Kronologi | Hari AIDS Sedunia

HIV/AIDS di Indonesia dan Sahabat-Sahabat ODHA

Setiap tanggal 1 Desember negara-negara di seluruh dunia memperingati Hari Aids Sedunia

KOMPAS/JOHNNY TG

Spanduk yang mengingatkan tentang bahaya AIDS, dalam kampanye anti AIDS, kerjasama antara Kantor Menko Kesra & Taskin, Unaids dan Ausaid, di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Rabu (1/12/1999).

AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) adalah penyakit yang disebabkan oleh HIV (human immunodeficiency virus). Virus ini merusak sistem kekebalan tubuh sehingga daya tahan tubuh penderita melemah dan mudah terserang berbagai macam penyakit. Kasus pertama AIDS terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1981 sedangkan di Indonesia terjadi pada 5 April 1987 di mana seorang turis asing warga negara Belanda meninggal dunia di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali.

AIDS dengan cepat menyebar ke seluruh dunia dengan jumlah penderita yang terus bertambah banyak. HIV dapat menular melalui kontak dengan cairan tubuh penderita, akan tetapi tidak menular melalui udara, air, keringat, air mata, air liur, gigitan nyamuk, atau sentuhan fisik. Pemakaian jarum suntik bagi pengguna narkoba dan seks bebas disebut menjadi yang paling rentan dalam penularan HIV/AIDS.

Di Indonesia, data Kementerian Kesehatan sampai Maret 2021, dari estimasi 543.100 orang dengan HIV di Indonesia, sebanyak 427.201 atau 78,7 persen yang ditemukan. Dari jumlah yang ditemukan itu, sebanyak 26,6 persen atau 144.632 pengidap HIV dalam pengobatan dan baru 7,7 persen orang dengan HIV yang viralload tersupresi atau virus di tubuhnya tak lagi terdeteksi. (Hapus Stigma pada Orang dengan HIV * Kompas Talks, Kompas, 24 Juni 2021)

Pemerintah semakin serius melakukan penanggulangan terhadap virus yang mematikan tersebut sehingga dibentuk Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Selain itu juga dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV/AIDS di mana pemerintah menjamin perawatan orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Alokasi dana untuk penanganan AIDS juga disiapkan. Dalam dokumen Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS dan PIMS di Indonesia 2020-2024, tercatat rata-rata peningkatan dana sebesar 16,1 persen. Peningkatan paling besar terjadi tahun 2020 ke 2021, yaitu 53,18 persen. Alokasi dana tahun 2020 sebesar Rp 3,1 triliun dan hingga pada tahun 2024 akan terus bertambah menjadi sebesar Rp 5,3 triliun. Indonesia berkomitmen untuk mencapai target pada tahun 2030 mewujudkan tiga zero, yaitu tidak ada lagi infeksi baru HIV, tidak ada lagi penderita HIV/AIDS yang meninggal dunia, dan tidak ada lagi diskriminasi pada ODHA.

Upaya mewujudkan target tiga zero tersebut tentu tidak mudah. Dibutuhkan partisipasi dari seluruh masyarakat untuk mengatasi masalah nasional ini. HIV/AIDS bukan sekedar masalah kesehatan individu penderita, akan tetapi menjadi lebih kompleks karena berdampak terhadap kondisi psikologi, sosial ekonomi, dan hak hidup penderita itu sendiri. Penderita seringkali mendapatkan stigma dan diskriminasi dari masyarakat sekitar sehingga merasa terpinggirkan dan dikucilkan. ODHA sendiri sering kali menjadi depresi dengan keadaan kesehatan dirinya, ditambah dengan perlakuan buruk dari lingkungan sekitar.

Pengetahuan dan pemahaman HIV/AIDS di masyarakat perlu ditingkatkan. Masyarakat perlu mendapatkan edukasi dan informasi yang benar terhadap HIV/AIDS. Pemerintah bersama dengan tenaga kesehatan, aktivis, relawan, komunitas, dan LSM yang peduli AIDS tak jarang melakukan kampanye terhadap bahaya AIDS. Selain sosialisasi pencegahan dan pengobatan penyakit ini, dilakukan pula upaya pendampingan dan penyuluhan terhadap ODHA untuk memulihkan kondisi psikis, kembali mendapatkan hak-hak dasar karena stigma dan diskriminasi, mempunyai rasa percaya diri dan dapat terus beraktivitas normal di tengah masyarakat. Kondisi ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan harapan hidup ODHA itu sendiri.

