Lembaga

Badan Narkotika Nasional (BNN)

Badan Narkotika Nasional dibentuk atas amanat UU 35/2009 tentang Narkotika. Untuk menunjang proses pemberantasan narkotika, BNN memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan seperti Polri dan penyidik tertentu pada kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.

Badan Narkotika Nasional (BNN)
Lembaga pemerintah nonkementerian, berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, yang dibentuk untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.

Kepala BNN Pertama:
Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Drs. Gregorius “Gories” Mere (3 Juni 2008 – 1 Desember 2012)

Kepala BNN Saat Ini:
Komisaris Jenderal Polisi Dr. Drs. Petrus Reinhard Golose, M.M. (23 Desember 2020 – sekarang)

Regulasi:

Upaya pemberantasan narkoba (narkotika dan obat-obatan) masih menjadi pekerjaan rumah terberat di Indonesia. Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dibentuk atas amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjadi ujung tombak pemerintah dalam “perang” melawan narkoba. Sebagai lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK), BNN memiliki tugas dalam bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya, kecuali tembakau dan alkohol.

Narkotika adalah zat atau obat baik yang bersifat alamiah, sintetis, maupun semisintetis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi, serta daya rangsang.

Sementara UU 35/2009 tentang Narkotika pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan,

Dalam berbagai pemberitaan, BNN selalu muncul dalam pengungkapan kasus dan jaringan tidak hanya di level nasional, tetapi juga internasional. Tidak hanya menjaring pembeli dan pengedar, BNN juga menggerebek laboratorium narkoba berkedok rumah kontrakan yang menegaskan posisi Indonesia sebagai produsen. Memiliki pasar yang menjanjikan, Indonesia menjadi sasaran yang empuk dari sindikat narkoba.

Presiden Joko Widodo pada 28 Februari 2020 mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2020. Dalam Inpres ini, dibentuk suatu rencana aksi nasional (RAN) untuk pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Semua kementerian dan lembaga, serta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menjadi aktor dalam RAN yang disusun untuk tahun 2020–2024 ini. Dalam RAN tersebut, BNN menjadi koordinator yang setiap tahun anggaran menyampaikan laporan dan evaluasi RAN kepada presiden. Evaluasi yang dilaporkan terkait dengan program pencegahan, pemberantasan, rehabilitasi, dan bidang penelitian, pengembangan, data, dan informasi.

Dalam UU 35/2009 tentang Narkotika, narkotika memiliki tiga golongan. Golongan I, seperti opium mentah, kokain mentah, dan tanaman ganja, tidak dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan dan hanya boleh digunakan dalam penelitian dengan jumlah terbatas atas dasar persetujuan menteri dan rekomendasi kepala BPOM. Adapun golongan II, seperti ekgonina, morfina, dan metadona serta golongan III, seperti kodeina, propiram, dan nikokodina dapat diproduksi sebagai obat dan digunakan pasien menurut pengawasan dokter dan peraturan.

Adapun psikotropika, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, terdiri atas empat golongan. Psikotropika golongan I dan II dimasukkan dalam kategori narkotika golongan I, sebagaimana tertulis dalam lampiran UU 35/2009.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Polisi Petrus Reinhard Golose memberikan sambutan dalam seremoni pemusnahan barang bukti narkotika di lapangan parkir Kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021). Barang bukti tersebut merupakan hasil sitaan dari sembilan lokasi pada Januari hingga Mei 2021, yaitu 794,62 kilogram sabu-sabu, 19.675 butir ekstasi, dan 22,33 kg ganja. Kegiatan itu dilaksanakan untuk menyambut Hari Anti-Narkotika Internasional yang diperingati setiap 26 Juni.

