KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga melintas di samping pura subak, Pura Ulun Danu, di Danau Beratan, Bedugul, Kabupaten Tabanan, Bali, Minggu (16/12/2007). Danau tersebut mengalami sedimentasi dan penyempitan. Luasnya yang semula 3,9 kilometer persegi (1989) menjadi 3,7 kilometer persegi pada tahun 2002.
Fakta Singkat
Ibukota
Denpasar
Hari Jadi
14 Agustus 1958 (Perda Provinsi Bali No.1/2013)
Dasar Hukum
Undang-Undang No. 64/1958
Luas Wilayah
5.780,06 km2
Jumlah Penduduk
4.336.900 (2019)
Pasangan Kepala Daerah
Gubernur Wayan Koster
Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati
Provinsi Bali memang tak terpisahkan dari pariwisata. Denyut pariwisata mewarnai setiap langkah kehidupan masyarakat di Pulau Dewata. Perekonomian Bali pun sangat tergantung dengan sektor pariwisata. Hampir 52 persen kegiatan ekonomi ditopang oleh sektor pariwisata.
Di awal kemerdekaan, Bali merupakan bagian dari Provinsi Sunda Kecil bersama Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Provinsi Bali dibentuk pertama kali pada 14 Agustus 1958. Pembentukannya ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Ketika itu, ibukotanya adalah Singaraja dan pada tahun 1960 dipindah ke Kota Denpasar.
Luas wilayah Bali mencapai 5.780,06 kilometer persegi atau 0,29 persen dari luas wilayah Indonesia. Populasi penduduknya 4,33 juta jiwa pada tahun 2019.
Sejarah pembentukan
Penghuni pertama Pulau Bali diperkirakan datang pada tahun 3000–2500 SM yang bermigrasi dari Asia Timur. Dalam buku karya I Wayan Ardika, I Gde Parimartha, dan AA Bagus Wirawan dengan judul “Sejarah Bali: Dari Prasejarah Hingga Modern” terbitan tahun 2013, disebutkan peninggalan peralatan batu dari masa prasejarah ditemukan di Desa Cekik yang berada di bagian barat Pulau Bali.
Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya ajaran Agama Hindu dan tulisan Bahasa Sanskerta dari India pada 100 SM. Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi.
Nama Bali Dwipa (Pulau Bali) mulai ditemukan dari berbagai prasasti, di antaranya Prasasti Blanjong yang ditulis oleh Sri Kesari Warmadewa pada tahun 913 Masehi dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan pada masa itu, sistem subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai dikembangkan.
Pada abad ke-14, babad-babad kerajaan melaporkan bahwa Bali ditaklukkan oleh bala tentara Kerajaan Majapahit dari Jawa, yang kemudian mendirikan kraton Gelgel di tenggara pulau. Setelah Majapahit jatuh pada awal abad ke-16, legenda mengisahkan terjadinya gelombang imigrasi besar-besaran ke Bali. Para bangsawan, pendeta, sastrawan, hingga seniman menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
Bersamaan dengan perpindahan itu, dibawa serta warisan Hindu Majapahit ke kraton Gelgel, yang menjadi awal dimulainya masa kejayaan yang dikemudian hari dianggap sebagai zaman keemasan Bali.
Kendati Sir Francis Drake pernah singgah di Bali pada tahun 1580, namun kontak pertama antara Bali dan dunia Barat tercatat pada tahun 1597. Pada waktu itu, armada kapal dagang Belanda singgah di Pulau Bali untuk mencari perbekalan makanan dan minuman.
Ekspedisi pertama Belanda pada tahun itu dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Belanda lewat VOC atau Vereenigde Oost-Indishe Compagnie (Kongsi Dagang Hindia Timur) mulai melaksanakan penjajahan di tanah Bali. Akan tetapi, VOC terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di bali tidak sekokoh posisi mereka di Jawa dan Maluku hingga abad ke-19.
Pada tahun 1817, Belanda mengirim rombongan di bawah pimpinan Van den Broek untuk mendirikan sebuah pangkalan dagang di Bali. Namun, usaha tersebut gagal karena ditentang oleh raja-raja Bali. Sampai berakhirnya perang Diponegoro di Jawa tahun 1830, hubungan raja-raja Bali dengan orang Eropa hanya berkisar pada perdagangan.