HIV/AIDS di Indonesia

5 April 1987

Seorang turis asing warga negara Belanda meninggal dunia di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali yang disebabkan oleh AIDS yang telah lama dideritanya. Indonesia masuk dalam daftar WHO sebagai negara ke-13 di benua Asia yang melaporkan adanya kasus AIDS.

23 Juni 1988

Seorang pria berusia 35 tahun yang tidak diungkapkan identitasnya atas permintaan keluarganya meninggal di sebuah rumah sakit di Denpasar, Bali. Pria tersebut merupakan orang Indonesia pertama yang meninggal karena AIDS.

1988-1989

Pemerintah membentuk Panitia Penanggulangan HIV/AIDS melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 339/IV/1988 dan SK Menkes No 31/IV/1989. Proses pendataan awal para pengidap HIV/AIDS juga dilakukan melalui Instruksi Menkes No 72/ii/1988 dan SK Dirjen PPM&PLP Depkes RI No 2/6/1988 yang mengatur tentang kewajiban melaporkan penderita gejala AIDS.

30 Mei 1994

Pemerintah membentuk Panitia Penanggulangan HIV/AIDS yang kemudian ditransformasi menjadi badan bernama Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) berdasar Keppres No 36/1994.

16 Juni 1994

Menko Kesra Azwar Anas, selaku ketua Komisi Penanggulangan AIDS, menandatangani Keputusan Menko Kesra no 9/1994 yang memberlakukan Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia (selanjutnya disebut Strategi Nasional atau STRANAS-1994).

24-25 Agustus 1994

Untuk pertama kalinya diselenggarakan Rapat Kerja Nasional Penanggulangan AIDS di gedung BKKBN/Kantor Menteri Kependudukan, Jakarta. Rakernas dibuka oleh Menko Kesra/Ketua KNPA Azwar Anas dan diikuti oleh para gubernur, Sekwilda, Kepala Kanwil Depkes, Depsos, Departemen Agama, Kepala Kantor BKKBN dari 27 provinsi.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga membawa poster dalam peringatan Hari AIDS Sedunia di Jalan Darmo, Surabaya, Minggu (1/12/2013). Mereka mengajak masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.

23 April 2002

Pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Penanggulangan HIV/AIDS. Pencanangan gerakan tersebut dilakukan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) M Jusuf Kalla dan Menteri Kesehatan (Menkes) Achmad Sujudi dalam pertemuan Konsultasi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS 2002 di Jakarta.

9 Mei 2003

Buku Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS Tahun 2003-2007 diluncurkan. Strategi Nasional hasil revisi dari strategi nasional sebelumnya ini diharapkan dapat menekan laju infeksi HIV/AIDS di Indonesia sebesar 22 persen pada mereka yang berusia 14-25 tahun dan 90 persen pada ibu hamil selama tahun 2003-2007.

 2006

Komisi Penanggulangan AIDS yang sudah ada sebelumnya diperkuat mandatnya dengan dibentuknya Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) berdasar Peraturan Presiden nomor 75 tahun 2006 dengan memberi dukungan dana APBN. KPAN menyusun Strategi Nasional dan Rencana Aksi Nasional 2007-2010.

2013

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV/AIDS disebutkan Pemerintah Indonesia menjamin perawatan orang dengan HIV/AIDS. Dalam permenkes tersebut dijelaskan komitmen penanganan yaitu menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru dan kematian karena penyakit AIDS, serta meniadakan diskriminasi terhadap ODHIV. Selain itu, pemerintah juga menetapkan target untuk bisa meningkatkan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS, serta mengurangi dampak sosial ekonomi.

 2017

Presiden Joko Widodo membubarkan Komisi Penanggulangan AIDS melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 124/2016. KPA dibebastugaskan paling lambat 31 Desember 2017. Penanganan HIV/AIDS kemudian dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI.

