Paparan Topik | Hari Anti Narkotika Internasional

Pencegahan, Pemberantasan, dan Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia

Penyalahgunaan narkoba dapat menimbulkan kerugian bagi pelaku, masyarakat, dan negara. Pemerintah merancang rencana aksi dengan melakukan pencegahan, pemberantasan, dan rehabilitasi penyalahgunaan narkoba.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (tengah) memberikan keterangan saat rilis pengungkapan kasus peredaran narkoba oleh Tim Satuan Tugas Khusus Markas Besar Polri atau Satgassus Merah Putih dengan barang bukti sebanyak 2,5 ton sabu di Jakarta, Rabu (28/4/2021). Operasi pengungkapan jaringan narkotika Timur Tengah-Malaysia-Indonesia tersebut dilakukan pada awal April lalu di dua lokasi di wilayah Aceh dan satu lokasi di Jakarta Barat. Sebanyak 17 tersangka telah ditangkap dan satu tersangka lainnya tewas dalam operasi pengungkapan kasus.

Fakta Singkat

Narkoba
Narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya.

Narkotika
Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik itu sinstesis atau semisintesis yang mengakibatkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri sehingga menimbulkan ketergantungan.

Psikotropika
Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Zat Adiktif
Zat yang memunculkan kecanduan bagi pengguna.

Hari Anti Narkoba Internasional
Diperingati setiap tanggal 26 Juni.

Narkoba dalam Angka 2020

  • Kasus: 41.896
  • Tersangka: 51.166
  • Sosialisasi: 93.062 kegiatan
  • Tes Urine: 145.683 tes (833 positif)
  • Rehabilitasi: 5.112 pasien
  • Tahanan: 40.743
  • Narapidana: 24.130

Pengguna narkoba di Indonesia diperkirakan sebesar 3,7 juta orang pada tahun 2019. Bisnis obat-obatan terlarang ini bernilai triliunan dollar AS dan menargetkan Indonesia sebagai pasar yang paling menggiurkan. Selain sebagai pasar, Indonesia juga menjadi produsen obat-obatan terlarang. Tercatat, ratusan pabrik narkoba sudah digerebek petugas dan ratusan lainnya masih bebas beroperasi.

Peredaran narkoba yang marak di Indonesia dapat dilihat dari keberadaan kampung-kampung yang diindikasikan sebagai kampung narkoba. Selain itu, maraknya kasus nakoba juga dapat dilihat dari banyaknya kasus narkoba yang berhasil diungkap BNN serta jumlah warga binaan kasus narkoba.

Menghadapi situasi tersebut, pemerintah menjalankan kebijakan dengan prinsip demand reduction dan supply reduction narkoba. Selain itu, berbagai kebijakan ditempuh, mulai dari menerbitkan payung hukum hingga rencana aksi nasional, dari sisi pencegahan, pemberantasan, rehabilitasi, hingga penelitian dan pengembangan penyalahgunaan narkoba di Indonesia.

KOMPAS/VINA OKTAVIA

Barang bukti pil ekstasi yang disita aparat BNNP Lampung, Mei 2018 lalu.

Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif

Narkoba atau narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, merupakan istilah yang digunakan oleh aparat penegak hukum. Sedangkan, para praktisi kesehatan menggunakan istilah Napza yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.

Narkotika dipahami sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik itu sinstesis atau semisintesis yang mengakibatkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri sehingga menimbulkan ketergantungan.

Sedangkan, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Baik narkotika maupun psikotropika memunculkan kecanduan bagi penggunanya, adiktif. Berbeda dengan akohol, kafein, atau nikotin yang juga menimbulkan kecanduan, narkotika dan psikotropika akan menimbulkan kecanduan yang lebih tinggi.

Selain membuat kecanduan, larangan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika terutama didasarkan pada efeknya yang sangat berbahaya bagi kerusakan fisik dan mental penggunanya.

Secara umum, berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, narkotika dapat dibedakan berdasarkan penggolongannya.

Golongan Narkotika

Narkotika Ketentuan UU 35/2009 Lampiran UU 35/2009
Golongan I Tidak dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan hanya dapat digunakan untuk kepentingan penelitian dalam jumlah terbatas setelah mendapat persetujuan menteri dan atas rekomendasi kepala BPOM (pasal 8) Opium mentah, opium masak, tanaman koka, daun koka, kokain mentah, kokaina, tanaman ganja, dll.
Golongan II dan III

·    Dapat digunakan untuk produksi obat dan penggunaannya diatur dalam peraturan menteri (pasal 37).

