Fakta Singkat
HIV/AIDS
- HIV: virus yang menginfeksi sel darah putih dan menyebabkan penurunan kekebalan tubuh manusia.
- AIDS: sejumlah gejala dan infeksi karena HIV.
- Satu-satunya cara mengetahui infeksi HIV dengan tes HIV.
- HIV ditemukan dan menular melalui darah, air mani, cairan vagina, dan ASI.
- Dicegah dengan konsep “ABDCD”
- HIV belum dapat disembuhkan.
- Pengobatan HIV dengan terapi antiretroviral dapat mengurangi penyakit dan kematian terkait AIDS.
- HIV tak disebarkan melalui gigitan serangga maupun jabatan tangan dan pelukan dengan mereka yang hidup dengan HIV.
HIV/AIDS Dalam Angka
Dunia (2019)
- 38 juta orang hidup dengan HIV
- 1,7 juta orang hidup dengan AIDS
- Kasus terbesar di Afrika (25,7 juta)
Indonesia (2019)
- 282 kasus HIV yang dilaporkan
- 214 kasus AIDS yang dilaporkan
- 046.812 tes HIV yang dilakukan
- HIV paling banyak dilaporkan di Jatim (8.935)
- AIDS paling banyak dilaporkan di Jateng (1.613)
Setiap tanggal 1 Desember, Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB memperingati Hari AIDS Sedunia sejak 1988. Pada tanggal tersebut, orang-orang di seluruh dunia menunjukkan dukungan terhadap mereka yang hidup dengan HIV dan mengingat mereka yang telah meninggal karena penyakit yang terkait dengan AIDS.
Perhatian terhadap penyakit dan virus ini memuncak pada tahun 1980 dan hingga kini telah menjangkiti sekitar 75 juta orang di seluruh dunia.
Pada perayaan hari AIDS sedunia, banyak orang mengenakan pita merah sebagai simbol kesadaran, dukungan, dan solidaritas dengan mereka yang hidup dengan HIV. Selain itu, mereka yang hidup dengan HIV diberi ruang untuk menyuarakan berbagai isu penting dalam hidup mereka.
Hari AIDS sedunia juga selalu mengingatkan bahwa HIV belum hilang dari muka bumi, perlunya dukungan dari berbagai pihak, kesadaran akan dampak HIV dalam hidup manusia, hingga perlunya menyudahi stigma dan diskriminasi terhadap orang yang hidup dengan HIV.
Setiap tahun, hari AIDS sedunia mengangkat suatu tema. Pada peringatan pertama tahun 1988, diangkat tema “A World United against AIDS”, sedangkan pada tahun 2020 diangkat tema “Global Solidarity, Shared Responsibility”.
Lantas, apa itu AIDS? Apa bedanya dengan HIV? Bagaimana penularan, pencegahan, dan pengobatannya? Bagaimana situasi HIV/AIDS di Indonesia?
HIV/AIDS
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan penyakit yang ditandai sejumlah gejala dan infeksi yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh virus HIV. Sedangkan, human immunodeficiency virus (HIV) merupakan virus yang menginfeksi serta menghancurkan sel darah putih manusia (sel T CD4-positif) yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia.
Sistem kekebalan tubuh manusia dianggap berkurang (deficient) ketika tak lagi dapat berfungsi untuk memerangi infeksi dan penyakit. Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang berkurang akan lebih rentan terhadap infeksi virus dan kanker.
Gejala
Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi karena infeksi HIV menyebabkan melemahnya kekebalan tubuh secara bertahap hingga menyebabkan AIDS.
Setelah terinfeksi, beberapa orang akan mengalami penyakit, seperti demam kelenjar yang disertai ruam, nyeri sendi, dan pembesaran kelenjar getah bening. Akan tetapi, beberapa orang yang terinfeksi tak memiliki gejala tertentu. Dengan demikian, satu-satunya cara untuk mengetahui infeksi HIV adalah dengan tes HIV.
Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV, bila tak tertangani, akan masuk ke fase AIDS setelah delapan hingga 10 tahun. AIDS menunjukkan tahap infeksi HIV yang telah akut.
Terdapat empat tahap infeksi HIV hingga teridentifikasi sebagai AIDS. Tahap pertama merupakan infeksi HIV yang biasanya tak bergejala dan belum dikategorikan sebagai AIDS. Tahap kedua berupa infeksi saluran pernapasan atas yang berulang. Tahap ketiga, meliputi diare kronis yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, serta tuberkulosis paru-paru. Tahap keempat, meliputi infeksi parasit di otak, trakea, paru-paru, serta kanker tulang.
Penularan
HIV dapat ditemukan di cairan tubuh manusia yang terinfeksi, seperti darah, air mani, cairan vagina, serta ASI. Penularan HIV terjadi melalui beberapa hal, seperti penetrasi seks, transfusi darah, jarum tato maupun jarum suntik yang terkontaminasi, serta antara ibu dan anak selama kehamilan, persalinan, dan menyusui.
Meskipun HIV dapat ditularkan melalui penetrasi seks, risiko penularan HIV berbeda berdasarkan penetasinya. Seks anal dilaporkan 10 kali lebih berisiko menularkan HIV daripada seks vaginal dan oral. Sedangkan, kegiatan seks dengan mereka yang hidup dengan HIV aman dilakukan ketika orang dengan virus HIV telah benar-benar menjalankan terapi antiretroviral. Kegiatan seks juga lebih aman dilakukan dengan menggunakan kondom.
Penularan lain terjadi karena penggunaan jarum suntik bekas atau jarum suntik secara bersama-sama (sharing). HIV juga dapat menular melalui pisau cukur yang tidak steril. Risiko penularan melalui jarum suntik maupun pisau cukur dapat diminimalkan dengan selalu menggunakan jarum suntik maupun pisau cukur baru dan steril.
Sedangkan, penularan dari ibu ke anak dapat terjadi pada saat ibu hamil melalui plasenta, saat melahirkan melalui kontak cairan ibu dan bayi, maupun saat menyusui melalui ASI.
Pencegahan
Penularan HIV melalui kegiatan seksual dapat dicegah dengan cara melakukan seks dengan pasangan tetap yang tidak terinfeksi, seks tanpa penetrasi, konsisten menggunakan kondom, melakukan seks dengan mereka yang pernah hidup dengan HIV dan telah melakukan terapi antiretrovial dan tak terdeteksi viral load, hingga terapi post-exposure preventive (PEP).
Di sisi lain, penularan HIV dapat diminimalkan dengan selalu menggunakan jarum suntik baru dalam pengobatan serta memastikan darah atau produk darah dalam tranfusi telah dites HIV. Pengurangan risiko penularan HIV bagi pengguna obat suntikan dapat dilakukan dengan mengubah pengobatan menjadi oral, tak pernah menggunakan jarum suntik bekas atau berbagi jarum suntik dengan orang lain, serta selalu mensterilkan peralatan saat mempersiapkan obat.
Risiko penularan ibu hamil yang hidup dengan HIV kepada anaknya dapat dikurangi dengan terapi antiretroviral selama hamil, melahirkan, dan menyusui.
Departemen Kesehatan RI menyarankan konsep “ABCDE” untuk menghindari penularan HIV, yang terdiri dari abstinence, be faithfull, condom, drug no, dan education.
Abstinence berarti absen melakukan hubungan seks bagi yang belum menikah. Be faithful berarti saling setia kepada satu pasangan seks, tidak berganti-ganti pasangan. Condom berarti mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan kondom. Drug no berarti tidak menggunakan narkoba. Sedangkan, education berarti memberikan pendidikan dan informasi yang benar mengenai HIV, terkait cara penularan, pencegahan, serta pengobatannya.
