KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pekerja mengganti pemutus tenaga di Gardu Induk Tegangan ekstra Tinggi (GITET) 500 kV, Gandul, Depok, Jawa Barat, Kamis (25/2/2021). Aktivitas tersebut merupakan bagian dari pemeliharaan level 1 yang saat ini sedang dikerjkanan PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Barat. GITET Gandul yang telah beroperasi sejak tahun 1984 ini merupakan salah satu gardu induk yang memiliki peran vital dalam mensuplai kelistrikan ibu kota dan sistem kelistrikan Jawa-Bali. GITET Gandul mendapat suplai energi listrik dari sistem pembangkit Suralaya dan Paiton.
Fakta Singkat
- PT PLN merupakan satu dari dua BUMN yang berkutat pada kluster industri energi.
- Sejarah PT PLN dimulai dari zaman penjajahan Belanda dengan pendirian pembangkit listrik untuk pabrik gula dan teh kolonial.
- Pengambilalihan perusahaan listrik oleh bangsa Indonesia terjadi pada 27 Oktober 1945.
- Awal mula PT PLN berasal dari status nama sebagai Jawatan Listrik dan Gas.
- Sejak 30 Juli 1994, PT PLN resmi berbentuk Perusahaan Perseroan atau Persero.
- PT PLN memiliki jaringan distribusi energi listrik sepanjang 1.006.265 kilometer sirkuit (kms) dan melayani 79 juta pelanggan di seluruh Indonesia.
Transisi energi menjadi salah satu topik bahasan penting dalam pelaksanaan S20 atau Science 20 tahun 2022 ini. S20 adalah bagian dari forum G-20 yang dilakukan melalui engagement group.
Dalam pidato kunci di S20 High Level Policy Webinar on Just Energy Transition, Presiden Joko Widodo menyebutkan transisi energi sebagai sebuah solusi sekaligus tantangan berat dalam mencapainya. Sektor energi berpotensi menjadi penyumbang terbesar emisi karbon di Indonesia, dan upaya dekarbonisasi bukanlah hal mudah (Kompas, 30/03/2022, “Transisi Energi yang Berkeadilan”).
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), sebagai perusahaan yang bergerak di bidang energi, mengambil langkah konkret dalam pemenuhan transisi energi. Salah satu strategi yang dilakukan PLN adalah mengonversi pembangkit listrik tenaga diesel berkapasitas 499 megawatt ke tenaga surya dengan sistem penyimpanan berbasis baterai.
Rencana ini diproyeksikkan mampu menghemat konsumsi bahan bakar minyak sebanyak 67.000 kiloliter per tahun. Dengan konversi energi yang dimulai tahun ini, setidaknya akan mengurangi emisi karbon sebanyak 0,3 juta ton dan meningkatkan porsi energi terbarukan hingga 15 persen (Kompas, 24/03/2022, “Sejumlah PLTD Mulai Dikonversi”).
PT PLN merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan status Persero. Sebagai BUMN nasional, PT PLN menjadi satu dari dua perusahaan yang berfokus pada kluster industri “Energi, Minyak, dan Gas”, selain PT Pertamina. Secara lebih spesifik, PT PLN mengemban tugas dalam koridor energi kelistrikan.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Aktivitas pekerja di ketinggian saat membangun menara saluran udara tegangan tinggi di Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur, Minggu (21/11/2021). Pemerintah menerbitkan dokumen Rencana Usaha Umum Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL 2021-2030 yang menyebut akan ada tambahan pembangkit listrik 40.600 megawatt dalam kurun 10 tahun mendatang. Sumber energi terbarukan mendapat porsi 51,6 persen dibanding energi fosil. Namun, ada tantangan tentang bagaimana produksi listrik yang saat ini berlebih bisa terserap.
Sejarah PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
Kehadiran Perusahaan Listrik Negara atau PT PLN (Persero) bermula dari periode akhir abad 19. Pada masa tersebut, sejumlah perusahaan gula dan teh milik penjajah Belanda meginisiasi pendirian pembangkit listrik. Kehadiran pembangkit listrik ini ditujukan bagi kepentingan peningkatan operasional pabrik gula dan teh. Memasuki tahun 1942, tepatnya ketika pasukan kolonial Jepang masuk ke wilayah Indonesia, seluruh hak milik perusahaan Belanda diambil alih oleh pihak Jepang. Hal ini juga tak lepas dari menyerahnya Belanda kepada pasukan Jepang pada awal Perang Dunia II. Seiring dengan kondisi tersebut, infrastruktur listrik yang ada juga dikuasai oleh pihak Jepang.