·    Dalam pengobatan, golongan ini dapat diberikan oleh dokter kepada pasien berdasaran indikasi medis dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu (pasal 53).

·    Jenis ini menimbulkan ketergantungan dengan risiko yang ringan

Golongan II: ekgonina, morfina, metadona, petidina, fentanil, tebakon, tilidina, dll.
Golongan III: kodeina, propiram, buprenorfina, etilmorfina, dihidrokodeina, nikokodina, dll.

Sumber: UU 35/2009

Berbeda dengan narkotika, obat-obatan yang tergolong psikotropika dapat ditemukan di apotek, tetapi hanya dapat digunakan dalam resep dokter. Walau efek kecanduannya lebih rendah, penggunaan psikotropika secara berlebihan dapat berujung pada kematian.

Golongan Psikotropika

Psikotropika UU 5/1997 Lampiran UU 5/1997
Golongan I Hanya dapat dipakai untuk tujuan ilmu pengetahuan. Psikotropika golongan 1 ini adalah barang terlarang (pasal 4). Jenis ini memiliki potensi kuat untuk memunculkan sindrom ketergantungan brolamfetamina, etisiklidina, etriptamina, katinona, psilosibina, dll.
Golongan II Memiliki khasiat pengobatan dan digunakan pada terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan dan memiliki potensi kuat untuk memunculkan sindrom ketergantungan amfetamina, deksamfetamina, fenetilina, fenmetrazina, fensiklidina, dll.
Golongan III Berkhasiat pengobatan dan banyak dipakai dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi sedang dalam mengakibatkan sindrom ketergantungan amobarbital, fuprenofrina, futalbital, flunitrazepam, glutetimida, dll.
Golongan IV Berkhasiat pengobatan dan sangat banyak dipakai dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan dan berpotensi ringan dalam memunculkan sindrom ketergantungan allobarbital, alprazolam, amfepramona, aminorex, barbital, dll.

Sumber: UU 5/1997

Dalam perkembangannya, psikotropika golongan I dan golongan II dalam Lampiran UU 5/1997 tentang Psikotropika dicabut dan dimasukkan dalam narkotika golongan I dalam lampiran UU 35/2009.

Dari definisi yang sudah disebutkan di atas, perbedaan narkotika dan psikotropika terletak pada efek yang diberikan. Narkotika mengakibatkan hilangnya rasa nyeri, sedangkan psikotropika memunculkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Efek penggunaan keduanya adalah dehidrasi, hilangnya kesadaran, halusinasi, gangguan kualitas hidup, dan kematian. Keduanya juga membawa efek stimulan sehingga tubuh bekerja lebih tinggi dan selalu terjaga. Ekstasi dan sabu-sabu adalah contoh stimulan yang sering dipakai.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Kampanye anti narkoba dari Badan Narkotika Nasional (BNN) mewarnai Pameran Kampung Hukum 2020 di Plennary Hall Jakarta Convention Centre (JCC), Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2020).

Rencana Aksi Nasional (RAN)

Melihat efeknya bagi kesehatan fisik dan mental, penyalahgunaan narkoba dilarang di Indonesia. Penanganan penyalahgunaan narkoba dilakukan dengan program Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

Untuk mempercepat pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika, pada 28 Februari 2020, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika Tahun 2020-2024. Rencana aksi nasional ini terdiri atas tindakan pencegahan, pemberantasan, dan rehabilitas narkoba di Indonesia yang dikoordinasi oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).

Rencana aksi nasional ini memiliki empat bidang kerja, yaitu pencegahan, pemberantasan, rehabilitasi, serta bidang penelitian, pengembangan, data, dan informasi. Keempat bidang ini memiliki program turunan yang dikerjakan secara koordinatif oleh kementerian atau lembaga menurut tupoksinya masing-masing.

Pencegahan penyalahgunaan narkoba

Kegiatan pencegahan penyalahgunana narkoba dilaksanakan dengan berbagai hal, mulai dari kampanye, deteksi dini, pendidikan, hingga pemetaan kawasan.

Penyebaran informasi tentang pencegahan dan bahaya narkotika serta sosialisasi dilakukan sebagai bagian dari kampanye pencegahan narkoba. Sepanjang tahun 2020, telah dilakukan kegiatan sosialisasi bahaya narkoba sebanyak 93.062 kali. Pada triwulan pertama 2021, kegiatan tersebut telah dilakukan sebanyak 3.869 kali.

Selain itu, kampanye juga didukung dengan pembentukan regulasi tentang P4GN di lingkup kementerian, lembaga, dan pemda.

