Kronologi | Hari Dokter

Catatan Rubrik Sosok Kompas: Kisah Dokter di Indonesia

Para dokter yang pernah muncul di rubrik sosok "Kompas" tidak hanya menginspirasi lewat jasanya di bidang kesehatan namun juga di bidang lain seperti pendidikan, pertanian, dan perekonomian masyarakat. Tidak jarang langkah hidup yang mereka ambil menjauhkan mereka dari kemewahan, sebuah keadaan yang justru diimpikan banyak orang lewat profesi ini.

KOMPAS/Harry Susilo

Agus Hariyanto

Pengalaman Agus Harianto sebagai dokter yang pernah bertugas di Kepulauan Maluku Utara membuatnya tahu benar, warga di sana sulit mendapatkan layanan kesehatan yang lengkap. Hal ini membuatnya tidak tinggal diam. Ia bersama alumni dari Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur membuat rumah sakit di atas kapal yang difungsikan untuk memberikan pelayanan kesehatan di kepulauan terpencil, melakukan riset, dan meningkatkan minat dokter muda untuk mengabdi di wilayah terpencil. Kapal ini dinamakan Rumah Sakit Terapung (RST) Ksatria Airlangga.

Sebelum pelayaran perdananya pada tanggal 27 Oktober 2017, satu dekade dibutuhkan RST untuk mewujudkan misi kemanusiaannya. Agus sempat berpikir untuk membatalkan pembuatan rumah sakit terapung karena perjalanannya kian tak menentu, termasuk masalah dana. Apalagi ide besarnya itu kerap dicibir rekan dan koleganya. Namun, Agus tetap meneruskan misinya. “Terpikir oleh saya ketika Tuhan nanti menanyakan alasan saya berhenti dari misi ini, saya tidak bisa menjawab. Ada banyak saudara yang sakit dan membutuhkan bantuan, sementara saya memilih berhenti, padahal saya diberikan kesehatan,” ujar Agus.

Tekadnya membuahkan hasil. Pada 2016, muncul usulan untuk membuat yayasan yang kini bernama Yayasan Ksatria Medika Airlangga demi menghimpun dana masyarakat yang ingin berkontribusi mewujudkan kapal rumah sakit. Akhirnya, dana pun terkumpul dan digunakan untuk membangun sebuah kapal pinisi di Galesong, Kabupatan Takalar, Sulawesi Selatan. Dalam setiap perjalanannya, ada sekitar 40 tenaga kesehatan yang ikut di kapal ini. Mereka terdiri dari dokter spesialis bedah, spesialis anestesi, spesialis kandungan, spesialis penyakit dalam, spesialis anak, dokter umum, dan perawat. Mereka bisa melakukan berbagai tindakan medis, termasuk bedah minor, di kapal tersebut. Tak satu pun dari mereka yang dibayar karena menjadi bagian dari misi ini adalah perjuangan para sukarelawan.

Kisah Agus Harianto di atas terbit dalam rubrik Sosok Kompas Senin, 3 Desember 2018 halaman 16 dengan judul “Dokter Penjelajah Samudra”.

Kisah ini merupakan satu dari beragam kisah lainnya yang terangkum dalam berbagai artikel indeks berita Kompas berikut.

Foto-foto: 1. Arsip Pribadi 2. KOMPAS/Fransiskus Pati Herin 3. Arsip Pribadi 4. Arsip Pribadi 5. KOMPAS/Ambrosius Harto 6. KOMPAS/Harry Susilo  7. KOMPAS/Haris Firdaus 8. Cornelius Helmy Herlambang 9. KOMPAS/Johanes Galuh Bimantara 10. KOMPAS/Machradin Wahyudi Ritonga

Indeks Artikel Rubrik Sosok Kompas: Kisah Dokter di Indonesia

No. Nama (Ringkasan) Keterangan
1. Mohammad Afifi Romadhoni

(Dokter Umum; Pembuat gerakan Pesantren Sehat (GPS))

Setelah menjadi dokter umum, Afif mendirikan Gerakan Pesantren Sehat di Jambi pada tahun 2017 untuk mendorong peningkatan lingkungan pesantren yang bersih dan sehat meski padat penghuni. GPS memiliki 11 program untuk para santri. Program utamanya adalah Sharing Class, yaitu GPS memberikan materi terkait perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), kesehatan reproduksi, dan kesehatan mental.

Sosok: Mohammad Afifi Romadhoni – Dokternya Pesantren (KOMPAS, 5 Agustus 2020 halaman 16)

2. Sisca Wiguno

(Dokter di pedalaman Maluku; Berperan penting menangani Covid-19 di Maluku)

Sejak tahun 2006 hingga kini, ia masuk ke pedalaman, lokasi konflik, hingga basis kelompok teroris untuk mengobati orang-orang yang sakit di Maluku. Di pertengahan Maret 2020, ia menjadi salah satu aktor penting yang menangani Covid-19 di sana. Pemerintah Provinsi Maluku mengapresiasi atas pekerjaannya dan kesediannya menyediakan waktu untuk berdiskusi terkait penanganan Covid-19.

Sosok: Sisca Wiguno – Ketangguhan Seorang Dokter (KOMPAS, 4 Agustus 2020 halaman 16)

3. Eddy Kristianto

(Dokter; Pembuat Organisasi Kelompok Tumbuh Berkembang Usaha Kecil Menengah (KTB UKM))

Selain mengabdikan diri pada bidang kesehatan, ia biasa blusukan ke desa-desa untuk menggali potensi ekonomi yang masih tersembunyi. Ia memberikan pelatihan dengan membuat organisasi KTB UKM untuk membantu masyarakat memproduksi dan menjual barang. KTB UKM yang bermula dari keprihatinannya terhadap kondisi ekonomi warga saat ia mengabdi di Rawak, Kalbar, kini berjumlah 1.200 KTB UKM di semua provinsi.

Sosok: Eddy Kristianto – Dokter Penggali Potensi (KOMPAS, 14 April 2020 halaman 16)

4. Tirta Mandira Hudhi

(Dokter)

Ia didukung banyak warganet. Pada saat bersamaan, ia dituduh warganet lain sebagai orang yang sedang mencari sensasi dan lebay dalam menanggulangi covid-19. Ia dituduh menjadi influencer bagi pihak tertentu. Padahal, kegigihannya untuk menggerakkan orang agar membantu rumah sakit mendapat sambutan dari para dermawan dengan mengirimkan donasi hingga mencapai Rp 2,2 miliar (30/3/2020).

Sosok: Tirta Mandira Hudhi – Solidaritas di Tengah Wabah (KOMPAS, 1 April 2020 halaman 16)

5. Ario Djatmiko

(Ahli bedah kanker payudara dari Rumah Sakit Onkologi Surabaya (RSOS), Jatim)

Pada tahun 1991, untuk pertama kalinya di Indonesia, ia bersama tim berhasil menangani kanker payudara dalam ukuran mini (4 milimeter). Pengalamannya ketika menempuh pendidikan subspesialis bedah onkologi di Azademish Ziekenhuis Groningen (AZG) Belanda diterapkannya saat menangani kanker di RSOS, yaitu bahwa penanganan kanker harus lebih terang; serta prosedur deteksi dini, diagnostik, dan terapinya dilaksanakan secara intensif dan terpadu.

Sosok: Ario Djatmiko – Angker terhadap Kanker (KOMPAS, 13 Februari 2020 halaman 12)

6. Agus Harianto

(Dokter Penjelajah Samudra; Penggagas Rumah Sakit Terapung (RST) Ksatria Airlangga)

Warga di kepulauan terkecil sulit mendapatkan akses kesehatan yang memadai. Kondisi ini mendorongnya membuat RST Ksatria Airlangga. Pada tahun 2018, kapal rumah sakit ini sudah melayani ribuan orang. RST ini juga membantu korban bencana alam gempa seperti yang terjadi di Lombok, NTB, tsunami di Palu, dll. Kapal ini juga bertujuan meningkatkan minat dokter muda untuk mengabdi di wilayah terpencil.