Hubungan antara raja-raja Bali dengan Belanda mulai mengalami perubahan setelah tahun 1841. Huskus Koopman yang diutus Pemerintah Belanda berhasil mengadakan perundingan dengan raja-raja Bali. Sejak saat itu, Belanda sedikit demi sedikit mengurangi kekuasaan raja-raja Bali dengan jalan mengadakan perjanjian-perjanjian. Setelah melalui proses panjang, pada tahun 1908 Belanda dapat menguasai Bali.
Michel Picard (1992) dalam buku “Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata” menyebut konflik dalam Istana Gelgel mengikis wibawa kerajaan yang sebelumnya mampu menyatukan seluruh Bali. Kerajaan yang berkedudukan di sisi tenggara pulau ini menjadi semakin lemah dengan berdirinya kerajaan-kerajaan (negara) baru di wilayah lain.
Tak sampai seabad, satu demi satu kerajaan-kerajaan di pulau yang dijuluki ”Surga Terakhir” oleh Powell (1930) ini telah dikuasai Belanda. Kerajaan Klungkung tercatat sebagai kerajaan terakhir yang ditaklukkan. Setelah melalui puputan yang mengharukan, seluruh wilayah Bali akhirnya jatuh ke tangan Pemerintah Hindia Belanda pada awal abad ke-20.
Dalam kuasa Pemerintah Belanda, nasib rakyat Bali semakin tertekan. Pajak tanah dan kerja rodi menjadi beban baru yang harus mereka tanggung. Di luar itu, kewajiban ayahan terhadap kaum bangsawan tetap melekat. Akibatnya, kemiskinan merebak di sebagian besar wilayah.
Tahun 1930 merupakan permulaan pergerakan kebangsaan di Bali. Organisasi kebangsaan pertama yang membuka cabangnya di Bali adalah Budi Oetomo. Penyebarannya terutama pada golongan intelektual. Selain itu, berdiri pula Komite Taman Siswa di Denpasar pada tanggal 9 September 1933.
Jepang mendarat di Bali pada 17 Februari 1942. Pada era penjajahan Jepang ini, perkembangan organisasi-organisasi politik terhenti. Jepang melarang dan membubarkan berbagai organisasi politik. Keadaan penduduk semakin lama semakin menderita. Penyebabnya, Jepang mengerahkan segenap penduduk untuk mendukung perang. Banyak penduduk yang dijadikan romusha dan harta bendanya dirampas. Kondisi tersebut berlangsung sampai Jepang menyerah kepada sekutu dan dilanjutkan dengan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia, termasuk ke Bali untuk menegakkan kembali pemerintah kolonialnya. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali.
Pada 20 November 1945, pecah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali Tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang saat itu berusia 29 tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur Bali untuk menyerang pasukan Belanda. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas semuanya dan menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir.
Pada tahun 1946, Belanda menjadikan Bali sebagai satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur (NIS) yang baru diproklamasikan. Bali kemudian dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat (RIS) ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun berikutnya, Bali secara resmi meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi salah satu provinsi dari Republik Indonesia.
Pada awal kemerdekaan, Bali termasuk ke dalam Provinsi Sunda Kecil. Pada masa negara serikat, Bali termasuk ke dalam Negara Indonesia Timur (NIT). Setelah Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, Bali kembali menjadi bagian dari Republik Indonesia. Pada tahun 1958 Pulau Bali menjadi berstatus provinsi.
Geografis
Provinsi Bali terletak di sebelah timur Pulau Jawa dan sebelah barat Pulau Lombok. Tepatnya terletak antara 8°3’38” – 8°50’56” Lintang Selatan dan 114°25’53” – 115°42’39” Bujur Timur.
Dengan luas 5.780,06 kilometer persegi, wilayah Provinsi Bali membentang sepanjang 153 kilometer dan selebar 112 kilometer dengan panjang garis pantai sekitar 633,35 kilometer.
Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Bali juga terdiri dari pulau-pulau kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan, dan Pulau Serangan.
Kabupaten Buleleng merupakan wilayah dengan luas terbesar, yaitu 1.364,73 kilometer persegi (23,61 persen), sedangkan Kota Denpasar merupakan wilayah dengan luas terkecil, yaitu 127,78 kilometer persegi (2,21 persen).