Sedangkan kegiatan deteksi dini dilakukan dengan cara tes urine, program Desa Bersih Narkoba, hingga pembentukan relawan antinarkoba. Sepanjang tahun 2020, telah dilakukan kegiatan tes urine yang melibatkan 145.683 orang, sejumlah 833 orang di antaranya ditemukan positif narkoba. Sedangkan, hingga triwulan pertama 2021, telah dilakukan tes urine kepada 27.700 orang dan ditemukan 207 di antaranya positif narkoba.

Di sisi lain, dimasukkan pula topik antinarkotika dan prekusor narkotika ke dalam salah satu materi di seluruh sekolah kedinasan, sekolah umum, madrasah, dan perguruan tinggi.

Kegiatan pencegahan lain dilakukan dengan cara memetakan kawasan rawan dan rentan narkoba. Pada tahun 2019, BNN memetakan adanya sejumlah 654 kawasan rawan narkoba di 34 provinsi di Indonesia.

Dari sudut pandang lain, berbagai kegiatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi kegiatan pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

Kegiatan pencegahan primer ditujukan kepada anak-anak dan generasi muda yang belum pernah menyalahgunakan narkoba. Kegiatan ini dilakukan dengan bentuk penyuluhan, penerangan, dan pendidikan.

Kegiatan pencegahan sekuder ditujukan kepada anak-anak dan generasi muda yang sudah mencoba-coba menyalahgunakan narkoba. Kepada mereka akan dilakukan deteksi dini, konseling perorangan dan keluarga, serta bimbingan sosial.

Sedangkan, kegiatan pencegahan tersier ditujukan kepada korban atau mantan korban narkoba. Kegiatan pencegahan dilakukan mulai dari bimbingan sosial dan konseling, penciptaan lingkungan sosial dan pengawasan sosial yang mendukung kesembuhan korban, hingga pengembangan bakat dan minat korban.

Untuk melakukan berbagai program pencegahan, dibutuhkan sosialisasi melalui media. Dalam Survei Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba 2019, media yang dianggap paling tepat untuk menyampaikan program pencegahan pemakaian narkoba adalah televisi dengan jumlah pemilih sebesar 40,40 persen. Sedangkan, media yang menempati posisi kedua adalah media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Whatsapp, YouTube, dengan pemilih sebesar 36,20 persen. Hasil penelitian ini menjadi masukan yang berharga bagi pemerintah untuk memilih dua saluran media tersebut dalam proses sosialisasi pencegahan pemakaian narkoba.

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Petugas mengambil sampel urine sopir untuk tes narkoba di Terminal Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis (26/12/2019). Kegiatan yang digelar Badan Narkotika Nasional Kota Cirebon, TNI, Polri, dan sejumlah instansi terkait itu untuk menjamin keselamatan dan keamanan calon penumpang angkutan Natal dan Tahun Baru.

Pemberantasan penyalahgunaan narkoba

Kegiatan lain dalam rencana aksi P4GN adalah pemberantasan narkoba. Di dalamnya terdapat kegiatan pembersihan kawasan peredaran narkoba, penguatan pengawasan pintu masuk NKRI, pengembangan sistem interdiksi terpadu, serta pengetatan sistem pengawasan prekusor di Indonesia.

Pembersihan kawasan peredaran narkoba dimulai dengan pengumpulan informasi, mengefektifkan tim khusus terpadu intelijen narkoba, pengawasan narkotika di lembaga pemasyararakatan, analisis transaksi keuangan kejahatan narkotika, hingga pemusnahan ladang ganja. Sedangkan, kegiatan penguatan pengawasan pintu masuk NKRI dilakukan dengan pertukaran data hasi penyelidikan serta penyediaan data perlintasan penumpang domestik.

Sepanjang 2020, telah diungkap 41.896 kasus penyalahgunaan narkoba yang melibatkan 51.166 tersangka. Sedangkan, pada triwulan pertama 2021, ditemukan 12.890 kasus narkoba dengan 16.740 tersangka. Berbagai barang bukti kasus kemudian dimusnahkan.

Pada 25 Mei 2021, BNN memusnahkan barang bukti untuk yang kelima kalinya pada tahun 2021, berupa 794,62 kilogram sabu, 19.675 butir ekstasi, dan 22,33 kilogram ganja yang merupakan hasil penelusuran kasus pada Maret-April 2021. Sampai Mei, total barang bukti yang sudah dihancurkan mencapai 1,5 ton.

Sebelumnya pada 25 Maret 2021, BNN berhasil mengungkap enam jaringan, yang dua di antaranya dikendalikan oleh narapidana warga binaan di lapas Jawa Barat, Aceh, dan Banjar.

