Daerah

Provinsi Sulawesi Utara

Letak geografis Sulawesi Utara yang berada di bibir Samudra Pasifik menjadikan daerah ini strategis dari segi geoekonomi. Daerah ini juga potensial menjadi jalur perdagangan Asia Timur dan pusat distribusi barang dan jasa.

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Gerbang Pintu Masuk Manado di tepi Pantai Malalayang, Manado, Sulawesi Utara, pada Jumat (29/5/2020).

Fakta Singkat

Ibu Kota
Manado

Hari Jadi
14 Agustus 1964

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 13/1964

Luas Wilayah
13.892 km2

Jumlah Penduduk
2.506.981 jiwa (2019)

Pasangan Kepala Daerah
Penjabat Gubernur Agus Fatoni

Wakil Gubernur Steven Kandouw

Provinsi Sulawesi Utara yang sering disingkat dengan Sulut ini terletak di bagian paling utara dari semenanjung Pulau Sulawesi dan menjadi gerbang Indonesia di utara.

Provinsi Sulawesi Utara didirikan pada tanggal 23 September 1964 berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1964. Hari jadi provinsi ini ditetapkan pada tanggal 14 Agustus 1959. Ibu kotanya berada di Kota Manado.

Sebelum berdiri sendiri sebagai provinsi, Sulawesi Utara bergabung dengan Sulawesi Tengah dengan nama Sulawesi Utara-Tengah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 47 Tahun 1960. Namun, jauh sebelumnya dua provinsi ini tergabung dalam Provinsi Sulawesi yang pimpin tokoh asal Sulut Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau dikenal Sam Ratulangi.

Provinsi yang berjuluk Bumi Nyiur Melambai ini memiliki moto “Sitou Timou Tumou Tou”  yang berarti “manusia hidup untuk memanusiakan manusia lain”. Sulawesi Utara dikenal sebagai kawasan dengan karakter masyarakat yang ramah dan terbuka.

Provinsi ini memiliki luas 13.892 kilometer persegi dan jumlah penduduk 2,5 juta jiwa pada tahun 2019. Secara administratif, provinsi ini terdiri dari 11 kabupaten, 4 kota, 171 kecamatan, 332 kelurahan dan 1.507 desa.

Sejarah Pembentukan

Wilayah Sulawesi Utara mempunyai sejarah peradaban manusia yang cukup menarik. Pada masa pleistosen jutaan tahun yang lalu, wilayah ini merupakan satu daratan dengan Filipina.

Provinsi Sulawesi Utara juga menyimpan banyak benda-benda purbakala. Temuan benda purbakala berupa gua-gua purba di Minahasa, fosil gading dan geraham gajah purba di Pulau Sangihe, beliung batu persegi dari zaman neolitik, dan masih banyak lainnya.

Dalam buku “Sejarah Daerah Sulawesi Utara” disebutkan arkeolog asal Inggris bernama Peter Bellwood menemukan pecahan-pecahan belanga dari tanah liat di Gua Tuwomanei, Desa Arangkaa, Kecamatan Gemeh, Kabupaten Kepulauan Talaud. Di sana dtemukan pula alat-alat dari batu yang digunakan sebagai pisau atau anak panah, tulang manusia, kerang, dan alat dari perunggu.

Alat-alat dari batu tersebut diduga telah digunakan sejak zaman Blade atau Flake yakni sekitar 5000–2500 sebelum Masehi. Sedangkan, alat dari besi dan perunggu diduga muncul sejak 200 Sebelum Masehi.

Dalam gua Darangnusa di desa Apan, Talaud juga ditemukan pecahan periuk yang beragam coraknya. Umurnya diperkirkan telah mencapai 4500–2500 SM. Sementara di Gua Bowoleba ditemukan “Cove”, yakni batu inti yang digunakan untuk alat-alat batu.

Ditemukan juga waruga, yakni kuburan-kuburan batu yang dilengkapi dengan atap yang berasal dari zaman Megalitikum. Atap waruga biasanya dihiasi ornamen seperti patung binatang atau manusia yang menandakan status sosial orang yang dikubur.

