KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Sebanyak 11 dokter muda atau koas memperhatikan penjelasan dari dokter spesialis kulit dan kelamin Rani Manoe sebelum penanganan terhadap seorang pasien di Poli Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura, Papua, Selasa (3/5/2016).
Tahapan Pendidikan Dokter
- Program akademik (minimal 7 semester, maksimal 14 semester)
- Program profesi (minimal 3 semester, maksimal 6 semester)
- Internship/studi lanjut/kerja nonklinik
- Praktik dokter/pendidikan spesialisasi
Biaya Pendidikan Dokter (UI) (S1 + profesi)
- Mekanisme BOP-B paling mahal Rp 150 juta
- Mekanisme BOP-P paling mahal Rp 300 juta
Produk hukum utama
- UU 20/2013 tentang Pendidikan Dokter
Pendidikan dokter menjadi pokok yang diperhatikan secara serius di Indonesia, terutama sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter. Salah satu alasan mendasarnya adalah tingginya kebutuhan dokter di Indonesia secara kuantitas, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang kini sudah lebih dari 260 juta jiwa.
Pada akhir 2019, ketua IDI menyebutkan bahwa jumlah dokter umum Indonesia sekitar 138.000 dan dokter spesialis sebanyak 30.000. Setiap tahun, kurang lebih 10.000 dokter dihasilkan (Kompas, 9/5/2020).
Meski demikian, rasio dokter tidak merata di setiap wilayah. Misalnya di Sulawesi Barat, mengacu data dari Konsil Kedokteran Indonesia per Agustus 2019, rasio dokter adalah 10:100.000 atau 10 dokter untuk 100.000 penduduk. Daerah lain, NTT rasio dokternya 15:100.000. Padahal di DKI Jakarta, rasio dokternya adalah 47:100.000 (Kompas, 16/10/2019).
Di sisi lain, pendidikan dokter memakan waktu lama dan biaya tinggi. Berdasarkan tiap tahap yang harus dilalui hingga mengucapkan sumpah, seorang calon dokter perlu menghabiskan paling sedikit 5–6 tahun. Ini belum ditambah dengan masa internship maupun program spesialis. Artinya, pendidikan dokter memakan waktu lebih panjang dibanding profesi lain.
Selain waktunya panjang, biaya pendidikan dokter pun termasuk kategori yang mahal. Di berbagai universitas, fakultas kedokteran temasuk dalam rumpun keilmuan dengan biaya kuliah paling tinggi.
Pendidikan Dokter
Pendidikan akademik
Untuk menjadi seorang dokter, seorang calon dokter pertama-tama harus menyelesaikan program sarjana pendidikan kedokteran.
Sebelum diterima masuk program sarjana fakultas kedokteran, calon mahasiswa harus lulus seleksi penerimaan secara institusional dan nasional yang relevan. Relevansi yang dimaksud adalah seleksi masuk hanya dapat diikuti oleh lulusan SMA/sederajat dengan jurusan IPA. Selain itu, ada pula tes lain yang harus dilalui, yakni tes kesehatan, tes bakat, tes kepribadian, tes wawancara (motivasi untuk menjadi dokter), tes TOEFL/IELTS, tes potensi akademik, dan tes Minnesota Multiphasic Personality Inventor (MMPI).
Seleksi yang dimaksud dilakukan untuk menjamin adanya kesempatan bagi calon mahasiswa dari daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya, kesetaraan gender, serta kondisi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Di luar tes seleksi di atas, dimungkinkan pula adanya jalur khusus untuk menjamin pemerataann penyebaran lulusan di seluruh wilayah NKRI.
Seleksi di atas dilaksanakan sesuai dengan kuota nasional mahasiswa program studi kedokteran. Kuota tersebut dapat ditambah oleh menteri dengan menugaskan fakultas kedokteran untuk meningkatkan kuotanya.
Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Dokter, masa studi tahap akademik ditempuh minimal dalam tujuh semester dan maksimal masa studi yang ditentukan adalah tujuh tahun akademik (14 semester) dengan beban minimal sejumlah 144 SKS.
Satu SKS dalam proses pembelajaran berupa kuliah, responsi, atau tutorial terdiri dari kegiatan tatap muka 50 menit per minggu dalam satu semester, penugasan terstruktur selama 60 menit per minggu dalam satu semester, dan kegiatan mandiri selama 60 menit per minggu per semester.
Selain itu, satu SKS dalam bentuk praktikum, seminar, atau bentuk lain yang sejenis terdiri dari kegiatan tatap muka 100 menit per minggu per semester dengan kegiatan mandiri sejumlah 70 menit per minggu per semester.
Ketika mahasiswa kedokteran berhasil menyelesaikan tahap akademik program sarjana, ia akan mendapatkan gelar sarjana kedokteran (S.Ked.).
