Fakta Singkat
Didirikan
2007
Regulasi Pendirian:
UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu
Ketua Bawaslu:
Rahmat Bagja
(2017–2022 dan 2022–2027)
Kewenangan Bawaslu:
Mengawasi pelaksanaan seluruh tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran (administrasi, pidana Pemilu, kode etik).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Baliho berisi ajakan untuk menolak praktik politik uang dipasang oleh Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan Ngablak di Dusun Babrik, Desa Tejosari, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (9/12/2018). Selain dihimbau untuk menolak tawaran iming-iming uang dari peserta Pemilu, masyarakat juga diajak untuk berperan aktif dalam melaporkan praktik pelanggaran pemilu kepada Bawaslu.
Setelah melalui waktu yang tak singkat, polemik atas wacana penundaan pemilihan umum (pemilu) pun kian hilang dari pusaran diskursus publik. Penolakan luas masyarakat, terutama dari kelompok yang membawa nama “demokrasi”, dan penegasan oleh pemerintah mendorong kehilangan tersebut. Presiden Joko Widodo sampai turun tangan langsung beberapa kali untuk menghentikan narasi penundaan Pemilu 2024.
Pada akhir Mei 2022, wacana penundaan Pemilu 2024 kian hilang seiring dengan pertemuan antara Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari. Dalam pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta tersebut, Joko Widodo menegaskan kembali akan penyelenggaraan Pemilu 2024 yang tepat waktu. Ia juga menyampaikan akan mendorong jajaran berbagai kementerian terkait untuk mendukung penuh pelaksanaan pemilu. Sementara Hasyim Asy’ari menjamin tahapan Pemilu 2024 yang akan dimulai sesuai aturan (Kompas, 31/5/2022, “Agenda Demokrasi: Presiden Ingin Pemilu Tepat Waktu”).
Diterbitkannya Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 menjadi puncak penegasan pelaksaan Pemilu 2024 yang tepat waktu. PKPU tersebut diterbitkan pada 9 Juni 2022. Kehadirannya menjadi alat resmi yang memberikan kepastian sekaligus menyudahi berbagai pemberitaan miring akan wacana pemunduran waktu Pemilu 2024.
Berikutnya, bangsa Indonesia akan segera dihadapkan pada pelaksanaan pemilu pada tahun 2024. Wacana penundaan pemilu kini begeser menjadi bagaimana penyelengaraannya dapat berjalan secara berkualitas. Pasalnya, situasi nasional dan global tengah berada dalam kondisi yang sulit. Perekonomian masyrakat baru saja mulai tumbuh kembali setelah dihantam pandemi Covid-19. Di tingkat global, invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan kenaikan harga bahan pangan dan energi.
Untuk itu, anggaran pemilu perlu dipastikan benar-benar bermanfaat dan sesuai. Nilai kualitas dari pemilu tidaklah terletak pada regularitas dan teknis elektoral belaka. Lebih daripada itu, pemilu harus sungguh menjadi ajang demokrasi yang sehat. Giat perebutan kekuasaan yang mengandalkan politik uang bahkan politik identitas akan justru membodohkan masyarakat dan menggadaikan pertumbuhan bangsa ke depannya (Kompas, 11/4/2022, “Fokus Bangun Kualitas Pemilu”).
Untuk itu, terdapat dua lembaga utama yang memiliki tanggung jawab langsung dalam pelaksanaan pemilu berkualitas, yakni KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Salah satu persiapan Pemilu 2024 yang telah dilakukan adalah pelantikan anggota kedua lembaga tersebut untuk periode 2022–2027. Setelah dilantik, barulah DPR bersama anggota KPU dan Bawaslu terpilih membahas serta menetapkan anggaran pelaksanaan Pemilu 2024, yang nilainya antara Rp 76 triliun dan Rp 86 triliun.