Masih menurut buku yang sama, kerajaan pertama yang berkuasa di Sulawesi Utara adalah Kerajaan Suwawa. Kerajaan Suwawa berdiri sekitar tahun 700 Masehi atau pada abad ke-8 Masehi dengan Mokotambibulawa sebagai raja pertama.

Pada zaman Kerajaan Suwawa, telah dibentuk susunan pemerintahan kerajaan, pengangkatan raja sesuai keturunan raja, dan pengangkatan orang tertua di wilayah tersebut sebagai tempat bertanya di dalam satu pendukuhan masyarakat.

Pada pertengahan abad ke-14, orang dari Sulawesi Selatan datang menempati Toningkibia. Kala itu raja Suwawa telah berganti menjadi Mooduto. Mooduto menikahi puteri raja bernama Rawe dan mendirikan kerajaan Bone dengan raja pertamanya Rawe.

Muncul juga kerajaan lainnya yang terdiri dari orang-orang asal pantai utara. Kerajaan tersebut bernama Kerajaan Bintanoa, dipimpin oleh puteri bernama Sendano, anak raja Bintanoa. Kerajaan Bintanoa tunduk pada Kerajaan Suwawa dan Kerajaan Bone.

Terjadinya perkembangan dan perpindahan penduduk melahirkan kerajaan baru bernama Kerajaan Limboto yang diperkirakan berdiri sekitar tahun 1350-1385. Kerajaan Limboto diperintah oleh Raja Ubuibuingale yang merupakan keturunan ke-3 dari raja Mokotambibulawa.

Masih pada pertengahan abad ke-14, muncul juga Kerajaan Gorontalo dengan raja pertamanya Buaida’a dengan permaisurinya Hambedagupo dari Raja Suwawa. Buaida’a merupakan keturunan ke-2 dari raja Mokotambibulawa.

Kemudian berdiri Kerajaan Manado (1500-1678) yang menggantikan Kerajaan Bolaang. Kerajaan Manado pada waktu itu meliputi pulau-pulau sekeliling Minahasa dan sepanjang pantai Minahasa. Kerajaan Manado hilang diakibatkan oleh peperangan yang terjadi dengan raja-raja Bolaang, serta persengketaan-persengketaan dan juga kekurangan bahan makanan.

Belanda memasuki wilayah Talaud sekitar tahun 1800-an. Saat itu, pemerintahan Sulawesi Utara dipegang oleh Bangsawan Tuan Resident Duur.

Pada tahun 1824, Pemerintah Hindia Belanda membentuk Keresidenan Manado yang meliputi wilayah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah sekarang ini. Keresidenan Manado ini merupakan pecahan dari Keresidenan Ternate.

Hal itu diatur sesuai Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 14 Juni 1824, Nomor 10 (Staatsblad 1824 Nomor 28 a). Manado ditetapkan menjadi keresidenan definitif, terlepas dari Ternate, dan Johanes Wensel ditunjuk sebagai residennya.

Pada pemerintahan Belanda, daerah Bolaang-Mongondow dijadikan daerah administratif yang disebut Onderafdeling dan Residentie. Daerah tersebut dipimpin oleh seorang Controleur yang dibantu oleh seorang Adspirant Controleur.

Pada masa itu juga dibuat perjanjian politik antara Belanda dan wilayah jajahan yang disebut Korte Verklaring (perjanjian pendek) tentang tanam paksa (cultuur stelsel).

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Waruga kubur batu yang beratap segitiga dengan batu kotak di bawahnya menjadi peninggalan bersejarah bagi masyarakat Minahasa di Desa Sawangan, Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Sabtu (10/8/2019). Waruga merupakan situs pekuburan tua sejak zaman megalitik hingga memasuki peradaban awal abad ke-19. Tradisi menguburkan dengan waruga mulai berhenti setelah muncul larangan dari Belanda yang menguasai wilayah Minahasa dengan para misionarisnya.