Sejarah pembentukan BNN

Sejarah BNN tidak terlepas dari dinamika negara mengatasi persoalan narkoba yang dimulai pada tahun 1971. Pada saat itu, keluar Inpres Nomor 6 Tahun 1971 yang menugaskan Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (Bakin) untuk menghadapi enam persoalan nasional yang menonjol. Persoalan tersebut adalah pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, dan pengawasan orang asing. Satu yang tersisa dari persoalan nasional yang dikatakan menonjol itu adalah penanggulangan penyalahgunaan narkoba.

Merespons persoalan yang terakhir ini, Bakin membentuk Badan Koordinasi Pelaksanaan (Bakolak) Inpres Nomor 6 Tahun 1971. Di dalam Bakolak terdapat representasi Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain yang tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Representasi ini berkoordinasi satu sama lain di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bakin.

Pada dekade 90-an, ancaman narkoba semakin meningkat di Indonesia. Merespons perkembangan tersebut, pemerintah dan DPR-RI mengeluarkan UU 5/1997 tentang Psikotropika dan UU 22/1997 tentang Narkotika.

Langkah tersebut dilanjutkan dengan pembentukan Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Badan yang dibentuk berdasarkan Keppres 116/1999 tersebut beranggotakan 25 instansi pemerintah.

BKKN diketuai oleh Kapolri secara ex-officio. Badan ini tidak memiliki personel dan anggaran sendiri, melainkan melekat secara keanggotaan dan pendanaan pada Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia. Konsekuensinya, BKNN tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Melalui Keppres 17/2002 tentang Badan Narkotika Nasional (BNN), BKNN diubah menjadi BNN dengan wewenang yang lebih luas.

Dalam aturan yang baru, BNN bertugas sebagai koordinator 25 instansi pemerintah. Selain itu, badan ini memiliki kewenangan operasional yang memiliki tugas dan fungsi koordinatif dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan nasional penanggulangan narkoba. Sejak tahun 2003, BNN mendapatkan alokasi anggaran dari APBN sehingga peningkatan kinerja dapat dilakukan. Namun, karena berfungsi sebagai koordinator, posisi BNN sejatinya masih belum dapat mengatasi jumlah kasus narkoba yang terus meningkat.

Dengan terbitnya Perpres Nomor 83 Tahun 2007, BNN memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan anggota BNN. Selain itu, BNN-BNP-BNN Kab/Kota menjadi mitra kerja pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada presiden, gubernur, dan bupati/wali kota. BNNP dan BNN Kab/Kota sendiri tidak memiliki relasi secara struktural vertikal dengan BNN.

Merespons perkembangan bahaya narkoba yang semakin meningkat, UU 22/1997 diganti dengan UU 35/2009 tentang Narkotika. Berdasarkan UU yang baru ini, kewenangan BNN bertambah, yaitu dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Petugas Badan Nasional Narkotika (BNN) menyiapkan barang bukti narkotika yang akan dimusnahkan di Kantor BNN, Jakarta, Senin (26/4/2021). BNN memusnahkan barang bukti hasil tindak pidana narkotika berupa 744.308,43 gram sabu, 90.515 dan 415.004,99 gram ganja dari 15 kasus peredaran narkotika jaringan nasional dan internasional. Dari pengungkapan kasus tersebut sebanyak 31 tersangka ditangkap.

Tugas dan wewenang BNN

Visi BNN adalah “menjadi lembaga yang profesional, tangguh, dan tepercaya dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika”. Dalam menjalankan visi tersebut, BNN memiliki misi melakukan pengembangan dan penguatan kapasitas kelembagaan; memaksimalkan sumber daya dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika; menjalankan pencegahan penyalahgunaan narkotika secara komprehensif; dan pemberantasan peredaran gelap narkotika yang dilakukan secara profesional.

Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, BNN bertugas sebagai berikut:

  1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, termasuk juga psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya, kecuali tembakau dan alkohol. Dalam melakukan tugas di atas, BNN berkoordinasi dengan Kapolri.
  2. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan sosial dan melibatkan masyarakat (memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat) dalam program pencegahan.
  3. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik di level regional maupun internasional dalam pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
  4. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekursor narkotika serta mengadministrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran.

