Lembaga

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Sebagai lembaga pengawas bidang industri jasa keuangan di tanah air, Otoritas Jasa Keuangan menjadi kunci untuk mengupayakan jasa keuangan nasional yang kuat dan dipercaya publik.

Fakta Singkat

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

  • Didirikan: 16 Juli 2012
  • Regulasi: UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
  • Fungsi: menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan jasa keuangan.
  • Ruang lingkup: Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB).
  • Sebelumnya, fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga perbankan dipegang oleh Bank Indonesia dan fungsi terhadap lembaga non-perbankan dipegang oleh Kementerian Keuangan dan Bapepam-LK.
  • Alih tugas dari Bank Indonesia ke OJK baru terjadi pada 31 Desember 2013. Sementara alih tugas dengan Kementerian Keuangan dan Bapepam-LK dimulai pada 31 Desember 2012.

KOMPAS/LASTI KURNIA

Suasana Pelayanan Pelanggan di Sistem Layanan Infromasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan, Gedung Radius Prawiro, Bank Indonesia, Jakarta. Jumat (14/2/2020). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan perusahaan asuransi untuk memiliki direktur kepatuhan sebagai upaya perusahaan menerapkan tata kelola secara baik.Hal ini tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 43/2019 tentang Perubahan atas POJK Nomor 73/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian.

Ketidakpastian masyarakat terhadap situasi ekonomi diakbibatkan konflik geopolitik di sejumlah negara dan kondisi transisi pemulihan dari pandemi Covid-19. Selain itu, permasalahan ekonomi gobal yang berdampak di berbagai negara semakin menguatkan kekhawatiran terhadap situasi ekonomi.

Kondisi ini berdampak pada keseimbangan industri jasa keuangan, yang pada kelanjutannya akan turut memberikan efek pada situasi ekonomi masyarakat. Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku institusi yang dibentuk negara, memiliki tanggung jawab terhadap pengawasan jasa dan pengawasan lembaga keuangan di Indonesia agar sektor jasa keuangan nasional saat ini tetap terjaga.

OJK menyatakan kinerja intermediasi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) tahun ini justru mengalami peningkatan, sementara permodalan dan likuiditas berada di level yang memadai. Kondisi tersebut menjadi kekuatan penting Indonesia untuk menghadapi dinamika global.

Dampak permasalahan perbankan di AS dan Eropa pada awal 2023 relatif terbatas terhadap industri perbankan Indonesia, sebab tidak terdapat dampak langsung dari ditutupnya bank-bank negara-negara itu.

OJK juga menyatakan industri perbankan Indonesia pada awal 2023 berada dalam kondisi sehat dan stabil. Sampai dengan Februari 2023, penyaluran kredit bertumbuh 10,64 persen secara tahunan menjadi Rp 6.375 triliun (Kompas.id, 3/4/2023, “Perbankan AS Bergejolak, Sistem Keuangan Indonesia Tetap Kuat”).

Sejarah Lembaga OJK

Kehadiran lembaga OJK memiliki persentuhan utama dengan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan industri jasa keuangan nasional. Dalam koridor ini, OJK memiliki kapasitas untuk menyampaikan situasi keuangan nasional terkini, secara khusus melalui kondisi industri perbankan, pasar modal, dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB). Kehadirannya pun menjadi bagian penting dalam kontrol terhadap ekonomi nasional.

OJK baru baru terbentuk pada tanggal 16 Juli 2012. Pembentukkannya sendiri didasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. UU yang pertama kali mengamanatkan kehadiran OJK tersebut diratifikasi oleh pemerintah pusat pada 22 November 2011 atau hampir delapan bulan sebelum OJK secara resmi dibentuk.

Pendirian OJK menjadi manifestasi dari usaha pemerintah dalam menghadirkan sistem pengaturan dan pengawasan pada kegiatan jasa keuangan di Indonesia. Hal ini memiliki tujuan sebagaimana termaktub dalam Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011, agar semua sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara adil, teratur, transparan, dan akuntabel. Sementara pada Pasal 5 dituliskan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan. 