Program Profesi
Setelah menyelesaikan tahap akademik, calon dokter harus menyelesaikan pendidikan profesi pada jenjang pendidikan tinggi. Pendidikan profesi ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program sarjana.
Pendidikan profesi dipahami sebagai proses belajar mengajar dalam bentuk pembelajaran klinis dan pembelajaran komunitas yang memenuhi persyaratan sebagai tempat praktik kedokteran. Program profesi ini diselenggarakan di rumah sakit pendidikan.
Sebuah rumah sakit bisa dijadikan sebagai rumah sakit pendidikan jika memenuhi standar yang ditentukan oleh Standar Nasional Pendidikan Dokter. Pertama, rumah sakit pendidikan harus melakukan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Kedua, rumah sakit ini harus menjamin mahasiswa memiliki pengalaman dan pengambilan keputusan klinis berdasarkan etik, hukum, dan disiplin ilmu.
Untuk itu, rumah sakit pendidikan harus memiliki jumlah dan jenis kasus yang memadai. Jika hal ini tidak dapat dipenuhi, perlu adanya kerja sama dengan fasilitas kesehatan yang lain. Syarat berikutnya yang harus dipenuhi adalah adanya komisi etik dan medik serta komite koordinasi pendidikan dalam rumah sakit tersebut. Syarat lainnya adalah rumah sakit tersebut memiliki kerja sama dengan maksimal dua fakultas kedokteran sebagai rumah sakit pendidikan utama.
Masa studi tahap profesi ditempuh selama minimal empat semester dan maksimal tiga tahun akademik (6 semester) dengan beban minimal sebanyak 48 SKS. Perhitungan satu semeter adalah pembelajaran efektif selama paling sedikit 16 minggu.
Program profesi dokter diselesaikan dengan ujian kompetensi yang bersifat nasional yang dilaksanakan oleh fakultas kedokteran. Dalam penyelenggaraan ujian kompetensi, fakultas kedokteran bekerja sama dengan asosiasi institusi pendidikan kedokteran dan berkoordinasi dengan organisasi profesi.
Tata laksana uji kompetensi dokter lebih perinci diatur dalam Permenristekdikti Nomor 18 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter atau Dokter Gigi.
Mereka yang lulus dari ujian kompetensi akan memperoleh sertifikat profesi yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi. Sertifikat profesi menjadi syarat sebelum pengangkatan sumpah sebagai dokter.
Sumpah dokter
Sumpah sebagai dokter dibuat berlandaskan etika profesi kedokteran. Sumpah dokter dapat dilihat dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia 2012.
Lafal sumpah dokter sendiri telah mengalami beberapa kali penyempurnaan sejak Deklarasi Jenewa tahun 1948 yang merupakan modernisasi dari sumpah Hipokrates. Di Indonesia, lafal sumpah dokter terkini merupakan penyempurnaan versi kelima hasil Rakernas Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) tahun 1993.
Di dalamnya, terdapat 12 hal yang akan dilakukan oleh dokter, antara lain, membaktikan diri bagi kepentingan kemanusiaaan, menjalankan tugas dengan cara yang terhormat dan bersusila sesuai dengan martabat pekerjaan sebagai dokter, memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran, hingga memperlakukan teman sejawat seperti saudara kandung.
Sumpah dokter sesuai Pasal 1 Kode Etik Kedokteran Indonesia 2012:
Demi Allah saya bersumpah, bahwa:
- Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
- Saya akan menjalankan tugas dengan cara yang terhormat dan bersusila sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
- Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran.
- Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya.
- Saya tidak akan menggunakan pengetahuan saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam.
- Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan.
- Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.
- Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.
- Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya.
- Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung.
- Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
- Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.
Internship
Setelah mengambil sumpah, seorang dokter wajib mengikuti program internship berupa penempatan wajib sementara. Program ini dilakukan secara nasional yang diselenggarakan oleh kementerian di bidang pendidikan dan kesehatan, asosiasi rumah sakit pendidikan, organisasi profesi, dan konsil kedokteran Indonesia.
Program internship merupakan bagian dari penempatan wajib sementara yang diperhitungkan sebagai masa kerja. Program penempatan wajib sendiri merupakan program yang dibuat untuk menjamin pemerataan lulusan terdistribusi ke seluruh wilayah NKRI.
Setelah masa internship selesai, seorang dokter bisa memilih membuka praktik dokter mandiri maupun melanjutkan pendidikan spesialisasi.
Artikel Terkait
Biaya pendidikan dokter
Biaya kuliah yang harus dikeluarkan calon dokter selama pendidikan kedokteran berkisar antara Rp 150 juta hingga Rp 300 juta.
