Lembaga

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM)

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove mengemban tugas merehabilitasi mangrove dan restorasi gambut serta menjaga ekosistem lingkungan.

Fakta Singkat

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove

  • BRGM adalah lembaga pemerintah non-struktural yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
  • Tugas utama BRGM adalah percepatan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove di provinsi target.
  • BRGM dibentuk melalui Perpres Nomor 120 Tahun 2020, menggantikan Perpres Nomor 1 Tahun 2016 dengan nama lembaga BRG.
  • Latar belakang pembentukkan BRG adalah kebakaran gambut besar pada tahun 2015 yang merusak hampir satu juta hektare hutan dan lahan.
  • Strategi 3R untuk restorasi gambut terdiri atas rewetting (pembasahan kembali), revegetation (penanaman kembali), dan revitalization (penghidupan kesejahteraan).
  • BRGM memiliki target merestorasi 1,2 juta hektare ekosistem gambut dan merehabilitasi 600.000 hektar mangrove yang rusak dalam masa empat tahun (2021–2024).
  • Hasil program kerja pemetaan dan inventarisasi BRGM menunjukkan bahwa 15,8 juta hektare (65,45 persen) ekosistem gambut Indonesia rusak sedang, 3,08 juta hektare (12,74 persen) rusak sedang, 1 juta hektare (4,35 persen) rusak berat, dan 935 hektare (0,85 persen) rusak sangat berat.
  • Pemantauan Restorasi Gambut dilakukan dengan sistem PRIMS GAMBUT untuk deteksi kemajuan restorasi dan SIPALAGA untuk mendulang data tingkat kekeringan gambut.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Kawasan hutan mangrove seluas 26 ha di Dumai, Riau ini diselamatkan dari perubahan fungsi bagi kawasan industri. Lahan yang telanjur terbuka ditanami kembali dengan mangrove dan digunakan untuk ekowisata masyarakat yang mendukung perekonomian langsung maupun meningkatkan hasil perikanan. Tampak suasana Bandar Bakau yang dikelola warga setempat, Sabtu (27/7/2019).

Mengacu pada Kompas.id (28/9/2023, “Kabut Asap Kian Tebal di Palangkaraya, Aktivitas Kota Terganggu”), kebakaran gambut di berbagai titik mulai terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Kemarau panjang akibat El Nino memperburuk kekeringan terhadap ratusan ribu hektare gambut yang memicu lahan yang rentan terbakar. Di Kalimantan Tengah misalnya, ribuan titik panas/hotspot berdampak pada ratusan ribu hektare gambut yang terbakar berikut kabut asam yang membawa partikel berbahaya.

Masalah kebakaran juga tidak luput mengancam hutan mangrove. Mongabay mencatat bahwa kebakaran besar yang berulang pada 1997/1998 dan 2015 lalu telah menyebabkan kerusakan masif bagi hutan mangrove di wilayah Sumatera. Belum lagi masalah pembalakan hutan yang menargetkan pohon-pohon bakau. Pada Agustus 2023 lalu, 700 hektare hutan mangrove di Langkat, Sumatera Utara telah habis ditebang (Kompas, 2/8/2023, “Polisi Tangkap Pembalak Hutan Mangrove di Sumut”).

Ancaman akan kelestarian hutan, khususnya wilayah gambut dan mangrove yang begitu rentan, begitu nyata dan serius untuk diperhatikan. Dampaknya begitu signifikan bagi keseimbangan ekosistem alam maupun hajat hidup masyarakat. Untuk itu, kehadiran pemerintah sebagai lembaga berlegitimasi menjadi penting. Kehadiran ini terjewantahkan melalui lembaga Badan Restorasi Gambut dan Mangrove atau BRGM, yang secara khusus berdiri untuk menangani masalah gambut dan mangrove di Indonesia.

Sekilas Tentang BRGM

Hadirnya BRGM memiliki kedudukan sebagai lembaga non-struktural milik pemerintah. Kedudukannya berada di bawah sekaligus bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Kehadiran dan operasionalnya dipimpin oleh seorang kepala, disebut sebagai Kepala BRGM.