Berbeda dengan lembaga KPU yang tugas utamanya terkait koordinasi dan penyelengaraan pemilu, titik utama kehadiran Bawaslu dalam pemilu adalah pada fungsi pengawasannya. Wewenang Bawaslu berada pada kapasitas pencegahan dan penindakan pelanggaran pemilu. Sebagai pengawas, lembaga ini memiliki kewenangan utama mengawasi pelaksanaan berbagai tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pidana Pemilu, dan kode etik.
Sejarah
KOMPAS/PAT HENDRANTO
Suasana kampanye terakhir Partai NU Wilayah DKI Jakarta di lapangan Banteng Jumat 25 Juni 1971. Pada hari yang sama PNI kampanye di Istora Senayan. Sedangkan Partai Katolik melakukan pawai sebelum kampanye di Blok Q Kebayoran Baru, Jakarta. Pemilu dilaksanakan 3 Juli 1971.
Mengacu pada laman resmi Bawaslu (bawaslu.go.id), sejarah kehadiran lembaga ini baru mulai tercatat pada pelaksanaan Pemilu 1980-an. Sebelum waktu tersebut, kepercayaan berbagai pihak terhadap penyelenggaraan pemilu masih begitu tinggi. Dengan begitu, belum juga dikenal istilah pengawasan pemilu.
Era Orde Lama
Pemilu pertama kali di Indonesia sendiri terjadi pada tahun 1955. Acara demokrasi tersebut diselenggarakan untuk membentuk lembaga parlemen yang disebut sebagai Konstituante. Walaupun pertentangan ideologi pada saat itu cukup kuat, namun kecurangan dalam pelaksanaan berbagai tahapan terbilang sangat minim. Gesekan memang ada terjadi, namun hal tersebut terjadi di luar wilayah pelaksanaan pemilu dan konsekuensi logis dari pertarungan ideologi pada saat itu.
Kompas (2/4/2017, “Pemilu 1955, Pembelajaran dari Era Partai Ideologis”) juga menegaskan pemilu pertama tersebut yang begitu demokratis. Pada era itu, aktivitas dan keputusan partai-partai politik berdiri pada basis ideologi mereka. Hal ini juga menjadi sebuah bahan refleksi kritis bagi partai masa kini, yang hanya menjadikan dirinya sebagai “kendaraan” kekuasaan tanpa idealisme.
Selain itu, Kompas (2/4/2017) juga mencatat pemilu tersebut relatif bebas dari politik uang. Sebaliknya, justru konstituen partai kerap menyumbang partai politik yang didukungnya. Kerelaan menyumbang timbul karena relasi ideologis antara individu dengan partai terkait. Akhirnya, para anggota partai yang terpilih pun juga tidak berani mengingkari ideologi dan visi partai yang menjadi cita-cita konstituennya.
Tak hanya faktor ideologis, kesuksesan Pemilu 1955 juga ditunjukkan oleh antusiasme partisipasi masyarakat yang terbilang tinggi. Dari 43,1 juta pemilih yang terdaftar, sebanyak 80 persen pemilih menggunakan hak pilihnya. Biaya yang dikeluarkan untuk pemilu perdana tersebut begitu tinggi pada zamannya, mencapai Rp 479 miliar. Namun, ilmuwan politik Herbert Feith beranggapan bahwa nilai pendidikan politik yang diperoleh adalah sebanding.
Selain itu, Pemilu 1955 berada dalam naungan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1953. UU ini memfasilitasi kebebasan dan pluralitas kontestan pemilu, karena mendukung pencalonan melalui partai, organisasi, “perkumpulan pemilih”, bahkan peseorangan. Oleh karenanya, UU yang menaungi ini disebut-sebut sebagai produk hukum perfeksionis dan berisi “imajinasi ultra-demokratis” (Kompas, 12/1/2019, “Jejak pemilihan ‘Ultra Demokratis'”).