Pemerintahan Jepang di Sulawesi Utara (1942–1945) berawal dari mendaratnya Jepang pada 11 Januari 1942. Kala itu, seluruh pemerintahan dikatakan beku karena seluruh wilayah distrik diambil alih oleh komandan Jepang.

Sebelumnya terdapat 7 distrik yang dibentuk pada zaman Belanda yakni Manado, Tonsea, Tondano, Kawangkoan, Langowan, Amurang, dan Ratahan. Namun, pada Mei 1942 Jepang menambahkan distrik Tomohon dan mengurangi distrik Manado. Saat itu, kepala distrik berubah nama menjadi Guntyo, hukum kedua seorang kepala distrik bawahan disebut Huku-Guntyo, dan hukum tua disebut Sontyo.

Ketika kekalahan Jepang yang secara resmi sudah diakui kepada Pasukan Sekutu sejak pertempuran di Pasifik pada Juli 1944 dan Indonesia resmi merdeka pada 1945, Belanda berusaha kembali menguasai Sulawesi Utara.

Pada awal kemerdekaan RI, daerah ini berstatus keresidenan dan masih menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi. Provinsi Sulawesi ketika itu beribu kota di Makassar dengan Gubernurnya, DR.G.S.S.J. Ratulangi.

Pertempuran antara rakyat Sulawesi Utara tepatnya Manado dengan Belanda dikenal dengan Peristiwa Merah Putih pada 14 Februari 1946. Peperangan tersebut berakhir dengan berhasilnya rakyat Manado mempertahankan wilayahnya dan seutuhnya menjadi bagian dari Indonesia.

Setelah peristwa tersebut, dikeluarkanlah Maklumat Nomor 1 pada tanggal 15 Februari 1946. Salah satu poinnya menyebutkan para pejuang KNIL dibantu para pemuda telah merebut kekuasaan dari pemerintahan Belanda atau NICA Sulawesi Utara untuk mempertahankan kemerdekaan RI yang telah diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta.

Tahun 1948 di Sulawesi dibentuk Negara Indonesia Timur, yang kemudian menjadi salah satu negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat. Negara Indonesia Timur dibubarkan, dan bergabung ke dalam Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor UU 13 Tahun 1964, dibentuk Provinsi Sulawesi Utara.

Dalam perkembangannya, tercatat satu momentum penting dalam lembar sejarah pembentukan Sulawesi Utara, yaitu dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 (23 September 1964) yang menetapkan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara sebagai daerah otonom Tingkat I dengan ibu kotanya Manado.

Momentum ini kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Adapun daerah tingkat II yang masuk dalam wilayah Sulawesi Utara, yaitu Kotamadya Manado, Kotamadya Gorontalo, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bolaang Mongondow, dan Kabupaten Sangihe Talaud. Gubernur Provinsi Dati I Sulawesi Utara yang pertama adalah FJ Tumbelaka.

Berdasarkan Perpu No. 47 Tahun 1960, Sulawesi Utara bergabung dengan Sulawesi Tengah dengan nama Sulawesi Utara-Tengah. Namun, pada 23 September 1964 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 yang memecah wilayah Sulawesi Utara-Tengah menjadi Provinsi Sulawesi Utara dengan hari jadi pada 14 Agustus 1959, dan Provinsi Sulawesi Tengah.

Pada tahun 2000, Provinsi Sulawesi Utara dimekarkan menjadi dua provinsi. Wilayah Gorontalo yang meliputi Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, dan Kabupaten Boalemo ditetapkan menjadi provinsi sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo pada tanggal 22 Desember 2000.

Geografis

Provinsi Sulawesi Utara terletak antara di 0°15′ – 5°34′ Lintang Utara dan antara 123°07′ – 127°10′ Bujur Timur.

Provinsi ini berbatasan dengan Laut Sulawesi, Filipina, dan Laut Pasifik di sebelah utara serta Laut Maluku di sebelah timur. Batas sebelah selatan dan barat masing-masing adalah Teluk Tomini dan Provinsi Gorontalo.