Pengambilalihan ini bertahan hingga kemerdekaan Indonesia pada 1945. Seiring dengan menyerahnya Jepang pada pihak sekutu, Indonesia pun memerdekakan dirinya pada tahun yang sama pada bulan Agustus. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh para pemuda dan buruh listrik dan gas untuk merebut alih kekuasaan perusahaan listrik dan gas yang dipegang oleh pihak Jepang.
Setelah berhasil merebut perusahaan listrik dan gas, suatu delegasi Buruh/Pegawai Listrik dan Gas bersama-sama menghadap Pemimpin Komite Nasional Indonesia (KNI) Pusat. Kedatangan delegasi tersebut pada September 1945 untuk melaporkan hasil perjuangan mereka kepada pimpinan KNI Pusat pada masa itu, M. Kasman Singodimejo. Selanjutnya, para anggota delegasi bersama dengan KNI Pusat datang menemui Presiden Soekarno untuk menyerahkan perusahaan-perusahaan tersebut kepada Pemerintah Indonesia.
Penyerahan tersebut pun diterima oleh Soekarno. Pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno menerbitkan Penetapan Pemerintah No.1 Tahun 1945 untuk membentuk Jawatan Listrik dan Gas. Tanggal ini pun kelak ditetapkan sebagai Hari Listrik Nasional. Posisi jawatan tersebut berada di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga. Mereka memegang tanggung jawab bagi pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas sebesar 157,5 MW.
Kehadiran Agresi Belanda I dan II membuat kepemilikan sejumlah besar perusahaan yang telah dinasionalisasi kembali ke tangan penjajah Belanda. Banyak pekerja jawatan yang kemudian kabur dan bergabung dengan kantor Jawatan Listrik dan Gas di daerah-daerah Republik Indonesia yang bukan daerah pendudukan Belanda untuk meneruskan perjuangan.
Pelaksanaan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada pada 23 Agustus sampai dengan 2 November 1949 di Den Haag, Belanda menjadi salah satu pemecahan dari kondisi ini. KMB menghasilkan kesepakatan penyerahan kedaulatan kepada Indonesia (yang pada masa itu berbentuk Republik Indonesia Serikat/RIS) oleh Belanda. Kedaulatan tersebut bersifat tidak dapat dicabut dan tanpa syarat. Selain itu, seluruh wilayah Indonesia harus diserahkan kembali oleh Pemerintah Kolonial Belanda paling lambat akhir 1949, kecuali untuk wilayah Irian Jaya yang paling lambat akan diserahkan setahun kemudian.
Melalui kesepakatan internasional tersebut, Soekarno mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.163 tentang Nasionalisasi Semua Perusahaan Listrik di Seluruh Indonesia pada 3 Oktober 1953. Sejalan dengan kemajuan kemerdekaan dan pembebasan Irian Jaya dari penjajahan Belanda, maka diterbitkanlah Undang-Undang (UU) No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda. Setahun kemudian, UU ini diikuti oleh penerbitan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1959 tentang Penentuan Perusahaan Listrik dan/atau Gas Milik Belanda yang dikenakan Nasionalisasi. Bersamaan dengan penerbitan sejumlah aturan hukum tersebut, perusahaan-perusahaan listrik yang sebelumnya dipegang Belanda kini berada di tangan Pemerintah Indonesia.
Pada 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah namanya menjadi Badan Pemimpin Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU-PLN). Kehadiran BPU-PLN difokuskan pada bidang listrik, gas, dan kokas. Kokas sendiri merupakan bahan bakar padat dengan kandungan karbon tinggi yang berasal dari distilasi batu bara. Tepat empat tahun kemudian, pada 1 Januari 1965, BPU-PLN dipecah. Hasil dari pemecahan tersebut adalah peresmian dua perusahaan berbeda, yaitu PLN sebagai pengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai pengelola gas.
Pada tahun 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 18 tentang Perusahaan Umum Listrik Negara, status PT PLN ditetapkan menjadi Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara. Dengan status tersebut, PT PLN mengemban tugas pokok dalam penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum. Turut disertakan alasan bahwa campur tangan pemerintah dalam pengusahaan tenaga listrik demikian dimaksudkan bagi peningkatan efisiensi dan efektivitas tenaga listrik beserta penggunaan sumber pembangkitnya demi kesejahteraan masyarakat.
