Daerah

Provinsi Kepulauan Riau: Strategis dan Kaya Sumber Daya Alam

Terbentang dari Selat Malaka hingga ke Laut Natuna, Provinsi Kepulauan Riau termasuk wilayah strategis karena berbatasan dengan Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Kamboja. Daerah ini juga kaya akan potensi sumber daya alam di bidang minyak dan gas, serta maritim.

KOMPAS/KRIS RAZIANTO MADA

Jembatan Barelang I menjadi tulang punggung transportasi antarpulau di Batam, Kepulauan Riau. Pemerintah membangun aneka infrastruktur dan memberi fasilitas fiskal bernilai puluhan triliun Rupiah untuk mendorong industri di Batam. Namun, industri di Batam terus merosot. Daya saing Batam sebagai kawasan industri terus menurun karena ketidakjelasan peraturan, marak pungli, dan kelesuan perekonomian global.

Fakta Singkat

Ibu Kota
Kota Tanjungpinang

Hari Jadi
24 September 2002

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 25/2002

Luas Wilayah
8.201,72 km2

Jumlah Penduduk
2.179.820 (2022)

Kepala Daerah
Gubernur Ansar Ahmad
Wakil Gubernur Hj Marlin Agustina

Instansi Terkait
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau

Provinsi Kepulauan Riau atau disingkat Kepri merupakan daerah pemekaran dari Provinsi Riau. Provinsi ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 pada tanggal 24 September 2002. Namun, penyelenggaraan pemerintahannya baru dimulai dua tahun kemudian, tepatnya pada 1 Juli 2004 oleh Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno atas nama Presiden Megawati Soekarnoputri.

Beribu kota di Tanjungpinang, wilayah ini terdiri dari 5 kabupaten dan 2 kota. Adapun kabupaten dan kota di Provinsi Kepri adalah Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kota Batam, dan Kota Tanjung Pinang.

Luas wilayah Kepri terhitung kecil, hanya 8.201,72 kilometer persegi atau 0,43 persen dari luas daratan Indonesia. Dengan jumlah penduduk 2,17 juta (2022), Kepri termasuk provinsi terkecil ke-4 setelah Bali, Yogyakarta, dan DKI Jakarta.

Daerah dengan moto “Berpancang Amanah, Bersauh Marwah” ini juga dikenal sebagai gerbang pariwisata bahari kedua setelah Bali. Jutaan wisatawan berkunjung setiap tahun ke provinsi kepulauan ini untuk menikmati beragam destinasi wisata baik bahari, sejarah, maupun keindahan alam.

Sejarah pembentukan

Daerah yang mendapat julukan “Bumi Segantang Lada” ini terentang sejak masa prasejarah. Salah satu buktinya adalah penemuan Kjokkenmoddinger (sampar dapur atau tumpukan kerang) peninggalan zaman Mesolitikum, di Desa Kawal, bagian timur Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Temuan lainnya adalah artefak berupa batu pemecah dan sendok (spatula) atau pencungkil terbuat dari tulang iga rusa purba.

Di wilayah perairan Kepulauan Riau juga ditemukan arca kecil, gelang dari perunggu, manik-manik, dan arca batu. Arkeolog memperkirakan sekitar 6.000 orang mendiami Kepulauan Riau.

Pada masa itu, orang-orang Bugis diperkirakan pernah berdagang dan sebagian besar menetap di Kepulauan Riau. Mereka membangun rumah bertonggak (rumah panggung). Nenek moyang hidup berkelompok dengan mengumpulkan bahan makanan berupa kerang dan siput laut.

Pada masa kerajaan abad ke-18, Kepulauan Riau dikuasai oleh kerajaan-kerajaan Melayu yang berpusat di Pulau Bintan. Dimulai dari kerajaan Malaka yang kemudian kejayaannya direbut oleh Kerajaan Johor.

Kemudian, Sultan Abdul Jalil berhasil merebut Kerajaan Johor pada tahun 1718. Kekuasaannya hanya berlangsung sementara, hingga akhirnya pada 1723 Sultan Abdul Jalil membangun kerajaannya sendiri yang bernama Siak Sri Inderapura.

Kerajaan-kerajaan Melayu juga berkontribusi dalam penyebaran bahasa Melayu di Kepulauan Riau dan sekitarnya. Bahasa Melayu sudah digunakan sehari-hari baik untuk kegiatan informal maupun formal.

