Kronologi | Bencana

Jejak Erupsi Gunung Merapi dalam Tujuh Dekade Terakhir

Laporan erupsi Gunung Merapi mulai tercatat rinci sejak awal abad ke-20. Di masa sejarah modern, Merapi terekam beberapa kali meletus eksplosif. Dari catatan juga terlihat, Merapi sempat menorehkan babak baru pada erupsi tahun 2006 dan 2010 lalu.

Letusan Gunung Merapi meletus dengan tinggi kolom letusan mencapai 6.000 meter dengan durasi selama dua menit pukul 08.20 terlihat dari Desa Ketep, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah (1/6/2018).

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta merupakan gunung api strato yang dikenal cukup aktif.  Letusannya  mulai tercatat dalam sejumlah arsip kolonial belanda sekitar abad ke-17. Jika mengutip Journal of Volcanology and Geothermal Research (2000), tercatat terjadi enam letusan besar Merapi di era kolonial Belanda, yaitu pada tahun 1587, 1672, 1768, 1822, 1849, dan 1872.  Kendati demikian, kronologi erupsi Gunung Merapi sendiri baru terekam secara rinci pada awal abad ke-20, seperti letusan tahun 1930 yang tercatat mengubur 13 desa dan menewaskan 1.369 jiwa serta 2.100 ternak. Kala itu, terjadi letusan dengan semburan gas dan abu vulkanik (tipe Plinian), aliran piroklastik sejauh 20 kilometer ke arah barat.

Semenjak itu, erupsi Gunung Merapi relatif tercatat secara berkala, khususnya oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG). Dari catatan tersebut, terlihat bahwa Gunung Merapi rata-rata aktif bererupsi dengan tingkat Volcano Explosivity Index (VEI) skala 1-2 atau bertipe ekplosif. Merapi memiliki periode letusan pendek setiap 4-5 tahun dan jangka panjang setiap 10-15 tahun. Jarak luncur awan panas rata-rata berkisar antara 4-15 km.

Dalam sejarahnya, evolusi vulkanik Merapi biasanya diawali dengan pertumbuhan kubah lava yang kemudian longsor membentuk awan panas guguran piroklastik atau lebih dikenal wedhus gembel. Namun, pada tahun 2010 erupsi eksplosif tanpa diawali oleh pembentukan kubah lava. Berikut adalah catatan erupsi Gunung Merapi pada periode sejarah modern yang terekam selama tujuh dekade.


18 Januari 1954
Erupsi Merapi mengeluarkan awan panas dengan hujan abu disertai batu kecil atau kerikil. Aliran lahar menuju ke arah Boyolali disertai hujan abu dalam jarak lingkar 25 km. Akibatnya Desa Tlogolele di perbatasan Boyolali-Magelang dan Desa Klakah, di Kecamatan Selo, Boyolali hancur lebur. Sekitar 2.500 warga dari kedua desa tersebut diungsikan ke Boyolali. Tercatat 64 orang meninggal dunia dan 57 orang luka-luka.


8 Mei 1961
Letusan merapi menghasilkan aliran lava, awan panas, hujan abu, dan banjir lahar. Luncuran awan panas sejauh 12 kilometer ke arah Sungai Batang, Senowo, Woro, dan Gendol. Awan panas menghantam Desa Balon yang menyebabkan lebih dari 100 rumah hancur. Hujan abu juga terjadi di Kota Yogyakarta, Muntilan, Magelang. Erupsi pada tahun ini, tercatat sebanyak 6 orang meninggal dan 19 ternak mati.


8 Oktober 1967
Erupsi Gunung Merapi digolongkan kecil. Namun demikian, terjadi luncuran awan panas sejauh 7 kilometer ke arah Sungai Batang. Selain itu, hujan abu juga terjadi di wilayah Magelang, Wonosobo, hingga Temanggung.


7-8 Januari 1969
Guguran kubah lava pada erupsi tahun ini menghasilkan awan panas sejauh 9 kilometer ke arah Sungai Bebeng, Krasak, Batang, Sat, dan Blongkeng. Material awan panas dan lahar menghancurkan Desa Nganggrung. Wilayah Sleman, Muntilan, dan Magelang diselimuti hujan abu dan batu. Korban meninggal tercatat sebanyak 3 orang dan 19 rumah rusak.

Aliran lava pijar yang mengapit kubah 1997 terlihat dari Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten, Jawa Tengah (18/6/2006). (KOMPAS/ Wawan H Prabowo)

1972-1973
Mulai dari awal tahun 1972, Gunung Merapi bergejolak. Pada 15 April 1972 letusan Merapi digolongkan tipe volkanian, menghasilkan semburan asap hitam setinggi 3 kilometer, hujan abu hingga mencapai Weleri, Kendal, Semarang. Awan panas meluncur sejauh 7 kilometer ke arah Sungai Blongkeng, Putih, Batang, dan Krasak. Sekitar 200 orang tewas menjadi korban erupsi Merapi pada tahun ini.


10 Oktober 1986
Gunung Merapi mulai membentuk kubah lava sebanyak 4 juta meter kubik. Terjadi guguran awan panas sejauh 3,6 kilometer.


2 Febuari 1992
Gunung Merapi aktif kembali membentuk kubah lava. Awan panas meluncur sejauah 6,5 kilometer ke arah Sungai Snowo dan Sat.