Bali dikelilingi perairan yang menjadi batas wilayah provinsi, yaitu di sebelah utara Laut Bali, di sebelah selatan Samudera Hindia, di sebelah barat Selat Bali, dan di sebelah timur Selat Lombok.
Bali termasuk salah satu mata rantai penggunungan vulkanis yang menghubungkan daratan Asia Tenggara dengan Australia. Gunung-gunung berapi yang berjajar melengkung dari barat ke ke timur membelah Pulau Bali.
Gunung berapi di Pulau Bali adalah Gunung Batur dan Gunung Agung. Titik tertinggi di Bali adalah Gunung Agung setinggi 3.148 m dan terakhir meletus pada tahun 2019 lalu. Sedangkan Gunung Batur letusannya pernah menghasilkan bencana besar di bumi sekitar 30.000 tahun yang lalu.
Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Provinsi Bali terbagi menjadi dua bagian yang tidak sama. Bagian pertama, adalah Bali Utara yang memiliki dataran rendah yang sempit dan kurang landai Sementara bagian kedua, adalah Bali Selatan, yang memiliki dataran rendah yang luas dan landai .
Provinsi Bali memiliki empat danau sebagai sumber air utama, yaitu Danau Beratan, Danau Buyan, Danau Tamblingan, dan Danau Batur.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Kemegahan Gunung Agung terlihat dari Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, MInggu (24/9/2017).
Pemerintahan
Sejak berdiri tahun 1950, Provinsi Bali telah dipimpin oleh 11 pemimpin baik Gubernur maupun penjabat Gubernur. Anak Agung Bagus Sutedja adalah Kepala Daerah Bali yang pernah dua kali memimpin Bali. Sutedja ditunjuk oleh Presiden Soekarno pada tahun 1958 saat Bali menjadi provinsi. Sutedja adalah putra dari raja terakhir Jembrana, Anak Agung Bagus Negara.
Pertama kali menjabat pada tahun 1950 sampai 1958, Sutedja diangkat berdasarkan keputusan Dewan Pemerintahan Daerah sebagai pemimpin badan eksekutif Bali. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRDS) menggantikan wewenang Paruman Agung yang terdiri dari wakil-wakil delapan kerajaan di Bali sebagai badan legislatif.
Setelah sempat diselingi oleh I Gusti Bagus Oka sebagai Pejabat Sementara Kepala Daerah Bali pada tahun 1958 sampai 1959, Sutedja kembali terpilih pada bulan Desember 1959 sebagai Gubernur Bali. Masa jabatannya yang kedua berakhir pada tahun 1965. Selanjutnya ia digantikan oleh I Gusti Putu Martha.
Gubernur dan Wakil Gubernur saat ini (2020) dijabat oleh Wayan Koster dan Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati. Pasangan Koster-Ace terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur Provinsi Bali setelah memenangkan pemilihan kepala daerah (pilkada) pada tahun 2018.
Pasangan Koster-Ace meraih 1.213.075 suara (57,68 persen). Perolehan suaranya unggul sebesar 323.145 suara, dibandingkan pasangan Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra – Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) yang memperoleh 889.930 suara (42,32 persen).
Pasangan Koster-Ace diusung oleh empat parpol peraih kursi di DPRD Bali, yakni PDI-P, Hanura, PAN, dan PKPI. Pasangan tersebut juga didukung PKB dan PPP. Sedangkan pasangan Mantra-Kerta diusung oleh empat partai peraih kursi di DPRD Bali, yakni Golkar, Gerindra, Demokrat, dan Nasdem. Mereka juga didukung oleh PKS, PBB, dan Perindo.
Secara administratif, Provinsi Bali dibagi menjadi 8 kabupaten, 1 kota, 57 kecamatan, 716 desa/kelurahan, 1.493 desa adat/desa pakraman, 1.596 subak sawah, dan 1.130 subak abian dengan total 2.726 subak/subak sawah pada tahun 2018.
Kabupaten dan kota di Provinsi Bali itu meliputi Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Karangasem, dan Kota Denpasar.
KOMPAS/LASTI KURNIA
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengumumkan pasangan Wayan Koster (kiri) sebagai calon gubernur Bali dan Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Tjok Ace (kanan) sebagai wakil gubernur Bali, pada pengumuman di Gedung DPP PDIP di Jakarta, Sabtu (11/11/2017). Keduanya diusung PDIP pada Pemilihan Gubernur Bali 2018.