Selain itu, BNN juga menemukan laboratorium produksi sabu di Penjaringan, Jakarta Utara pada 10 Maret 2021. Sebuah rumah yang dipakai sebagai lab tersebut memiliki sejumlah alat dan bahan baku sabu seperti fosfor merah, epedrin, soda api, dan metanol. Laboratorium ini dikendalikan oleh narapidana binaan suatu lapas di Jawa Tengah.  Pada 12 Juni 2021, BNN menemukan rumah kontrakan di Tasikmalaya, Jawa Barat yang digunakan sebagai pabrik produksi pil Y (Trihexyphenidyl) yang merupakan narkotika golongan IV.

KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Zuhdiannoor atau lebih dikenal dengan panggilan Guru Zuhdi (memegang mikrofon) menyampaikan wejangan dalam konferensi pers terkait narkoba di Aula Bhayangkari Mathilda Batlayeri, Markas Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Senin (16/3/2020).

Rehabilitasi penyalahgunaan narkoba

Di bidang rehabilitasi, dilakukan beberapa kegiatan, yakni peningkatan kapasitas dan aksesibilitas layanan rehabilitasi serta peningkatan SDM layanan rehabilitasi.

Peningkatan kapasitas dan aksesibilitas layanan rehabilitasi ditargetkan tercapai 548 layanan pada tahun 2024. Layanan rehabilitasi yang dimaksud adalah layanan yang reponsif terhadap gender, usia, serta berbagai latar belakang pecandu penyalah guna, dan korban penyalahgunaan narkoba di setiap provinsi, kabupaten, dan kota sesuai standar.

Sedangkan, peningkatan SDM layanan rehabilitasi menargetkan kegiatan pelatihan dan pengembangan kompetensi petugas rehabilitasi sebanyak 6.200 petugas pada tahun 2024.

Sepanjang tahun 2020, terdapat 5.112 korban narkoba yang menggunakan layanan rehabilitasi narkoba di Indonesia. Sedangkan, pada triwulan I 2021, terdapat 1.477 pasien rehabilitasi.

Menghadapi pandemi Covid-19, pada bulan Juni 2020, BNN bekerja sama dengan Kemensos, Kemenkes, UNODC, dan Ikai menyusun Pedoman Pelaksanaan Layanan Rehabilitasi Napza pada Pandemik Covid-19. Pedoman tersebut disusun agar proses rehabilitasi dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan yang terstandar.

Mereka yang wajib menjalankan rehabilitasi medis dan sosial adalah penyalah guna yang terbukti merupakan korban. Masyarakat sendiri menilai bahwa tindakan yang paling tepat untuk penanganan pemakai narkoba adalah dengan rehabilitasi, pengobatan, atau terapi. Sedangkan, mereka yang terlibat kasus narkoba dan bukan korban akan dipidana penjara hingga dihukum mati.

Pada Desember 2019, Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham mengatakan bahwa kapasitas jumlah narapidana telah mencapai 107 persen. Daya tampung yang ada hanya untuk 130.512 narapidana, tetapi jumlah yang menghuni mencapai 269.775 orang. Dari angka tersebut, sejumlah 129.820 narapidana kasus narkotika, yang terdiri atas 77.849 bandar dan 51.971 pecandu.

Sedangkan, pada tahun 2020, terdapat 40.743 tahanan narkoba dan 10.557 tahanan pada triwulan pertama 2021. Sedangkan, narapidana narkoba pada tahun 2020 adalah sebanyak 24.130 napi. Pada triwulan pertama 2021 terdapat 7.424 napi narkoba.

KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO
Sejumlah remaja sedang menjalani masa rehabiliasi di Panti Rehabilitasi Narkoba Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Nurul Ichsan Al-Islami, Desa Karang Sari, Kalimanah, Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (20/9). Selain narkoba, mereka kecanduan obat-obat keras.

Artikel Terkait

Penelitian, pengembangan, data, dan informasi narkoba

Kegiatan P4GN yang keempat menyasar bidang penelitian, pengembangan, data, dan informasi. Kegiatan ini ditempuh dengan melakukan penelitian prevalensi penyalahgunaan narkotika secara nasional serta menyusun data dan informasi P4GN sebagai bahan laporan dan pertukaran informasi luar negeri.

Ditargetkan terdapat dua dokumen hasil penelitian angka prevalensi penyalahguna narkotika secara nasional, yakni pada tahun 2021 dan 2023. Sedangkan, data dan informasi P4GN dilaporkan setiap tahun.