22 November 1994
Erupsi Merapi menghasilkan awan panas mengarah sejauh 1,5 kilometer ke arah Sungai Boyong. Dua desa yaitu Desa Turgo dan Tlogo Nirmolo tersapu awan panas. 67 korban tewas terkena semburan awan panas.


14-17 Januari 1997
Awan panas mengalir sejauh 6 kilometer ke arah Sungai Krasak, Bebeng, dan Boyong. Aktivitas Merapi terpantau membentuk kubah lava. Kendati tanpa korban jiwa, namun sedikitnya 18.000 orang mengungsi. Hujan abu mengguyur wilayah Sleman, Klaten, Boyolali, dan Magelang.


Juli 1998
Merapi mengeluarkan awan panas sejauh 5 kilometer ke arah Sungai Sat, Lamat, Blongkeng, dan Senowo. Erupsi yang terjadi pada 11 dan 19 juni ini mengakibatkan hujan abu di Muntilan, Temanggung, dan Purworejo. Tidak ada korban jiwa, namun hampir 6.000 orang diungsikan.


10 Febuari 2001
Merapi kembali aktif mengeluarkan awan panas sejauh 4,5 kilometer ke bagian barat, yaitu Kali Sat, Kali Senowo, Bebeng, dan Kali Lamat. Hujan abu mencapai radius 80 km. Sedikitnya 12.000 jiwa mengungsi.


Mei – Juni 2006
Selang lima tahun, Merapi kembali aktif ditandai dengan pertumbuhan kubah lava di puncak Merapi. Letusan mengeluarkan awan panas sejauh 6 kilometer  ke arah Kali Gendol, Krasak, Boyong, dan Opak.  Letusan tahun ini terjadi sebanyak enam kali, yakni tanggal 15 Mei serta bulan Juni tanggal 4, 5, 8, 9, dan 14. Rangkaian erupsi tersebut merusak Kaliadem, Sleman dan menyebabkan hujan abu di Kecamatan Cangkringan dan Pakem, Sleman, wlayah Magelang, dan Boyolali. Dua orang tewas dan sebanyak 12.000 jiwa diungsikan.

Seorang warga mengecek kondisi rumah dan mobilnya di Dusun Pangukrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta yang diterjang awan panas saat terjadi erupsi Gunung Merapi (8/11/2010). (KOMPAS/ Ferganata Indra Riatmoko)

Oktober – November 2010
Tercatat sebagai erupsi besar pertama setelah 80 tahun sejak tahun 1930. Erupsi Merapi mengeluarkan awan panas sejauah 8 kilometer ke arah Kali Gendol, Opak, Boyong, Bedog, dan Krasak. Hujan abu menyebar hingga ke Kebumen, Banyumas, Cilacap, dan Ciamis. Erupsi yang terjadi pada 26 dan 29 Oktober serta 5 November ini menewaskan 332 jiwa, korban luka-luka sebanyak 1.705 jiwa, 69.533 jiwa mengungsi, dan 2.447 rumah rusak.


Mei 2018
Terjadi letusan bertipe freatik yaitu mengeluarkan gas dan asap dengan tinggi kolom abu mencapai 5.500 dari puncak gunung pada tanggal 11 Mei. Hujan abu terjadi di Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Bantul, dan Kulon Progo. Kemudian tanggal 21 Mei, kembali terjadi letusan freatik dengan kolom letusan 1.200 meter. Letusan freatik ini mengubah karakter erupsi Merapi pasca letusan tahun 2010. Hal ini terjadi karena kawah tidak lagi ditutupi oleh kubah.


29 Januari – 7 Februari 2019
Gunung Merapi mengeluarkan awan panas guguran dengan jarak luncur 2 kilometer ke arah hulu Kali Gendol, Kabupaten Sleman.


27 Maret 2020
Gunung Merapi erupsi mengeluarkan awan panas diikuti hujan abu bercampur pasir. 47 desa di delapan kecamatan di Kabupaten Magelang diguyur hujan abu.


4 Januari 2021
Aktivitas Merapi meningkat dengan mengeluarkan awan panas dan guguran lava pijar. Selain itu, Gunung Merapi juga mengalami pertumbuhan kubah lava baru. Fenomena ini menandakan dimulainya fase erupsi Gunung Merapi.

Referensi

Arsip Kompas
  • “Tabiat Baru Gunung Merapi”, KOMPAS, 1 November 2010, hal. 14.
  • “Letusan yang Mengubah Sejarah”, KOMPAS, 12 November 2010, hal. 33.
  • “Erupsi Merapi dan Kearifan Lokal”, KOMPAS, 30 Oktober 2010, hal 07.
Buku
  • Ratdomopurbo, A. (2006). Prekursor erupsi Gunung Merapi. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral: Jakarta.
  • Rozi, Syafuan, dkk. (2016). Memahami Karakter Erupsi Gunung Merapi: kebijakan dan implementasi. Graha Ilmu: Yogyakarta.
  • Subandriyo. (2012). Sejarah Erupsi Gunung Merapi dan Dampaknya Terhadap Kawasan Borobudur. BPPTK: Yogyakarta.

Penulis
Arief Nurrachman
Editor
Rendra Sanjaya