KOMPAS/ANWAR HUDIJONO

Sisa—Bekas puri Yang Dipertuan Muda ini merupakan salah satu sisa kejayaan Kerajaan Melayu Riau di Pulau Penyengat, Kabupaten Kepulauan Riau. Puri itu merana sejak ditinggal seluruh penghuninya tahun 1913 karena dihapuskannya kerajaan itu oleh Belanda. Belum jelas bagaimana mengelola bekas puri itu—juga sisa-sisa peninggalan kerajaan yang lain—dalam rangka mengembangkan Penyengat sebagai daerah wisata sejarah dan budaya.

Kerajaan Johor akhirnya digantikan oleh Kerajaan Lingga. Ketika itu, Kerajaan Lingga cukup maju karena mamiliki pelabuhan yang terhubung dengan Selat Malaka sehingga ramai didatangi pedagang dari Barat dan Timur.

Zaman kerajaan juga dikenal dengan keberadaan suku Laut, yakni suku asli Kepulauan Riau yang tinggal di atas laut dengan sampan dan rumah panggung. Suku Laut kala itu membantu suku Melayu dalam melawan penjajah yang berusaha menguasai tanah Melayu ketika itu.

Ketika Kerajaan Melayu jatuh ke tangan kerajaan Riau Lingga di Kepulauan Riau, bahasa Melayu memiliki pola perkembangannya sendiri sehingga memiliki corak bahasa yang sedikit berbeda daripada yang terdapat di Semenanjung Melayu.

Agama Budha diperkirakan masuk ke Kepulauan Riau melalui perdagangan India dan Tiongkok. Bukti sejarah itu tampak dari ditemukannya Prasasti Pasir Panjang di Karimun yang terdapat semboyan pemujaan melalui tapak kaki Budha. Sedangkan, agama Islam menyebar di Kepulauan Riau seiring berdirinya Kesultanan Riau-Lingga. Agama Islam diperkirakan menyebar melalui perdagangan di Gujarat, India, dan Arab.

Pada 31 Agustus 1818, Kesultanan Siak Sri Inderapura membuat perjanjian dengan Inggris yang menyatakan wilayah Johor resmi berada di bawah pemerintahan Inggris. Kemudian pada tahun 1822, Belanda menekan Siak untuk menyerahkan Kepulauan Riau kepada Belanda.

Sekitar tahun 1824, Kepulauan Riau jatuh ke tangan Belanda. Namun, hal tersebut cepat diketahui Inggris. Hingga akhirnya pada tahun yang sama, Inggris dan Belanda membuat traktat London yang membagi bekas wilayah Kesultanan Johor atas dua bagian.

Wilayah Kesultanan Johor menjadi wilayah kekuasaan Inggris, sedangkan wilayah kesultanan Lingga menjadi wilayah kekuasaan Belanda.

Belanda mengambil alih perkebunan dan melakukan tanam paksa. Belanda juga mengambil alih pelabuhan milik Kepulauan Riau dengan membuat perjanjian Kapal Utrecht pada bulan Agustus 1784. Perjanjian tersebut mengatakan pelabuhan milik Kepulauan Riau menjadi milik Belanda

Belanda mempersempit wilayah kedaulatan Siak dengan mendirikan Karesidenan Riau (Residentie Riouw) di bawah pemerintahan Hindia Belanda yang berkedudukan di Tanjung Pinang.

Pada Juli 1873, Siak menyerah atas Belanda dan menandatangani perjanjian yang isinya menyerahkan seluruh daerah kekuasaan Siak ke tangan Belanda.

Belanda juga mengambil alih kesultanan Indragiri secara perlahan, namun baru benar-benar dikuasai pada tahun 1938. Penguasaan Belanda atas Siak kelak menjadi awal pecahnya Perang Aceh.

Pada masa awal pendudukan Jepang di Kepulauan Riau, pemerintahan dipimpin oleh G Yagi, seorang bekas tentara corps d’elite tentara kantung Jepang yang anti China. Dalam pemerintahannya, G Yagi melakukan propaganda militer. Yagi juga membentuk tentara pembela tanah air pada November 1942 dan memberikan peralatan senjata serta tugas yang setara dengan tentara asli Jepang.