Sosok: Agus Harianto – Dokter Penjelajah Samudra (KOMPAS, 3 Desember 2018 halaman 16)

7. Muhammad Kamil

(Dokter penakluk kanker lewat maraton)

Dokter lulusan Undip ini memiliki hobi lari meskipun dirinya mengidap penyakit kanker. Pada tahun 2017, ia menjalani operasi pengangkatan tumor di paru-paru dan diafragma. Setelah operasi, ia kembali berlatih untuk persiapan mengikuti Borobudur Marathon 2018. Di lomba tersebut ia menggagas program penggalangan dana “Miles to Share” untuk para penderita kanker. Hasilnya, 133 juta terkumpul, kemudian disumbangkan ke YKI cabang Jatim.

Sosok: Muhammad Kamil – Taklukkan Kanker Lewat Maraton (KOMPAS, 19 November 2018 halaman 16)

8. Budi Laksono

(Dokter; Koordinator pembangunan Huntara AB6 di Palu, Sulteng)

Selain perannya sebagai dokter, ia juga menaruh perhatian kepada kualitas hunian sementara (huntara) di Pengungsian Petobo, Kota Palu, Sulteng yang tertimpa bencana tsunami. Budi dipercaya jadi koordinator pembangunan huntara di sana. Modelnya dinamakan rumah AB6. Perhatiannya pada huntara bermula ketika dirinya menjadi tenaga kesehatan saat tsunami Aceh. Di lokasi pengungsian, ia melihat bayi yang kedinginan di dalam tenda darurat.

Sosok: Budi Laksono – Kisah Suka Pembawa Bahagia (KOMPAS, 24 Oktober 2018 halaman 12)

9. Tri Maharani

(Review Adviser WHO Snakebite Envenoming Working Group 2017-2030)

Dedikasinya terhadap kasus gigitan ular membuat pengakuan dunia kepadanya berdatangan. Ia diundang berbicara dalam forum di lebih dari 10 negara dan menjadi konsultan paruh waktu bagi WHO SEARO dalam pembuatan pedoman pengelolaan gigitan ular. Selanjutnya, ia aktif sebagai Review Adviser WHO Snakebite Envenoming Working Group (SBE-WG) masa bakti 2017–2030.

Sosok: Tri Maharani – Pengabdi Korban Gigitan Ular (KOMPAS, 6 September 2018 halaman 12)

10. Yusuf Nugraha

(Dokter dan Direktur Klinik Harapan Sehat)

Dengan sepuluh botol bekas, ia siap melayani dengan sepenuh hati masyarakat yang tidak mampu untuk berobat. Pengalaman merugi ratusan juta rupiah tidak menyurutkan niat mulianya. Hasilnya, ia tetap bisa membiayai 46 tenaga operasional di kliniknya. Setiap bulan, Klinik Harapan Sehat melayani 200-300 pasien dengan 40 persen pasien umum, 30 persen BPJS Kesehatan, dan 30 persen program sosial.

Sosok: Yusuf Nugraha – Mengobati Tanpa Menyusahkan Hati (KOMPAS, 10 Agustus 2018 halaman 16)

Sumber: Arsip Kompas/JNU

Foto-foto: 11. KOMPAS/Kornelis Kewa Ama 12. KOMPAS/Syahnan Rangkuti 13. KOMPAS/Nasrullah Nara 14. KOMPAS/Khaerul Anwar/M Nasir 15.KOMPAS/Dahlia Irawati 16. KOMPAS/Anton Wisnu Nugroho 17. KOMPAS/Amanda Putri 18. KOMPAS/Dian Dewi Purnamasari 19. KOMPAS/Kornelis Kewa Ama 20. KOMPAS/Ida Setyorini

Indeks Artikel Rubrik Sosok Kompas: Kisah Dokter di Indonesia

No. Nama (Ringkasan) Keterangan
11. Danny Christian

(Pemilik RSU Swasta Imanuel Waingapu; Membuka lahan pertanian di Sumba)

Selain dikenal sebagai pemilik RSU Swasta Imanuel Waingapu, Sumba Timur, NTT, ia juga membangun lahan pertanian seluas 2 hektare di kawasan padang gersang dan tandus, 25 kilometer dari RSU Imanuel. Lahan tersebut menjadi pusat studi dan inspirasi petani. Hasil pertaniannya pun dibagikan kepada pasien, sambil menyosialisasikan tentang makanan sehat.

Sosok: Danny Christian – Dokter di Lahan Kering Sumba (KOMPAS, 5 Juni 2018 halaman 16)

12. Rio Herison

(Dokter dan Guru di Pulau Terluar)

Rio Herison (33), dokter yang bekerja di sebuah pulau terluar Riau, berbatasan dengan negara tetangga Malaysia, melangkah lebih dari sekadar menjalankan fungsi mengobati orang sakit. Ia berkreasi dan berkembang menjadi guru bagi anak-anak muda desa yang diharapkan dapat menyebarkan pola hidup lebih sehat kepada lingkungannya.

Sosok: Rio Herison—Dokter dan Guru di Pulau Terluar (KOMPAS, 19 Januari 2018 halaman 16)

13. Edi Setiawan Tehuteru

(Dokter Spesialis Anak)

Edi adalah dokter spesialis anak di Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD), Jakarta. Ia melakukan banyak hal yang melampaui pekerjaannya sebagai tenaga medis. Ia getol menggalang komunitas untuk menyosialisasikan bahaya kanker, cara pencegahan, dan penanganannya; serta menghimpun dana untuk pengobatan pasien. Agar aktivitas komunitas ini terlembagakan secara formal, Edi mendirikan Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia.

Sosok: Edi Setiawan Tehuteru – Bapak Anak-anak Penderita Kanker (KOMPAS, 6 April 2016 halaman 16)

14. Sriana Wulansari; Samsul Rizal Ziaulhaq; Handomi Hasan

“Trio” Dokter penekan angka kebutaan akibat katarak di NTB

Mereka bekerja sama menekan angka kebutaan akibat katarak di NTB. Kekompakan mereka terlihat dari Operasi Katarak Gratis kerja sama Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) dan Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) NTB di Pulau Lombok dan Sumbawa di tahun 2015.Trio dokter ini punya tugas masing-masing. Wulan dan Samsul konsentrasi di meja operasi, sedangkan Handomi mengoordinasi para perawat pasien katarak. 

Sosok: Tim Dokter Menolong Warga Melihat Dunia (KOMPAS, 15 Desember 2015 halaman 16)

15. Hadi Puspita

(Kepala Badan Keluarga Berencana (KB) Kabupaten Malang)

Program Contra War, singkatan dari contraceptive for women at risk (KB untuk perempuan berisiko tinggi) menelurkan ide membuat sistem pemantauan kesehatan dan pemantauan ibu hamil di Kepanjen. Program yang ia buat ini memberikan dampak positif. Angka kematian ibu di Malang 61,29 per 100.000 kelahiran hidup. Lebih sedikit dibanding kasus Jatim, yaitu 97,43 per 100.000 kelahiran hidup (tahun 2012).