Nama kelembagaannya yang spesifik turut serta menggambarkan tugas operasional BRGM. Secara garis besar, lembaga ini memiliki dua tugas utama. Pertama, dalam tanggung jawabnya terhadap gambut, untuk memfasilitasi percepatan pelaksanaan restorasi gambut dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada areal restorasi gambut. Kedua, dalam konteks mangrove, untuk melaksanakan percepatan rehabilitasi mangrove di provinsi target.

Hadirnya konsep “provinsi target” berarti area kerja BRGM tidak mencakup semua provinsi di Indonesia. Mengacu pada situs resminya (brgm.go.id), wilayah kerja BRGM berada di 13 wilayah di seluruh Indonesia, dengan rincian sebagai berikut:

No.

Wilayah Kerja BRGM

Tugas BRGM

1

Sumatera Utara

Rehabilitasi Mangrove

2

Riau

Restorasi Gambut & Rehabilitasi Mangrove

3

Kepulauan Riau

Rehabilitasi Mangrove

4

Jambi

Restorasi Gambut

5

Bangka Belitung

Rehabilitasi Mangrove

6

Sumatera Selatan

Restorasi Gambut

7

Kalimantan Barat

Restorasi Gambut & Rehabilitasi Mangrove

8

Kalimantan Tengah

Restorasi Gambut

9

Kalimantan Utara

Rehabilitasi Mangrove

10

Kalimantan Timur

Rehabilitasi Mangrove

11

Kalimantan Selatan

Restorasi Gambut

12

Papua Barat

Rehabilitasi Mangrove

13

Papua

Restorasi Gambut & Rehabilitasi Mangrove

 

Landasan formil atas kehadiran dan operasional BRGM didasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 120 Tahun 2020 tentang BRGM. Dengan mengacu pada Perpres tersebut, terutama melalui Pasal 2, diketahui lembaga BRGM memiliki sembilan fungsi, antara lain:

  1. Pelaksanaan restorasi gambut
  2. Perencanaan, pengendalian, dan evaluasi penyelenggaraan restorasi gambut
  3. Pelaksanaan konstruksi, operasi, dan pemeliharaan infrastruktur pembasahan (rewetting) gambut dan segala kelengkapannya
  4. Pelaksanaan penguatan kelembagaan masyarakat dalam rangka restorasi gambut
  5. Pelaksanaan sosialisasi dan edukasi restorasi gambut
  6. Pelaksanaan perbaikan penghidupan masyarakat di lahan gambut
  7. Pelaksanaan percepatan rehabilitasi mangrove di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan di provinsi target
  8. Pemberian dukungan administrasi
  9. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.

KOMPAS/PRADIPTA PANDU MUSTIKA

Seorang petani di Desa Penyengat, Kabupaten Siak, Riau, Selasa (14/3/2023), tengah memanen nanas yang ditanam di lahan gambut. Masyarakat di Desa Penyengat mulai mengembangkan pertanian di lahan gambut dengan komoditas nanas untuk melepas ketergantungan terhadap sawit sekaligus mencegah kebakaran terulang.

Sejarah Lembaga BRGM

Latar Belakang Pembentukan

Hadir dan dibentuknya lembaga BRGM tidak lepas dari masalah lingkungan, tepatnya peristiwa kebakaran di Indonesia sendiri. Mengacu pada Kompaspedia (20/9/2023, “Potret Lahan Gambut di Indonesia”), hutan dan lahan di Indonesia telah menjadi korban kebakaran sejak tahun 1960-an. Pada masa itu, rezim Soeharto mulai melakukan reklamasi besar-besaran terhadap lahan-lahan gambut di Indonesia.

Kebakaran besar pertama terjadi pada tahun 1982/1983. Sebanyak 3,6 juta hektare lahan gambut di Kalimantan Timur terbakar dalam peristiwa yang begitu mengejutkan pada masa itu. Meski menjadi salah satu sinyal perdana akan rentannya gambut, reklamasi tetap dilangsungkan secara masif. Bahkan pada 1995, Soeharto menggiatkan program Proyek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar – yang melubangi lahan-lahan alami gambut dengan kanal-kanal besar. Dampaknya, jutaan hektare hutan gambut mengalami kekeringan dengan terbuangnya cadangan air ke kanal-kanal.