Sebelum hadirnya OJK, bukan berarti Indonesia tidak memiliki lembaga dengan tugas dan fungsi spesifik untuk mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan nasional. Sebelum 2012, terdapat tiga lembaga publik yang memegang tanggung jawab tersebut, yakni Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Secara spesifik, Bank Indonesia sebagai bank sentral memegang tanggung jawab sebagai regulator dan pengawasan pada industri perbankan tanah air. Sementara untuk Kementerian Keuangan dan Bappepam-LK melakukan pengawasan terhadap industri keuangan non-bank atau IKNB. Contoh dari lembaga keuangan non-bank, antara lain, pegadaian, koperasi simpan pinjam, perusahaan asuransi, dan perusahaan modal ventura.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Warga mendaftarkan diri sebelum berkonsultasi tentang permasalahan perbankan di Kantor Otoritas Jasa Keuangan, Kecamatan Serengan, Solo, Jawa Tengah, Kamis (3/10/2019). Setiap hari sedikitnya 20 debitur mendatangi tempat tersebut untuk mendapat informasi lebih lanjut tentang Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) mereka. SLIK merupakan sistem informasi yang pengelolaannya dibawah tanggung jawab OJK dan bertujuan untuk melaksanakan tugas pengawasan serta pelayanan informasi keuangan. Selain sebagai sarana konsultasi permasalah SLIK, tempat itu juga menjadi wahana edukasi bagi masyarakat tentang seluk beluk keuangan.

Setelah pembentukannya pada 16 Juli 2012, OJK secara hukum mengambil alih peran yang dijalankan oleh ketiga lembaga sebelumnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan langsung pembentukkan OJK.

Penyebab utama dari selang waktu ini karena OJK harus mengalami masa transisi terlebih dahulu. Tugas Kementerian Keuangan dan Bapepam-LK baru beralih ke OJK pada 31 Desember 2012. Sementara untuk fungsi perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK pada 31 Desember 2013.

Tugas dan fungsi OJK lantas mengalami perkembangan Pada 1 Januari 2015, OJK memperluas fungsi pengawasannya terhadap Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) dengan turut memegang peranan pengaturan dan pengawasan terhadap Lembaga Keuangan Mikro  atau LKM. Sebelumnya, fungsi ini dipegang oleh Bank Indonesia.

Dalam perkembangannya, OJK pun harus berhadap dengan kemajuan teknologi. Kemajuan tersebut harus turut direspon oleh OJK, sebab kehadirannya memampukan berbagai kejadian peluang. Sebagai contoh, perkembangan financial technology atau biasa disebut fintech mengalami pertumbuhan pesat.

Ragam lembaga keuangan, baik bank dan non-bank, segera menjamur dan meningkatkan persaingan pasar bebas. Namun di sisi lain, tingkat kecurangan yang terjadi dan dapat merugikan konsumen (masyarakat) pun kian besar.

Oleh sebab itu, OJK turut berupaya adaptif dengan kemajuan teknologi. Pada akhir Maret 2022, OJK meluncurkan sistem informasi berbasis digital untuk pengawasan industri perbankan bernama OJK Supervisory Technology Integrated Data Analytics atau OSIDA. Sistem ini digunakan sebagai instrumen deteksi dini penyimpangan di industri perbankan.

“Kami mau melaju setahap lebih baik dengan menciptakan alat deteksi dini potensi penyimpangan sehingga itu bisa dicegah,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, Selasa (29/3/2022), di Jakarta (Kompas, 30/3/2022, “Kilas Ekonomi: OJK Luncurkan Sistem Deteksi Penyimpangan”).

Selain di sektor strategis, OJK juga mengalami perkembangan pada sektor hukum yang akan berdampak pada fungsionalitasnya. Pada 12 Januari 2023 pemerintah meratifikasi UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Perubahan terbesar yang diberikan pada OJK adalah diamanatkannya OJK sebagai satu-satunya lembaga yang bisa menyidik tindak pidana di jasa keuangan. Melalui Pasal 49 Ayat (5) UU PPSK menyebutkan bahwa penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh lembaga OJK semata.

Sebelumnya, OJK bukanlah bukan lembaga tunggal dalam melakukan penyidikan. Penyidik terdiri atas penyidik di luar OJK dan penyidik dalam institusi OJK. Penyidik di luar OJK adalah pejabat penyidik dari Polri.

Sementara penyidik dari dalam OJK adalah penyidik yang berasal dari pejabat penyidik Polri dan PPNS yang bertugas di OJK. Hal demikian ditetapkan oleh Pasal 49 Ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2011 atau UU lama terkait OJK.

Dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), penyidikan tindak pidana di sektor keuangan diserahkan kepada penyidik tunggal OJK. Penyidik OJK ini berasal dari tiga sumber, yakni penyidik yang berasal dari Polri yang bertugas di OJK, PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang bertugas di OJK, dan penyidik dari OJK sendiri.

Meski begitu, di tengah polemik yang masih hangat ini, Kompas.id (8/3/2023, “Era Baru Supremasi OJK”) menuliskan bahwa sejatinya pemberian kewenangan tambahan tersebut adalah upaya mulia yang menginginkan kemajuan. Melalui UU PPSK, pemerintah tengah mengupayakan solusi agar sektor keuangan nasional kian kuat dan dipercaya publik.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Pengunjung mencari informasi tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat Investor Summit dan Capital Market Expo 2015 di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (9/10/2015), yang berisi paparan publik dari 81 perusahaan tercatat, pameran sekuritas dan aset manajemen, serta paparan hasil survei potensi pasar modal Indonesia. Acara yang berlangsung selama lima hari tersebut tersebut bertujuan untuk lebih memperkenalkan pasar modal kepada masyarakat. Data OJK menyebutkan dari total 240 juta masyarakat Indonesia, Single Investor Identity (SID) yang terdaftar di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) hanya 426.000.

Visi, Misi, dan Tujuan Lembaga OJK

Visi

Menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.

Misi

  1. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel.
  2. Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
  3. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.​​

Tujuan

Pembentukkan OJK ditujukan agar keseluruhan kegiatan pada sektor jasa keuangan mencapai kualitas-kualitas sebagai berikut:

  1. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel.
  2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
  3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Pengunjung mencari informasi di stan-stan peserta Indonesia Fintech Fair 2018 di Mal Taman Aggrek, Jakarta Barat, Sabtu (14/7/2018). Pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi ini berkembang cepat dan diminati nasabah karena sisi kepraktisan yang berujung pada kemudahan dan kecepatan yang diusung penyedia layanan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, per akhir Mei 2018 ada 64 perusahaan teknologi Finansial (tekfin) yang bergerak di layanan pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi.

Fungsi, Tugas, dan Nilai Lembaga OJK

  • Fungsi Lembaga: Menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.
  • Tugas Lembaga: Melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB.
  • Nilai-Nilai Strategis

Dalam mencapai tujuan lembaga dan menjalankan fungsi serta tugas, OJK memegang nilai-nilai strategis sebagai berikut:

  1. Integritas: merujuk pada tindakan dengan sifat objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.
  2. Profesionalisme: bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan kompetensi yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik.
  3. Sinergi: berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
  4. Inklusif: menjadi terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keuangan.
  5. Visioner: memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke depan (Forward Looking), serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box Thinking).

KOMPAS/PRIYOMBODO

Karyawan melintas di papan nama-nama perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia di Jakarta, Senin (5/32018). Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per November 2017, terdapat 151 perusahaan asuransi yang beroperasi di Indonesia. Total aset mencapai Rp 1.136 triliun. Terbesar adalah aset milik asuransi jiwa senilai Rp 524,86 triliun.

Struktur Lembaga OJK

Dewan Komisioner menjadi pemimpin tertinggi atas fungsionalitas lembaga OJK. Dewan Komisioner diisi oleh sembilan orang. Di dalamnya termasuk Ketua Dewan, Wakil Ketua Dewan, dan tiga Kepala Eksekutif. Untuk periode kepengurusan 2022–2027, Dewan Komisioner OJK terdiri atas:

  1. Mahendra Siregar (Ketua Dewan Komisioner)
  2. Mirza Adityaswara (Wakil Ketua Dewan Komisioner)
  3. Dian Ediana Rae (Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan)
  4. Inarno Djajadi (Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal)
  5. Ogi Prastomiyoto (Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, Dana Pensiun)
  6. Friderica Widyasaei Dewi (Kepala Eksekutif Pengawas Perilkau Usaha Jasa Keuangan)
  7. Sophia Issabella Watimena (Ketua Dewan Audit)
  8. Suahasil Nazara (Anggota, Ex Officio Kementerian Keuangan))
  9. Doni Primanto Joewono (Anggota, Ex Officio Bank Indonesia)

Sumber: OJK

Kinerja Positif Jasa Keuangan Nasional

Lembaga OJK memiliki data otonom terhadap situasi keuangan nasional. Tentunya data situasi tersebut dibangun melalui kinerja industri jasa keuangan tanah air sebagai koridor pengawasan OJK. Dalam konteks demikian, OJK menunjukkan vitalitas kehadirannya dalam mendukung ekonomi nasional.