Sosok: Hadi Puspita – Dokter, Rock dan Roll, dan Ibu Hamil (KOMPAS, 15 September 2015 halaman 16)

16. Yurdhina Meilissa

(Dokter di daerah terpencil dan terluar)

Yurdhina mendapatkan program Pencerah Nusantara (PN) tahun 2012. Program ini menghimpun dokter muda dan tenaga kesehatan lainnya untuk ditempatkan di daerah terpencil yang buruk akses kesehatannya. Ia ditempatkan di Ogotua, Kabupaten Tolitoli, Sulteng. Di daerah terpencil dan terluar ini, listrik lebih kerap padam. Rumah warga hanya dialiri listrik pada pukul 18.00-01.00. Sinyal telepon seluler jangan diharapkan.

Sosok: Yurdhina Meilissa – Berubah dan Mengubah di Ogotua (KOMPAS, 25 April 2015 halaman 16)

17. Edi Dharmana

(Dokter umum; Pegiat Seni Tari)

Di tengah kesibukannya sebagai dokter, dia menekuni dunia seni. Latar belakang pendidikan dokter yang ia tempuh di FK Undip membawanya terpilih menjadi ketua UKM kelompok tari FK Undip, dan aktif mengirimkan delegasi dalam berbagai misi kebudayaan di sejumlah negara. Menurutnya seni merupakan keseimbangan hidup dan berfungsi melatih kecerdasan emosional.

Sosok: Edi Dharmana – Antara Wayang Orang dan Obat Herbal (KOMPAS, 4 Juli 2015 halaman 16)

18. Madya Putri Andang

(Dokter Gigi; Pegiat UMKM; Pengayom Anak Disabilitas)

Di sela-sela kesibukannya sebagai dokter gigi di sebuah klinik di Ciputat, Tangsel, ia giat mengelola UMKM kerajinan tangan berbahan dasar karung goni. Ia aktif melatih ibu rumah tangga, anak berkebutuhan khusus, dan siapa saja yang ingin belajar membuat kerajinan tangan. Hal ini mengantarkannya meraih Juara I Produk Unggulan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K) Tingkat Nasional tahun 2014.

Sosok: Madya Putri Andang – Pengayom Anak Berkebutuhan Khusus (KOMPAS, 30 Desember 2014 halaman 16)

19. Maria Yosephina Melinda Gampar

(Dokter di Puskesmas Terpencil di NTT)

Kepeduliannya terhadap pasien membuat tim seleksi dokter teladan tingkat Provinsi NTT menetapkan Melinda sebagai Dokter Teladan Tingkat Provinsi tahun 2012. Baginya, pasien merupakan prioritas dalam tugas dan pelayanan. Pasien yang pernah ditolong selalu mengingat dirinya. Tidak jarang, saat datang ke Waenakeng setelah sembuh, mereka menyempatkan diri berkunjung ke puskesmas meski hanya sekadar mengucapkan terima kasih.

Sosok: Maria Yosephina Melinda Gampar – Totalitas Melayani Pasien (KOMPAS, 21 November 2014 halaman 16)

20. Damayanti Zahar

(Dokter di Daerah Konflik)

Perempuan dan anak-anak sering menjadi korban, mulai dari pelecehan, penindasan, hingga kekerasan di daerah konflik. Damayanti terjun langsung memberikan pengobatan. Sejak tahun 2013, ia bertugas di Liberia, Sudan, Angola, Somalia, Sri Lanka, dan Burundi. Kasus yang paling sering dihadapi adalah fistula kandungan, yakni kondisi ketika kepala jabang bayi berada di jalan lahir dan terjebak selama tiga hari atau lebih.

Sosok: Damayanti Zahar – Dokter di Daerah Konflik (KOMPAS, 20 Desember 2013 halaman 16)

Sumber: Arsip Kompas/JNU

Foto-foto: 21. KOMPAS/Raditya Helabumi 22. KOMPAS/Irwan Julianto 23. KOMPAS/Kornelis Kewa Ama 24. KOMPAS/Windoro Adi 25.KOMPAS/Fabiola Ponto 26. KOMPAS/Herpin Dewanto 27. KOMPAS/Raditya Helabumi 28. KOMPAS/Idha Saraswati Wahyu Sejati 29. KOMPAS/Indira Permanasari 30.KOMPAS/Nina Susilo

Indeks Artikel Rubrik Sosok Kompas: Kisah Dokter di Indonesia

No. Nama (Ringkasan) Keterangan
21. Aisah Dahlan

(Pembina Program After Care Sahabat Rekan Sebaya)

Aisah dan suami bekerja sama dengan Rumah Sakit Bhayangkara Sespimma Polri, Ciputat, tempat Aisah bekerja, untuk melakukan pendampingan pasien narkoba. Dibentuklah Yayasan Sahabat Rekan Sebaya (SRS) tahun 1998. SRS mewadahi bekas pencandu agar bisa saling membantu serta mengembangkan bakat dan minat masing-masing.

Sosok: Dokter Aisah Dahlan – “Spesialis” Korban Narkotika (KOMPAS, 22 April 2013 halaman 16)

22. Ida Rochmawati

(Psikiater pemerhati kasus bunuh diri di Gunung Kidul)

Pada tahun 2000, ia memilih daerah yang paling sulit dan gersang, Gunung Kidul, DIY. Ia terusik oleh fenomena tingginya kasus bunuh diri di kabupaten itu. Hal ini membuatnya menetap dan berkarya di Gunung Kidul. Ia bahkan merampungkan pendidikan sekaligus S-2 Ilmu Kedokteran Klinis dan Spesialis Kedokteran Jiwa di FK UGM tahun 2008. Kini, ia menjadi psikiater di RSUD Wonosari.

Sosok: Ida Rochmawati – Meretas Stigma “Pulung Gantung” (KOMPAS 15 Oktober 2012 halaman 16)

23. Valentina Anita Andriani

(Dokter di Pulau Terpencil, NTT)

Valentina, sejak menjadi pegawai tidak tetap, memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Waiwerang, Kecamatan Adonara Timur, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, NTT. Pelayanan yang ramah serta kesabaran dan ketekunan mengabdikan ilmunya untuk warga di pulau terpencil itu membuat sosok Valentina dikenal di daerah tersebut.

Valentina Anita Andriani, Dokter PTT di Pulau Terpencil (KOMPAS, 27 Agustus 2012 halaman 16)

24. Anton Castelani

(Dokter Forensik; Bertugas di Kedokteran dan Kesehatan Mabes Polri)

Dua tahun setelah mengikuti program diploma forensik pada 2004 di Universitas Groningen, Belanda, ia melatih tenaga DVI di lingkungan dokter gigi, spesialis forensik, dan personel di lembaga-lembaga yang terkait DVI. Ia terlibat dalam kegiatan DVI pada dua kasus ledakan bom di Bali, ledakan bom bunuh diri di Kedutaan Besar Australia, juga di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton Jakarta.

Sosok: Anton Castelani – Saling Memanfaatkan dan Menghargai (KOMPAS, 2 Juni 2012 halaman 16)

25. M Sofyanto

(Dokter Spesialis Bedah Mikro)

Setelah menyelesaikan pendidikan di Nagoya University Hospital, Jepang, tahun 2003, dr. M Sofyanto tidak membuang-buang waktu. Bersama almarhum Profesor Yoshio Suzuki, Sofyanto mengembangkan bedah mikro di Surabaya. Setiap pembedahan mikro berisiko menyebabkan infeksi. Namun, sejak 2003–2012 melakukan bedah mikro, berbagai risiko tersebut bisa diminimalkan. Dalam periode tersebut tidak ada penderita yang mengalami kebutaan, lumpuh, ataupun risiko fisik lain. ”Kira-kira tingkat keberhasilan bedah mikro terhadap penderita mencapai 97 persen,” cerita Sofyanto.