Sebagai dampaknya, terjadi kebakaran hutan masif pada tahun 1997/1998. Hutan dan lahan seluas 11,7 juta hektare rusak. Salah satu kerusakan terparah terjadi di Kalimantan Tengah, dengan terbakarnya 2,7 juta lahan gambut. Sejak itu, kebakaran hutan dan lahan gambut kian rutin terjadi di Indonesia. Tahun 2002, 2004, 2009, hingga 2012 tidak luput dari kebakaran, meski dalam skala yang lebih kecil.

Hingga akhirnya, kebakaran besar kembali terjadi pada tahun 2015. Pantau Gambut mencatat bahwa luasan kebakaran pada tahun tersebut mencapai 194.787 hektare. Meski begitu, Center for International Forestry Research (CIFOR) memperkirakan bahwa jumlahnya jauh lebih besar, mencapai hampir satu juta hektare. Asap kebakaran begitu masif, hingga mendapat protes dari negara-negara tetangga.

Badan Restorasi Gambut (BRG)

Terjadinya kebakaran hebat pada lahan gambut pada tahun 2015 menggerakkan pemerintah Indonesia untuk mulai fokus untuk melakukan restorasi dan perlindungan hutan gambut di Indonesia. Komitmen ini ditunjukkan melalui dua hal pada tahun 2016, yakni membentuk lembaga Badan Restorasi Gambut (BRG) dan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut serta membentuk Badan Restorasi Gambut.

Pembentukan BRG ditetapkan melalui Perpres Nomor 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut. Perpres tersebut diundangkan pada 6 Januari 2016. Pada akhir tahun, tepatnya pada 6 Desember 2016, pemerintah lantas mengundangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, menggantikan PP Nomor 71 Tahun 2014.

Dengan bertolak dari bencana 2015, pembentukan BRG ditujukan bagi percepatan pemulihan kawasan dan pengembalian fungsi hidrologis gambut pasca-kebakaran. Dengan hadirnya BRG, diharapkan tujuan ini dapat tercapai secara sistematis, terarah, terpadu, dan menyeluruh.

Pelaksanaan restorasi gambut ditargetkan untuk hutan dan lahan dengan luas 2 juta hektare. Restorasi ini disusun dalam rencana pelaksanaan yang berlaku selama lima tahun. Prioritas perencanaan dan pelaksanaan dimulai dari Kabupaten Pulang Pisau di Kalimantan Tengah, Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Ogan Komering Ilir di Sumatera Selatan, serta Kabupaten Kepulauan Meranti di Riau, untuk kemudian berkembang ke wilayah lain, termasuk Provinsi Papua.

Dalam bentuk pertamanya ini, BRG dipimpin oleh Kepala BRG dengan dibantu Sekretariat Badan sebagai pendukung administratif. Selain itu, juga terdapat empat deputi, yakni Deputi Bidang Perencanaan dan Kerja Sama, Deputi Bidang Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan, Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan, dan Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan.

Pelaksanaan restorasi mencakup berbagai kegiatan. Pada Maret 2018, Kepala BRG Nazir Foedad menyampaikan kegiatan yang termasuk dalam restorasi gambut meliputi penanaman vegetasi, pembangunan sekat kanal, sumur bor, dan dukungan untuk pendampingan masyarakat. Untuk restorasi 30.000 hektare, BRG memerlukan dana kurang lebih Rp 40 miliar. Implementasi dilakukan dengan kolaborasi bersama pemerintah provinsi dan daerah (Kompas, 6/3/2018, “Kilas Iptek: BRG Restorasi 30.000 Hektar Gambut di Kalbar”).

Semua ini merupakan manifestasi dari strategi retorasi 3R yang dikonsepkan BRG, yakni rewetting, revegetation, dan revitalization. Rewetting atau pembasahan kembali dilakukan dengan pembangunan infrastruktur pembahasan gambut (IPG), yakni sekat kanal, pembangunan sumur bor, dan upaya lain yang mendorong basahnya lahan gambut.