Luas wilayah Sulawesi Utara sebesar 13.892 kilometer persegi atau setara 0,72 persen dari luas Indonesia. Dibanding provinsi lain di Pulau Sulawesi, luas wilayah Sulawesi Utara terhitung paling kecil.

Kabupaten Bolaang Mongondow sebagai kabupaten terluas, yaitu 3.547,49 kilometer persegi atau 23,22 persen.

Secara fisiografis, wilayahnya dapat dikelompokkan dalam dua zona yaitu zona selatan dan zona utara. Pada zona selatan yaitu dari Bolaang hingga Minahasa Utara, berupa dataran rendah dan dataran tinggi dengan karakteristik tanah yang cukup subur. Sedangkan pada zona utara yaitu dari Pulau Miangas, Sangihe, hingga Pulau Siau, berupa kepulauan.

Provinsi ini merupakan provinsi kepulauan yang terdiri dari 287 pulau dengan 59 pulau yang berpenduduk dan 228 tidak berpenduduk. Dari pulau tersebut, sebelas diantaranya berbatasan dengan negara tetangga Filipina dan Laut Pasifik. Salah satunya, Pulau Miangas yang berada paling utara dari Republik Indonesia dengan luas 3,15 kilometer persegi dan dihuni oleh 782 warga.

Sulawesi Utara memiliki 41 gunung. Beberapa diantaranya adalah rangkaian pegunungan berapi, yaitu Gunung Soputan di Minahasa Tenggara, Gunung Lokon di Kota Tomohon, Gunung Karangetang di Pulau Siau. Sedangkan di Minahasa Utara, terdapat gunung tertinggi di Sulawesi Utara, yaitu Gunung Klabat di Kota Airmadidi yang memiliki kawah berbentuk danau kecil di puncaknya. Gunung Klabat termasuk gunung berapi yang sudah tidak aktif tinggi.

Jumlah danau di daerah ini tercatat sebanyak 17 danau yang beberapa diantaranya dikembangkan sebagai destinasi wisata. Danau-danau itu, antara lain, Danau Tondano di Kabupaten Minahasa dan Danau Moat di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.

Sungai yang mengaliri Sulawesi Utara sebanyak 30 sungai. Beberapa sungai diantaranya adalah Sungai Tondano (40 km), Sungai Poigar (54,2 km), Sungai Ranoyapo (51,9 km), dan Sungai Talawaan (34,8 km) di Minahasa.

Sungai Tondano memiiki hulu di Danau Tondano di daerah Minahasa, dan mengalir melalui tengah Kota Manado. Sungai Ranoyapo memiliki hulu di Pegunungan Wulur Mahatus di daerah Minahasa Selatan dan mengalir melalui sebagian daerah di Minahasa Selatan bermuara di Kota Amurang.

Sulawesi Utara termasuk daerah rawan gempa bumi. Sumber gempa di darat berasal dari beberapa sesar aktif yang terletak di daratan Sulawesi Utara. Adapun sumber gempa di laut berasal dari penunjaman sublempeng Sulawesi Utara yang terletak di sebelah utara Pulau Sulawesi, lempeng Punggungan Mayu, dan lempeng Sangihe yang terletak di sebelah timur Sulawesi Utara.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Pulau Miangas, pulau paling utara dari Republik Indonesia, pulau seluas 3,15 km persegi yang terletak di Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara, Rabu (5/8/2009).

Pemerintahan

Dalam perjalanan sejarahnya, Sulawesi Utara sudah dipimpin oleh 16 gubernur baik definitif maupun penjabat gubernur. Arnold Achmad Baramuli adalah Gubernur Sulawesi Utara dan Tengah yang menjabat pada 23 Maret 1960 hingga 15 Juli 1962. Saat AA Baramuli menjadi gubernur, Frits Johannes Tumbelaka menjadi wakil gubernurnya.