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Pimpinan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Periode 2017 – 2022 mengucapkan sumpah dan janji di Istana Negara, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Artikel terkait
Era Orde Baru
Pemilu 1955 pun diyakini sebagai pesta demokrasi pemilihan pemimpin yang paling ideal di Indonesia. Namun warisan ideal tersebut berakhir pada Pemilu 1982. Pada saat itu, mulai muncul ketidakpercayaan terhadap pelaksanaan pemilu yang mulai dikooptasi oleh kekuatan rezim penguasa, yang pada saat itu dipegang oleh Presiden Soeharto. Bersamaan dengan kekuataan pemerintah otoriter, kelembagaan pengawas pemilu pun muncul dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan (Panwaslak) Pemilu.
Latar belakang kehadiran Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 sendiri dimulai dari tahun 1971. Pada pemilu pada tahun tersebut, timbul gelombang protes yang begitu tinggi terhadap berbagai pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara oleh para petugas pemilu. Pada pemilu berikutnya, yakni Pemilu 1977, pelanggaran dan kecurangan yang terjadi justru bertambah kian masif.
Memasuki Pemilu 1982, tuntutan terhadap pelaksanaan pemilu yang bersih kian tinggi. Tuntutan juga muncul dari partai besar di luar pemerintahan, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Protes pun direspon oleh pemerintah dan DPR yang didominasi Golongan Karya (Golkar) dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Akhirnya, dilakukanlah perbaikan undang-undang terkait untuk meningkatkan kualitas Pemilu 1982.
Usaha tersebut diwujudkan melalui penerbitan UU Nomor 2 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat. Salah satu poinnya adalah dengan menempatkan wakil peserta pemilu ke dalam kepanitiaan pemilu. Selain itu, melalui Pasal 1 juga diperkenalkan adanya badan baru, yakni Panwaslak Pemilu, yang akan terlibat mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU).
Meskipun demikian, tidak ada perubahan berarti dalam pelaksanaan Pemilu 1982. Justru sebaliknya, pemilu tersebut kian mengonsolidasikan otoritarian Orde Baru dengan semakin kukuhnya Golkar sebagai peraih suara dan kursi terbanyak. Pemilu 1982 memberikan 246 kursi bagi Golkar, dari total 364 kursi DPR. Kemenangan telah ini menjadi yang ketiga secara berurutan dalam pemilu-pemilu yang diadakan Orde Baru. Saat itu, Presiden Soeharto juga menjabat Ketua Dewan Pembina Golkar (Kompas.id, 2/2/2019, “Peneguhan Dominasi Golkar”).
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, memberikan paparan saat Peluncuran Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 di Jakarta, Jumat (16/12/2022). Provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi yakni DKI Jakarta dengan skor 88,95 sedangkan Intan Jaya dan Jayawijaya menjadi kabupaten/kota dengan tingkat rawan tertinggi dengan skor 100.
Era Reformasi
Pasca-keruntuhan rezim Orde Baru, teriakan terhadap demokrasi, dengan pemilu dan mandiri dan bebas, kian menguat. Pada Era Reformasi inilah dibentuk KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu independen. Kehadiran KPU yang independen bertujuan untuk meminimalisasi campur tangan penguasa dalam pelaksanaan pemilu – berbeda dengan LPU sebagai lembaga terdahulu yang merupakan bagian dari Kementerian Dalam Negeri (sebelumnya Departemen Dalam Negeri).
Di saat bersamaan, era Reformasi juga merubah nomenklatur Panwaslak Pemilu menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Perubahan mendasar terkait kelembagaan untuk pengawasan pemilu dilakukan melalui UU Nomor 12 Tahun 2003 Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Di dalamnya ditegaskan bahwa pelaksanaan pengawasan pemilu dilakukan oleh lembaga adhoc di luar struktur KPU. Panwaslu terdiri atas Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan.
Kelahiran nama Bawaslu baru terjadi pada tahun 2007. Pada tahun tersebut, dilakukan penguatan kembali terhadap kelembagaan pengawasan pemilu melalui UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Berbeda dengan Panwaslu dengan status adhoc, Bawaslu adalah lembaga tetap.