Revegetation atau penanaman kembali dilakukan melalui persemaian, penanaman dan regerenasi alami. Sedangkan revitalization atau penghidupan kembali adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian, perikanan, dan ekowisata.

Lembaga Pantau Gambut mencatat bahwa meski BRG telah berdiri, kebakaran gambut masih saja terjadi di Indonesia – bahkan dalam skala yang besar. Salah satu kebakaran besar tersebut terjadi pada 2019. Sebanyak 711.927,30 hektare lahan gambut terbakar dan menyebabkan kabut asap yang menyebar ke negara tetangga.

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM)

Pada tahun 2020, tercapai sudah jangka waktu lima tahun yang ditetapkan Perpres Nomor 1 Tahun 2016. Maka pemerintah pusat pun memperbaharui lembaga BRG menjadi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove atau BRGM. Pembaharuan ini ditetapkan melalui Perpres Nomor 120 tahun 2020 tentang BRGM pada 20 Desember 2020.

Sebagai pertimbangan, BRG dinilai telah melaksanakan tugasnya dalam rangka percepatan restorasi gambut akibat kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015 dengan target yang telah ditetapkan untuk diselesaikan. Meski begitu, fungsi restorasi gambut yang diemban BRG masih diperlukan dengan masih berlanjutnya kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di areal gambut.

Selain itu, turut menjadi pertimbangan adalah berkembangnya perhatian pemerintah terhadap lahan mangrove. Kebijakan pemulihan mangrove yang mengalami degradasi telah diinisiasi oleh pemerintah. Untuk itu, diperlukan aktor pelaksana bagi fungsi rehabilitasi mangrove. Akhirnya, BRG dikembangkan menjadi BRGM untuk menjalankan tugas pelaksanaan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove.

Serupa dengan Perpres sebelumnya, maka Perpres Nomor 120 Tahun 2020 juga menetapkan target waktu bagi BRGM. Jangka waktu yang ditetapkan adalah empat tahun, dimulai dari 2021 hingga 2024. Secara struktur, tidak banyak perubahan terjadi. BRGM masih dipimpin oleh seorang Kepala, didukung Sekretariat Badan, dan berisikan empat deputi. Meski begitu, komposisi fokus dari kedeputian ini tidak lagi sama dengan BRG.

Memasuki tahun 2021, BRGM menyambut lembar baru dalam kedua tugasnya, berikut dengan target spesifik merestorasi 1,2 juta hektare ekosistem gambut dan merehabilitasi 600.000 hektare mangrove yang rusak. Pemerintah mengharapkan agar pemulihan ekosistem gambut dan penghijauan ekosistem mangrove tidak hanya memperbaiki kualitas lingkungan, namun juga memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama mereka yang tinggal dalam ekosistem terkait.

Kepala Lembaga

  1. Nazir Foedad: BRG 2016–2020
  2. Hartono Prawiraatmadja: BRGM 2020–2024

KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI 

Puluhan perahu nelayan bersandar di Kawasan Ekosistem Esensial Ujungpangkah, Desa Banyuurip, Kabupaten Gresik, Jumat (11/6/2021). Kawasan dengan luas total 1.554,27 ha dan terbentang di tiga desa, Banyuurip, Pangkah Wetan, serta Pangkah Kulon ini diusulkan menjadi warisan lahan basah dunia karena memiliki 17 jenis mangrove dan menjadi tempat singgah beragam burung migran dari berbagai belahan dunia.

Program Kerja BRGM

Dengan berkembangkan tugas dan fungsi BRGM, maka program kerja lembaga pun juga berkembang. Tidak lagi hanya mengacu pada strategi 3R, kini BRGM juga memayungi program kerja untuk mencapai harapan pemerintah akan capaian dampak ekologis maupun masyarakat. Termasuk di antaranya adalah:

Strategi 3R

Dalam periode keduanya ini, lembaga BRGM masih menjalankan strategi 3R spsesifik untuk ekosistem gambut di wilayah-wilayah target. Pembasahan kembali (rewetting) tetap dilakukan dengan pembangunan IPG yang dipilih berdasarkan konteks lokasi dan karakteristik gambut yang ada.