KOMPAS/VINA OKTAVIA

Kepala BNN Lampung Brigadir Jenderal (Pol) Japriedi menunjukkan barang bukti 248 kilogram ganja di Bandar Lampung, Rabu (10/2/2021).

Sedangkan, kewenangan BNN, mulai dari proses penyelidikan hingga pemberhentian penyidikan, adalah sebagai berikut:

  1. Menyelidiki kebenaran laporan serta informasi adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
  2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
  3. Memanggil orang untuk mendapatkan keterangan orang tersebut sebagai saksi.
  4. Menyuruh orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika untuk berhenti, serta melakukan pemeriksaan tanda pengenal diri tersangka.
  5. Melakukan pemeriksaan, penggeledahan, dan penyitaan barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
  6. Menjalankan pemeriksaan surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
  7. Melakukan penangkapan dan penahanan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
  8. Menjalankan interdiksi terhadap peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika di seluruh wilayah yurisdiksi nasional.
  9. Menyadap aktivitas yang berkaitan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap  narkotika dan precursor narkotika setelah mendapatkan bukti awal yang cukup.
  10. Menjalankan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan.
  11. Memusnahkan narkotika dan prekursor narkotika.
  12. Menjalankan tes urin, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya.
  13. Melakukan pengambilan sidik jari dan memotret tersangka.
  14. Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman.
  15. Memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga memiliki hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
  16. Menyegel narkotika dan prekursor narkotika yang disita.
  17. Menguji dalam laboratorium sampel dan barang bukti narkotika dan prekursor narkotika.
  18. Meminta bantuan tenaga ahli dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
  19. Menghentikan penyidikan apabila dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika tidak didukung oleh bukti yang cukup.

Dengan demikian, BNN juga memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan, sebagaimana yang ada pada Polri. Namun, tidak hanya dua lembaga ini saja. Dalam pemberantasan narkoba, terdapat juga penyidik PNS tertentu yang bekerja di lingkungan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang bertugas di bidang narkotika dan prekursor narkotika. Bersama penyidik PNS ini, Polri dan BNN diinstruksikan oleh UU untuk saling berkoordinasi dalam melakukan penyidikan terhadap suatu kasus.

KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Ditresnarkoba Polda Bali, Kamis (6/5/2021), menggelar pemusnahan sebagian barang bukti kasus narkotika dan psikotropika di Polda Bali, Denpasar. Barang bukti diperoleh dari pengungkapan 61 kasus selama kurun April sampai Mei 2021. Pemusnahan barang bukti kasus narkotika itu turut dihadiri Wakil Kepala Polda Bali Brigadir Jenderal I Ketut Suardana (kiri), Kepala BNN Provinsi Bali Brigadir Jenderal I Gde Sugianyar Dwi Putra, Ketua Pengadilan Negeri Denpasar Sobandi, bersama Direktur Reserse Narkoba Polda Bali Komisaris Besar Mochamad Khozin (kedua, kanan).

Organisasi BNN

Untuk menjalankan tugas dan wewenang di atas, BNN didukung dengan sebuah struktur organiasi. Susunan organisasi BNN meliputi Kepala, Sekretariat Utama, Deputi Bidang Pencegahan, Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Bidang Pemberantasan, Deputi Bidang Rehabilitasi, Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama, Inspektorat Utama, Pusat, dan Instansi Vertikal. Kedudukan dan tugas susunan organisasi tersebut dijelaskan secara ringkas dalam tabel di bawah ini. 