Pada awal tahun 1946, Gyu Tai (pasukan pengawal pulau-pulau) telah membentuk batalion dengan jumlah anggota sekitar 600 orang. Gyu Tai dan Gyu Gun menjalin hubungan yang cukup erat. Terbukti dengan aksinya menjatuhkan daerah-daerah di Kepulauan Riau yang diduduki Belanda.

Setelah Jepang kalah dalam peperangan dan Indonesia menyatakan kemerdekaannya tahun 1945, Kepulauan Riau bergabung dengan wilayah Kesultanan Siak di daratan Sumatera sehingga membentuk Provinsi Riau.

Dulunya, Kepulauan Riau juga menggunakan mata uang sendiri bernama uang Kepulauan Riau (KR). Penerbitan dan pemberlakuan mata uang khusus itu berlangsung hampir tiga tahun sejak awal 1960. Namun secara perlahan, penggunaan mata uang ini dihentikan dan digantikan dengan mata uang Rupiah.

Setelah lama bergabung dengan Provinsi Riau, Kepulauan Riau akhirnya memutuskan untuk memisahkan diri dengan membentuk Badan Perjuangan Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP3KR).

Perjuangan BP3KR akhirnya membuahkan hasil dengan pemekaran Provinsi Kepulauan Riau dari Riau pada tanggal 24 September 2002. Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 yang disahkan pada 25 Oktober 2002.

Provinsi Kepulauan Riau kemudian terdaftar sebagai provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga.

Geografis

Provinsi Kepri merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sebagian besar wilayahnya adalah daerah kepulauan. Luasnya mencapai 8.201,72 kilometer persegi atau sekitar 0,43 persen dari luas Indonesia.

Provinsi ini terletak pada posisi 00°29’ Lintang Selatan dan 04°40’ Lintang Utara serta 103°22’ dan 109°40 Bujur Timur.

Di sebelah utara, wilayah Provinsi Kepri berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, di sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Jambi, di sebelah barat berbatasan dengan Singapura, Malaysia, Provinsi Riau serta di sebelah timur berbatasan dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat.

Secara geografis, Provinsi Kepri berupa daerah kepulauan yang terdiri dari gugusan pulau besar dan kecil serta dikelilingi oleh lautan. Provinsi ini memiliki 1.800 pulau, terdiri dari pulau yang telah berpenghuni sebanyk 395 pulau dan 1.405 pulau belum berpenghuni. Sebanyak 19 pulau tercatat sebagai pulau terdepan yang berbatasan langsung dengan negara lain.

Letak dan kondisi geografis Kepri memiliki keuntungan tersendiri bagi daerah ini karena berada di jalur emas perdagangan di bagian barat Indonesia.

Topografi Kepulauan Riau terdiri dari pesisir dan dataran tinggi. Wilayah dengan variasi topografi tertinggi adalah Kabupaten Lingga. Di daerah ini terdapat Gunung Daik yang terletak di Pulau Lingga. Adapun yang relatif datar adalah Kota Tanjungpinang.

Daratan terluas di provinsi ini adalah Kabupaten Natuna dan wilayah yang terkecil adalah Kota Tanjungpinang.

KOMPAS/WISNU DEWABRATA

Seorang wisatawan tengah asyik berjalan di jalur papan kayu yang sengaja dipasang dan menghubungkan batu-batu granit raksasa di obyek wisata Alif Stone Park, Natuna.

Pemerintahan

Sejak awal terbentuknya, Provinsi Kepri telah dipimpin oleh 4 gubernur dan 4 penjabat gubernur. Ismeth ditunjuk menjadi penjabat gubernur pada awal diresmikannya provinsi ini sejak 1 Juli 2004 hingga 2005. Penjabat Gubernur selanjutnya adalah Dario Sumarjono (2005 – 19 Agustus 2005).

Ismeth Abdullah kemudian terpilih sebagai gubernur pertama di Provinsi Kepri. Ismeth memimpin Kepri selama lima tahun (19 Agustus 2005 – 19 Agustus 2010).

Gubernur Kepri berikutnya adalah Muhammad Sani yang menjabat sejak 2010 hingga 2015. Provinsi Kepri kemudian dipimpin oleh Penjabat Gubernur Agung Mulyana (21 Agustus 2015 – 30 Desember 2015) dan diteruskan oleh Penjabat Gubernur Nuryanto selama dua bulan (30 Desember 2015 – 12 Februari 2016).

Dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2015, Muhammad Sani yang berpasangan dengan Nurdin Basirun memenangkan kursi gubernur dan wakil gubernur Kepri. Pasangan Sani-Nurdin meraih suara 72,39 persen dan mengalahkan pasangan HM Soerya Respationo-Ansar Ahmad yang hanya meraih 27,61 persen.

Namun, baru 2 bulan menjabat Gubernur Kepri sejak Februari 2016, Muhammad Sani meninggal dunia pada April 2016. Nurdin Basirun kemudian ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubenur Kepulauan Riau terhitung mulai 9 April hingga Mei 2016.

Pada tanggal 25 Mei 2016, Nurdin Basirun resmi dilantik menjadi Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, berpasangan dengan Isdianto sebagai Wakil Gubernur. Tak sampai habis periode, kursi nomor satu di Provinsi Kepri ini hanya diduduki Nurdin selama tiga tahun. Hal ini lantaran Nurdin tersandung kasus suap dan gratifikasi.

Isdianto kemudian menggantikan Nurdin Basirun sebagai Gubernur Provinsi Kepri. Sebelum dilantik menjadi Gubernur Kepri definitif oleh Presiden Joko Widodo, Isdianto ditetapkan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Kepulauan Riau pada 12 Juli 2019. Penetapan itu berdasarkan Surat Keputusan Nomor 121.21/6344/Sekjen yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Sejak 2021 hingga 2024 nanti, Kepri dipimpin oleh Gubernur Ansar Ahmad. Sebelumnya, ia menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 sebelum mundur pada tahun 2020 dan Bupati Bintan selama 2 periode yakni 2005-2010 dan 2010-2015.

Secara administratif, Provinsi Kepri mengalami perkembangan wilayah administratif. Awalnya, Provinsi Kepri terdiri dari 4 Kabupaten dan 2 Kota dengan 17 kecamatan. Kini pada tahun 2022, sudah menjadi 5 Kabupaten dan 2 Kota dengan 73 kecamatan.

Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Provinsi Kepri pada tahun 2022 tercatat berjumlah 4.986 orang. Rinciannya 2.319 PNS laki-laki dan 2.667 PNS perempuan.

KOMPAS/PANDU WIYOGA

Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad meneropong sejumlah kapal yang labuh jangkar di perairan Pulau Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau, Rabu (3/3/2021).

Politik

Sejak berdiri sendiri sebagai provinsi, Provinsi Kepri telah menyelenggarakan empat kali pemilihan umum (pemilu). Sebelumnya, Kepri masih tergabung dalam Provinsi Riau.

Provinsi Kepri pertama kali menyelenggarakan pemilihan umum pada tahun 2004. Dalam Pemilu ini, Partai Golkar meraih kemenangan tipis atas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan perolehan suara masing-masing 15,90 persen dan 14,39 persen suara. Sementara itu Partai Amanat Nasional (PAN) berada di posisi ketiga dengan 10,58 persen suara.

Lima tahun berselang, pada Pemilu 2009 Golkar kembali unggul dengan perolehan 49.325 suara (17 persen). Disusul oleh Demokrat dengan perolehan 36.115 suara (17 persen), dan PKS 26.659 suara (12 persen). Kemudian disusul PDI-P, Demokrat, PPP, PPRN, PKB, dan Hanura.

Pada Pemilu kali ini, hanya tiga partai yakni PKS, Golkar, dan Partai Demokrat yang masing-masing berhasil mengantarkan kadernya ke DPR. Mereka adalah Herlina Amran (PKS), Harry Azhar Azis (Golkar), dan Nany Sulistyani Herawati (Demokrat).

KOMPAS/SURYA M NASUTION

Warga di Pulau Belakang Padang berpenduduk 19.000 jiwa dengan pemilih 13.540 orang (6.917 laki-laki dan 6.623 perempuan) siap melaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu) 5 April 2004. Di pulau ini, warga tampak tenang dan damai dalam mempersiapkan logistik untuk melaksanakan pemilu.

