KOMPAS/JOHNNY TG
Spanduk yang mengingatkan tentang bahaya AIDS, dalam kampanye anti AIDS, kerjasama antara Kantor Menko Kesra & Taskin, Unaids dan Ausaid, di Bundaran Hotel Indonesia (1/12/1999).
Fakta Singkat
- WHO menetapkan slogan “Equalize” (Kesetaraan) pada peringatan Hari AIDS Sedunia 2022
- HIV merupakan nama virus yang menyerang sistem kekebalan atau imunitas tubuh manusia.
- AIDS adalah nama penyakit yang ditimbulkan ketika serangan HIV telah mencapai stadium tiga.
- Gejala HIV hingga mencapai titik AIDS melalui empat tahapan, dimana AIDS baru dapat terdeteksi pada tahap terakhir.
- Pada 2020, terdapat 1,5 juta pengidap HIV di seluruh dunia, dengan proporsi terbanyak berada di wilayah Afrika (dua pertiga populasi).
- Pada 2021, sekitar 650.000 orang meninggal di seluruh dunia akibat penyakit AIDS. Angka ini menurun dari tahun 2010 yang mencapai korban 1,4 juta jiwa dan 2004 dengan korban 2 juta jiwa.
- Hingga akhir 2021, jumlah kasus kumulatif AIDS yang pernah terjadi di Indonesia mencapai 135.490 kasus. Sementara jumlah kasus kumulatif pada tahun 2021 sendiir mencapai 5.750 kasus.
- Di Indonesia, penyebab terbesar penularan HIV adalah hubungan tubuh homoseksual, dengan menjadi penyebab bagi 27,7 persen kasus.
- Meski hingga kini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV/AIDS, pengobatan Antiretroviral atau ARV menjadi yang paling umum digunakan untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan.
- Hambatan utama dalam mengatasi HIV/AIDS di Indonesia adalah kurangnya sosialisasi/pendidikan, kesesatan berpikir/logika, dan kurangnya jangkauan pelacakan kasus positif.
Pada September 2022 lalu, informasi terkait ratusan mahasiswa di Kota Bandung yang positif HIV menjadi perbincangan media dan khalayak luas. Kasus ini menjadi alarm sebab penyebaran virus tersebut terjadi di kalangan generasi muda.
Pemberitaan tersebut tidak hanya mengejutkan bagi publik nasional, tapi juga bagi pemerintah yang disadarkan penyebaran masif virus HIV yang berada di sekeliling masyarakat Indonesia. Apalagi, angka dari kasus-kasus positif HIV yang terdeteksi bisa lebih besar.
Terkait dengan situasi yang menimpa para mahasiswa di Bandung tersebut, sejumlah upaya segera dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil regional bersama dengan Komisi Penanggulangan Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).
Salah satu upaya yang dilakukan adalah edukasi penyakit dan persuasi bagi kelompok berisiko untuk melakukan tes. Semakin awal diketahui, kian baik pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penyakit AIDS (Kompas, 3/9/2022, Jumlah Mahasiswa dengan HIV Bisa Lebih Besar).
Masih pada bulan yang sama, kasus serupa muncul dari laporan Dinas Dinas Kesehatan Gunungkidul, Yogyakarta. Puluhan anak terinfeksi HIV/AIDS. Rupanya anak-anak di Gunungkidul tersebut tertular dari orangtuanya.
Unit Donor Darah PMI Kota Surabaya, Jawa Timur juga melaporkan telah membuang 514 kantong darah dari 66.274 kantong darah yang ada selama Januari hingga Juni 2022. Kantong darah tersebut harus dibuang karena karena terdeteksi mengandung sejumlah virus menular, termasuk HIV (Kompas, 22/9/2022, Ledakan HIV/AIDS Kian Meresahkan).
Hari peringatan penyakit AIDS ini diselenggarakan di seluruh dunia pada 1 Desember setiap tahunnya. Hari AIDS Sedunia bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dunia terhadap wabah penyakit AIDS yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
Dalam penyelenggaraannya pada 2022, Lembaga Kesehatan Dunia atau WHO menetapkan tema “Equalize” atau kesetaraan.