Sosok: dr. M Sofyanto, SpBS – Edukasi Tiada Henti (KOMPAS, 3 Mei 2012 halaman 16)

26. Luh Putu Upadisari

(Mendirikan klinik umum di pasar Badung, Bali)

Beragam aktivitas di pasar tradisional membuatnya tergugah mendirikan klinik di Pasar Badung, Denpasar, Bali, tahun 2003, untuk ”menjemput” pasien. Ia tidak mengenakan jas putih. Dia tampil kasual saat menerima pasien. Bukan tanpa pertimbangan. Sari tidak ingin pasien ngeri berobat dan takut membicarakan penyakitnya. Dia mau pasien menjadi nyaman, tak berjarak.

Sosok: Luh Putu Upadisari – Dokter Tanpa Jas Putih (KOMPAS, 10 Februari 2012 halaman 16)

27. Bagus Rahmat Prabowo

(Pemerhati kelompok rentan terinfeksi HIV/AIDS)

Setelah bergelar dokter, Bagus mendapat tawaran mengelola klinik Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di kawasan ”lampu merah” Saritem, Bandung (1995 hingga 2000-an). Tugasnya mencari tahu angka prevalensi Infeksi Menular Seksual (IMS) di Bandung. ”Saat itu di Saritem ada 400 pekerja seks komersial (PSK). Kalau satu PSK punya pelanggan lima saja, bayangkan berapa banyak orang yang berpotensi terinfeksi,” kata Bagus.

Sosok: Bagus Rahmat Prabowo -Kegelisahan terhadap HIV/AIDS (KOMPAS, 6 Januari 2012 halaman 16)

28. Tjahjono Darminto

(Dokter spesialis mata)

Tjahjo adalah dokter spesialis mata yang telah berkecimpung di bidangnya selama 25 tahun. Sepanjang masa itu, ia melihat masyarakat, bahkan para dokter, cenderung menganggap kesehatan mata sebagai hal kecil. Menurutnya, mata bukan sekadar indera untuk melihat. Mata adalah organ yang menangkap informasi terbanyak, sekitar 83 persen dibandingkan dengan indera lain.

Sosok: Tjahjono Darminto Gondhowiardjo – Mata untuk Kesehatan Jiwa (KOMPAS, 2 Juli 2011 halaman 16)

29. Satyanegara

(Ahli Bedah Saraf)

Keahliannya sebagai seorang dokter bedah saraf dan kesukaannya menulis, melahirkan berbagai buku dan sebagian dianugerahi penghargaan. Sebagai seorang ahli bedah saraf, karya berjudul Ilmu Bedah Saraf merupakan mahkotanya. Satyanegara sepakat dengan penerbit untuk tidak menerima royalti supaya harga buku lebih terjangkau sehingga lebih banyak orang membaca dan mendapat manfaat dari buku itu.

Sosok: Profesor Satyanegara – Penebar Ilmu Bedah Saraf (KOMPAS, 6 Mei 2011 halaman 16)

30. Arijanto Jonosewojo

(Pimpinan Poliklinik Obat Tradisional Indonesia (POTI) RSU dr. Soetomo, Surabaya)

Ia semula ketat menerapkan pengobatan medis konvensional barat sesuai hasil pendidikan profesi kedokterannya. Belakangan, Arijanto berdamai dengan pengobatan tradisional, setelah pasiennya sembuh ketika beralih ke pengobatan tradisional. Arijanto mengupayakan pemanfaatan obat herbal menjadi tuan di negeri sendiri. Selaku Ketua Prodi Pengobatan Tradisional di FK Unair, Arijanto menggandeng Beijing University of Traditional Medicine untuk mendapatkan pendalaman materi pengobatan tradisional China.

Sosok: Arijanto Jonosewojo : Berdamai dengan Pengobatan Tradisional (KOMPAS, 31 Maret 2011 halaman 16)

Sumber: Arsip Kompas/JNU

Foto-foto: 31. KOMPAS/Gatot Widakdo 32. KOMPAS/Gregorius Magnus Finesso 33. KOMPAS/Nina Susilo 34. KOMPAS/Dwi As Setianingsih 35.KOMPAS/Lasti Kurnia 36. KOMPAS/Irene Sarwindaningrum 37. KOMPAS/Nina Susilo 38. KOMPAS/Kris Razianto Mada 39. KOMPAS/Indira Permanasari 40. KOMPAS/Nina Susilo

Indeks Artikel Rubrik Sosok Kompas: Kisah Dokter di Indonesia

No. Nama (Ringkasan) Keterangan
31. Aristi Prajwalita Madjid

(Memberikan pelayanan kesehatan di sejumlah daerah terpencil di banyak negara dengan moda sepeda)

Setelah merampungkan kuliah di Fakultas Kedokteran sebuah universitas di Malaysia (2007), Risti bergabung dengan sebuah lembaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan cuma-cuma di beberapa daerah terpencil di Kamboja dan Vietnam. Risti pun memilih sepeda sebagai moda transportasi yang praktis untuk menjangkau daerah terpencil. Pengabdiannya ia lanjutkan hingga ke negara China, India, dan Australia.

Sosok: Aristi Prajwalita Madjid – Menjelajahi China dengan Dua Roda (KOMPAS, 13 November 2010 halaman 16)

32. Pratono

(Direktur RSU Kabupaten Mappi, Papua; Penyiar Radio)

Ia mengabdi di Mappi, sebuah daerah di pedalaman Papua bagian selatan. Selain mengobati pasien secara langsung, ia memiliki peran memasyarakatkan pola hidup sehat. Untuk mencapai hal tersebut, ia memanfaatkan media penyiaran radio yang unggul karena jangkauannya relatif luas dan dapat diakses oleh lebih banyak warga. Direktur rumah sakit mengizinkan adanya radio lokal di RS tersebut dan dinamakan Citra Husada FM.

Sosok: Pratono – Dokter dan Penyiar Radio di Papua (KOMPAS, 21 Oktober 2010 halaman 16

33. Sunaryadi Tejawinata

(Pembina Pusat Pengembangan Paliatif dan Bebas Nyeri RSU dr. Soetomo Surabaya)

Pada tahun 1995, Sunaryadi merintis tim paliatif di Surabaya terdiri atas dokter, tenaga medis, serta kader PKK dan puskesmas. Setiap Selasa dan Jumat, dua-tiga pasien kanker yang sudah tidak mampu ke rumah sakit dikunjungi di rumahnya. Bahkan, mulai November 2007, didirikan “Day Care and Respite Care” di RSU dr. Soetomo. Respite Care merawat pasien kanker tanpa dipungut biaya.

Sosok: Sunaryadi dan Rasa Nyeri Penderita Kanker (KOMPAS, 15 Februari 2010 halaman 16)

34. Handrawan Nadesul

Dokter umum; Pecinta sastra

Kecintaan yang begitu besar pada sastra dan ilmu kedokteran membuat Handrawan produktif berkarya. Sejak 1972 hingga 2009 (awal), sudah ribuan artikel kesehatan yang ditulisnya. Buku dan tulisan-tulisannya mengantarnya dari satu seminar ke seminar lain, ke acara televisi/radio, untuk menularkan ilmunya. Handrawan membuka wawasan masyarakat agar lebih memahami kesehatan.

Sosok: Perlawanan Handrawan Nadesul (KOMPAS, 21 Januari 2010 halaman 20)

35. Tan Shot Yen

(Dokter umum)

Dia membuat analogi-analogi menarik, dengan gaya penyampaian ekspresif, mimik, dan intonasi yang teatrikal; kadang keras dan sinis, kadang kocak, kadang lembut. Begitulah caranya menjelaskan kepada pasien hubungan antara penyakit, obat, dan gaya (pola) hidup.