Ketetapan ini juga menjadi pengejawantahan dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Pada Ayat (2) tertulis, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Sementara dalam Ayat (3) dimaktubkan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Sebagaimana tercatat oleh Frances Seymour dan Agus P. Sari pada tulisan “Restrukturasi di Tengah Reformasi” dalam buku Listrik Indonesia: Restrukturasi di Tengah Reformasi, sektor kelistrikan di Indonesia berkembang dengan luar biasa pesat. Dalam periode tahun 1982 hingga 1989, kapasitas terpasang jaringan listrik PT PLN mencapai 15 persen per tahunnya. Sementara pada periode berikutnya, tahun 1990 sampai dengan 1998, pertumbuhan berlanjut mencapai 10 persen per tahun. Dalam konteks krisis keuangan pada tahun 1998, sektor kelistrikan tetap bertumbuh 4 persen dalam setahun. Pertumbuhan tersebut terjadi beriringan dengan laju ekonomi nasional yang negatif 15 persen.
Segala kemajuan ini pun berdampak bagi kapasitas PT PLN sebagai perusahaan listrik secara khusus. Frances Seymour dan Agus P. Sari mencatat, hingga era tahun 1990-an PT PLN telah menjadi salah satu perusahaan listrik terbesar di dunia. Jumlah pelanggannya mencapai 22 juta lebih dengan mempekerjakan lebih dari 50.000 karyawan aktif.
Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia menginisiasi pemberian kesempatan kepada sektor swasta untuk terlibat dalam penyediaan listrik. Seiring dengan kebijakan tersebut, status PLN beralih dari Perum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) sekaligus Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK). Hal ini diformalkan dengan penerbitan PP No. 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) pada 30 Juli 1994.
Seiring berjalannya waktu, PT PLN pun ditempatkan di bawah Kementerian BUMN. Koridor bisnis PT PLN pun turut berkembang melampaui aktivitas penyedia tenaga listrik dan pembangkitan tenaga listrik, melainkan juga telekomunikasi, keuangan, dan pelayanan pemeliharaan. Sepanjang perjalanan bisnisnya, PT PLN telah berhasil menjadi salah satu perusahaan nasional dengan aset terbesar dengan mencapai Rp1.589 triliun.
Pada akhir tahun 2020, PT PLN telah berkembang pesat dengan menguasai dan mengoperasikan 100 persen jaringan transmisi yang ada di Indonesia. Total bentangan dari jaringan transmisi tersebut mencapai total panjang 61.334 kilometer sirkuit (kms). Bentangan ini dilengkapi pula dengan gardu induk yang mencapai kapasitas total hingga 150.038 Mega Volt Ampere (MVA). Pada akhir 2020 pula, PT PLN telah memiliki jaringan distribusi sepanjang 1.006.265 kms dengan pelayanan mencapai 79 juta pelanggan di seluruh Indonesia.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Karang, Jakarta, Senin (7/6/2021). Pasokan listrik untuk DKI Jakarta dan sekitarnya akan mendapat tambahan sebesar 171 megawatt (MW) setelah PLN mulai melakukan operasi secara komersial Steam Turbine unit 3 PLTGU Muara Karang. Pembangkit tersebut juga digunakan untuk mendukung berbagai infrastruktur yang ada dan tengah dikembangkan, seperti MRT, LRT, perluasan Bandara Soekarno Hatta, serta pusat bisnis.
Artikel terkait
Sektor usaha
Mengacu pada website resmi Kementerian BUMN, PT PLN mendapatkan setidaknya tiga usaha utama yang harus dijalakan dalam kulter industri energi. Ketiga usaha ini menjadi wujud tanggung jawab PT PLN sebagai perusahaan BUMN. Ketiganya adalah:
- Penyediaan tenaga listrik, meliputi kegiatan:
1) Pembangkitan, penyaluran, dan distribusi
2) Perencanaan dan pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik
3) Pengembangan penyediaan tenaga listrik, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Penunjang tenaga listrik, meliputi kegiatan:
1) Konsultasi yang berhubungan dengan ketenagalistrikan
2) Pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan
3) Pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan
4) Pengembangan teknologi peralatan yang menunjang penyediaan tenaga listrik.