Tema ini dipilih dengan berangkat dari pandangan bahwa penyebaran AIDS berangkat dari ketidaksetaraan akan akses pada kemajuan, termasuk pada layanan pengobatan dan pengecekan virus HIV. Untuk itu, WHO berharap agar tema ini mendorong para pemimpin dan warga dunia untuk mengakui dan mengatasi ketidaksetaraan tersebut, secara khusus bagi kelompok rentan.
Hari AIDS Sedunia menyatukan orang-orang dari seluruh dunia untuk meningkatkan kesadaran tentang HIV/AIDS dan menunjukkan solidaritas internasional dalam melawan penyakit ini.
Bagi semua kalangan, Hari AIDS Sedunia menjadi saran menyebarkan kesadaran, mendorong pencegahan, pengobatan dan perawatan HIV/AIDS di seluruh dunia. Oleh karenanya, UNAIDS menuliskan bahwa hari peringatan ini telah menjadi salah satu hari kesehatan internasional yang paling dikenal luas.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Puluhan remaja yang tergabung dalam Yayasan AIDS Indonesia memeringai Hari AIDS Internasional pada 1 Desember dengan pawai di area bebas kendaraan bermotor Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (1/12/2019). Mereka antara lain mengampanyekan untuk menjauhi perilaku seks bebas, menjauhi narkoba, dan meminta masyarakat untuk tidak menjauhi para penderita AIDS.
Apa itu Penyakit AIDS dan Virus HIV?
Hingga kini, masyarakat masih kerap menghadapi kebingungan dalam memahami penyakit AIDS. Pembedaaan antara virus HIV dan penyakit AIDS menjadi sulit lantaran penulisan keduanya kerap berada dalam satu konsep “HIV-AIDS”.
Dampaknya, publik kerap menganggap jika HIV dan AIDS adalah jenis penyakit yang sama. Padahal, keduanya berbeda dimana yang disebutkan pertama justru merupakan penyebab bagi yang kedua.
HIV merupakan nama virus yang menyerang sistem kekebalan atau imunitas tubuh manusia. HIV berasal dari istilah Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sel darah putih yang disebut sebagai sel CD4.
Sebagai dampaknya, HIV akan melemahkan pertahanan tubuh manusia dari infeksi oportunistik (opportunistic infection), seperti pneumonia, salmonella, kandidiasis, toxoplasma, bahkan tuberkulosis. Lebih daripada itu, virus HIV juga akan merusak perlindungan sel kanker, menyebabkan penderitanya begitu rentan pada berbagai penyakit mematikan.
Di sisi lain, AIDS mengacu pada kondisi yang ditimbulkan sebagai akibat dari serangan virus HIV. Namun, tidak semua serangan virus HIV secara otomatis menimbulkan AIDS. Hanya serangan HIV serius yang dapat menyebabkan AIDS. Seseorang disebutkan memiliki penyakit AIDS ketika telah mengalami serangan HIV stadium 3, dilengkapi dengan kondisi dan gejala yang kompleks.
Dari definisi kepanjangannya sendiri, “Acquired Immune Deficiency Syndrome”, penyakit ini mengacu pada suatu kumpulan gejala dan infeksi sindrom yang muncul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia lantaran terinfeksi virus HIV, sebagai akibat melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Dalam berbagai perbedaan demikian, diagnosis dari memiliki HIV dan mengidap AIDS berbeda, namun dapat juga berjalan seiringan.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Kampanye Pencegahan AIDS – Warga antre untuk foto gratis dengan latar belakang simbol pita merah sebagai bentuk kepedulian terhadap bahaya HIV/AIDS pada kampanye yang digelar Komisi Penanggulagan AIDS Nasional di Jalan Sudirman, Jakarta, Minggu (2/12/2012). Dari tiap warga yang berfoto akan disumbangkan donasi Rp 10.000 dari sponsor untuk kagiatan kampanye penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.
Statistik Penyakit AIDS
Penyelenggaraan terhadap Hari AIDS Sedunia menjadi penting untuk mengampanyekan tentang bahaya penyakit ini. Hal tersebut berangkat dari statistik penyakit AIDS dalam cakupan global maupun regional.
WHO menyebutkan bahwa hingga 2021, virus HIV sebagai penyebab AIDS telah merenggut 36,3 juta jiwa. Pada 2020, sebanyak 1,5 juta orang tertular HIV. Diperkirakan ada 37,7 juta orang yang hidup di seluruh dunia dengan virus HIV per akhir tahun 2020, dengan lebih dari dua pertiganya (25,4 juta) berada di wilayah Afrika.