Sosok: Yang Terbang dari Buaian (KOMPAS, 30 Oktober 2009 halaman 16)

36. Sudiharto

(Dokter spesialis bedah syaraf; Pengembang sistem pirau katup celah semilunar)

Belajar dari pompa pada lampu petromaks dan terinspirasi bentuk katup jantung manusia, Sudiharto menciptakan inovasi. Hasil penelitiannya telah mengurangi penderitaan ribuan pasien penyumbatan cairan otak. Pompa itu digunakan oleh penderita hidrosefalus, stroke, tumor otak, dll. Inovasi tersebut dimulai dari tahun 1978 dan terus berkembang, hingga di tahun 2004 alat itu disebut Sistem Pirau Katup Celah Semilunar.

Sosok: Sudiharto dan “Petromaks” Pemberi Harapan (KOMPAS, 28 September 2009 halaman 16)

37. Ananto Sidohutomo

(Pencetus Gerakan Moral Bidadari; Pemerhati Kanker Serviks dan Payudara)

“Bidadari”, gerakan moral yang dicetuskannya, memfokuskan diri pada masalah kanker serviks (leher rahim) dan kanker payudara. Sekitar 20 dokter termasuk spesialis obstetri ginekologi bergabung dengan Bidadari. Secara bergantian dan berkala, semua bidadari itu menjelaskan masalah kanker serviks dan payudara serta cara mencegah dan mendeteksi dininya.

Sosok: Ananto Sidohutomo Menjadi Bidadari (KOMPAS, 24 September 2009 halaman 12)

38. Agus Harianto

(Koordinator Pusat Layanan Kembar Siam RSU Dr Soetomo; Dokter kembar siam)

Ada dua hal yang mendorong Agus mendalami kembar siam. Pertama, namanya berasal dari kata pagus. Dalam bahasa Yunani, pagus artinya menyatu. Jadi, sudah cocok dengan bayi kembar siam yang menyatu. Dorongan kedua, sang istri yang pernah keguguran. Peristiwa itu pukulan sekaligus cambuk baginya untuk mendalami kedokteran anak, lebih spesifik lagi, persoalan kembar siam.

Sosok: Agus Harianto, Kamus Hidup Kembar Siam (KOMPAS, 25 Juli 2009 halaman 16)

39. Lo Siaw Ging

(Dokter umum; Melayani tanpa meminta bayaran)

Ketika biaya perawatan dokter dan rumah sakit semakin membubung tinggi, dokter di Kota Solo ini tetap merawat dan mengobati pasien tanpa menetapkan tarif, bahkan sebagian besar pasiennya justru tidak pernah dimintai bayaran. Ia bahkan membayar tagihan dari apotek atas resep-resep yang diambil para pasiennya. Menjadi dokter, bagi Lo, adalah sebuah anugerah.

 

40. Diana Liben

(Pemerhati penderita kusta)

Ketika penderita kusta dimarjinalkan, ia dengan telaten menghampiri. Kedekatannya dengan penderita kusta dimulai tahun 1997. Ia berkonsentrasi pada masalah rehabilitasi dan pemberdayaan mantan penderita kusta. Perhatian tersebut membuat Diana yang pensiun dari Puskesmas langsung diminta menjadi konsultan program penanganan kusta. Program itu dilakukan atas kerja sama Depkes dan Netherland Leprocy Relief. Diana menjadi konsultan kusta pertama warga Indonesia.

Sosok: Diana Liben, Ibu (Mantan) Penderita Kusta (KOMPAS, 6 Juni 2009 halaman 16)

Sumber: Arsip Kompas/JNU

Foto-foto: 41. KOMPAS/Raditya Helabumi 42. KOMPAS/Mohammad Hilmi Faiq 43. KOMPAS/Ayu Sulistyowati 44. KOMPAS/Lasti Kurnia 45.KOMPAS/Siwi Nurbiajanti 46. KOMPAS/M Clara Wresti 47. KOMPAS/Maria Hartiningsih 48. KOMPAS/Atika Walujani M 49. KOMPAS/Andy Riza Hidayat 50. Arsip Pribadi

Indeks Artikel Rubrik Sosok Kompas: Kisah Dokter di Indonesia

No. Nama (Ringkasan) Keterangan
41. Anwar Nidom

(Doktor pertama di Indonesia dengan disertasi mengenai flu burung)

Pengungkapan kasus flu burung tahun 2004 terkait dengannya. Pria yang menekuni virologi itu mencoba menjawab masalah ketika akhir 2003 terjadi gonjang-ganjing kematian unggas. Ada yang mengatakan penyebabnya adalah tetelo, ada juga yang menyebutkan flu burung. Pada Oktober 2003 dia mengetahui penyebab kematian unggas adalah virus flu burung H5N1, yang kemungkinan berasal dari Guangdong, China.

Sosok: Nidom dan Koalisi Tiga Virus Influenza (KOMPAS, 12 Mei 2009 halaman 16)

42. Kristison Simbolon

(Dokter Gigi; Usaha pulsa mengantarkannya menjadi dokter)

Selain meraih gelar dokter gigi pada April 2008, ia berhasil membiayai kuliah dua adik dan lima karyawannya. Semua itu dari hasil usahanya berjualan pulsa, dengan laba mencapai Rp 30 juta per bulan. Kondisi ini berbeda dengan masa awal kuliahnya (hanya memiliki 200 ribu rupiah di kantong). Selanjutnya, ia ingin membangun klinik kesehatan di Kecamatan Parongpong, daerah pelosok di Bandung Barat.

Sosok: Kristison, Menjadi Dokter Gigi karena Pulsa (KOMPAS, 16 Maret 2009 halaman 16)

43. Anak Agung Gede Hartawan

(Dokter Lapas;  Pelopor Ide Pemisahan Sel Napi Narkoba)

Berkat kegigihannya, kondisi kesehatan para napi Kelas II A Denpasar, Kerobokan, Kabupaten Badung, Bali menjadi lebih diperhatikan. Hampir 70 persen waktu ia gunakan untuk memenuhi kewajiban menjadikan narapidana lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Selain itu, ia merupakan pelopor ide pemisahan sel napi narkoba di Indonesia pada tahun 2002. Ide ini diapresiasi Departemen Hukum dan HAM.

Sosok: Kegigihan Dokter di Lembaga Pemasyarakatan (KOMPAS, 30 Desember 2008 halaman 16)

44. Herawati Sudoyo

Penerima Habibie Award 2008; Pengembang teori Disaster Perpetrator Identification

Ia menerima Habibie Award 2008 karena ia berhasil meletakkan dasar pemeriksaan DNA forensik untuk identifikasi pelaku bom bunuh diri. Teori yang dikembangkannya bersama Pusdokkes Polri ternyata betul. Jaringan tubuh yang berasal dari tempat-tempat terjauh memiliki profil DNA yang sama, kemudian dibandingkan dengan profil DNA keluarga dekat yang dicurigai. Kurang dari dua minggu, mereka berhasil mengidentifikasi pelakunya (bom Bali 2004).

Sosok: Herawati dan Jalan Hidup Seorang Peneliti (KOMPAS, 3 Desember 2008 halaman 16)

45. Bimo Bayuadji

(Kepala Puskesmas Pangkah Tegal)

Memasuki umur pensiun (60), ia berjanji tetap akan membantu melakukan pelayanan kesehatan, terutama untuk anggota masyarakat yang dinilai kurang dari segi materi. Atas pengabdiannya, ia memperoleh penghargaan sebagai Dokter Terpuji Tahun 2008 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Bimo banyak membantu masyarakat yang tertimpa bencana melalui aktivitasnya sebagai anggota Search and Rescue (SAR), Palang Merah Indonesia (PMI), dan pramuka.