Frits Johannes Tumbelaka kemudian menjadi Gubernur Sulawesi Utara dan Tengah (Sulutteng) kedua, sekaligus Gubernur Sulawesi Utara pertama. Ia mulai menjabat 15 Juli 1962 hingga 19 Maret 1965. 

Gubernur Sulawesi Utara selanjutnya adalah Soenandar Prijosoedarmo (19 Maret 1965 – 27 April 1966), Abdullah Amu (27 April 1966 – 2 Maret 1967), Hein Victor Worang (2 Maret 1967 – 21 Juni 1978), Willy Lasut (21 Juni 1978 – 20 Oktober 1979).

Selanjutnya, Penjabat Gubernur Erman Hari Rustaman (20 Oktober 1979 – 3 Maret 1980), Gustaf Hendrik Mantik 3 Maret 1980 – 3 Maret 1985), Cornelis John Rantung (3 Maret 1985 – 1 Maret 1995), Evert Ernest Mangindaan (1 Maret 1995 – 31 Maret 2000), Adolf Jouke Sondakh (1 April 2000 – 18 Maret 2005), Penjabat Gubernur Lucky Harry Korah (18 Maret 2005 – 13 Agustus 2005).

Kemudian, Sinyo Harry Sarundajang (13 Agustus 2005 – 13 Agustus 2010), Pelaksana Harian Robby Mamuaja (13 Agustus 2010 – 14 September 2010), Sinyo Harry Sarundajang (20 September 2010 – 20 September 2015), Siswa Rachmat Mokodongan (20 September 2015 – 21 September 2015), Soni Sumarsono (21 September 2015 – 12 Februari 2016), Olly Dondokambey (12 Februari 2016 – 26 September 2020). Saat ini, Sulut dipimpin oleh Penjabat Gubernur Agus Fatoni dan Wakil Gubernur Steven Kandouw.

Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 4 kota, 11 kabupaten, 171 kecamatan, 332 kelurahan, dan 1.507 desa. Keempat kota tersebut yakni Kota Bitung, Kotamobagu, Kota Manado, dan Kota Tomohon.

Kesebelas kabupaten tersebut, yakni Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, dan Kabupaten Minahasa Utara.

Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Provinsi Sulawesi Utara pada 2019 sebanyak 59.907 orang. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan tahun 2018, yakni sebanyak 57.577 orang.

KOMPAS/JOHN MANEMBU

Pelantikan Gubernur Sulut Willy Lasut oleh Menko Polkam

Politik

Sulawesi Utara baru menjadi provinsi pada tahun 1964. Sebelumnya Sulawesi Utara masih bergabung dengan Sulawesi Tengah sehingga pada pemilu pertama tahun 1955 Sulawesi Utara masih bergabung dengan Sulawesi Tengah.

Pada pemilu pertama tahun 1955, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) meraih tempat teratas di wilayah Sulawesi Utara dengan perolehan 101.209 suara atau 29,29 persen. Keunggulan Parkindo tersebut banyak disokong oleh besarnya komposisi agama Kristen di daerah ini. Ladang subur bagi Parkindo ketika itu berada di Manado, Minahasa, dan Sangihe Talaud.

Di urutan kedua, Partai Nasional Indonesia (PNI) berhasil meraih 18,55 persen suara. Disusul Partai Syariat Islam Indonesia (PSII) 10,54 persen suara, Partai Komunis Indonesia (PKI) 8,84 persen suara, Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) 8,72 persen suara. Sementara itu, Partai Katolik, Persatuan Indonesia Raya (Hazairin), Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan Gerakan Pembela Pancasila hanya meraih suara di bawah 5 persen.

Pada Pemilu 1971–1997, kepopuleran partai-partai berideologi agama, baik Islam maupun Kristen terhenti sejak pemilu pertama di era Orde Baru. Selama masa itu, Partai Golkar mendominasi perolehan suara di tiap pemilu di wilayah Nyiur Melambai tersebut.

Pada Pemilu 1971, partai Golkar berhasil meraup 69,16 persen suara. Partai berlambang pohon beringin tersebut menguasai perolehan suara di Kabupaten Sangihe Talaud, Minahasa, Bolaang Mongondow, dan Manado.