Politik
Latar belakang sosial masyarakat Bali yang tergolong homogen mampu mempertahankan pilihan ideologi politik dominan yang muncul sejak Pemilu 1955. Meskipun di era Orde Baru terjadi penyamaan pilihan politik selama 30 tahun, ideologi nasionalis tetap mampu bangkit kembali.
Pada Pemilu pertama 1955, secara administratif Bali belum berdiri sebagai provinsi. Kabupaten-kabupaten yang berada di wilayah ini masih menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Dari 19 partai politik yang bersaing di Bali, partai bercorak nonagama cenderung menguasai perolehan suara. Partai Nasional Indonesia (PNI) merupakan partai peraih suara terbanyak, disusul Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada Pemilu pertama itu, pamor PNI di Bali langsung cepat naik, sehingga mampu meraih 51,4 persen suara. PNI meraih suara terbanyak di enam dari delapan kabupaten yang ada. Daerah-daerah yang menjadi kantong perolehan suara berada di wilayah pesisir utara. Di Kabupaten Buleleng, misalnya, PNI mampu menggaet 80.711 pemilih atau 63,3 persen.
Kemenangan PNI tersebut tidak terlepas dari kepopuleran Presiden Soekarno yang mempunyai darah keturunan Bali. Ibunda Presiden RI pertama itu, Idayu Njoman Rai, adalah orang Bali. Kepopuleran itulah yang kemudian dijadikan PNI sebagai modal untuk meraih simpati.
Jika basis pendukung PNI di wilayah utara, sebaliknya basis pendukung PSI justru di bagian selatan. Bahkan, di Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Badung, PSI mampu mengungguli PNI dalam perolehan suara. Secara keseluruhan, proporsi pemilih PSI di Bali mencapai sepertiga (30,6 persen) dari total pemilih.
Munculnya penguasa baru di tingkat nasional mengubah peta politik di Bali. Seperti yang terjadi di daerah lain, Golkar mendominasi perolehan suara pemilu di era Orde Baru. Kondisi masyarakatnya yang relatif homogen dari segi etnis dan agama ini membuat kekuatan Golkar relatif mudah mengubah peta politik yang sebelumnya didominasi partai berhaluan nasionalis dan sosialis.
Runtuhnya kekuasaan Presiden Soekarno pascatragedi 1965, berpengaruh terhadap pamor PNI. Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan Golkar untuk mengambil alih dominasi politik. Dengan dukungan penguasa lewat jaringan birokrat daerahnya, Golkar meraih suara terbanyak, yaitu 83 persen pada Pemilu 1971. Sedangkan PNI hanya meraih 13,5 persen suara, sangat jauh dengan raihan suara Golkar.
Lalu pada pemilu-pemilu di sepanjang Orde Baru berkuasa, PNI yang dilebur ke dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI), tak mampu berbuat banyak. Di Bali, seperti di wilayah lain di seluruh Indonesia, PDI hanya jadi partai pelengkap pemilu.
Pemilu 1977 suara PDI di Bali hanya 13 persen. Pemilu 1982 turun jadi 10 persen. Pemilu 1987 naik sedikit menjadi 11 persen, dan Pemilu 1992 naik lagi menjadi 20 persen. Sementara Golkar selalu meraih suara di atas 70 dan 80 persen. Puncaknya pada Pemilu 1999, Golkar meraih 93 persen suara.
KOMPAS/RAKA SANTERI
Pemilu di Denpasar. Terkait berita Kompas, 24-04-1987.
Ketika dominasi Orde Baru runtuh, kekuatan kaum nasionalis bangkit kembali di Bali. Ideologi nasionalis yang menjadi pilihan sebagian besar masyarakat Bali sejak dulu, dengan mudah dapat dibangkitkan kembali seiring dengan munculnya anak kandung Soekarno memimpin Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri tersebut kembali menguat di Bali dan tak pernah kalah sejak Pemilu 1999. Tahun itu, perolehan suara PDI-P di Bali mencapai 1.500.050 suara dengan jatah 7 kursi di DPR. Partai Golkar di urutan kedua hanya meraih 196.984 suara dengan 1 kursi, dan PKB yang berada di urutan ketiga hanya meraih 32.253 suara dengan 1 kursi.