- Jasa Operasional, yang terdiri atas:
1) Ikut dalam kegiatan usaha dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber energi lainnya yang terkait dengan penyediaan ketenagalistrikan, antara lain, energi tidak terbarukan, energi terbarukan, dan sumber energi lainnya seperti nuklir yang dapat dikembangkan seiring dengan perkembangan teknologi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan
2) Melakukan pemberian jasa operasi dan pengaturan (dispatcher) pada bidang pembangkitan, penyaluran, distribusi, dan retail tenaga listrik
3) Menjalankan kegiatan perindustrian perangkat keras dan perangkat lunak bidang ketenagalistrikan dan peralatan lain yang terkait dengan listrik
4) Melakukan kerja sama dengan badan lain atau pihak lain atau badan penyelenggara bidang ketenagalistrikan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri di berbagai lintas bidang yang dianggap perlu untuk menunjang usaha perusahaan.
Hingga akhir tahun 2020, PT PLN telah mengendalikan, memiliki, dan mengoperasikan setidaknya 70 persen dari total kapasitas pembangkitan energi di Indonesia. PT PLN juga menjadi pembeli tunggal listrik yang diproduksi oleh Independent Power Producer (IPP) atau Perusahaan Bertujuan Khusus, termasuk listrik dari energi terbarukan. IPP dibentuk oleh sponsor atau konsorsium untuk melaksanakan perjanjian jual-beli listrik dengan PT PLN dan untuk pengembangan pembangkit listrik. Secara total, PT PLN mengoperasikan pembangkit listrik dengan kapasitas lebih dari 63.336 MW.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Petugas lapangan Perusahaan Listrik Negara (PLN) melakukan pemasangan jaringan dan instalasi listrik di komplek perumahan bersubsidi yang baru dibangun di kawasan Parung Panjang, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (3/2/2021). Berdasarkan data dari PT PLN (Persero), rasio elektrifikasi nasional rata-rata mencapai 95,75 persen sampai dengan tahun 2019. Sisanya sekitar 4 persen saja yang belum teraliri listrik.
Anak perusahaan PT PLN
Sebagai perusahaan BUMN dan usaha konkret Menteri BUMN Erick Thohir dalam efisiensi perusahan BUMN, kini PT PLN memiliki 13 anak perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia dengan pembedaan fungsi dan kebutuhannya. Anak perusahaan tersebut, antara lain,
- PT Indonesia Power
- PT Pembangkitan Jawa Bali
- PT Pelayanan Listrik Nasional Batam
- PT Indonesia Comnets Plus
- PT PLN Tarakan
- PT PLN Batubara
- PT PLN Gas dan Geotermal
- PT Prima Layanan Nasional-Engineering
- Majapahit Holding BV
- PT Haleyora Power
- PT Pelayaran Bahtera Adhiguna
- PT Energy Management Indonesia
- PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara
Ketigabelas anak perusahaan PT PLN ini merupakan wujud proyek efisiensi BUMN yang dilakukan Erick Thohir. Sebelumnya, PT PLN memiliki puluhan perusahaan yang berada di bawah naungannya. Sejak periode tahun 2019 hingga 2021, tercatat sudah ada lebih daripada 50 anak, cucu, dan cicit anak usaha PLN yang dibubarkan.
Artikel terkait
Visi, Misi, Moto, dan Tata Nilai
Visi
Menjadi Perusahaan Listrik Terkemuka se-Asia Tenggara dan #1 Pilihan Pelanggan untuk Solusi Energi.
Misi
Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan dan pemegang saham. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.
Moto
Listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik
Tata Nilai
Tata Nilai PT PLN dilandaskan pada AKHLAK. AKHLAK merupakan akronim dari:
- Amanah: Memegang teguh kepercayaan yang diberikan
- Kompeten: Terus belajar dan mengembangkan kapabilitas
- Harmonis: Saling peduli dan menghargai perbedaan
- Loyal: Berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara
- Adaptif: Terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan ataupun menghadapi perubahan
- Kolaboratif: Membangun kerjasama yang sinergis
Maksud dan Tujuan Perusahaan
Untuk menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum dalam jumlah dan mutu yang memadai serta memupuk keuntungan dan melaksanakan penugasan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan dalam rangka menunjang pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.
KOMPAS/VINA OKTAVIA
PT Perusahaan Listrik Negara mengoperasikan stasiun pengisian kendaraan listrik umum pertama di jalan Tol Trans-Sumatera, Selasa (26/1/2021). Langkah ini untuk mendukung program percepatan kendaraan listrik berbasis baterai.