Pada Pemilu 2014, PDI-P berhasil unggul di Provinsi Kepri. Dengan total 822.336 suara, PDI-P behasil memenangkan 132.412 suara (18,5 persen). Disusul oleh PAN dengan perolehan suara 119.044 suara (16,6 persen), Nasdem 95.848 suara (13,4 persen), dan Golkar 95.354 (13,3 persen). Posisi selanjutnya adalah Gerindra, Demokrat, PKS, Hanura, PPP, PKB, PBB, dan PKPI.

Dari tiga kursi DPR RI yang diperebutkan, hanya tiga partai yang berhasil menempatkan kadernya di parlemen. Masing-masing diraih oleh Dwi Ria Latifa dari PDI-P, Nyat Kadir dari NasDem, dan Siti Sarwindah dari PAN.

Pada pemilu 2019, Partai Golkar unggul dengan perolehan suara 173.998 (18,9 persen). Selanjutnya diikuti PDI-P dengan perolehan 148.887 suara (16,1 persen); Nasdem dengan 123.341 suara (13,4 persen); dan PAN dengan 101.265 suara (11,0 persen).

Posisi kelima hingga terakhir secara berurutan, yaitu PAN, PKS, Gerindra, Demokrat, PKB, PSI, PPP, Perindo, Berkarya, Hanura, PBB, Garuda, dan PKPI.

Dari empat kursi DPR RI yang diperebutkan, partai Golkar, PDI-P, PAN, dan Nasdem masing-masing memperoleh satu kursi parlemen. Mereka adalah Bintan Ansar Ahmad (Golkar), Sturman Panjaitan (PDI-P), Nyat Kadir (Nasdem), dan Asman Abnur (PAN).

Kependudukan

Populasi penduduk Provinsi Kepri sebanyak 2.179.820 jiwa pada tahun 2022. Dari jumlah itu, penyebaran penduduk di Provinsi Kepri masih terkonsentrasi di Kota Batam, yakni 58,23 persen atau sekitar 1,26 juta jiwa. Sedangkan wilayah dengan penduduk paling sedikit yaitu Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar 2,31 persen.

Pertumbuhan penduduk Provinsi Kepri tergolong tinggi. Rata-rata dari tahun 2020-2022 sebesar 3,15 persen, terutama dikontribusikan dari pertumbuhan penduduk Kota Batam yang mencapai rata-rata sebesar 3,44 persen.

Pertumbuhan penduduk yang di Kota Batam tersebut disebabkan oleh migrasi penduduk karena perkembangannya yang sangat pesat sehingga menarik perhatian bagi penduduk dari daerah lain.

Dari komposisi penduduk, Pulau Batam relatif heterogen. Wilayah Kota Batam merupakan daerah perkotaan yang merupakan melting pot berbagai suku bangsa di Indonesia. Sementara Pulau Bintan dan beberapa pulau kecil lainnya memiliki karakteristik penduduk yang lebih homogen, penduduk lokal kepulauan dengan karakteristik melayu kental.

Sementara Pulau Bintan dan beberapa pulau kecil lainnya memiliki karakteristik penduduk yang lebih homogen, penduduk lokal kepulauan dengan karakteristik melayu kental.

Etnis Melayu merupakan etnis dominan di Kepulauan Riau. Menurut sensus penduduk tahun 2000, penduduk bersuku Melayu Riau berjumlah sekitar 310.000 jiwa, sementara suku Jawa yang banyak terdapat di Batam dan Tanjung Pinang berjumlah sekitar 220.000 jiwa. Komposisi penduduk etnis Tionghoa juga signifikan, mencapai hampir 10 persen dari total penduduk.

KOMPAS/KRIS RAZIANTO MADA

Perahu-perahu orang Suku Laut di Karimun, Kepulauan Riau. Kebijakan memukimkan Suku Laut membuat perahu tradisional mereka tidak lagi digunakan. Pada masa lalu, Suku Laut tinggal di perahu dan mengembara dari pulau ke pulau ke Kepulauan Riau. Mereka mendiami Kepulauan Riau sejak abad 7 masehi, lebih dahulu dari suku Melayu.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
76,46 (2022)

Umur Harapan Hidup
70,50 (2022)

Harapan Lama Sekolah 
12,99 tahun (2022)

Rata-rata Lama Sekolah 
10,37 tahun (2022)

Pengeluaran per Kapita
Rp 14,469 juta (2022)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
7,61 persen (Februari 2023)

Tingkat Kemiskinan
5,69 persen (Maret 2023)

Rasio Gini
0,340 (Maret 2023)

Kesejahteraan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Kepri selama periode 2010-2022 terus meningkat. Pada tahun 2022 IPM Kepri mencapai 76,46, meningkat dibandingkan 71,13 pada tahun 2010. Capaian tersebut menempatkan Kepri di peringkat ke-4 se-Indonesia.