2020

Dalam peringatan Hari AIDS Sedunia 2020, pemerintah mengambil tema kolaborasi dan solidaritas menuju akhir AIDS 2030. Kementerian Kesehatan juga menerbitkan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS dan PIMS di Indonesia 2020-2024. Komitmen ini merupakan wujud keseriusan menciptakan kehidupan bangsa yang sehat.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Aksi peduli HIV/AIDS bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya, dengan penyebaran stiker, poster mengenai informasi dan penyadaran mengenai HIV/AIDS, seperti dilakukan Tim Peduli HIV/AIDS Universitas Atmajaya, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sahabat-Sahabat ODHA

KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA

Yunus Prasetyo

  • Yunus Prasetyo

Yunus Prasetyo bersama rekannya Puger Mulyono dan Kefas Jibrael Lumatefa mendirikan Yayasan Lentara. Yayasan Lentera menempati rumah singgah ADHA yang dibangun dari program CSR perusahaan swasta bekerja sama dengan Kementerian Sosial dan Pemerintah Kota Solo, Jawa Tengah. Rumah singgah ini menampung anak dengan HIV/AIDS (ADHA) yang umumnya anak-anak itu sudah tidak memiliki ibu ataupun ayah karena meninggal dunia. Di Rumah singgah ADHA, mereka mendapatkan hak-hak dasar anak, hak mendapatkan perlindungan dari stigma diskriminasi, hak perlindungan dari kekerasan, hak mendapatkan layanan kesehatan, hak pendidikan, dan bermain.

Sosok: Yunus Prasetyo – Ayah bagi ADHA (Kompas, 2 September 2019 halaman 12)

KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA

Yohanes Siga

  • Yohanes Siga

Yohanes Siga adalah aktivis yang bergerak dari desa ke desa di Kabupaten Sikka, NTT, memberikan penyuluhan tentang bahaya HIV/AIDS. Ia menginisiasi pembentukan kelompok warga peduli HIV/AIDS, dan mendorong penggunaan dana desa untuk menanggulangi penyebaran HIV. Prinsip kerjanya sederhana: semakin banyak kasus ditemukan, semakin terbatas penularan HIV di daerah itu.

Sosok: Yohanes Siga: Lawan HIV dari Desa (Kompas, 10 Juni 2019 halaman 12)

  • Yudhi Oktaviadhi

Yudhi bersama sejumlah rekannya membentuk Yayasan Syair yang fokus pada pendampingan anak-anak ODHA. Setiap pendampingan terdiri atas beberapa kegiatan, di antaranya kelas belajar, pemberian nutrisi, dan makanan tambahan. Untuk ibu dari anak-anak ini juga ada kelas kreatif. Kegiatan-kegiatan difokuskan pada tumbuh kembang anak-anak dengan diberikan nutrisi untuk tumbuh kembang yang baik. Kelas tambahan diadakan untuk meningkatkan kemampuan sehingga mempunyai kepercayaan diri, bisa membentengi diri, tidak dikucilkan dan didiskriminasikan. Tujuan besar yayasan yang berlokasi di Jakarta Selatan ini adalah memperpanjang harapan hidup mereka, bisa bertahan, dan tetap berkreasi dan mandiri.

Sosok: Yudhi Oktaviadhi – Perlindungan untuk ODHA (Kompas, 3 Januari 2019 halaman 12)

KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS

Yudhi F Oktaviadhi (46), adalah penggagas Syair Untuk Sahabat Foundation, saat ditemui di sekretariat yayasan, Kamis (27/12/2018), di Jakarta. Yayasan ini fokus pada pendampingan anak-anak yang terinfeksi HIV, dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak biasa agar tetap bisa rutin melakukan pendampingan.

KOMPAS/KARINA ISNA IRAWAN

Maria Magdalena Sri Endang Lestari

  • Maria Magdalena Endang Sri Lestari

Pada 2015 Mama Lena, begitu ia sering dipanggil, adalah pendiri Rumah AIRA, akronim dari Anak Itu Rahmat Allah, sebuah rumah singgah bagi anak-anak dengan HIV/AIDS di Kota Semarang, Jawa Tengah. Di Rumah AIRA, semangat hidup anak-anak tersebut kembali dibangkitkan. Mereka dibiasakan disiplin minum obat dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Mereka juga didorong melanjutkan sekolah atau mengikuti kursus. Bagi yang tidak ingin belajar, Mama Lena akan memberikan modal usaha sesuai dengan minat mereka.