No Jabatan Kedudukan Tugas
1 Kepala Pemimpin BNN Memimpin BNN dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang BNN dan merepresentasi pemerintah dalam menjalankan relasi kerja sama dengan pemerintah luar negeri dan/atau organisasi internasional di bidang P4GN
2 Sekretariat Utama Dipimpin oleh Sekretaris Utama, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNN Menjalankan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi untuk unit organisasi di BNN
3 Deputi Bidang Pencegahan Dipimpin oleh Deputi, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNN Menjalankan P4GN di bidang pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, dan hukum dan kerja sama
4 Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat
5 Deputi Bidang Pemberantasan
6 Deputi Bidang Rehabilitasi
7 Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama
8 Inspektorat Utama Dipimpin oleh Inspektur Utama, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNN Melakukan pengawasan internal di lingkungan BNN
9 Pusat Dipimpin oleh Kepala Pusat, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNN melalui Sekretaris Utama

Terdapat 3 pusat, yaitu:

·       Pusat Penelitian, Data dan Informasi (Puslitdatin)

·       Pusat Laboratorium Narkotika

·       Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia

10 Instansi Vertikal BNN Provinsi (BNNP) dan BNN Kabupaten/Kota (BNNK/Kota) yang masing-masing dipimpin oleh Kepala BNNP dan Kepala BNNK/Kota. BNNP berada dan bertanggung jawab kepada Kepala BNN. BNNK/Kota berada dan bertanggung jawab kepada Kepala BNNP. Menjalankan tugas, fungsi, dan wewenang BNN di daerah

*P4GN: Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Polisi Petrus Reinhard Golose

Kepala BNN dari Waktu ke Waktu

Nama Lengkap Tempat/Tanggal Lahir Pendidikan Masa Jabatan di BNN Jabatan Sebelumnya
Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Drs. Gregorius “Gories” Mere Flores Timur, 17 November 1954 Akademi Kepolisian (1976) 3 Juni 2008 – 1 Desember 2012 2008: Pjs. Kalakhar BNN
Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Dr. Anang Iskandar, M.H. Mojokerto, Jawa Timur, 18 Mei 1958 Akademi Kepolisian (1982) 11 Desember 2012 – 7 September 2015 2012: Gubernur Akpol
Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Drs. Budi Waseso Pati, Jawa Tengah, 19 Februari 1960 Akademi Kepolisian (1984) 8 September 2015 – 28 Februari 2018 2015: Kepala Badan Reserse Kriminal Polri
Komisaris Jenderal Polisi Drs. Heru Winarko, S.H. Jakarta, 1 Desember 1962 Akademi Kepolisian (1985) 1 Maret 2018 – 1 Desember 2020 2015: Deputi Penindakan KPK
Komisaris Jenderal Polisi Dr. Drs. Petrus Reinhard Golose, M.M. Manado, 27 November 1965 Akademi Kepolisian (1988) 23 Desember 2020 – sekarang 2016: Kapolda Bali

Sumber: BNN

Kinerja BNN

Dalam Laporan Kajian Hukum Sistem Peradilan Pidana Narkotika BNN pada tahun 2020, terdapat capaian kerja pemberantasan narkotika yang dilakukan oleh BNN dan Polri pada tahun 2019. Terlihat dari tabel di bawah ini, sabu, ganja, dan ekstasi menjadi jenis narkotika yang paling banyak dipakai oleh tersangka.

Jenis Jumlah Perkara Jumlah Tersangka
Sabu 33.442 43.637
Ganja 3.552 4.571
Ekstasi 1.068 1.412
Obat Keras 701 796
Daftar G 521 618
Miras 492 498
Obat Keras Terbatas 242 262
Golongan IV 181 221
Ganja Sintetis 154 195
Tembakau Gorilla 153 185

Sumber: BNN dan Polri 2019

Dalam laporan akhir tahun BNN pada tahun 2020, jumlah kasus, tersangka, dan aset yang berhasil disita oleh BNN sendiri, baik nasional atau provinsi, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tindak Pidana Keterangan Tahun 2019 Tahun 2020
Pusat BNNP Pusat BNNP
TP Narkotika Kasus 70 797 57 749
Tersangka 160 1181 127 1095
Clandestine Lab Kasus 1 1
Tersangka 5 2
TPPU Kasus 55 20
Tersangka 59 23
Aset Rp184.633.480.413 Rp86.022.409.817*