Infrastruktur sekat kanal dibangun pada lahan gambut lindung yang memiliki kanal. Sumur bor dibangun pada wilayah gambut yang pernah maupun rawan untuk terbakar. Sementara penimbunan kanal dilakukan pada Kawasan Konservasi.

Penanaman kembali (revegetation) dilakukan dengan menanam jenis tanaman tertentu berdasarkan fungsinya. Jenis tanaman asli dapat ditanam kembali untuk mencapai fungsi lindung. Sementara jenis tanaman lain dapat dipilih untuk mencapai fungsi budidaya dan nilai ekonomi selagi mampu adaptif terhadap lahan basah.

Revegetasi dapat dilakukan dengan penanaman benih endemis maupun adaptif, pengayaan penanaman atau enrichment planting, dan penerapan teknik agen penyebar benih untuk mendorong regenerasi vegetasi gambut.

Sementara revitalisasi sumber mata pencaharian (revitalization) ditujukan bagi dukungan mata pencaharian masyarakat yang sejalan dengan konsep restorasi gambut. Untuk itu, BRGM mendorong edukasi dan sosialisasi mata pencaharian berbasis perikanan, pertanian, dan peternakan tanpa bakar.

Pemetaan dan Inventarisasi

Dipilihnya tujuh provinsi sebagai prioritas pelaksanaan restorasi gambut didasarkan pada hasil pemetaan dan inventarisasi yang terlebih dahulu dilakukan. Pemetaan dan inventarisasi melibatkan berbagai pihak dan mitra dengan juga didasarkan pada basis data resmi dari pihak-pihak seperti lembaga pemerintahan terkait atau organisasi kemasyarakatan. Pemetaan dan inventarisasi dilakukan untuk mendapatkan Peta Indikatif Prioritas Restorasi per provinsi.

Berdasarkan proses inventarisasi ini, BRGM mendapatkan data bahwa 15,8 juta hektar atau 65,45 persen ekosistem gambut di Indonesia telah berada dalam status rusak ringan. Selain itu, 3,08 juta hektare (12,74 persen) berstatus rusak sedang, 1 juta hektare (4,35 persen) rusak berat, dan 206.935 hektare (0,85 persen) lainnya masuk status rusak sangat berat. Hanya 4 juta hektare (16,61 persen) ekosistem gambut yang berstatus tidak rusak (Kompas, 20/7/2022, “Kerja Sama Biayai Mangrove”).

Desa Mandiri Peduli Gambut dan Desa Mandiri Peduli Mangrove

Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG) merupakan status yang diberikan kepada perdesaan gambut sebagai kerangka untuk program-program pembangunan yang ada di desa terkait, secara khusus dalam areal restorasi. Pembentukan kawasan perdesaan gambut menjadi pintu masuk bagi perencanaan pengelolaan gambut oleh desa-desa tersebut dengan bimbingan lembaga BRGM.

Desa yang memperoleh status DMPG akan menjadi situs kegiatan pembentukan kawasan perdesaan, perencanaan tata ruang desa dan kawasan perdesaan, identifikasi dan resolusi konflik, pengakuan dan legalisasi hak dan akses, kelembagaan untuk pengelolaan hidrologi dan lahan, kerja sama antardesa, pemberdayaan ekonomi, penguatan pengetahuan lokal, dan kesiapsiagaan masyarakat desa dalam menghadapi bencana kebakaran gambut.

Sementara Desa Mandiri Peduli Mangrove (DMPM) merupakan kerangka kerja BRGM untuk mengintegrasikan perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan dalam satu skala kawasan perdesaan. Skala ini dipadukan juga dengan kesatuan bentang alam yang ada melalui implementasi program.