Harapan Lama Sekolah (HLS) Provinsi Kepri mencapai 12,99 tahun pada tahun 2022, meningkat dibandingkan HLS pada tahun 2010 sebesar 11,51 tahun. Sedangkan rata-rata lama sekolah (RLS) pada tahun 2019 mencapai 10,37 tahun, meningkat dibanding RLS pada 2010 yang baru mencapai 9,38 tahun.

Angka harapan hidup mencapai 70,50 tahun pada tahun 2022, meningkat dibanding tahun 2010 yang sebesar 64,42 tahun.

Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Kepri pada Februari 2023 tercatat sebesar 7,61 persen, turun dibandingkan Agustus 2022 yang sebesar 8,23 persen. Dibandingkan provinsi lain di Indonesia, angka pengangguran di Kepri berada di urutan ketiga tertinggi setelah Banten dan Jawa Barat.

Tingkat kemiskinan di Provinsi Kepri menurun dalam sembilan terakhir (2014-2023), yaitu dari 6,4 persen pada tahun 2014 menjadi 5,69 persen pada Maret 2023. Dalam kurun waktu tersebut, tingkat kemiskinan Provinsi Kepri turun sebesar 0,71 persen.

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2023 sebesar 5,05 persen, turun dibandingkan pada September 2022 yang sebesar 5,46. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada Maret 2023 sebesar 10,69 persen, turun persen pada Maret 2020.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Siswa di Kabupaten Natuna, menggunakan perahu sebagai transportasi ke sekolah, seperti terlihat, Selasa (5/12/2017). Perahu itu menjemput dan mengantar siswa ke sejumlah pulau yang berada di kawasan perbatasan Indonesia tersebut.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 1,44 triliun (2022)

Dana Perimbangan 
2,19 triliun (2022)

Pendapatan Lain-lain
Rp 1,26 miliar (2022)

Pertumbuhan Ekonomi
5,09 persen (2022)

Total PDRB (ADHB)
Rp 308,84 triliun (2022)

PDRB per kapita
Rp 141,68 juta/tahun (2022)

Inflasi
5,08 persen (2022)

Nilai Ekspor
19,62 miliar dolar AS (2022)

Nilai Impor
16,42 juta dolar AS (2022)

Ekonomi

Produk Domestik Bruto (PDRB) Provinsi Kepri terus tumbuh dari tahun ke tahun. PDRB Provinsi Kepri tercatat sebesar Rp 308,84 triliun pada tahun 2022. Adapun PDRB per kapita atas dasar harga berlaku sebesar Rp 141,68 juta.

Perekonomian Kepri terbesar ditopang oleh sektor industri pengolahan. Sektor industri ini menyumbangkan sebesar 40,81 persen terhadap PDRB. Sektor konstruksi berada di posisi kedua dengan kontribusi mencapai 19,21 persen.

Selanjutnya, kontribusi sektor pertambangan dan penggalian sebesar 12,58 persen serta sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi motor dan sepeda 8,83 persen. Adapun pertanian, kehutanan, dan perikanan, jasa keuangan, dan sektor lainnya memberikan kontribusi di bawah 5 persen.

Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri berfluktuatif selama hampir satu dekade terakhir. Dalam periode 2010 hingga 2016, laju pertumbuhan provinsi ini berada di atas laju ekonomi nasional. Namun, laju ekonomi melambat pada periode 2017 hingga 2022, di bawah laju pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2022, pertumbuhan ekonomi Kepri tercatat 5,09 persen, di bawah pertumbuhan nasional 5,31 persen.

Di sisi keuangan daerah, PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kepulauan Riau tahun 2022 tercatat sebesar Rp 1,44 triliun dari total APBD sebesar Rp 3,64 Triliun. Sedangkan dana perimbangan Kepulauan Riau sebesar Rp 2,19 triliun dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp 1,26 miliar.

