.

Terkait dengan modal produksi, tugas keenam koperasi adalah memperkuat pemaduan atau pengumpulan modal. Situasi yang terjadi saat itu adalah sulitnya masyarakat memiliki modal untuk produksi.

Oleh karena itu, koperasi harus berperan untuk menggalang modal produksi untuk diberikan kepada rakyat yang perlu. Jalan terbaik itu adalah menggalakkan kesadaran anggota koperasi untuk menyimpan uang. Bahkan Bung Hatta berpandangan bahwa menyimpan semestinya menjadi semacam kewajiban moral untuk anggota koperasi.

Berikutnya, tugas ketujuh koperasi adalah memelihara lumbung simpanan padi. Dengan kata lain, Bung Hatta bercita-cita agar koperasi dapat menghidupkan kembali lumbung desa. Tujuan dari keberadaan lumbung desa adalah mencegah masa paceklik. Tatkala masa panen jumlah produksi padi lebih tinggi daripada konsumsi di sebuah wilayah, sisa panen dapat tetap tersimpan untuk mencukupi kebutuhan padi sampai masa panen berikutnya.

Baca juga: Berbagai Tantangan Hadang Koperasi

Toleransi dan demokrasi koperasi

Dalam catatannya pada Hari Koperasi IV tahun 1954, Bung Hatta menangkap bahwa situasi politik yang terjadi menjelang pemilu berpengaruh terhadap gerak koperasi-koperasi di Indonesia. Ia menyebut sering terjadi perpecahan dalam koperasi sebab adanya perbedaan ideologi politik dalam diri anggota-anggotannya.

Tidak hanya itu, jika berbeda pandangan politik seseorang akan keluar dari koperasi yang sudah mantap lajunya untuk membentuk koperasi baru. Hal ini menimbulkan adanya persaingan di antara koperasi-koperasi yang ada. Situasi yang menurut Bung Hatta tidak sejalan dengan idealisme koperasi itu sendiri.

Persaingan di antara koperasi akan menghancurkan koperasi itu sendiri. Dan pihak yang diuntungkan dari perpecahan yang terjadi dalam koperasi adalah pihak lawan, perusahaan-perusahaan kapitalis. Dalam situasi ini Bung Hatta menyerukan kembali bahwa yang melandasi koperasi sepantasnya adalah rasa persaudaraan.

Menurut paradigma Bung Hatta situasi ini terbalik. Yang semestinya menyatukan orang-orang dengan paham berbeda adalah koperasi, bukan sebaliknya koperasi hancur akibat perbedaan politik anggota-anggotanya. Koperasi seharusnya menjadi pengejawantahan nyata bhinneka tunggal ika.

Dengan demikian, konsep koperasi menurut Bung Hatta haruslah mendidik orang untuk berdemokrasi. Dan kunci terutama dari demokrasi adalah toleransi. Hal yang seharusnya sudah dengan terjadi dengan sendirinya dalam koperasi yang berazas kekeluargaan.

Dalam kaitannya dengan organisasi atau lembaga di luar koperasi, Bung Hatta menyampaikan koperasi harus terbuka untuk itu. Sudah barang tentu koperasi bekerja sama dengan lembaga lain yang bergerak dalam bidang sosial, kemasyarakatan, pendidikan, juga kebudayaan. Namun, ia menegaskan bahwa tidak dibenarkan dalam kerja sama itu koperasi menjadi onderbouw salah satu lembaga atau organisasi yang ada (Kompas, 8 Mei 2021)

Baca juga: Digitalisasi Koperasi

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Koperasi Unit Desa Karya Mukti di Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, Jambi, tumbuh pesat sejak 5 tahun terakhir. Dengan menegakkan prinsip keterbukaan dan kebersamaan, koperasi telah mengembangkan 18 unit usaha dengan nilai omset lebih dari Rp 100 miliar per tahun. Aktivitas layanan simpan pinjam di KUD Karya Mukti, Jumat (5/7/2019).

Manusia koperasi

Dalam perkembangannya untuk menginternalisasikan semangat koperasi terselenggara kursus-kursus koperasi. Bung Hatta menilai kursus-kursus ini bertujuan untuk membentuk orang-orang berkesadaran cita-cita koperasi, yakni menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental.

Paham koperasi di Indonesia diharapkan menciptakan masyarakat yang kolektif, berakar pada adat dan budaya, namun tetap dapat mengikuti perkembangan zaman. Dengan azas kekeluargaan, manusia-manusia di dalam koperasi bekerja bersama tanpa ada unsur paksaan dan penindasan. Koperasi secara berkelanjutan mendidik dan memperkuat demokrasi sebagai cita-cita bangsa.

Baca juga: Teten Masduki: Koperasi Dibutuhkan Masyarakat

Dalam peringatan Hari Koperasi tahun 1970, Bung Hatta menjelaskan sikap-sikap dasar yang diperlukan anggota-anggota koperasi. Pertama, solidaritas atau rasa setia kawan. Kedua, tahu akan harga diri sehingga dapat mengedepankan kepentingan bersama. Ketiga kemauan dan kepercayaan pada diri sendiri dalam persatuan. Keempat, cinta kepada masyarakat dan kepentingannya. Terakhir, rasa tanggung jawab moral dan sosial. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku
  • Hatta, Mohammad. 2015. Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Arsip Kompas
  • Koperasi Satu-satunyanya Jalan Lepaskan Diri dari Kemiskinan. Kompas, 16 Juli 1966, hlm. 1
  • Usaha Bersama Berdasar Asas Kekeluargaan. Kompas, 17 Maret 1980, hlm. 1
  • Koperasi tak Menganut Paham atau Aliran Politik. Kompas, 8 Mei 1971, hlm. 2