*data per 10 Desember 2020
Sumber: Pers Rilis Akhir Tahun 2020 BNN

Pada awal tahun 2021, BNN menginformasikan bahwa sampai Mei 2021; 1,5 ton barang bukti sudah dimusnahkan. Pemusnahan yang terakhir, yaitu pemusnahan yang kelima, dilakukan pada barang bukti sabu (794,62 kg); ekstasi (19.675 butir); dan ganja (22,33 kg).

Barang bukti tersebut diperoleh dari hasil penelusuran pada bulan Maret–April 2021 dari pengungkapan sembilan kasus. Dari jumlah tersebut, terdapat satu kasus yang menarik perhatian karena menunjukkan keterlibatan narapidana yang mengendalikan penyelundupan dari Lapas. Seorang pria di Aceh Timur yang mengoordinasikan pengiriman 75 bungkus narkotika seberat 77,67 kilogram yang diisi dalam empat karung mengaku bahwa penyelundupan tersebut dikendalikan oleh saudaranya dari Lapas.

Sinergi dengan Kepolisian

Sepanjang Januari — Juni 2021, Kepolisian Negara Republik Indonesia mengungkap 19.229 kasus penyalahgunaan narkotika dengan nilai total seluruh barang bukti mencapai Rp11,66 triliun.

Masih tingginya kasus narkotika disebutkan tak terlepas dari peran tiga sindikat narkotika internasional. Meski capaian pengungkapan itu diapresiasi, Polri dinilai masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah. Salah satunya, menuntaskan keterlibatan polisi dalam pengedaran narkotika hasil pengungkapan.

Dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR (16/6/2021), Kepolisian RI memaparkan telah mengungkap 19.229 kasus narkotika dengan 24.878 tersangka pada periode Januari–Juni 2021.

Dari belasan ribu kasus tersebut, ditemukan 7,6 ton sabu; 2,1 ton ganja; dan 7,3 kilogram heroin. Polisi juga mengamankan 34,3 kilogram tembakau gorila dan 239.277 butir pil ekstasi.

Salah satu modus transaksi narkotika internasional, yakni dengan menyamarkan pengiriman narkotika dengan membungkusnya bersama komoditas impor. Pengedar menggunakan jalur laut dengan metode penyelundupan antarkapal. Metode itu memanfaatkan banyaknya pelabuhan tikus, terutama di Sumatera.

Berdasarkan catatan Kompas, sepanjang 2020, Polri mengungkap ribuan kasus dengan barang bukti, di antaranya, 51 ton ganja dan 5,53 ton sabu. Adapun pada 2019, Polri menyita total 59,76 ton ganja; 4,07 ton sabu; 23,5 kilogram heroin; 1,99 kilogram kokain; dan 889.179 butir pil ekstasi. (Kompas, 17/06/2021)

Jumlah kasus narkotika yang diungkap Kepolisian RI akan lebih banyak jika ditambah pengungkapan kasus oleh Badan Narkotika Nasional. Karena itu, kedua lembaga ini bersinergi dan berupaya keras membongkar, mengungkap, dan memangkap pelaku serta bandar narkoba.

Pemberantasan dan pengungkapan peredaran narkotika di Indonesia masih akan terus menjadi pekerjaan rumah bagi BNN dan Kepolisian RI. Salah satu tingkat kesulitan tinggi mengungkap kasus ini karena jaringan peredaran narkotika tidak terlepas dari peran sindikat narkotika internasional. Bahkan, transaksi dan peredaran narkoba di dalam negeri dan di luar negeri acapkali dikendalikan dari dalam lapas oleh para pelaku. (LITBANG KOMPAS)

Galeri Foto: Rilis Pengungkapan Kasus Narkotika