Secara umum, dalam Pasal 48 UU 20/2013 disebutkan pendanaan pendidikan kedokteran menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemda, fakultas kedokteran, fakultas kedokteran gigi, rumah sakit pendidikan, dan masyarakat.
Pemerintah dan pemda mengalokasikan pendanaan pendidikan kedokteran dalam APBN atau APBD. Sedangkan fakultas kedokteran, fakultas kedokteran gigi, dan rumah sakit pendidikan memperoleh pendanaan pendidikan kedokteran dari kerja sama pendidikan, penelitian, dan pelayanan kepada masyarakat. Terakhir, masyarakat dapat ikut serta dalam pendanaan pendidikan kedokteran dalam bentuk hibah, zakat, wakaf, dan bentuk lain sesuai peraturan perundangan.
Di sisi lain, penetapan standar biaya operasional pendidikan kedokteran yang diberlakukan di semua perguruan tinggi penyelenggara pendidikan kedokteran dilakukan oleh menteri. Selain itu, penetapan biaya pendidikan kedokteran yang ditanggung oleh mahasiswa untuk semua perguruan tinggi penyelenggaran pendidikan kedokteran juga harus disetujui oleh menteri.
Sementara itu, Permenristekdikti No. 18/2018 dalam pasal 26 menyebutkan, perguruan tinggi menetapkan biaya pendidikan yang terjangkau sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Artinya, besaran biaya pendidikan dokter ditentukan oleh perguruan tinggi sesuai dengan peraturan pemerintah.
Salah satu implementasi biaya pendidikan dokter dapat disimulasikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai penyelenggara pendidikan dokter dengan peringkat pertama di Indonesia tahun 2020.
Berdasarkan Peraturan Rektor UI Nomor 6 Tahun 2018 tentang Tarif Uang Kuliah Tunggal Jenjang S-1 Reguler, pendidikan dokter termasuk dalam rumpun sains teknologi dan kesehatan (IPA). Mekanisme pengajuan uang kuliah dibagi menjadi dua, yakni Biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan (BOP-B) dan BOP Pilihan (BOP-P).
BOP-B ditujukan terutama bagi mahasiswa dengan kemampuan terbatas dan penetapannya disesuaikan dengan kemampuan penanggung biaya. Sementara, penetapan BOP-P ditentukan sendiri oleh penanggung biaya pendidikan
Dalam rumpun IPA dengan mekanisme BOP-B, terdapat enam pembagian kelas. Jika diambil yang paling mahal (kelas 6), uang kuliah tunggal (UKT) per semester adalah Rp 7,5 juta. Jika seorang mahasiswa dapat menyelesaikan dalam waktu paling cepat, yakni 7 semeter untuk pendidikan akademik dan 3 semester untuk tahap profesi, total biaya UKT selama 10 semester adalah Rp 75 juta rupiah.
Sebaliknya, apabila seorang mahasiswa menyelesaikan dalam waktu paling panjang, yakni 14 semester akademik dan 6 semester profesi, biaya UKT total adalah Rp 150 juta untuk 20 semester. Jumlah ini belum ditambah dengan jenjang internship, pendidikan lanjut, maupun spesialisasi.
Jika menggunakan mekanisme BOP-P, tarif UKT dibagi menjadi tiga kelas, yakni A, B, dan C. Kelas termahal (C) bertarif Rp 15 juta. Apabila seorang mahasiswa menyelesaikan pendidikan dokter dalam waktu paling cepat, biaya yang dikeluarkan adalah Rp 150 juta. Sementara, untuk masa belajar paling lama, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 300 juta.
Sebagai catatan, perhitungan di atas adalah biaya pendidikan dokter hingga seorang menyandang predikat dokter, yakni tahap akademik sarjana dan tahap profesi. Biaya-biaya tersebut masih belum termasuk biaya di luar kuliah dan biaya untuk melanjutkan pendidikan atau jenjang pendidikan berikutnya untuk dapat membuka praktik mandiri maupun program spesialisasi. (LITBANG KOMPAS)
Artikel terkait
Referensi
- Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia
- Permenristek Dikti Nomor 18 Tahun 2015
- UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter
- Peraturan Rektor UI No 6 Tahun 2018
- Permenristekdikti No 18 Tahun 2018
- https://fk.ui.ac.id/berita/fkui-raih-peringkat-1-bidang-studi-kedokteran-di-indonesia.html
- https://kompas.id/baca/bebas-akses/2020/09/26/covid-19-menyingkap-masalah-pendidikan-dokter-residen/
- http://www.kki.go.id/index.php/tentangkami/index/1206/1/876
- “Kesehatan: Peran Profesi Kedokteran”, Kompas, 9 Mei 2020, hlm. 13
- “Jumlah Dokter Berlebih, tetapi Tak Merata”, Kompas, 16 Oktober 2019, hlm. 11