Kehadiran aparatur Bawaslu ditetapkan berada sampai dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa.
UU Nomor 22 Tahun 2007 juga menggaruskan kewenangan Bawaslu. Kewenangan dalam lembaga pengawas pemilu tersebut adalah mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, serta kode etik.
Meski begitu, UU tersebut masih mengandung ketidaksesuaian dengan menuliskan bahwa sebagian kewenangan dalam membentuk lembaga Bawaslu merupakan kewenangan dari KPU. Untuk itu, Bawaslu pun mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK). MK lantas memutuskan rekrutmen pengawas pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan Bawaslu.
Pelantikan perdana setelah Bawaslu dibentuk baru dilakukan pada 9 April 2008. Setelah pelantikan, masih di tanggal yang sama, langsung digelar rapat pleno kali pertama. Dalam pleno tersebut dilakukan pemilihan ketua Bawaslu pertama, yakni Nur Hidayat Sardini.
Setelahnya, dilakukan penyusnan agenda paling mendesak, yakni pembentukan Panwaslu Pilkada dan menyiapkan Pemilu tahun 2009. Dengan agenda pelantikan tersebut, maka juga diputuskan bahwa tanggal 9 April 2008 menjadi tanggal kelahiran Bawaslu. Dalam ulang tahun Bawaslu ke-12 pada 2020, Nur Hidayat Sardini memaknai kehadiran Bawaslu sebagai alat perjuangan demokrasi elektoral Indonesia. (bawaslu.go.id, 2020).
Dinamika kelembagaan Bawaslu berlanjut dengan penerbitan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Di dalamnya dilakukan penguatan kelembagaan, di mana Bawaslu tingkat provinsi ditetapkan sebagai kelembagaan tetap. Selain itu, Bawaslu juga diberikan dukungan oleh unit kesekretariatan eselon I dengan nomenklatur Sekretariat Jenderal Bawaslu.
Secara kewenangan, Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengacu pada berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Badan Pengawas Pemilu, Komisi Nasional Aparatur Sipil Negara (KASN), Kementerian Dalam Negeri, dan kepala daerah menandatangani pakta integritas dalam acara Rapat Koordinasi Bawaslu dan Kepala Daerah dalam Mewujudkan Netralitas ASN pada Pemilihan Umum Tahun 2024 di Bali, Selasa (27/9/2022).
Artikel terkait
Visi dan Misi
Visi: Menjadi Lembaga Pengawas Pemilu yang Tepercaya
Misi:
- Meningkatkan kualitas pencegahan dan pengawasan pemilu yang inovatif serta kepeloporan masyarakat dalam pengawasan partisipatif
- Meningkatkan kualitas penindakanpelanggaran dan penyelesaian sengketa proses pemilu yang progresif, cepat, dan sederhana
- Meningkatkan kualitas produk hukum yang harmonis dan terintegrasi
- Memperkuat sistem teknologi informasi untuk mendukung kinerja pengawasan, penindakan serta penyelesaian sengketa pemilu terintegrasi, efektif, transparan dan aksesibel
- Mempercepat penguatan kelembagaan, dan SDM pengawas serta aparatur Sekretariat di seluruh jenjang kelembagaan pengawas pemilu, melalui penerapan tata kelola organisasi yang profesional dan berbasis teknologi informasi sesuai dengan prinsip tata-pemerintahan yang baik dan bersih.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Sejumlah pekerja membersihkan papan nama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di Gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Sabtu (30/01/2021).
Dokumen
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban
Mengacu kembali pada laman resmi Bawaslu, berikut merupakan tugas, wewenang, dan kewajiban yang telah digariskan bagi lembaga, organisasi, maupun anggota Bawaslu.