Terkait situasi penyakit AIDS, lembaga The Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) memaparkan bahwa pada 2021 saja, sekitar 650.000 orang meninggal di seluruh dunia akibat penyakit AIDS. Meski masih menunjukkan angka yang tinggi, namun jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2004, setidaknya 2 juta orang meninggal karena AIDS. Sementara di tahun 2010, jumlah tersebut berada pada angkat 1,4 juta.
Tren positif kian menurunnya kematian akibat AIDS menjadi harapan besar bagi target kesehatan dunia internasional. Penurunan dampak kematian akibat AIDS secara khusus juga dicatatkan oleh UNAIDS pada kelompok perempuan dewasa dan anak perempuan secara drastis, yakni dengan penurunan mencapai 57 persen sejak 2010. Sementara bagi laki-laki, baik dewasa maupun anak-anak, berada pada level 47 persen.
Sementara data-data serupa di Indonesia dapat ditemukan melalui Laporan Eksekutif Perkembangan HIV-AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) Triwulan IV Tahun 2021 oleh Kemenkes. Diketahui, di tahun tersebut seluruh provinsi di Indonesia telah melaporkan adanya kasus HIV maupun AIDS.
Kemenkes mencatat, jumlah kumulatif penderita HIV dan AIDS yang pernah dilaporkan di Indonesia sampai dengan bulan Desember 2021 mencapai jumlah 456.453 orang. Sementara untuk jumlah kumulatif kasus AIDS saja yang pernah dilaporkan sampai dengan Desember 2021 sebanyak 135.490 orang.
Sumber: Kementerian Kesehatan
Sementara untuk kasus baru, Kemenkes mencatat terdapat 36.902 kasus HIV baru di Indonesia sepanjang 2021. Jumlah tersebut telah mengalami penurunan 12,11 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yang mencapai 41.987 kasus baru.
Untuk penyakit HIV stadium tiga atau AIDS mencapai jumlah 5.750 kasus baru sepanjang 2021. Jumlahnya kasus baru AIDS juga mengalami penurunan 33,44 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencapai jumlah 5.750 kasus.
Sementara, proporsi penderita AIDS yang berjenis kelamin laki-laki juga jauh lebih banyak dibandingkan perempuan. Kasus baru penderita AIDS oleh laki-laki mencapai 75 persen, sementara perempuan berada pada presentase 25 persen.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Obat Antiretroviral (ARV) yang harus dikonsumsi pasien orang dengan HIV AIDS (ODHA) ditunjukkan dalam sesi jumpa pers yang digelar Indonesia AIDS Coalition (IAC) di Jakarta, Kamis (10/1/2019). Obat ARV yang mengandung zat aktif Tenofovir, Lamivudine dan Efavirenz harus dikonsumsi dalam sediaan kombinasi ketiganya untuk menghambat replikasi HIV.
Jumlah penderita HIV yang ditemukan selama 2021 sebagian besar terdapat pada kelompok umur 25-49 tahun, dengan rasio mencapai 69,7 persen dari total jumlah penderita. Selain itu, 70 persen dari penderita HIV berjenis kelamin laki-laki dan 30 persen perempuan.
Penyebab terbesar penularan HIV di Indonesia adalah hubungan tubuh homoseksual, dengan menjadi penyebab bagi 27,7 persen kasus. Di peringkat kedua adalah hubungan tubuh heteroseksual dengan rasio 13,6 persen. Data ini memperkuat narasi penyebab utama penyebaran virus HIV, yakni melalui hubungan seksual yang berisiko.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Sosialisasi AIDS – Sejumlah relawan dari Forum LSM Peduli AIDS menyampaikan sosialisasi kepada warga yang berkunjung di Car Free Day tentang penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), Minggu (25/11/2018). Sosialisasi yang digelar untuk menjelang peringatan Hari AIDS Sedunia ini mengajak kepada masyarakat untuk tetap peduli terhadap penyakit ini.