Adapun Parkindo sebagai wadah pemilih Kristen hanya mendapatkan 14,6 persen di salah satu ladang suburnya, Manado. Minahasa dan Sangihe Talaud sebagai dua wilayah favoritnya pada Pemilu 1955 pun hanya mampu menyumbang masing-masing 10 persen dan 9,4 persen suara. Hal yang sama juga dialami oleh partai politik Islam. Kabupaten Bolaang Mongondow yang merupakan basis partai politik Islam pada Pemilu 1955 hanya tinggal kenangan.

Eksistensi Golkar terus meningkat pada pemilu tahun 1977. Pada pemilu tersebut perolehan suara Golkar meningkat menjadi 73 persen. Disusul oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan perolehan suara 13 persen, kemudian Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dengan peroleham suara 9 persen.

Posisi Golkar kian menguat hingga kembali menang pada Pemilu 1982. Partai berwarna kuning tersebut berhasil memperoleh suara sebanyak 82 persen. Kemenangan Golkar disusul oleh PPP dengan perolehan suara 7 persen, dan PDI dengan perolehan suara 6 persen.

Pada Pemilu 1987, Golkar kembali memperoleh suara terbanyak yakni 87 persen. Sedangkan PDI berhasil menggeser posisi PPP dengan memperoleh suara 7 persen untuk PDI dan 5 persen untuk PPP.

Kekuatan partai Golkar masih tak tersaingi hingga Pemilu 1992. Dalam pemilu tersebut, Golkar kembali menjadi pemenang dan memperoleh suara 88 persen. Disusul oleh PDI dnegan perolehan suara 7 persen. Sedangkan perolehan suara PPP semakin menurun menjadi 4 persen.

Pemilu 1997 Sulawesi Utara merupakan pemilu paling berjaya bagi partai Golkar. Partai berwarna kuning ini berhasil memperoleh suara terbanyak dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya, yakni mencapai 95,74 persen. Sedangkan perolehan suara PPP turun menjadi 2,45 persen dan PDI hanya 1,82 persen suara.

KOMPAS/JULIAN SIHOMBING

Kota Manado yang mulai buram akibat sampah yang berserakan di tempat-tempat tertentu, belakangan ini hidup lagi lewat panji-panji serta spanduk warna-warni partai peserta Pemilu 1999 yang terpasang di semua sudut kota. Untuk sementara, atribut-atribut pemilu itu mampu menutup wajah buram dan redup kota yang berpredikat Bersehati (Bersih-Sehat-Aman-Tertib-Indah) itu.

Memasuki masa Reformasi, pada Pemilu 1999 perhatian masyarakat terhadap Golkar mulai berkurang. Namun demikian, reformasi tidak berarti mengubah komposisi suara dan struktur politik Provinsi Sulawesi Utara.

Meskipun pengumpulan suaranya turun drastis, Partai Golkar masih meraup 519.302 suara atau 44,22 persen dan tetap berada di posisi teratas. Dari sembilan kabupaten dan kota, Golkar masih mampu menguasai tujuh wilayah.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menyusul di tempat kedua dengan perolehan suara 333.960 suara atau 28,35 persen. Perolehan suara PDI-P itu banyak didukung oleh pengumpulan suaranya di empat kabupaten dan kota yang rata-rata mencapai sepertiga dari total suara. Keempat kabupaten/kota tersebut adalah Kabupaten Minahasa, kabupaten Sangihe-Talaud, Kota Manado, dan Bitung.

Kondisi yang berbeda justru menimpa partai-partai politik Islam. Baik PPP, PAN, ataupun PKB hanya memperoleh suara di bawah level lima persen. Mereka bahkan tidak mampu merebut wilayah basis pada Pemilu 1955 di Kabupaten Bolaang Mongondow. Adapun Partai Kristen Nasional Indonesia masih meraih 5,11 persen suara.