Sosok: Bimo, Pengabdian Seorang Dokter (KOMPAS, 7 Oktober 2008 halaman 16)

46. dr. Asri

(Tenaga medis pelayanan Keluarga Berencana (KB) vasektomi Provinsi DKI Jakarta; Dokter Umum)

Ia banyak melakukan vasektomi tanpa pisau.  Prosesnya dilakukan dengan menusuk kulit skrotum menggunakan alat khusus, lalu lubang tusukan itu dikuak untuk mengambil saluran benih. Saluran ini diikat dan dikembalikan ke tempat semula. Lubang pun akan menutup kembali. Asri-lah yang sering digandeng Badan Koordinasi Keluarga Berencana Jakarta untuk mempromosikan dan melakukan vasektomi sejak 10 tahun terakhir dari Aceh sampai Papua.

Sosok: Vasektomi dan Dua Anak Enak (KOMPAS, 27 Mei 2008 halaman 16)

47. Maya Trisiswati

(Penanggung Jawab Klinik PKB Pisangan (melayani waria, kelompok miskin, dll))

Bersama timnya di Klinik PKBI Pisangan, Maya secara teratur mengunjungi kantung-kantung permukiman waria di seluruh penjuru Jakarta. pelayanannya diperluas, mencakup kelompok miskin, terpinggirkan, dan paling berisiko terkena penyakit-penyakit IMS, termasuk HIV/AIDS, seperti pengguna narkoba suntik (IDU), kelompok gay, biseksual, ibu rumah tangga, pekerja seks, baik perempuan maupun laki-laki. Klinik itu juga melayani pasien miskin yang melahirkan.

Sosok: Kerja Hati Maya Trisiswati (KOMPAS, 23 Februari 2008 halaman 16)

48. Eka Julianta Wahjoepramono

(Ahli Bedah Saraf (Operasi Batang Otak)

Ia bersama timnya di Siloam Hospitals, Karawaci, Banten, pada 2001 berani mengangkat tumor di batang otak seorang pemuda asal Cirebon, Jawa Barat. Pada masa itu, mengoperasikan batang otak sangatlah riskan. Hingga tahun 2008, sudah 13 kasus batang otak yang berhasil dioperasi. Ia dan timnya sering mendapatkan undangan nasional/internasional untuk memaparkan hasil operasi tersebut.

Sosok: Dari “No Man’s Land” Merambah Dunia (KOMPAS, 21 Januari 2008 halaman 16)

49. Kanserina Esthera Dachi

(Dokter spesialis penyakit dalam di Nias)

Sejak tahun 2001 dia menjadi satu-satunya dokter spesialis penyakit dalam di Pulau Nias. Pilihannya untuk tinggal di rumah dinas dari papan kayu 6×12 meter beratap seng tidak seperti dokter spesialis kebanyakan. Menjadi korban gempa Nias 2005 tidak membuatnya libur bertugas. Pada saat gempa, rumahnya terbelah jadi dua, lantainya ambles. Namun, Rina tetap memberikan pelayanan bagi korban gempa.

Sosok: Keteguhan Hati Dokter Kanserina (KOMPAS, 31 Desember 2007 halaman 16)

50. Cissie Nugraha

(Pendiri Lembaga Pendidikan Cissie Art; Dokter)

Masih “terpinggirkannya” otak kanan membuat Cissie mendirikan lembaga pendidikan gambar-menggambar untuk anak-anak, Cissie Art. Merasa ada yang hilang dalam pendidikan anak-anak yang lebih mengutamakan kemampuan akademis, juga menjadi dasar dia mendirikan lembaga tersebut. Metode pengajaran yang diberikan bertujuan membimbing anak-anak agar berani mandiri.

Sosok: Cissie Nugraha, Jangan Cuma Otak Kiri (KOMPAS, 7 November 2007 halaman 16)

Sumber: Arsip Kompas/JNU

Foto-foto: 51. KOMPAS/Edna Caroline Pattisina 52. KOMPAS/Agnes Rita Sulistyawaty 53. KOMPAS/Wisnu Aji Dewabrata 54. KOMPAS/Reny Sri Ayu Taslim 55. KOMPAS/Yuniadhi Agung 56. KOMPAS/Abun Sanda 57. KOMPAS/Wawan H Prabowo 58. KOMPAS/Bre Redana 59. KOMPAS/Adhi Kusumaputra 60. KOMPAS/Priyombodo

Indeks Artikel Rubrik Sosok Kompas: Kisah Dokter di Indonesia

No. Nama (Ringkasan) Keterangan
51. Retno Iswari Tranggono

(Dokter Kulit; Pendiri Usaha Kosmetik Ristra)

Bagi Retno, misi hidupnya adalah mengedukasi masyarakat. Sekitar tahun 1960-an ia berusaha meyakinkan orang untuk mencuci muka dengan sabun. Hasratnya menggabungkan ilmu medis dan perawatan kecantikan banyak berkembang lewat proses belajar sendiri. Pada tahun 1983, ia dan ayahnya mendirikan usaha kosmetik Ristra. Ia juga mempunyai buku biografi berjudul “The Entrepreneur Behind The Science of Beauty, Inspirator Kosmetik Indonesia, Retno Tranggono.”

Sosok: Retno Tranggono dan Edukasi Konsumen (KOMPAS, 4 September 2007 halaman 16)

52. Onny Suwardi Redjo

(Konsultan LSM Puskesmas PIP SCHS)

Suwardi melakoni peranan sebagai dokter lapangan di Papua, khususnya keminatannya atas pembasmian dan penanggulangan penyakit menular. Persoalan inti tentu pada kurangnya asupan gizi yang bagus, kebersihan lingkungan, serta perhatian dan kesinambungan perawatan.

Sosok: Dokter “Jamer” yang Cinta Papua (KOMPAS, 30 Agustus 2007 halaman 16)

53. Muniyati Ismail

(Pendiri SD Khusus Harapan Mandiri; Pemerhati anak autis)

Keresahaannya terhadap masa depan anak autis mendorongnya mendirikan sebuah SD khusus di Palembang. “Pendanaan sekolah ini murni dari kantong sendiri, uang sekolah siswa autis, dan peserta terapi autis. Saya menjalankan subsidi silang. Sedangkan bantuan pemerintah hanya bantuan operasional sekolah (BOS),” ujarnya.

Sosok: Muniyati dan Pendidikan bagi Anak Autis (KOMPAS, 12 Juni 2007 halaman 16)

54. Nurpudji Astuti

Pencipta Suplemen Ikan Gabus; Guru Besar Unhas

Suplemen ikan gabus yang ia ciptakan berfungsi menjaga metabolisme tubuh, menaikkan kadar albumin, dan mempercepat pemulihan kesehatan. Ikan gabus diracik sedemikian rupa, dibuat serbuk, kemudian dimasukkan dalam kapsul. Hampir semua pasien berkadar albumin rendah yang diberi suplemen ini, kadar albuminnya naik lebih cepat ketimbang lewat infus. Bahkan, pasien dengan komplikasi penyakit lain seperti TB cocok diberikan kapsul ikan gabus ini.

Sosok: Nurpudji Astuti dan Nilai Tambah Ikan Gabus (KOMPAS, 31 Mei 2007 halaman 16)

55. Laksmana Pertama Setyo Harnowo

(Dokter gigi forensik; Kepala Ladokgi TNI AL RE Martadinata)

Kepala Lembaga Kedokteran Gigi (Ladokgi) TNI Angkatan Laut RE Martadinata ini bersama timnya menjalankan peran penting dalam mengenali identitas seseorang yang jasadnya rusak berat karena menjadi korban bom, kebakaran, atau bencana lain. Identifikasi korban pada peristiwa bom Bali pertama dan kedua, bom di Marriott dan bom di Kuningan, Jakarta, merupakan beberapa pekerjaan yang sukses dijalankan.