Sosok: Endang Sri Lestari – Mama untuk ODHA (Kompas, 23 Februari 2018 halaman 16)

KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA

Puger Mulyono

  • Puger Mulyono

Puger adalah salah satu perintis Rumah Singgah Yayasan Lentera Surakarta yang menampung dan merawat anak-anak dengan HIV/AIDS (ADHA) di Kampung Tegalrejo, Kelurahan Sondakan, Laweyan, Solo, Jawa Tengah. Rumah singgah yang berdiri sejak 2012 ini dirintis Puger bersama rekannya sesama pegiat penanggulangan HIV/AIDS dari Yayasan Mitra Alam Surakarta, yakni Yunus Prasetyo, Kefas Lumatefa, dan sukarelawan lain. Tahun 2015, Yayasan Lentera Surakarta resmi terbentuk dengan mengantongi SK Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk menaungi aktivitas rumah singgah.

Sosok: Puger Mulyono – Mengasihi Anak dengan HIV/AIDS (Kompas, 14 Desember 2016 halaman 16)

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Dari kanan ke kiri: Sri Wahyuni (perawat), Darmi Sapto Kurniawati.

  • Darmi Sapto Kurniawati, Winema Kumala Dwi Adisti, dan Sri Wahyuni

Dokter Darmi Sapto Kurniawati, perawat Winema Kumala Dwi Adisti, dan perawat Sri Wahyuni adalah tiga orang perempuan yang menjadi sahabat bagi ratusan orang, sebagian besar adalah orang dengan ODHA, yang pernah konsultasi di Klinik Voluntary Counseling dan Testing (VCT) Rumah Sakit Umum Daerah Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Ketiganya tidak sekadar menjalankan hubungan medis antara dokter/perawat dan pasien, tetapi juga menawarkan persahabatan, perhatian, dan menyemangati mereka agar bangkit dan kembali menjalani hidup.

Sosok: Darmi Sapto Kurniawati, Winema Kumala Dwi Adisti, Sri Wahyuni Tiga Sahabat ODHA (Kompas, 5 desember 2016 halaman 16)

  • Ginan Koesmayadi

Ginan adalah pendiri Rumah Cemara yang merupakan sebuah LSM yang bergerak melakukan pendampingan kalangan terpinggirkan di Bandung, Jawa Barat, terutama pecandu narkoba dan pengidap HIV/AIDS. Ginan memanfaatkan olahraga tinju untuk kebaikan bagi mantan pencandu dan ODHA. Semangat dan disiplin tinju diharapkan menjadi inspirasi mereka untuk berkarya di bawah naungan Rumah Cemara Boxing Camp.

Sosok: Ginan Koesmayadi – Bangkit untuk Peduli (Kompas, 24 Oktober 2014 halaman 16)

KOMPAS/CORNELIUS HELMY HERLAMBANG

  • Anwar Hakim dan Erdiansyah 

Anwar dan Erdiansyah adalah pendiri komunitas Kumpulan Dengan Segala Aksi Kemanusiaan (Kuldesak) yang fokus pada pendampingan, pemberdayaan, dan advokasi hak-hak orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA). Sebelum 2013, ODHA di Kota Depok, Jawa Barat, tidak bisa mendapatkan akses obat ARV dan kendala biaya. Karena hambatan akses tersebut, maka Kuldesak bergerak untuk mengadvokasi kepentingan ODHA tersebut. Sejumlah program pendampingan, seperti kunjungan ke rumah sakit dan rumah tinggal ODHA dilakukan. Selain itu, mereka juga mengupayakan akses terhadap layanan Voluntary Counselling and Testing (VCT) untuk mengetahui seseorang terinfeksi HIV/AIDS atau tidak, serta pengurangan dampak buruk akibat penggunaan jarum suntik. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan itu tidak lepas dari sokongan Yayasan KAKI (Komunitas Aksi Kemanusiaan Indonesia) yang didorong Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) serta dibantu lembaga donor internasional, Global Fund.

Demi Indonesia Tanpa Stigma (Kompas Siang, 23 Agustus 2014 halaman 10)

KOMPAS/INGKI RINALDI

Sebagian aktivitas Kumpulan Dengan Segala Aksi Kemanusiaan (Kuldesak) tengah menggelar pertemuan di Depok, Jawa Barat, Selasa (19/8/2014). Komunitas tersebut fokus pada pendampingan dan pemberdayaan orang yang hidup dengan HIV/AIDS.