Pemantauan Restorasi Gambut

Dalam pelaksanaan dan implementasi program, BRGM juga perlu konsisten melakukan pemantauan program. Hal ini diperlukan untuk mengetahui capaian kegiatan, dampak, dan efektivitas program. Untuk melakukannya, BRGM bersama mitra menginisiasi dua sistem pemantauan restorasi gambut berbasis daring, yakni Peatland Restoration Information and Monitoring System Gambut (PRIMS GAMBUT) dan Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut (SIPALAGA) sehingga data program restorasi gambut dapat dengan mudah diperbaharui dan diakses.

PRIMS GAMBUT menyediakan informasi terkini tentang kondisi lahan gambut di Indonesia dan kemajuan restorasi gambut. Platform daring berbasis spasial ini mendukung pemantauan dan pelaporan kegiatan perlindungan dan restorasi 2 juta hektare lahan gambut yang dilakukan oleh BRGM dan mitra terkait.

Sementara itu, SIPALAGA menyajikan informasi pemantauan tinggi muka air di lahan gambut. Data yang disediakan bersifat real-time dan berbasis telemetri secara otomatis. Melalui alat perekam yang dipasang di lahan gambut sebagai komponennya, SIPALAGA menggunakan Tinggi Muka Air (TMA), kelembaban tanah gambut, dan tingkat curah hujan sebagai parameter. Data SIPALAGA ini penting untuk mengindikasikan kerawanan kawasan gambut terhadap kekeringan yang inheren dengan kerentanan kebakaran.

Percepatan Rehabilitasi Mangrove

Perhatian terhadap mangrove, terutama melalui Percepatan Rehabilitasi Mangrove (PRM), adalah amanat baru yang diusung BRGM sejak Perpres Nomor 120 Tahun 2020. Terdapat sembilan lokasi prioritas dengan target rehabilitasi mangrove seluas 600.000 ha selama empat tahun (2021–2024).

Sasaran rehabilitasi memperhatikan tipologi aspek biofisik, aspek sosial budaya, aspek ekonomi beserta atribut-atribut pendukung lainnya. Salah satu atribut tersebut adalah Peta Mangrove Nasional (PMN) yang menjadi basis perencanaan penentuan sasaran lokasi rehabilitasi. Pada 2021, PRM telah dimulai dengan menggunakan skema padat karya untuk turut membantu perekonomian masyarakat dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19. (LITBANG KOMPAS)

Arsip Kompas
  • “Polisi Tangkap Pembalak Hutan Mangrove di Sumut”. Kompas, 2 Agustus 2023 Hlm 11.
  • “Kabut Asap Kian Tebal di Palangkaraya, Aktivitas Kota Terganggu”. Kompas.id,  28 September 2023. Diambil kembali dari Kompas.id: https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/09/28/kabut-asap-kian-tebal-di-palangkaraya-aktivitas-kota-terganggu?utm_source=medsos_twitter&utm_medium=link&utm_campaign=medsos_nusantara_auto
  • “Potret Lahan Gambut di Indonesia”. Kompaspedia, 20 September 2023. Diambil kembali dari Kompaspedia.Kompas.id: https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/potret-lahan-gambut-di-indonesia
  • “Kilas Iptek: BRG Restorasi 30.000 Hektar Gambut di Kalbar. Kompas, 6 Maret 2018, Hlm 13.
  • “Kerja Sama Biayai Mangrove”. Kompas, 20 Juli 2022, Hlm 8.
Regulasi
  • Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove. 
  • Perpres Nomor 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut.
Internet
  • Badan Restorasi Gambut dan Mangrove. (2018). Strategi 3R dalam Upaya Restorasi Gambut. Diambil kembali dari brgm.go.id: https://brgm.go.id/strategi-3r-dalam-upaya-restorasi-gambut/
  • Badan Restorasi Gambut dan Mangrove. (t.thn.). Tentang BRGM. Diambil kembali dari brgm.go.id: https://brgm.go.id/tentang-brgm/
  • (2018, Agustus 9). Rusak Akibat Kebakaran, Hutan Mangrove di Sungai Lumpur Direhabilitasi. Diambil kembali dari mongabay.co.id: https://www.mongabay.co.id/2018/08/09/rusak-akibat-kebakaran-hutan-mangrove-di-sungai-lumpur-direhabilitasi/