Survei Prevalensi 2019 mengungkap beberapa temuan. Pertama, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba satu tahun terakhir sebesar 1,8 persen (3,4 juta) di antara kelompok penduduk yang berusia antara 15-64 tahun. Sedangkan, prevalensi penyalahgunaan narkoba pernah pakai (lifetime prevalence) pada 2019 sebesar 2,4 persen atau setara 4,5 juta penduduk usia 15-64 tahun.

Dibandingkan survei sebelumnya, terjadi kenaikan prevalensi penyalahgunaan narkoba satu tahun terakhir sebesar 0,03 persen, dari 1,77 persen (2017) menjadi 1,8 persen (2019). Akan tetapi, bila kurun waktu diperluas sejak 2011, terjadi penurunan prevalensi pengguna narkoba dari 2,23 persen pada tahun 2011, menjadi sebesar 2,18 persen pada tahun 2014, sebesar 1,77 persen pada tahun 2017, dan sebesar 1,8 persen pada tahun 2019.

Bila didalami, penyalahgunaan narkoba dalam satu tahun terakhir (2019) lebih banyak dilakukan oleh laki-laki (3,7%) dibandingkan perempuan (0,2%). Selain itu, angka prevalensi laki-laki yang menyalahgunakan narkoba di kota (3,9%) lebih besar daripada yang tinggal di desa (3,4%).

Dari tingkat pendidikan, penyalahguna narkoba pada 2019 paling besar dilakukan oleh mereka yang berpendidikan SMA ke atau (2,1%), diikuti oleh tamatan SMP (2%), dan SD ke bawah (1,1%).

KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI
Narapidana diminta mengangkat tangan dan menempelkan badannya ke tembok dalam penggeledahan di Lapas Kelas II B Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Rabu (17/2/2021) malam. Petugas gabungan dari Lapas Kelas II B Slawi, Kepolisian Resor Tegal, dan Badan Narkotika Nasional Kota Tegal menggeledah sel tahanan yang dihuni 350 napi tersebut setelah terungkapnya kasus peredaran narkoba jaringan internasional yang dikendalikan oleh seorang narapidana dari Lapas Kelas II B Slawi. Dalam kejadian tersebut, petugas menemukan enam ponsel, sejumlah pengisi daya ponsel, headset dan sejumlah senjata tajam.

Kebijakan dan aktor pemberantasan narkoba

Selain Rencana Aksi P4GN yang tertuang dalam Inpres 2/2020, pemerintah juga telah menerbitkan berbagai payung hukum dalam kegiatan pemberantasan narkoba di Indonesia. Beberapa di antaranya, adalah UU 5/1997 tentang Psikotropika, UU 22/1997 yang diperbarui dengan UU 35/2009 tentang Narkotika, dan Perpres 83/2007 tentang BNN.

Salah satu hal yang menonjol adalah penegasan kemungkinan hukuman pidana mati dalam UU tentang narkotika. Hukuman pidana mati dalam UU 35/2009 dapat diberlakukan kepada mereka yang:

  • Memproduksi, mengimpor, mengekspor, menyalurkan narkotika golongan I dan II (Pasal 113 dan 118).
  • Menawarkan untuk dijual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima narkotika golongan I dan II (Pasal 114 dan 119).
  • Menggunakan terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I, II, dan III (Pasal 116, 121, dan 126).
  • Selain itu, hukuman mati juga dapat dikenakan kepada mereka yang terbukti menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, mengajurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur (pasal 133).

Salah satu amanat penting dari UU 35/2009 tentang Narkotika adalah pembentukan Badan Narkotika Nasional (BNN). Lembaga ini memiliki perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dalam melaksanakan tugasnya, BNN dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan, yang di dalamnya terdapat kewenangan untuk melakukan penyadapan.

Selain BNN, Polri juga memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan, termasuk juga penyidik PNS tertentu di lingkungan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang bertugas di bidang narkotika dan prekursor narkotika. Oleh UU, penyidik dari instansi yang berbeda ini (BNN, Polri, dan PNS LK/LPNK) harus saling berkoordinasi ketika melakukan penyidikan terhadap kasus narkoba.

Selain BNN dan Polri, pemerintah juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk ikut serta dalam kegiatan pencegahan dan pemberantasan narkoba. Mereka yang diminta ikut serta dalam rencana aksi P4GN adalah para menteri Kabinet Indonesia Maju, sekretaris kabinet, jaksa agung, kapolri, panglima TNI, kepala BIN, kepala lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan kesekretariatan lembaga negara, gubernur, dan bupati/wali kota di seluruh Indonesia.

Selain organisasi kementerian dan lembaga pemerintah di atas, peran masyarakat juga dinilai sangat penting. Salah satu peran dari masyarakat yang diharapkan pemerintah adalah melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. (LITBANG KOMPAS)