Organisasi
Dewan Komisaris
Komisaris Utama & Komisaris Independen : Amien Sunaryadi
Wakil Komisaris Utama : Suahasil Nazara
Komisaris:
- Mohamad Ikhsan
- Rida Mulyana
- Dudy Purwagandhi
- Eko Sulistyo
- Tedi Bharata
- Susiwijono Moegiarso
- Heru Winarko
- Alex Iskandar Munaf
Direksi
- Direktur Utama: Darmawan Prasodjo
- Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko: Sinthya Roesly
- Direktur Manajemen Sumber Daya Manusia: Yusuf Didi Setiarto
- Direktur Perencanaan Korporat: Evy Haryadi
- Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan: Bob Saril
- Direktur Energi Primer: Hartanto Wibowo
- Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan: Wiluyo Kusdwiharto
- Direktur Bisnis Regional Sumatera dan Kalimantan: Adi Lumakso
- Direktur Bisnis RegionalSulawesi, Maluku, Papua & Nusa Tenggara: Adi Priyanto
- Direktur Bisnis Regional Jawa, Madura, & Bali: Haryanto WS
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Petugas PLN menyelesaikan pemasangan Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM) di Desa Bangak, Banyudono, Boyolali, Jawa Tengah, Minggu (29/12/2019). Pada triwulan III 2019 lalu, PLN Jawa Tengah dan DI Yogyakarta berhasil meningkatkan pertumbuhan kWh sebesar 5,14 persen. Untuk rasio elektrifikasi, di Tahun 2019 ini PLN Jawa Tengah dan DI Yogyakarta berhasil melistriki 100 persen desa dan 99 persen KK di wilayah Jawa Tengah-DI Yogyakarta. Sebelumnya pada tahun 2018, rasio elektrifikasi di wilayah Jawa Tengah-DI Yogyakarta berada di angka 97,92 persen.
Tujuan Strategis
Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan, maka PT PLN menetapkan empat strategic goals atau tujuan strategis. Keempatnya adalah: 1) Aspirasi Green untuk memimpin transisi energi Indonesia melalui peningkatan energi terbarukan yang cepat dan efisien; 2) Aspirasi Innovative untuk mendorong pertumbuhan perusahaan lewat bisnis model dan layanan yang inovatif; 3) Aspirasi Customer Focused untuk memuaskan konsumen lewat kualitas layanan kelas dunia; dan 4) Aspirasi Lean untuk bisa menyediakan listrik yang handal dengan harga yang terjangkau.
Sementara untuk mencapai keempat tujuan strategis tersebut, PT PLN merumuskan sejumlah daya strategis untuk menjadi modal dukungan. Keempatnya terdiri atas: 1) Organisasi dan SDM yang handal; 2) Kemajuan teknologi; 3) Kemampuan keuangan yang berkelanjutan; serta 4) Pembangunan nasional.
Komitmen pada Lingkungan
Sebagai indikator objektif dalam menilai program lingkungan perusahaan-perusahaan di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan Public Disclosure Program for Environmental (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) atau PROPER. Proyek PROPER dilakukan dengan memberikan nilai terhadap program lingkungan perusahaan.
Hasil penilaian tersebut lantas dimasukkan dalam golongan-golongan warna yang akan berdampak bagi reputasi perusahaan terkait. Warna PROPER Emas menjadi perolehan nilai tertinggi sebagai indikator konsistensi dalam pelaksanaan bisnis yang bertanggung jawab pada lingkungan dan masyarakat. Diikuti kemudian oleh warna Hijau, Biru, Merah, dan terakhir Hitam secara berurutan. PROPER Hitam sendiri merujuk pada indikator kesengajaan atau kelalaian yang menyebabkan pencemaran maupun penyelewengan terhadap UU yang berlaku.
Dalam konteks pelaksanaan PROPER ini, PT PLN telah menunjukkan proses bisnis yang selaras dengan prinsip dan indikator kelingkunganan. Komitmen pada sektor kelingkunganan dari salah satu perusahaan BUMN terbesar ini tercermin dalam catatan PROPER yang diraih. Pada tahun 2020, PT PLN memperoleh empat PROPER Emas, 19 PROPER Hijau, 96 PROPER Biru, tanpa perolehan PROPER Merah dan PROPER Hitam.
Sebagai perusahaan energi, PT PLN juga turut mendukung komitmen pemerintah pada Paris Agreement dengan usaha penurunan emisi karbon dioksida melalui pengembangan pembangkit energi berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Hingga 2020, porsi pembangkit EBT yang dikelola PT PLN telah mencapai total 7.994 MW atau setara dengan 12,6 persen dari total seluruh pembangkit yang dikendalikan PT PLN.