Tugas Bawaslu
- Menyusun standar tata laksana pengawasan Penyelenggaraan Pemilu untuk pengawas pemilu di setiap tingkatan
- Melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu
- Mengawasi persiapan penyelenggaraan pemilu, dari perencanaan dan penetapan jadwal tahapan pemilu hingga sosialisasi penyelenggaraan dan pelaksanaan persiapan lainnya
- Mengawasi seluruh pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu, mulai dari pemutakhiran data pemilih dan penetapan daftar pemilih sementara serta daftar pemilih tetap hingga penetapan hasil Pemilu
- Mencegah terjadinya praktik politik uang
- Mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia
- Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan, yang terdiri atas: Putusan DKPP; Putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa Pemilu; Putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Ihbupaten/ Kota; Keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan Keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia
- Menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu kepada DKPP
- Menyampaikan dugaan tindak pidana pemilu kepada Gakkumdu
- Mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- Mengevaluasi pengawasan pemilu
- Mengawasi pelaksanaan peraturan KPU
- Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Wewenang Bawaslu
- Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai pemilu
- Memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administrasi pemilu
- Memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran politik uang
- Menerima, memeriksa, memediasi, dan memutus penyelesaian sengketa proses pemilu
- Merekomendasikan instansi yang bersangkutan mengenai hasil pengawasan terhadap netralitas aparatur sipil-negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia
- Mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota secara berjenjang jika Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten Kota berhalangan sementara oleh akibat yang diatur ketentuan peraturan perundang-undangan
- Meminta bahan keterangan yang dibutuhkan pihak terkait dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, dugaan tindak pidana pemilu, dan sengketa proses pemilu
- Mengoreksi putusan dan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota apabila terdapat hal yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- Membentuk Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota, dan Panwaslu Luar Negeri
- Mengangkat, membina, dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi, anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, dan anggota Panwaslu Luar Negeri
- Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Kewajiban Bawaslu
- Bersikap adil dalam menjalankan tugas dan wewenang
- Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas pemilu pada semua tingkatan
- Menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden dan DPR sesuai dengan tahapan pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan
- Mengawasi pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih secara berkelanjutan yang ditakukan oleh KPU dengan memperhatikan data kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Suasana sidang putusan sengketa partai politik yang tidak lolos verifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengikuti pemilu 2024 di Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Jumat (9/9/2022).
Struktur Organisasi Bawaslu
Struktur Organisasi Bawaslu
Pemilu 2024 dan Ancaman Media Sosial
Menyambut Pemilu 2024 ini, salah satu perhatian khusus yang diberikan oleh lembaga Bawaslu adalah terkait risiko yang dihadirkan oleh internet dan media sosial. Kebebasan yang dibuka oleh wadah daring berpotensi besar menjadi koridor peredaran masif misinformasi. Bawaslu menilai misinformasi sebagai ancaman bagi demokrasi pada Pemilu 2024.
Oleh karena itu, Bawaslu memasukkan kehadiran misinfomrasi di media sosial ke dalam indikator Indeks Kerawanan Pemilu 2024. Di dalam IKP tersebut, nantinya akan dilakukan pemetaan terkait waktu penyebaran jenis-jenis misinformasi. Hingga pertengahan Oktober 2022, tim peneliti Bawaslu sedang mendalaminya.
Kewaspadaan atas misinformasi di media sosial disampaikan Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, seusai gelaran Fifth Plenary Assembly of the Global Network of Electoral Justice (GNEJ), di Nusa Dua, Bali pada Oktober 2022. Tidak hanya di Indonesia, misinformasi di media sosial juga menjadi perhatian banyak negara yang terlibat dalam sidang pleno GNEJ tersebut. ”Sidang Pleno Kelima GNEJ sepakat bahwa misinformasi berupa berita bohong dan kampanye hitam merupakan hal yang bermasalah,” ujar Rahmat.