Hingga awal Maret 2023, OJK melaporkan bahwa kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan tumbuh di atas ekspektasi sejalan membaiknya kinerja perekonomian domestik. Peningkatan tersebut terjadi baik pada industri perbankan maupun non-perbankan. Peningkatan demikian tampak melalui meningkatnya penghimpunan dana dan membaiknya kecukupan modal pada masing-masing industri.

Hingga triwulan I-2023, penyaluran kredit bank mencapai Rp 6.446 triliun atau tumbuh 9,93 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini didukung oleh kredit investasi yang tumbuh 11,4 persen secara tahunan. Selain kredit investasi, terdapat pula pertumbuhan pada kredit modal kerja sebesar 9,52 persen secara tahunan dan konsumsi sebesar 9,20 persen secara tahunan.

Selain itu, risiko kredit juga kembali mengalami penurunan dengan rasio kredit berperforma buruk (nonperforming loan/NPL) net perbankan Maret 2023 sebesar 0,72 persen. Sebelumnya, level tersebut berada pada angka 0,75 persen di bulan Februari 2023. Selain risiko kredit, NPL gross pada Maret 2023 juga turun ke level 2,49 persen setelah sebelumnya berada di level 2,58 persen.

Selain itu, tren positif ini juga ditunjukkan oleh bertahannya pelaku industri keuangan di tengah arus waktu. Dalam pemberitaan ekonomi yang terkesan kelam dan menyulitkan, namun lembaga-lembaga keuangan tanah air masih terus berjalan dengan situasi operasional yang baik. Hal ini berbeda dengan situasi ekonomi di Amerika Serikat dan tengah merambat ke negara-negara Eropa dimana bank-bank besarnya mengalami kolaps.

Sementara di Indonesia, pelaku-pelaku dalam industri jasa keuangan bertahan bahkan cenderung tidak terdampak. Hal ini tampak oleh laporan statistik jumlah pelaku Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) yang dikeluarkan OJK hingga awal Maret 2023 lalu.

Melalui data yang ditunjukkan, tampak bahwa dari waktu-waktu (dalam rentang waktu kurang lebih enam bulan) jumlah pelaku Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) cenderung bertahan. Penurunan jumlah pelaku terdapat pada lembaga pembiayaan dan lembaga dana pensiun. Sementara jumlah lembaga INKB pegadaian dan LKM justru meningkat yang menandakan dinamika industri jasa keuangan yang progresif.

Sumber: OJK

OJK merumuskan bahwa hal-hal tersebut dapat terjadi akibat perkembangan positif yang juga terjadi baik pada skala global maupun nasional. Pada skala global, pemetaan perkembangan global yang mendukung kondisi positif jasa keuangan nasional adalah membaiknya tekanan di pasar keuangan global. Hal ini dapat terjadi seiring meredanya tekanan inflasi global dan mulai turunnya harga komoditas.

Selain itu, terjadi penurunan consumer price index (CPI) di Amerikat Serikat ke level 6,5 persen secara tahunan (year on year) dan Eropa ke level 9,2 persen. Dibukanya kembali negeri Tiongkok setelah pemulihan pandemi Covid-19 juga berkontribusi positif kepada perekonomian global.

Selain itu, dukungan dari skala nasional hadir melalui kian bertumbuhnya optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi. Hal ini ditandai dengan Indeks Keyakinan Konsumen yang mengalami peningkatan menjelang tahun 2023. Selain itu, proporsi konsumsi terhadap pendapatan masyarakat juga mengalami kenaikkan.

Atas situasi dan perkembangan demikian, OJK menyampaikan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga dan kinerja intermediasi LJK tetap tumbuh kuat. Hal ini akan berdampak nyata pada kontribusi mempertahankan kinerja perekonomian nasional di tengah masih tingginya ketidakpastian global.

Untuk mempertahankan tren positif yang ada, OJK pun telah menetapkan empat arah kebijakan yang akan terus diupayakan dalam tahun 2023. Keempatnya adalah kebijakan menjaga stabilitas sistem keuangan, penguatan sektor jasa keuangan dan infrastruktur pasar, penguatan tata kelola OJK, serta kebijakan literasi dan inklusi keuangan serta penguatan perlindungan konsumen. (LITBANG KOMPAS)

Arsip Kompas
Internet