Pada  Pemilu 2004, Golkar masih memenangkan panggung politik Sulawesi Utara dengan perolehan suara 32,32 persen. Disusul oleh PDI-P dengan 16,23 persen suara, Partai Damai Sejahtera (PDS) 14,82 persen, dan Partai Demokrat 14,34 persen suara. Adapun PPP, PAN, PKB, PKPI, PKPB, dan PKS masing-masing memperoleh suara di bawah 4 persen.

Pada pemilu 2009, perolehan suara Golkar di Sulut kembali turun dan hanya meraih 24,5 persen suara. Perolehan suara PDIP justru meningkat menjadi 23,4 persen suara. Partai Demokrat berada di urutan ketiga dengan meraih 15,5 persen suara. Adapun partai lainnya,b seperti PDS, PAN, Gerindra, Hanura, PPP, dan PKS memperoleh suara di bawah 7 persen.

Golkar meraih suara terbanyak di 4 kabupaten/kota, PDI-P di 8 Kabupaten dan Demokrat di 1 kabupaten.

Pada pemilu 2014, PDI-P berhasil menggeser posisi Golkar dengan perolehan 449.659 suara (31,7 persen), sedangkan Golkar berada di posisi kedua dengan perolehan 217.267 suara (15,3 persen). Disusul Demokrat di posisi ketiga dengan perolehan 163.843 suara (11,5 persen).

Kemudian PAN dengan perolehan 157.309 suara (11,1 persen), Gerindra dengan perolehan 146.217 suara (10,3 persen), dan Hanura dengan perolehan 91.968 suara (6,4 persen). Sedangkan partai lainnya mendapatkan suara di bawah lima persen yakni Nasdem (4,9 persen), PPP (2,2 persen), PKB (1,6 persen), PKS (2,9 persen), PBB (0,6 persen), dan PKPI (1,0 persen).

Pada Pemilu 2019, PDI-P kembali memenangkan panggung politik Sulawesi Utara sekaligus meningkatkan perolehan suaranya. PDI-P berhasil meraup 564.703 suara (38,17 persen). Kemenangan PDIP disusul oleh Nasdem dengan perolehan 248.666 suara (16,8 persen), Golkar dengan perolehan 236.697 suara (15,9 persen), dan PAN dengan perolehan 80.732 suara (5,4 persen).

Sedangkan partai lainnya yang memperoleh suara di bawah 5 persen adalah Demokrat (4,7 persen), Gerindra (4,1 persen), Perindo (3,4 persen), Hanura (2,5 persen), PPP (1,8 persen), PSI (1,8 persen), Berkarya (1,3 persen), PKB (1,1 persen), PKS (1,1 persen), Garuda (0,6 persen), PBB (0,2 persen), dan PKPI (0,2 persen).

Kependudukan

Populasi penduduk Sulawesi Utara pada tahun 2019 sebanyak 2.506.981 jiwa. Jumlah penduduk Sulut tersebut terbanyak ketiga di Pulau Sulawesi setelah Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah.

Mayoritas penduduk Sulut adalah suku Minahasa, suku Sangihe Talaud, dan suku Bolaang Mongondow. Suku Minahasa dan Bolaang Mongondow menyebar hampir di seluruh wilayah Sulawesi Utara daratan. Suku Sangihe, Suku Talaud, Suku Siau mendiami di Kepulauan Sangihe Talaud, dan Pulau Lembeh, terutama di daerah pesisir utara, timur, dan barat daratan Sulawesi utara.

Masing-masing kelompok etnis itu dibagi lagi menjadi beberapa subetnis yang memiliki bahasa dan tradisi dengan norma kemasyarakatan yang khas.

Bahasa di daerah ini disesuaikan dengan masing-masing subetnis, seperti bahasa Tombulu, Tolour, Tonsea, Tontemboan, Tonsawang, Paso, dan Bantik untuk etnis Minahasa. Bahasa Mongondow, Bolaang, Bintauna, dan Kaidipang untuk etnis Mongondow. Sedangkan untuk etnis Sangihe Talaud memiliki bahasa Sangihe Besar, Siau, dan Talaud.