Sosok: Setyo Harnowo: Tugas Kemanusiaan Tanpa Akhir (KOMPAS, 26 April 2007 halaman 16)

56. Farid Husain

(Dokter Bedah; Terlibat dalam Penyelesaian Konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM))

Peran Farid dalam perundingan damai konflik GAM tidak bisa dianggap enteng. Wakil Presiden Jusuf Kalla serta Bachtiar Abdullah dan Zaini Abdullah dari delegasi GAM pun mengakui hal itu. Farid bertugas melobi delegasi dan pejuang GAM. Dia pula yang menggalang dukungan dari sejumlah kalangan di Eropa yang bersimpati pada persoalan Aceh.

Sosok: Farid Husain, di Belakang Perundingan Damai (KOMPAS, 24 April 2007 halaman 16)

57. Hari Kusnanto

(Guru Besar Ilmu Kesehatan FK UGM; Direktur Prodi Kesehatan Masyarakat UGM)

Selain bahaya DBD, ia menyatakan banjir di Jakarta menyisakan trauma mental berat bagi banyak orang, khususnya bagi ratusan ribu orang dengan ekonomi pas-pasan yang kehilangan banyak aset yang tersapu banjir. Ia menambahkan, para korban tersebut umumnya membutuhkan terapi atau dukungan psikososial dalam waktu panjang. Mereka sangat berpeluang lebih besar mengalami penyakit-penyakit kronik, seperti jantung koroner, stroke, dan kanker.

Sosok: Awas, Bahaya Laten DBD (KOMPAS, 8 Maret 2007 halaman 16)

58. Yow-Pin Li

(Peneliti di East Providence, Rhode Island, Amerika Serikat)

Sebagai dokter-ilmuwan di Rumah Sakit Rhode Island, AS, ia mendirikan lembaga riset bernama ProThera Biologics. ProThera memiliki tiga proyek penelitian di AS terkait kanker, sepsis, dan biodefense. Pemerintah AS mengapresiasi dengan memberikan dana mencapai Rp 29 miliar.

Sosok: Lihat, Saya dari Cirebon… (KOMPAS, 9 Desember 2006 halaman 16)

59. Rachmat Sentika

(Dokter Puskesmas Teladan 1985)

Ia menawarkan startegi baru untuk pemerintah mempromosikan Keluarga Berencana (KB). Strategi tersebut adalah keterpaduan dengan prinsip six to one dan one for all (enam kegiatan jadi satu) kepada pemerintah. Enam kegiatan itu adalah KB, penimbangan anak balita, imunisasi, penanggulangan diare, kesehatan ibu dan anak, dan penyuluhan kesehatan. Semuanya disatukan dalam posyandu di tingkat rukun warga.

Sosok: Rachmat Sentika dan Posyandu (KOMPAS, 26 Oktober 2006 halaman 12)

60. Regina Titi Christinawati Tandelilin

(Doktor FKG UGM)

Melalui disertasinya, ia meneliti luka pencabutan gigi setelah augmentasi Demineralized Bone Matrix (DBM), sebuah kajian In Vivo pada kelinci. Penelitian tersebut menyimpulkan, luka jaringan lunak dan tulang setelah pencabutan gigi yang segera di-augmentasi dengan serbuk DBM, lebih cepat sembuh dibandingkan dengan luka yang tanpa augmentasi. DBM dapat menjadi terapi pencegahan, kuratif maupun rehabilitatif.

Sosok: Kelinci Percobaan Regina Tandelilin (KOMPAS, 29 September 2006 halaman 16)

Sumber: Arsip Kompas/JNU

Foto-foto: 61. KOMPAS/Bre Redana 62. KOMPAS/Yenti Aprianti 63. Arsip Pribadi 64. KOMPAS/Jean Rizal Layuck 65. KOMPAS/Arbain Rambey 66.KOMPAS/Wawan H Prabowo 67. KOMPAS/Khaerul Anwar 68. KOMPAS/Khaerudin 69. KOMPAS/Kornelis Kewa Ama 70.KOMPAS/Ni Komang Arianti

Indeks Artikel Rubrik Sosok Kompas: Kisah Dokter di Indonesia

No. Nama (Ringkasan) Keterangan
61. Hadi Puspita

(Dokter Teladan Nasional 2006; Kepala Puskesmas Kepanjen (Malang, Jatim))

Ia melakukan pemantauan kondisi kesehatan masyarakat Kepanjen dengan data geomedik. Geomedik berfungsi ketika daerahnya terjadi peningkatan kasus tifoid. Hasilnya, semua daerah parah dilewati aliran sungai yang sama. Desa yang tak bersentuhan dengan sungai itu sama sekali tak tersentuh tifoid. Asumsinya adalah sumber tifoid adalah air sungai berikut resapan air yang dikonsumsi penduduk lewat sumur-sumurnya. Begitu diteliti, asumsi tersebut terbukti.

Sosok: Dr Hadi, Antara Bolot dan Bodoh… (KOMPAS, 28 Agustus 2006 halaman 16)

62. Hendro Sudjono Yuwono

(Dokter Ahli Bedah RSHS Bandung; Meneliti Kopi Sebagai Penyembuh Luka)

Ia telah dua tahun meneliti kopi untuk menyembuhkan luka serta membuktikannya di laboratorium. Menurut temuannya, kopi memiliki antibakteri yang sangat kuat pada Methicillin Resistant Starhylococcus Aureus (MRSA) atau bakteri yang sering dijumpai pada luka bernanah. Kopi juga memiliki zat yang langsung membunuh bakteri. Kopi ini bisa digunakan untuk mengobati luka serut, luka bakar, atau luka sayat akibat kecelakaan, diabetes, dan lainnya.

Sosok: Kopi untuk Obati Luka (KOMPAS, 8 Mei 2006 halaman 16)

63. Akmal Taher

(Guru Besar FK UI; Direktur Utama RSCM)

Setelah dinilai bisa membereskan IGD RS Cipto Mangunkusumo pada akhir tahun 2005, ia diberi tambahan kepercayaan menjadi Direktur Utama dan diangkat sebagai guru besar FKUI pada tahun 2006. Pada sisi lain, ia juga vokal di bidang politik. Ketika tahun 1978 meletus aksi mahasiswa menggugat kepemimpinan Orde Baru, Akmal termasuk tokoh mahasiswa yang diringkus Kopkamtib.

Sosok: Membenahi Belantara RSCM Jakarta (KOMPAS, 3 April 2006 halaman 16)

64. Vennetia Ryckerens Danes

(Penemu LVACC/Low Voltage Activated Calcium Current – Penyebab lain pembesaran dan kegagalan jantung)

Penelitian rumitnya yang menggunakan teknologi patch clamping buatan Sakmann dan Neher (peraih nobel kesehatan), Vennetia melahirkan terobosan di bidang molecular and cellular cardiology yang mengantarkannya menemukan channel baru penyebab lain pembesaran dan kegagalan jantung. Channel itu disebut LVACC (low voltage activated calcium current) di membran sel jantung yang mengatur masuk keluar kalsium di sel jantung dan juga mengatur ritme jantung.

Sosok: Vennetia Danes Kejutkan Peraih Nobel (KOMPAS, 24 Maret 2006 halaman 16)

65. Idrus Paturusi

(Dokter spesialis bedah tulang; “Spesialis” kerusuhan dan bencana)

Dokter spesialis bedah tulang ini akan datang ke daerah bencana dan kerusuhan untuk mengurus para korban. Ketika tsunami Aceh 2004, ia juga berada di sana untuk menangani korban dan memfungsikan kembali RS Zainoel Abidin yang rusak disapu tsunami. Konflik kekerasan pun menyeretnya untuk terjun. Konflik Ambon, Poso, dan Maluku Utara yang menimbulkan korban jiwa ribuan orang tak membuat nyalinya ciut.