Pengobatan
HIV tak dapat disembuhkan hingga saat ini. Akan tetapi, terdapat pengobatan infeksi HIV yang efektif apabila dimulai dengan segera dan teratur minum obat antiretroviral. Obat-obat antiretroviral digunakan untuk melawan infeksi HIV dengan menghalangi reproduksi HIV di dalam tubuh agar tidak masuk ke dalam stadium AIDS.
Obat-obatan antiretrovial berfungsi dengan cara memperlambat penggandaan dan penyebaran virus HIV di dalam tubuh dengan mengganggu proses replikasi dengan berbagai cara.
Terdapat tiga kelompok obat antiretroviral. Pertama, penghambat transkriptase balik nukleosida (nucleoside reverse transcriptase inhibitors). HIV membutuhkan enzin yang disebut reverse transcriptase untuk menghasilkan salinan diri yang baru. Kelompok obat ini menghambat reverse transcriptase dengan mencegah proses yang menggandakan materi genetik virus.
Kedua, obat penghambat transkriptase balik nonnukleosida (non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors). Kelompok obat ini mengganggu replikasi HIV dengan mengikat enzim reverse transcriptase itu sendiri. Dengan demikian, enzim dicegah untuk bekerja dan menghentikan produksi partikel virus baru di sel yang diterinfeksi.
Ketiga, penghambat protease (protease inhibitor). Kelompok obat ini akan mengganggu replikasi HIV dengan mengikat reverse preotease, yakni enzim pencernaan yang dibutuhkan dalam replikasi HIV untuk menghasilkan partikel baru. Penghambat protease mencegah pemecahan protein enzim tersebut sehingga memperlambat produksi partikel virus baru.
Penggunaan ketiga kombinasi obat-obatan antiretroviral tersebut terbukti mengurangi penyakit dan kematian terkait AIDS. Walaupun tak ada obat untuk AIDS, kombinasi terapi antiretrovial memungkinkan mereka yang hidup dengan HIV dapat hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih produktif karena berkurangnya jumlah HIV dalam darah (viraemia) dan meningkatnya jumlah sel darah putih (sel CD-4 positif).
Terapi antiretroviral yang dilakukan secara efektif memungkinkan pencegahan penularan HIV. Dengan demikian, mereka yang hidup dengan HIV dan menjalankan terapi antiretroviral tak lagi akan menularkan HIV. Yang perlu diingat adalah bahwa obat-obatan antiretroviral hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan profesional.
Tes HIV
Tes HIV merupakan tes yang mengungkapkan apakah seseorang telah terinfeksi HIV. Umumnya, tes HIV mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus HIV dari darah atau cairan mulut. Tes ini lebih mudah dan cepat daripada mendeteksi virus HIV itu sendiri. Pembentukan antibodi terhadap infeksi virus HIV biasanya memakan waktu satu bulan setelah virus HIV menginfeksi.
Mitos HIV
Beberapa mitos terkait HIV membuat orang menjauhi mereka yang hidup dengan HIV. Oleh karena itu, UNAIDS menjelaskan berbagai mitos yang sering dipercaya terkait HIV.
Pertama, HIV sering dianggap disebarkan melalui gigitan nyamuk atau serangga. Padahal, HIV tidak dapat bereproduksi di dalam serangga bahkan ketika virus tersebut masuk ke dalam nyamuk atau serangga. Karena tak dapat terinfeksi HIV, serangga tak dapat menularkan HIV kepada manusia yang digigitnya.
Kedua, HIV dianggap dapat menular melalui jabatan tangan. UNAIDS menegaskan bahwa HIV tak dapat ditularkan saat berjabat tangan, berciuman, berpelukan, serta minum dari gelas yang digunakan oleh mereka yang hidup dengan HIV. Bahkan, HIV juga tak dapat ditularkan saat berdekatan dengan mereka yang hidup dengan HIV yang bersin atau batuk.