Pada pemilu 2004, PDI-P kembali memimpin dengan raihan suara sebanyak 999.889 (5 kursi), disusul Partai Golkar dengan 320.710 suara (2 kursi), dan Partai Demokrat sebanyak 121.665 (1 kursi).
Lima tahun kemudian, meski suaranya terus mengalami penurunan, PDI-P tetap keluar sebagai pemenang dengan meraih 681.089 suara (4 kursi), disusul Partai Golkar sebanyak 327.124 suara (2 kursi), dan Partai Demokrat di posisi ketiga dengan 298.602 suara (2 kursi).
Suara PDI-P di Bali kembali naik pada Pemilu 2014. Mereka meraih 872.885 suara (4 kursi), unggul dari Partai Golkar yang dapat 329.620 suara (2 kursi), dan Partai Demokrat sebanyak 311.246 suara (2 kursi).
Terakhir pada Pemilu 2019 lalu, raihan suara PDI-P di Bali mendekati seperti yang mereka capai pada Pemilu 1999. Partai Moncong Putih meraih 1.257.590 suara, lalu disusul Partai Golkar sebanyak 382.607 suara, dan Partai Demokrat yang setia di posisi ketiga dengan suara sebanyak 118.830.
Dengan perolehan suara tersebut, PDI-P merebut 6 dari total 9 kursi DPR. Raihan kursi PDI-P itu bertambah 2, dari sebelumnya hanya 4 kursi pada Pemilu Legislatif 2014. Adapun Partai Golkar meraih 2 kursi dan Partai Demokrat kebagian 1 kursi.
Kependudukan
Penduduk Bali pada tahun 2019 tercatat 4,33 juta jiwa atau tidak lebih dari 2 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 265 juta jiwa.
Dilihat dari sebaran penduduk, 22 persen penduduk Bali bertempat tinggal di Kota Denpasar. Disusul Kabupaten Badung (16 persen), Kabupaten Gianyar (12 persen), dan Kabupaten Tabanan (10).
Dengan luas 0,29 persen dari total wilayah Indonesia, kepadatan Bali pada tahun 2019 mencapai 750 jiwa per kilometer persegi, jauh di atas rata-rata kepadatan nasional yang tercatat sebesar 139 jiwa per kilometer persegi.
Kepadatan Bali itu tidak terlepas dari arus urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota. Arus migrasi yang masif menyebabkan penumpukan penduduk terutama di wilayah ibu kota provinsi.
Bali kini juga sedang menikmati bonus demografi karena besarnya penduduk produktif dibanding penduduk tidak produktif. Pada tahun 2019, persentase penduduk produktif di Bali tercatat 69,51 persen meningkat dibanding tahun 2018 (69,32 persen).
Mayoritas penduduk Bali beragama Hindu. Di hampir setiap sudut wilayah terdapat pura peribadatan, baik pura besar yang dipakai sebagai tempat upacara bersama maupun pura kecil di setiap rumah. Selain dikenal sebagai Pulau Dewata, Bali juga disebut dengan Pulau Seribu Pura.
Ritual keagamaan yang kental memengaruhi hampir setiap unsur dan gerak kehidupan masyarakat Bali. Hal ini menjadikan Bali tidak hanya memiliki pemandangan yang indah, tetapi juga kebudayaan yang unik, eksotis, dan terjaga.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Umat Hindu mengikuti sembahyang Purnama Kapat di Pura Agung Besakih di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Kamis (5/10/2017). Sembahyang ini digelar dengan pengamanan ketat aparat karena Pura Agung Besakih berada pada zona kawasan rawan bencana Gunung Agung.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
75,38 (2019)
Harapan Lama Sekolah
13,27 tahun (2019)
Rata-rata Lama Sekolah
8,84 tahun (2019)
Tingkat Kemiskinan
3,78 persen (Maret 2020)
Rasio Gini
0,371 (Maret 2020)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
1,21 persen (Februari 2020)
Angka Harapan Hidup
71,99 tahun (2019)
Kesejahteraan
Kesejahteraan masyarakat Bali terus bertumbuh selama periode 2010 hingga 2019. Salah satunya tampak dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bali yang meningkat dari 70,10 pada tahun 2010 menjadi 75,38 persen tahun 2019. Selama periode tersebut, IPM Bali rata-rata tumbuh sebesar 0,81 per tahun.