Kepri memiliki potensi sumber daya alam mineral dan energi yang cukup besar. Di wilayah ini, terdapat lapangan gas D-Alpha yang apabila dieksplorasi berpotensi menambah sekitar 20 persen cadangan gas nasional. Sementara potensi perikanan tangkap di Kepri diperkirakan 1,1 juta ton per tahun.

KOMPAS/MAWAR KUSUMA WULAN

Tamu menikmati keindahan pasir putih di resor Club Med Bintan, Selasa (16/5/2017).

Sektor pariwisata termasuk sektor yang diandalkan di Kepri. Pulau Bintan, Pulau Natuna, dan Pulau Ambas merupakan pulau yang paling terkenal dan menjadi sasaran wisatawan lokal maupun internasional.

Destinasi wisata favorit di wilayah Kepri, antara lain Pantai Melur, Pulau Abang, dan Pantai Nongsa di Kota Batam, Pantai Pelawan di Kabupaten Karimun, Pantai Lagoi, Pantai Tanjung Berakit, Pantai Trikora dan Bintan Leisure Park di Kabupaten Bintan. Kabupaten Natuna terkenal dengan wisata baharinya seperti snorkeling.

Selain wisata pantai dan bahari, Kepri juga memiliki objek wisata lainnya seperti cagar budaya, makam-makam bersejarah. Di Kota Tanjungpinang terdapat Pulau Penyengat sebagai pulau bersejarah. Di pulau ini terdapat masjid bersejarah dan makam-makam Raja Haji Fisabililah dan Raja Ali Haji yang keduanya adalah pahlawan nasional.

Jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah ini terus meningkat. Tahun 2022 lalu, tercatat wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Kepri mencapai 758.154 kunjungan. Tahun sebelumnya 2021, jumlah kunjungan wisatawan hanya 3.103 orang karena terdampak pandemi Covid-19.

Jumlah wisatawan Provinsi Kepri tersebut menjadi penyumbang wisatawan terbesar ke-2 di Indonesia setelah Bali. Kontribusinya mencapai 17,37 persen dari total wisman yang berkunjung ke Indonesia. Mayoritas wisman yang berkunjung ke Kepri berasal dari Singapura dan Malaysia.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Warga Kepulauan Riau Desak Pembentukan Provinsi”, Kompas, 24 Januari 2002, hal. 6
  • “Menuju Provinsi Kepri”, Kompas, 13 Mei 2002, hal. 25.
  • “Peta Politik Pemilihan Umum: Provinsi Kepulauan Riau *Pemilihan Umum 2004”, Kompas, 5 Februari 2004.
  • “Riau-Lingga: Kebesaran Itu Hanya Tinggal dalam Sejarah”, Kompas, 18 Desember 2007.
  • “Politik Identitas: Melayu-Riau, Melayu-Bugis”, Kompas, 6 Februari 2009, hal. 52.
  • “Keberagaman Identitas dalam Kesatuan Kultur”, Kompas 6 Februari 2009, hal. 52.
  • “Otonomi Otonomi Daerah Kepulauan Riau (1): Kedaulatan Negara “Melayang” di Udara”, Kompas, 30 November 2010, hal. 5.
  • “Otonomi Otonomi Daerah Kepulauan Riau (2): Wilayah Perbatasan yang Tereksploitasi”, Kompas, 01 Desember 2010, hal. 5.
  • “Pariwisata: Kepulauan Riau Semakin Optimistis”, Kompas, 31 Oktober 2016.
Buku dan Jurnal
  • Diansyah, Arfan. 2019. Prasejarah Indonesia. Medan: Yayasan Kita Menulis.
  • Samin, S. M. 1984. Suman Hs: hasil karya dan pengabdiannya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
  • Suparlan, Parsudi. 1995. Orang Sakai di Riau: masyarakat terasing dalam masyarakat Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
  • Sutjiatiningsih, Sri. 1999. Kepulauan Riau Pada Masa Dollar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
  • Azhari, Ichwan. 2019. “Dekonstruksi Pembelajaran Sejarah Lokal di Kepulauan Riau”. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. Vol 8 (2).
Aturan Pendukung

Penulis
Antonius Purwanto

Editor
Topan Yuniarto