KOMPAS/SAMUEL OKTORA

Efnie Indrianie

  • Efnie Indrianie

Efnie adalah seorang psikolog yang melakukan pendampingan dan program pemulihan orang dengan HIV/AIDS dan pengguna narkoba lewat metode “Mind Stimulation Healing”. Metode ini untuk melatih cara kerja otak dan mengendalikan cara berpikir. Dengan demikian, secara alamiah dihasilkan zat-zat pada tubuh yang bermanfaat untuk pemulihan kesehatan. Terapi dan konsultasi ini dia lakukan secara gratis di Rumah Cemara, sebuah LSM yang melakukan pendampingan terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan pengguna narkoba di kota Bandung, Jawa Barat.

Sosok: Efnie Indrianie – Peduli terhadap Orang dengan HIV/AIDS (Kompas, 14 Juni 2014 halaman 16)

KOMPAS/FABIO M LOPES COSTA

Agustinus Adil OFM

  • Agustinus Adil OFM

Pria dari ujung barat Pulau Flores ini membaktikan hidupnya untuk merawat para pengidap HIV/AIDS di secara gratis di Rumah Surya Kasih Waena, Kota Jayapura, Papua. Rumah Surya Kasih Waena dibangun dengan bantuan dana dari Juliana, seorang donatur asal Australia. Berkat pengabdiannya ini, pada Januari 2014 Agus mendapat penghargaan Tokoh Peduli Bidang Kesehatan, khususnya HIV/AIDS, dari Gubernur Papua Lukas Enembe.

Sosok: Agustinus Adil OFM – Merawat ODHA di Jayapura (Kompas, 25 Maret 2014 halaman 16)

KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ

Dewi Susila

  • Dewi Susila

Dewi adalah seorang bidan di Desa Tanjung Morawa A, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Ia aktif sebagai motor penggerak penyadaran masyarakat terhadap bahaya HIV/AIDS sehingga pada tahun 2011 Ikatan Bidan Indonesia mengukuhkan Dewi sebagai penerima Srikandi Award, penghargaan bagi bidan-bidan inspiratif. Sejumlah penghargaan tingkat kabupaten dan provinsi pun diraihnya.

Sosok: Dewi Susila – Motor Pencegah HIV/AIDS (Kompas, 3 Juli 2012 halaman 16)

KOMPAS/FABIOLA PONTO

Esthi Susanti

  • Esthi Susanti

Esthi mendirikan LSM Hotline di Surabaya, Jawa Timur, yang melakukan pendampingan bagi pengidap HIV/AIDS sejak tahun 1992. Dia menawarkan metode penyembuhan krisis mental orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dengan fotografi serta merajut. Dia juga melakukan pendampingan dan perlindungan untuk perempuan miskin.

Sosok: Esthi Susanti Menjawab “Panggilan” (Kompas, 6 Maret 2010 halaman 16)

  • Rahmat Saleh

Rahmat mendirikan LSM Sriwijaya Plus, LSM yang bergerak di bidang pendampingan penderita HIV/AIDS dan korban narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza). LSM yang berlokasi di Palembang, Sumatera Selatan ini diberi nama Sriwijaya Plus karena sebagian anggotanya sudah terinfeksi HIV. Rahmat mendampingi para pengidap HIV/AIDS di rumah sakit. Mereka diberi pengetahuan mengenai cara menjaga diri dan lingkungannya.

Sosok: Rahmat, Hilangkan Stigma Buruk AIDS (Kompas Sumbagsel, 17 November 2008 halaman 26)

Sumber: Arsip KOMPAS dan berbagai sumber

Referensi

Arsip Kompas

“Turis Belanda Penderita AIDS Tewas di Bali”. KOMPAS, 11 April 1987 hlm. 1

“Kasus Pertama AIDS Tewaskan Orang Indonesia”. KOMPAS, 22 Juli 1988 hlm. 1

“Strategi nasional penanggulangan AIDS”. KOMPAS, 28 Juli 1994 hlm. 9

“Rakernas Penanggulangan AIDS: Membendung Ancaman 2,5 Juta Kasus HIV/AIDS Tahun 2000”. KOMPAS, 25 Agustus 1994 hlm. 1

“Dicanangkan, Gerakan Nasional Penanggulangan HIV/AIDS”. KOMPAS, 24 April 2002 hlm. 10

“Perlu Sinergi Menekan Laju Epidemi HIV/AIDS”. KOMPAS, 1 Desember 2006 hlm. 6
“Jejak Penanganan AIDS di Indonesia”. KOMPAS, 23 Juli 2019 hlm. C

“Penanganan Kasus HIV/AIDS Nasional”. KOMPAS, 28 Juli 2021 hlm. A