IPM Bali tercatat berada di posisi lima tertinggi secara nasional, di bawah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Kalimantan Timur, dan Kepulauan Riau. Capaian IPM itu tidak terlepas dari peningkatan setiap komponen, yakni umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak.
Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH) yang merepresentasikan dimensi umur panjang dan hidup sehat meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2010–2019, Bali berhasil meningkatkan UHH sebesar 1,38 tahun. Pada 2010, UHH saat lahir di Bali hanya sebesar 70,61 tahun dan pada 2019 telah mencapai 71,99 tahun.
Angka harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah masyarakat di Bali juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Anak-anak yang pada 2019 berusia 7 tahun memiliki harapan dapat menikmati pendidikan selama 13,27 tahun, lebih lama 0,17 tahun dibandingkan dengan yang lahir pada 2016.
Penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh pendidikan selama 8,84 tahun, lebih lama 0,19 tahun dibandingkan tahun sebelumnya. Selama periode 2010–2019, harapan lama sekolah di Bali telah meningkat sebesar 1,1 tahun, sedangkan rata-rata lama sekolah meningkat 1,56 tahun.
Rata-rata lama sekolah tertinggi terdapat di Kota Denpasar (11,16 tahun. Disusul kemudian oleh Kabupaten Badung (10,06 tahun). Dibanding kabupaten lainnya di Bali, kedua daerah itu memiliki sarana-prasarana yang lebih baik dan merata, serta memiliki lapangan kerja yang cukup.
Sejak mewabahnya Covid-19, jumlah penduduk miskin di Bali naik menjadi 3,78 persen atau sekitar 165,19 ribu jiwa pada Maret 2020. Sebelumnya pada September 2019, persentase penduduk miskin di Bali tercatat sebesar 3,61 persen atau sekitar 156.910 orang. Angka tersebut merupakan angka terendah selama sepuluh tahun terakhir.
Kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi daripada yang tinggal di kota, yaitu 4,78 persen di desa dan 3,33 persen di kota.
Tingkat pengangguran terbuka di Bali pada Februari 2020 tercatat sebesar 1,21 persen dari total jumlah angkatan kerja atau sebanyak 31.327 orang. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebanyak 1.065 orang atau 0,02 persen jika dibandingkan periode Februari 2019 silam.
KOMPAS/AYU SULISTYOWATI
Doa di Hari Pertama Sekolah – Anak-anak kelas 1 SD Negeri Pembinaan Tulangampiang, Kota Denpasar, Bali, bersama guru dan orang tua bersembahyang atau muspa bersama di hari pertama masuk sekolah, di sekolah, Senin (11/7/2016). Berdoa bersama untuk kelancaran belajar mengajar ini juga bagian dari program Sahabat Keluarga dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang melibatkan guru, orang tua, masyarakat dan siswa dalam proses belajar mengajar. Program ini mulai di ujikan pertama di sejumlah sekolah di Bali, Aceh dan Kalimantan Tengah pada hari pertama sekolah kemarin.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rp 3,71 triliun (2018)
Dana Perimbangan
2,49 triliun (2018)
Pertumbuhan Ekonomi
5,63 persen (2019)
PDRB per kapita
Rp 58,24 juta/tahun (2019)
Inflasi
2,72 persen (2019)
Nilai Ekspor
32,25 juta dolar AS (Juni 2020)
Nilai Impor
3,03 juta dolar AS (Juni 2020)
Ekonomi
Kontribusi Provinsi Bali terhadap perekonomian nasional masih relatif kecil, hanya berkisar antara 5–6 persen. Namun demikian, Bali menjadi indikator perkembangan pariwisata Indonesia sekaligus etalase Indonesia di mata dunia. Sumbangan pariwisata Bali terhadap perekonomian nasional cukup besar.
Hampir setiap tahun, sektor pariwisata menyumbang sekitar Rp 27 triliun bagi perekonomian Bali. Nominal kontribusi sektor ini menempati urutan keempat terbesar. Posisinya berada setelah DKI Jakarta dengan kontribusi pariwisata Rp 77 triliun, Jawa Timur (Rp 73 triliun), dan Jawa Barat (Rp 33 triliun) setahun.