Untuk itu, dalam rangka memantau terjadinya misinformasi pada konteks penyelenggaraan Pemilu 2024, Rahmat menjelaskan bahwa Bawaslu akan bekerja sama dengan pihak kepolisian dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Selain itu, Bawaslu juga akan menjalin kerja sama dengan perusahaan penyedia platform meida sosial, baik melalui penambahan aplikasi baru maupun melengkapi fitur-fitur baru. “Hal ini untuk menjaga agar pemilu kita nanti tidak terpolarisasi atau tidak penuh dengan isu politisasi SARA,” kata Rahmat (Kompas, 12/10/2022, “Misinformasi Jadi Indikator Kerawanan”).
Tak hanya itu, kehadiran media sosial juga berpotensi mengganggu netralitas aparatur sipil negara (ASN). Bawaslu mencatat bahwa ASN jamak melakukan pelanggaran netralitas dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Pada pilkada serentak tahun 2020, jumlah pelanggaran ASN yang masuk dalam data Bawaslu mencapai jumlah 1.000 perkara. Sementara saat Pemilu 2019, pelanggaran ASN mencapai jumlah 600 perkara.
Selain itu, berdasarkan hasil survei lembaga lainnya, kampanye di masa depan akan lebih banyak dilakukan melalui media sosial. Pada titik inilah, ASN yang memiliki kecenderungan politik diharapkan untuk menjaga integritas dirinya dengan tidak menunjukkan keberpihakan politik tertentu. Pasalnya, ASN telah memegang prinsip sebagai bagian dari penyedia fasilitas layanan publik, sehingga kehadirannya harus secara objektif melayani publik tanpa pandang bulu.
Guna menjaga netralitas, Rahmat juga mengingatkan ASN untuk berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Hal ini ia sampaikan dalam pembukaan Rapat Koordinasi Bawaslu dan Kepala Daerah dalam Mewujudkan Netralitas ASN pada Pemilihan Umum Tahun 2024 di Bali pada September 2022 lalu. Rahmat mengatakan bahwa sangat penting bagi Bawaslu dan pemangku kepentingan lainnya untuk mencegah pelanggaran netralitas ASN di platform media sosial.
Anggota Bawaslu, Puadi, memperinci masalah netralitas yang harus dihindari ASN. Salah satunya adalah melakukan pengunggahan materi dukungan partai politik atau calon tertentu di media sosial. Selain itu, ASN juga dilarang melakukan interaksi daring yang menunjukkan preferensi politik, termasuk memberikan likes, loves, atau mengunggah ulang unggahan konten yang memiliki tendensi dukungan politik.
“Misalnya, ASN menyebarkan di grup WA (Whatsapp), memberikan dukungan kepada paslon (pasangan calon), itu tidak boleh. Itu bisa masuk pelanggaran etik yang melanggar Undang-Undang ASN. Bisa juga ada unsur pelanggaran pidananya. ASN harus benar-benar sadar bahwa dalam menjalankan tugasnya, mereka harus benar-benar netral,” jelas Puadi (Kompas, 28/9/2022, “Bawaslu Ingatkan ASN Hati-hati Bermedsos”). Hal-hal demikian dilakukan untuk tidak hanya secara khusus menjaga iklim pelayanan publik yang baik dalam suasana pemilu, namun juga menjaga nilai demokrasi yang sehat di masyarakat. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Kompas. (2017, April 2). Pemilu 1955, Pembelajaran dari Era Partai Ideologis. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 2.
- Kompas. (2019, Januari 12). Jejak Pemilihan “Ultra Demokratis”. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 4.
- Kompas. (2022, September 28). Bawaslu Ingatkan ASN Hati-hati Bermedsos. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 2.
- Kompas. (2022, April 11). Fokus Bangun Kualitas Pemilu. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 6.
- Kompas. (2022, Oktober 12). Misinformasi Jadi Indikator Kerawanan. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 2.
- Kompas.id. (2019, Februari 2). Peneguhan Dominasi Golkar. Diambil kembali dari Kompas.id: https://www.kompas.id/baca/pemilu/2019/02/02/peneguhan-dominasi-golkar
Badan Pengawas Pemilu. Diambil kembali dari bawaslu.go.id: https://www.bawaslu.go.id/