Tahapan Gejala AIDS
Dalam pengertian yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat dipahami bahwa orang dengan AIDS sudah pasti positif HIV. Namun orang yang positif HIV, belum tentu positif AIDS. Untuk itu, setelah mengetahui status positif HIV, penderita harus segera melakukan pengobatan ARV (Anti Retroviral), sebab masih memiliki kemungkinan bahwa kondisinya tidak sampai pada tahap AIDS.
Untuk mencapai stadium tiga itu sendiri, penderita HIV akan mengalami sejumlah tahapan gejala terlebih dahulu. Mengacu kembali pada laman Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kemenkes, setidaknya terdapat empat tahap gejala untuk seorang dengan positif HIV mencapai AIDS, yakni:
- Tahap Pertama (Periode Jendela)
Pada tahap ini, HIV telah masuk ke dalam tubuh. Meski begitu, masih belum muncul tanda-tanda khusus. Sang penderita tampak sehat dan merasa sehat. Lebih berbahayanya, tes HIV sekalipun belum bisa mendeteksi kehadiran virus ini, setidaknya dalam periode dua minggu hingga tiga bulan.
- Tahap Kedua (HIV Positif/Tanpa Gejala)
Setelah melalui periode jendela, virus HIV pun berkembang biak dalam tubuh. Meski begitu, masih belum ditemukan tanda-tanda khusus, dimana penderitanya tampak sehat dan merasa sehat. Namun, tes sudah dapat mendeteksi status HIV. Tahap ini bertahan selama luma sampai dengan 10 tahun, dimana penderitanya terus tampak sehat bergantung pada daya tahan tubuhnya.
- Tahap Ketiga (HIV Positif/Muncul Gejala)
Di tahap ketiga, penderita HIV mulai menunjukkan gejala penyakitnya. Sistem kekebalan tubuh semakin menurun, menyebabkan mulai munculnya berbagai penyakit lain. Contoh dari penyakit-penyakit tersebut antara lain pembengkakan kelenjar limfa, diare terus-menerus, flu, dan lainnya. Tahap ini berlangsung selama lebih dari satu bulan, tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing penderita.
- Tahap 4 (AIDS)
Pada tahap keempat, penderita HIV pun mencapai stadium tiga dan positif mengidap AIDS. Di tahap ini, kondisi sisitem kekebalan tubuh sudah begitu lemah, ditambah dengan berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) yang semakin parah.
KOMPAS/AGNES RITA SULISTYAWATY (ART)
Baliho AIDS menyambut para pendatang di garis perbatasan negara Papua Niugini dengan Kabupaten Jayapura, Papua (12/08/2007). Persebaran HIV/AIDS di perbatasan kedua negara masih tergolong tinggi.
Penyebab dan Pencegahan Risiko AIDS
Mengacu pada laporan InfoDATIN 2020: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI yang diterbitkan oleh Kemenkes, penularan HIV terjadi melalui pertukaran berbagai cairan tubuh dari orang yang terinfeksi. Termasuk dalam cairan penularan tersebut adalah darah, ASI (Air Susu Ibu), semen /sperma, dan cairan vagina. Selain itu, HIV juga dapat ditularkan dari seorang ibu ke anaknya selama kehamilan dan persalinan.
Dalam berbagai medium penularan tersebut, hubungan seksual pada pergaulan bebas menjadi kegiatan yang paling berisiko bagi penularan virus HIV maupun penyakit AIDS. Kompas (22/9/2022, Ledakan HIV/AIDS Kian Meresahkan) mencatat bahwa kondisi pergaulan bebas, baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis, terutama terjadi pada para remaja di kota-kota besar. Penularan pada anak muda terutama terjadi dalam hubungan seksual melalui vagina ataupun melalui anus.
Selain itu, pemberitaan di Kompas juga mencatat bahwa penggunaan jarum suntik yang sembarangan juga memberikan risiko penularan yang tinggi. Dalam situasi demikian, penularan HIV melalui jarum suntik kerap terjadi dalam penggunaan narkoba karena dilakukan secara ilegal, membuat tidak adanya jaminan sanitasi secara medis. Meski begitu, saat ini penggunaan jarum suntik sudah semakin rendah, dengan kian maraknya konsumsi narkoba dengan cara diminum, diisap, atau dihirup.
Hal yang kerap disalahpahami adalah kerentanan penularan dalam kontak harian. Orang tidak dapat terinfeksi virus HIV melalui kontak sehari-hari seperti mencium, berpelukan, berjabat tangan, atau berbagi benda pribadi, makanan, atau air. Dengan demikian, cairan tubuh seperti keringat dan air liur tidak memberikan risiko penularan.