Sumbangan sektor akomodasi dan penyediaan makan-minum, yang merupakan representasi kegiatan jasa pariwisata, pada 2010–2019 rata-rata menyumbang antara 20 persen hingga 23 persen bagi produk domestik regional bruto (PDRB) Bali. Dengan kontribusi sektor wisata sebesar 20–30 persen itu, pariwisata menjadi tulang punggung bagi masyarakat Bali.
Rata-rata per tahun Bali menerima 6,5 juta wisatawan asing dan domestik. Jumlahnya setiap tahun bertambah sekitar 15 persen, lebih kurang 800.000 orang, sehingga pada 2017, jumlah turis 8,2 juta jiwa. Angka ini lebih besar ketimbang jumlah penduduk Bali yang diperkirakan 4,3 juta orang pada 2018.
Tingginya arus wisatawan mancanegara yang datang ke Bali ditopang ketersediaan fasilitas pendukung penting, antara lain hotel dan penginapan. Jumlah hotel di Bali adalah yang terbanyak menyediakan tempat tidur di Indonesia. Jumlah hotel berbintang dan nonbintang pada 2016 mencapai 2.100-an unit atau sekitar 11 persen dari seluruh hotel di Indonesia. Jumlah hotel di Bali ini menyediakan tempat tidur hingga 86.000-an.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Deretan Payung yang tertancap rapi di atas pasir putih mewarnai Pantai Pantai Double Six di kawasan Seminyak, Bali, Senin (19/8/2019). Pantai Double Six menjadi salah satu destinasi wisata pilihan wisatawan yang ingin menikmati pemandangan matahari terbenam.
Selain sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor lain yang menopang perekonomian Bali adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mencapai 13,53 persen.
Berbeda dengan kontribusi sektor pariwisata yang terus meningkat, kontribusi pertanian terhadap ekonomi Bali terus mengalami penurunan dalam 9 tahun terakhir. Pada tahun 2010 kontribusi lapangan usaha pertanian dalam arti luas terhadap PDRB Bali yaitu 17,17 persen. Selanjutnya, kontribusi ini terus menurun hingga tahun 2019 menjadi hanya 13,53 persen.
Penurunan kontribusi ditengarai sebagai akibat dari lahan pertanian yang semakin berkurang akibat derasnya alih fungsi lahan, antara lain untuk pembangunan sarana prasarana pariwisata. (LITBANG KOMPAS)
Penulis
Antonius Purwanto
Editor
Ignatius Kristanto
Referensi
Arsip Berita Kompas
Peta Politik Pemilihan Umum Provinsi Bali, Kompas, 17 Februari 2004. Link Kompasdata: kompasdata.id/Search/NewsDetail/17653011
Prediksi Pemilu di Bali: Ini Wilayah Nasionalis, Kompas, 17 Feb 2004 . Link Kompasdata: kompasdata.id/Search/NewsDetail/17652870
Merosotnya Akar Primordial di Bali, Kompas, 12 Juni 2004. Link Kompasdata: kompasdata.id/Search/NewsDetail/17709150
Peta Politik: Bali * “Benteng Nasionalis” yang Masih Eksis, Kompas, 07 Maret 2009. Link Kompasdata: kompasdata.id/Search/NewsDetail/16384926
Pilkada Bali: Menguji Buah Demokrasi Pulau Dewata, Kompas, 14 Mei 2013. Link Kompasdata: kompasdata.id/Search/NewsDetail/10746989
Pariwisata Bali dan Keistimewaannya, Kompas, 13 Agustus 2019. Link Kompasdata: kompasdata.id/Search/NewsDetail/46568732
Di Balik Kekuatan Pariwisata Bali, Kompas, 18 September 2019. Link Kompasdata: kompasdata.id/Search/NewsDetail/47028668
Buku
Suwondo, Bambang. 1978. Sejarah Kebangkitan Nasional (1900-1942) Daerah Bali. Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Picard, Michel. 2006. Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Kepustakaan Populer Gramedia.
Ardika, I Wayan, I Gde Parimartha, A. A. Bagus Wirawan. 2013. Sejarah Bali: Dari Prasejarah Hingga Modern, Udayana University Press.
Situs Internet