Penegasan ini sekaligus mengulangi kembali bahwa HIV ditemukan dalam darah, air mani, cairan vagina, serta ASI yang terinfeksi HIV.
Artikel Terkait
HIV/AIDS dalam angka
Berdasarkan data UNAIDS, terdapat kurang lebih 38 juta orang di seluruh dunia yang hidup dengan HIV pada tahun 2019, dan 1,7 juta orang baru hidup dengan HIV pada 2019. Selain itu, terdapat 690.000 orang yang mati terkait penyakit AIDS pada 2019. Di sisi lain, terdapat 26 juta orang di seluruh dunia yang mengakses terapi antiretroviral hingga akhir Juni 2020.
Berdasarkan data dari UNAIDS 2019 yang dirangkum dalam Infodatin HIV 2020, populasi infeksi HIV terbesar di dunia ada di Afrika dengan perkiraan jumlah 25,7 juta orang yang hidup dengan HIV. Posisi selanjutnya adalah Asia Tenggara (3,8 juta), Amerika (3,5 juta), Eropa (2,5 juta), Pasifik Barat (1,9 juta), dan Mediterania Timur (0,4 juta).
Di Indonesia, jumlah kasus HIV menunjukkan tren peningkatan sedangkan kasus AIDS cenderung tetap dengan case fatality rate (CFR) AIDS yang menurun. Pada tahun 2010, terdapat 21.591 orang yang terinfeksi HIV yang kemudian meningkat menjadi 50.282 kasus pada tahun 2019. Di sisi lain, kasus AIDS pada tahun 2010 sejumlah 7.437 kasus, sempat naik hingga menjadi 12.214 kasus pada tahun 2013, dan kembali turun menjadi 7.036 kasus pada tahun 2019. Sedangkan, persentase jumlah kematian dibandingkan jumlah kasus AIDS (CFR AIDS) di Indonesia cenderung menurun, dari 5,23 persen pada tahun 2010 menjadi 0,59 persen pada tahun 2019.
Pada tahun 2019, infeksi HIV di Indonesia paling banyak dilaporkan terjadi di Provinsi Jawa Timur dengan 8.935 kasus, diikuti DKI Jakarta (6.701 kasus), dan Jawa Barat (6.066 kasus). Sedangkan, tiga provinsi yang melaporkan kasus infeksi HIV terendah adalah Provinsi Gorontalo (48 kasus), Sulawesi Barat (69 kasus), dan Jambi (131 kasus).
Pada tahun yang sama, kasus AIDS di Indonesia paling banyak dilaporkan di Provinsi Jawa Tengah dengan 1.613 kasus, diikuti Papua (1.061 kasus), dan Jawa Timur (958 kasus). Sedangkan, kasus AIDS dilaporkan paling sedikit terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan (5 kasus), Jambi (11 kasus), dan Nusa Tengara Timur (29 kasus).
Dari jumlah kasus HIV di Indonesia tahun 2019, sejumlah 64,5 persen berjenis kelamin laki-laki dan 35,5 persen perempuan. Sedangkan proporsi kasus AIDS di Indonesia adalah 68,6 persen laki-laki dan 31,4 persen perempuan.
Jumlah tes HIV di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 2013, terdapat 664.909 tes HIV yang dilakukan dan terdapat 29.037 kasus yang dinyatakan positif HIV. Jumlah tersebut meningkat pada tahun 2019 hingga mencapai 4.046.812 tes yang dilaporkan dan terdapat 50.282 kasus yang dinyatakan positif HIV. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
UNAIDS dan Kemenkes RI
- https://www.unaids.org/en/frequently-asked-questions-about-hiv-and-aids
- https://www.unaids.org/en/World_AIDS_Day
- https://www.unaids.org/sites/default/files/media_asset/UNAIDS_FactSheet_en.pdf
- https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-2020-HIV.pdf
- https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2019.pdf