Transisi Energi Pasca-Pandemi
Bauran Energi menjadi salah satu teknik pengurangan emisi karbon dioksida yang dilakukan melalui pembangkit EBT. Salah satu cara konkretnya adalah dengan memanfaatkan gas bumi dalam bauran energi primer sebagai pembangkit listrik untuk menjadi sarana transisi ke energi bersih. Emisi karbon dioksida yang dihasilkan gas bumi sendiri 50 persen lebih rendah dibandingkan batu bara. Penggunaan Bauran Energi dari fasilitas EBT sendiri telah mencapai rasio 13,07 persen dari total seluruh pembangkit yang dikendalikan PT PLN.
Namun, pandemi Covid-19 telah memberikan konsekuensi negatif bagi penguatan peran gas bumi di sektor ketenagalistrikan. Penggunaannya menjadi tidak optimal dengan menurunnya permintaan listrik selama pandemi dan harga gas yang naik menjadi lebih mahal dibandingkan batu bara. Dalam webinar “Penggunaan Gas Bumi Menuju Transisi Energi”, pada Selasa (24/08/2021), Executive Vice President Bahan Bakar Minyak dan Gas PT PLN Ahmad Daryanto menyebutkan bahwa akibat pandemi, produksi listrik dari tenaga gas pada 2020 lebih rendah 21,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tren penurunan tersebut juga sejalan dengan produksi listrik PT PLN yang secara total turun 1,5 persen menjadi 275 TWh.
Kesenjangan antara pembangkit listrik berbasis batu bara dan gas juga masih begitu tampak di wilayah Jawa, Madura, dan Bali. Di ketiga wilayah tersebut, proporsi batu bara pada sebagai sumber pembangkit listrik masih mencapai 72,72 persen, sementara gas hanya 18,18 persen. Untuk di tingkat nasional, batu bara memiliki peran sebesar 70,71 persen.
Meski demikian, juga dipaparkan Daryanto, bahwa kontribusi gas bumi memiliki potensi menguat di wilayah Sumatera dan Sulawesi. Hal ini disebabkan oleh peran batu bara yang berada di bawah 50 persen di kedua wilayah (Kompas, 25/08/2022, “Transisi Energi dengan Gas Bumi Teradang Pandemi dan Batubara”).
Selain itu, hambatan akibat pandemi juga mulai menemukan titik terangnya. Sejak pertengahan tahun 2021, konsumsi listrik nasional telah kembali mengalami peningkatan. Sektor perbelanjaan menjadi penyumbang terbesar konsumsi listrik nasional – di mana hal ini menunjukkan tren positif pemulihan ekonomi di sektor bisnis masyarakat Indonesia.
Bahkan pada Oktober 2021, konsumsi listrik mampu mencatatkan angka hingga 22 terrawatt jam (TWh) atau tingkat tertinggi untuk konsumsi listrik bulanan sejak 2017. Executive Vice President Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PT PLN Edwin Nugraha Putra mengungkapkan bahwa pemulihan ekonomi atas pandemi telah memicu kenaikan konsumsi listrik domestik. Ia pun memproyeksikan bahwa konsumsi listrik akan terus meningkat seiring pemulihan ekonomi (Kompas, 29/11/2021, “Konsumsi Listrik Oktober 2021 Cetak Rekor”). Bersamaan dengan normalisasi pasca-pandemi ini pula, PT PLN akan melanjutkan komitmennya pada transisi energi dan usaha penurunan emisi karbon. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- “Konsumsi Listrik Oktober 2021 Cetak Rekor”. Kompas, 29 November 2021.
- “Sejumlah PLTD Mulai Dikonversi”. Kompas, 24 Maret 2022.
- “Transisi Energi dengan Gas Bumi Teradang Pandemi dan Batu bara”. Kompas, 25 Agustus 2022.
- “Transisi Energi yang Berkeadilan”. Kompas, 30 Maret 2022.
- Seymour, F., & A.P. Sari. 2002. “Restrukturasi di Tengah Reformasi”. dalam Listrik Indonesia: Restrukturasi di Tengah Reformasi (hal. 21-53). Jakarta: Pelangi.
- Kementerian Badan Usaha Milik Negara. (t.thn.). Diambil kembali dari bumn.go.id: https://bumn.go.id/Perusahaan Listrik Negara. Diambil kembali dari pln.co.id: https://web.pln.co.id/
- Perusahaan Listrik Negara. (2020). Company Profile Perusahaan Listrik Negara PT PLN (Persero). Jakarta: Perusahaan Listrik Negara.