Hingga saat ini, masih belum ditemukan pengobatan yang secara resmi mampu menyembuhkan penderita penyakit AIDS. Untuk itu, pengobatan yang selama ini dapat dilakukan adalah mengurangi peningkatan dampak kronis AIDS. Bagi penderita HIV, dapat dilakukan pengobatan Antiretroviral (ARV) untuk mengurangi kadar virus di dalam tubuh agar tidak mencapai stadium AIDS. Sementara bagi penderita AIDS, pengobatan yang sama diperlukan untuk mencegah kian kronisnya berbagai komplikasi infeksi.
Oleh karena situasi medis tersebut, pilihan terbaik menghadapi virus HIV dan penyakit AIDS adalah mencegah penularannya sendiri dengan menjaga pola hidup sehat dan menghindari sumber risiko penularan. Mengacu pada laporan InfoDATIN 2020: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Kemenkes memperkenalkan konsep “ABCDE” untuk merangkum sikap hidup yang berorientasi pada pencegahan penularan dari virus HIV. Konsep tersebut merupakan akronim dari lima poin sikap, yakni:
- A (Abstinence): Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi yang belum menikah.
- B (Be Faithful): Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan).
- C (Condom): Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan kondom.
- D (Drug No): Tidak menggunakan narkoba.
- E (Education): Melakukan atau menerima edukasi dan informasi yang benar mengenai HIV, cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Solidaritas AIDS-Aktivis mahasiswa dan sejumlah anggota LSM menggelar aksi solidaritas bagi para pengidap HIV AIDS di Tugu Muda, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (1/12/2014). Mereka mengkampanyekan penghapusan sikap diskriminatif terhadap para pengidap HIV/AIDS. Hal ini dilakukan agar mereka dapat hidup normal di tengah-tengah masyarakat.
Artikel Terkait
Masalah AIDS di Indonesia
Meskipun tren global maupun regional terhadap virus HIV maupun penyakit AIDS menunjukkan penurunan, penyakit ini masih begitu mematikan dan memiliki tingkat penularan yang tinggi. Di Indonesia sendiri, terdapat sejumlah permasalahan yang masih mendorong tingginya penyebaran virus HIV dan penyakit AIDS.
Yang pertama, disebabkan oleh lemahnya pengetahuan publik soal kesehatan reproduksi dan seksualitas serta pencegahan HIV. Pada hambatan ini, peran pemerintah menjadi begitu vital untuk melakukan sosialisasi dan pendidikan kesehatan, lewat penyusunan strategi dan program pendidikan. Tetapi, pemerintah sekalipun harus dibantu oleh berbagai kalangan, termasuk akademisi, komunitas, dan masyarakat luas.
Masalah kurangnya pendidikan dan sosialisasi ini kian memprihatinkan dalam masa pandemi Covid-19. Perhatian terhadap HIV/AIDS pun terpecah, sehingga juga berdampak pada menurunnya kepedulian – meskipun tidak sampai berdampak pada peningkatan kasus baru HIV selama pandemi. Untuk itu, masyarakat, terutama generasi muda, harus terus diberikan informasi yang benar tentang penularan dan pencegahan HIV/AIDS (Kompas, 18/2/2022, Pandemi: Penanganan Covid-19 Jangan Lupakan HIV).
Selain itu, media massa dan media sosial – yang peran masifnya telah begitu terbukti selama masa puncak pandemi – juga harus dimanfaatkan. Diperlukan pemberitaan dan penyaluran informasi yang benar dan jernih, bukan berita sensasional yang dangkal untuk semata menghebohkan masyarakat (Kompas, 10/9/2022, Keadaan HIV/AIDS di Indonesia).
Hambatan yang kedua, adalah masalah pada cara berpikir masyarakat Indonesia. HIV/AIDS adalah konsekuensi dari berhubungan seksual yang berisiko. Pada masyarakat Indonesia, risiko dalam konteks ini kerap dipandang semata pada hubungan di luar nikah. Akibatnya, solusi yang kerap dimunculkan adalah agar kelompok remaja melakukan pernikahan sesegera mungkin (dini).