Sosok: Idrus Paturusi, Spesialis Kerusuhan (KOMPAS, 10 Februari 2006 halaman 16)

66. Prof. Sutaryo

(Doktor UGM; Penemu Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru untuk penderita Demam Berdarah)

Menurutnya, jika sel darah limfosit warna biru seseorang mencapai 4%, hal ini mengindikasikan adanya penyakit demam berdarah. Dari pengalaman tersebut, ia melakukan pemeriksaan limfosit warna biru dan berhasil sehingga mengantarkannya meraih gelar doktor dari UGM. Menyusul penemuan Sutaryo,di setiap blangko pemeriksaan laboratorium untuk penderita DB kini dimasukkan kolom-kolom pemeriksaan LPB (Limfosit Plasma Biru).

Sosok: Sutaryo “Merangkul” Demam Berdarah (KOMPAS, 27 Januari 2006 halaman 16)

67. Baiq Mardayu

(Kader tanpa imbalan)

Sudah 17 tahun ia menjadi “kader” (kerja sosial tanpa imbalan) posyandu, keluarga berencana, petugas minum obat bagi penderita tuberkulosis (TBC), serta tutor bagi warga yang buta aksara latin di Mataram, NTB. Kepedulian dan senang adalah kata kunci Mardayu ketika melayani.

Sosok: Baiq Mardayu, Sang Kader “Pemborong” (KOMPAS, 25 Januari 2006 halaman 16)

68. Hadyanto Lim

(Penemu peran molekuler sitokin TGF-Bheta1)

Berawal dari penelitian disertasinya, ia berhasil menemukan peran molekuler sitokin TGF-Bheta1 dalam proses pembentukan jaringan fibrosa pada otot jantung (myocardial fibrosis). Penemuan ini membuka lembaran baru dalam pemahaman penyakit gagal jantung kronis.

Sosok: Pemahaman Baru Penyakit Jantung (KOMPAS, 5 Januari 2006 halaman 16)

69. Viviana Maharani Pradotokoesoemo

(Dokter di pedalaman Jayawijaya)

Di tengah lambatnya pembangunan Kab. Jayawijaya pada tahun 2005, ia mempertahankan keberlangsungan RSUD Wamena yang dipimpinnya. Cercaan dari bawahan/pasien karena kekurangan sarana/fasilitas pendukung ia jawab dengan tetap berusaha memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien. Modal utama mengabdi 12 tahun sebagai dokter di pedalaman Jayawijaya sampai ke Kota Wamena hanyalah kesabaran.

Sosok: Kegigihan dr Viviana Mengoperasikan RSUD Wamena (KOMPAS, 28 Desember 2005 halaman 16)

70. dr. Syafiq

(Direktur Pusat Rehabilitasi Anak Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC))

Semenjak Prof. Soeharso (pendiri YPAC) meninggal tahun 1971, dr. Syafiq mengumpulkan tulisan-tulisan Soeharso dan mendalami konsep delabelisasi “cacat” terhadap kaum difabel (menjadi teori Total Quality Concept of Soeharso pada tahun 1990). Syafiq juga giat melakukan gerakan kepedulian terhadap kaum difabel. “Tidak ada manusia cacat, yang ada hanya manusia. Orang cenderung melihat kekurangan fisik, tetapi cacat nurani tidak pernah diperhatikan,” tuturnya.

Sosok: Dokter Syafiq: Tidak Ada Manusia Cacat di Dunia (KOMPAS, 3 Desember 2005 halaman 16)

Sumber: Arsip Kompas/JNU

Foto-foto: 71. KOMPAS/Runik Sri Astuti 72. KOMPAS/Runik Sri Astuti 73. KOMPAS/Eddy Hasby 74. KOMPAS/Fahmy Myala 75. KOMPAS/FX Puniman

Indeks Artikel Rubrik Sosok Kompas: Kisah Dokter di Indonesia

No. Nama (Ringkasan) Keterangan
71. Sunarto Reksoprawiro

(Guru Besar FK Unair; Pencipta alat SNT Plate (alat untuk penderita patah tulang rahang)

Selain ahli di bidang penyakit seputar kepala leher, di tahun 2005, ia juga menciptakan alat bagi pasien bedah di bagian kepala dan leher yang diberi nama SNT Plate. SNT Plate terbuat dari baja stainless yang dirancang dengan bentuk huruf “X” yang diciptakan khusus untuk penderita patah tulang rahang. SNT Plate digunakan di RSU Dr Soetomo, Surabaya, dan rumah sakit lainnya.

Sosok: Sunarto, Perancang “Plate” untuk Tulang Rahang (KOMPAS, 30 November 2005 halaman 16)

72. Roemwerdiniadi Soedoko

(Guru Besar FK Unair; The Queen of Cancer Control)

Ia disebut sebagai perempuan kedua yang menaruh perhatian terhadap penyakit kanker setelah Hillary Clinton. Director of Cancer Division WHO Yan Tsyenwart memberikan julukan “The Queen of Cancer Control” kepada Roem. Ia juga sering melakukan kampanye tentang kanker ke sejumlah daerah di Indonesia tanpa memungut bayaran. Bahkan pulau yang hanya bisa ditempuh dengan motor boat milik TNI AL tetap ia sambangi.

Sosok: Roem, Ratu Penanggulangan Kanker (KOMPAS, 20 Oktober 2005 halaman 16)

73. Tri Satya Putri Naipospos Hutabarat

(Master filosofi bidang epidemiologi dan ekonomi veteriner; Direktur Kesehatan Hewan)

Gelar master yang ia peroleh dari Reading University, Inggris, ini diangkat menjadi Direktur Kesehatan Hewan pada 24 Desember 2003. Di periode ia bertugas, ia berjuang melawan virus flu burung di Indonesia. Menurutnya tingkat kesadaran para kepala pemerintahan daerah, terutama untuk menggalakkan vaksinasi, biosecurity, deteksi dini, dan pelaporan penting mencegah wabah makin meluas.

Sosok: Perjuangan Melawan Flu Burung (KOMPAS, 20 September 2005 halaman 16)

74. Syakib Nakri

(Dokter spesialis penyakit dalam; 1 dari 2 Dokter spesialis ginjal di Sulsel)

Dokter spesialis penyakit dalam ini menetapkan pilihannya sebagai ginjal dan hipertensi. Atasannya saat bekerja sebagai asisten di FK Unhas membuka matanya mengenai minimnya tenaga dokter ahli di bidang ini, sementara jumlah penderita cukup banyak dan kemungkinan akan terus bertambah. Pada tahun 2005 ia merupakan satu dari dua dokter spesialis ginjal di Sulawesi Selatan.

Sosok: Syakib Bakri, 22 Tahun Menggeluti Penyakit Ginjal (KOMPAS, 3 September 2005 halaman 16)

75. Darwin Karyadi

(Perintis Litbang Gizi; Pelopor Pencegahan dan Penanggulangan Kekurangan Vitamin A)

“Taman Gizi” yang tahun 1970-an dirintisnya merupakan metode rehabilitasi anak usia balita penderita gizi buruk. Taman Gizi melayani pemberian makanan tambahan, pengobatan penyakit penyerta, pendidikan/penyuluhan gizi dan kesehatan, serta pola asuh. Taman Gizi berkembang menjadi posyandu. Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia juga dikenal sebagai pelopor pencegahan dan penanggulangan kekurangan vitamin A.

Sosok: Darwin Karyadi, Perintis Litbang Gizi (KOMPAS, 4 Juli 2005 halaman 16)

Sumber: Arsip Kompas/JNU

Riset foto: JNU

Editor: Dwi Rustiono