Hambatan terakhir yang terjadi di Indonesia adalah kurangnya tingkat pelacakan virus HIV dan penyakit AIDS. Di sejumlah negara lain di Asia Tenggara, penularan dari ibu hamil dengan HIV ke bayinya sudah hampir mencapai nol kasus. Di Indonesia sendiri seharusnya, jumlah penularan virus HIV pada anak baru lahir (di bawah 4 tahun) masih berkisar pada 0,8 persen dari total kasus pada 2021.
Masalah demikian disebabkan kurangnya pelacakan virus HIV ibu hamil secara umum dan kasus HIV di masyarakat luas secara umum. Dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, deteksi kasus baru masih tergolong rendah. Siaran pers Kemenkes awal Agustus 2022 menyebutkan, dari target 97.000 kasus terdeteksi, baru 13.000 kasus yang ditemukan.
Artinya, masih terdapat kasus-kasus baru di masyarakat yang belum ditemukan. Situasi demikian akan secara signifikan berdampak pada terus terjadinya penularan di tengah masyarakat, apalagi bila pengidap yang belum terdeteksi melakukan kontak seksual dengan orang lain (Kompas, 22/9/2022).
Untuk mengatasi hambatan ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan meningkatkan lagi jumlah tes yang dilakukan, baik yang gratis maupun yang berbayar di layanan swasta. Rata-rata jumlah tes HIV di Indonesia masih berkisar pada angka 6 juta setahun – masih sangat sedikit, bahkan belum mencapai 10 persen dari total populasi Indonesia.
Meski begitu, situasi ketersediaan obat ARV saat ini lebih membaik. Pemerintah juga telah mencanangkan “triple elimination” pada ibu hamil, yakni eliminasi HIV, Hepatitis B, dan sifilis. Triple elimination pada ibu hamil dilakukan dengan cara tes dan pengobatan jika diperlukan. Dengan demikian, yang kini memang penting diperlukan ialah menemukan pengidap virus HIV agar dapat segera dipantau dan mendapatkan perawatan (Kompas, 10/9/2022, Keadaan HIV/AIDS di Indonesia).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Dokter Puskesmas Kecamatan Tamansari, Jakarta, mengambil darah salah seorang warga di Kawasan Museum Fatahillah, Jakarta, Senin (24/10/2016). Darah yang diambil kemudian diuji untuk mengetahui ada tidaknya terjangkit virus HIV/AIDS. Layanan tersebut gratis untuk warga sekitar museum maupun warga yang berkunjung ke sekitar museum.
Hari AIDS Sedunia 2022
Mengacu pada Kompaspedia (1/12/2020, Waspada Penularan HIV/AIDS), sejarah Hari AIDS Sedunia dapat dilacak hingga tahun 1988. Diprakarsai oleh James Bunn dan Thomas Netter sebagai bagian dari bagian Hubungan dan Masyarakat (Humas), WHO. Setelah kurang lebih empat dekade, penyelenggaraan tahun ini akan mengangkat slogan “Equalize“, sebagai seruan untuk bertindak.
Mengacu pada laman UNAIDS (unaids.org), slogan tersebut dipilih sebagai dorongan bagi masyarakat di seluruh dunia untuk bekerja demi tindakan praktis mengatasi ketidaksetaraan sebagai hambatan besar dalam mengakhiri AIDS. Melalui slogan ini, UNAIDS mendorong peningkatan ketersediaan, kualitas, dan layanan untuk pengobatan, tes dan pencegahan HIV, sehingga semua orang dapat terlayani dengan baik.
Selain itu, slogan “Equalize” juga digunakan untuk mendorong reformasi kebijakan dan praktik untuk mengatasi stigma dan eksklusi yang dihadapi oleh orang yang hidup dengan HIV. Penyingkiran ini mengakibatkan kian sulitnya pengobatan dan deteksi pada kasus HIV. Oleh karena itu, diperlukan kesehatan penghormatan dan penerimaan.
Selain itu, slogan ini juga diangkat untuk mendorong akses yang sama ke ilmu pengetahuan akan HIV dan AIDS dari berbagi teknologi. Secara khusus, akses antara masyarakat Dunia Selatan (negara berkembang) dan Utara (negara maju). UNAIDS mendorong slogan ini diadaptasi dan dimanfaatkan oleh berbagai komunitas untuk menyoroti ketidaksetaraan tertentu yang mereka hadapi dan mendesak.
“Kita dapat mengakhiri AIDS jika kita mengakhiri ketidaksetaraan yang melanggengkannya. Hari AIDS Sedunia ini kami membutuhkan semua orang untuk terlibat dalam berbagi pesan bahwa kita semua akan mendapat manfaat ketika kita mengatasi ketidaksetaraan,” kata Direktur Eksekutif UNAIDS Winnie Byanyima dikutip oleh laman resmi UNAIDS. Winni menekankan, untuk mencapai perlindungan dan keamanan kesehatan bagi semua orang, diperlukan prinsip “Equalize”.
Untuk menyelenggarakan Hari AIDS Sedunia 2022, pada 1 Desember WHO mengadakan seminar baruan (luring dan daring sekaligus) dengan judul “United to Equalize against AIDS”. Seminar tersebut akan diselenggarakan di kantor pusat WHO di Geneva, Swiss. Seminar memiliki agenda untuk mendengarkan pengalaman penyintas HIV, kepemimpinan dalam merespon AIDS, dan tokoh pemerintah.
Setelahnya, acara tersebut akan dilanjutkan dengan jalan bersama dalam tema “Solidarity Walk”. Jalan bersama dilakukan dari gedung WHO menuju gedung UNAIDS. Acara lantas ditutup dengan pameran foto peringatan mengenai perjuangan melawan HIV dan AIDS. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
• Kompas. (2022, September 3). Jumlah Mahasiswa dengan HIV Bisa Lebih Besar. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 8.
• Kompas. (2022, September 10). Keadaan HIV/AIDS di Indonesia. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 13.
• Kompas. (2022, September 22). Ledakan HIV/AIDS Kian Meresahkan. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 6.
• Kompas. (2022, Februari 18). Pandemi: Penanganan Covid-19 Jangan Lupakan HIV. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 1 & 15.
• Kompaspedia. (2020, Desember 1). Waspada Penularan HIV/AIDS. Diambil kembali dari kompaspedia.kompas.id: https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/poster/waspada-penularan-hiv-aids
• Kompaspedia. (2021, Desember 1). HIV/AIDS di Indonesia dan Sahabat-sahabat ODHA. Diambil kembali dari Kompaspedia.kompas.id: https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/kronologi/hiv-aids-di-indonesia-dan-sahabat-sahabat-odha
- Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. (2021, Desember 1). Peringatan Hari AIDS Sedunia, Pentingnya Mengenali Bahayanya dan Pencegahannya. Diambil kembali dari dinkes.kalbarprov.go.id: https://dinkes.kalbarprov.go.id/peringatan-hari-aids-sedunia-pentingnya-mengenali-bahayanya-dan-pencegahannya/
- Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kemenkes. (2018, Juli 24). No HIV AIDS, No Stigma. Diambil kembali dari promkes.kemkes.go.id: https://promkes.kemkes.go.id/?p=8979
- Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kemenkes. (2021, Desember 1). HAS 2021 – Akhiri AIDS: Cegah HIV, Akses Untuk Semua. Diambil kembali dari promkes.kemkes.go.id: https://promkes.kemkes.go.id/has-2021–akhiri-aids-cegah-hiv-akses-untuk-semua
- Rumah Sakit Mitra Keluarga. (2022, September 19). Ketahui Perbedaan HIV dan AIDS, serta Cara Pengobatannya. Diambil kembali dari mitrakeluarga.com: https://www.mitrakeluarga.com/artikel/artikel-kesehatan/perbedaan-hiv-dan-aids
- Rumah Sakit Satya Negara. (2019, Desember 7). Tanda dan Gejala HIV dan AIDS. Diambil kembali dari rssatyanegara.com: https://www.rssatyanegara.com/aritkel_news/tanda-dan-gejala-hiv-dan-aids/
- (2022). EQUALIZE – WORLD AIDS DAY 2022. Diambil kembali dari unaids.org: https://www.unaids.org/en/2022-world-aids-day
- Kementerian Kesehatan. (2020). InfoDATIN 2020: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan .
- Kementerian Kesehatan. (2021). Laporan Eksekutif Perkembangan HIV-AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) Triwulan IV Tahun 2021. Kementerian Kesehatan.