Selain penduduk asli, di Sulawesi Utara juga banyak berdiam warga pendatang, seperti suku Jawa, Batak, Makassar, Bugis, Poso, Muna, dan Buton. Penduduk keturunan tinggal berdampingan dengan suku-suku asli dan pendatang, seperti keturunan China dan Arab.

Berdasarkan lapangan pekerjaan utama, pada Agustus 2018, penduduk Sulawesi Utara paling banyak bekerja pada sektor pertanian yaitu 24,64 persen. Diikuti oleh sektor perdagangan sebanyak 18,30 persen, dan industri pengolahan mencapai 9,06 persen.

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Para pemuda dari komunitas salah satu sub-etnis Minahasa mengadakan ritual memanggil leluhur di situs budaya Watu Pinawetengan, Desa Pinabetengan, Tompaso Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, pada Minggu (7/7/2019). Warga suku Minahasa yang terbagi menjadi sembilan sub-etnis giat berziarah ke situs tersebut untuk meminta nasihat leluhur demi kehidupan masyarkat yang lebih baik.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
72,99 (2019)

Angka Harapan Hidup 
71,58 tahun (2019)

Harapan Lama Sekolah 
12,73 tahun (2019)

Rata-rata Lama Sekolah 
9,43 tahun (2019)

Tingkat Kemiskinan
7,62 persen (Maret 2020)

Rasio Gini
0,370 (Maret 2020)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
5,57 persen (Februari 2020)

Kesejahteraan

Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan berbagai kemajuan dalam 9 tahun terakhir. Paling tampak adalah indeks pembangunan manusia (IPM) Sulut yang terus meningkat. Selama periode 2010 hingga 2014, status pembangunan manusia Sulut berstatus sedang, namun pada tahun 2017 meningkat menjadi berstatus tinggi.

Tahun 2019, IPM Sulut telah mencapai 72,99. Pencapaian ini menempatkan Provinsi Sulut sebagai daerah ketujuh di Indonesia dengan peningkatan IPM atau paling tinggi di Pulau Sulawesi.

Tingginya IPM Sulut tersebut ditentukan oleh usia harapan hidup (UHH), indeks pengeluaran, harapan lama sekolah (HLS), dan rata-rata lama sekolah (RLS). Angka harapan hidup Sulut meningkat dari 70,4 tahun pada tahun 2010, menjadi 71,58 tahun pada tahun 2019. Pengeluaran per kapita meningkat dari Rp 8,93 juta  pada tahun 2010 menjadi Rp 11,1 juta pada tahun 2019.

Di bidang pendidikan, selama 2010 hingga 2019, HLS  di Sulut meningkat 1,39 tahun, dari 11,34 tahun menjadi 12,73 tahun. Sedangkan pada periode yang sama, rata-rata lama sekolah bertambah 0,77 tahun, dari 8,66 tahun menjadi 9,43 tahun.

Di bidang ketenagakerjaan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Sulut pada Februari 2020 sebesar 5,57 persen. Angka tersebut meningkat 0,2 persen dalam setahun terakhir.

Dilihat dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, tingkat pengangguran tertinggi adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 12,42 persen. Disusul lulusan perguruan tinggi (PT) sebesar 7,70 persen, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 5,52 persen.

Adapun jumlah penduduk miskin di Sulawesi Utara mencapai 192,37 ribu orang (7,62 persen) pada Maret 2020, naik 3,77 ribu orang dari kondisi September 2019 yang sebesar 188,60 ribu orang (7,51 persen). Penduduk miskin di daerah perkotaan berada pada kisaran 5,14–4,82 persen sedangkan tingkat kemiskinan daerah perdesaan berada pada kisaran 10,77–10,30 persen.

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYA

Sebanyak tujuh siswa kelas 3 SD Negeri Miangas, Pulau Miangas, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, berinisiatif membaca alkitab di tengah ketiadaan guru, Kamis (12/3/2020). Mereka mengaku sudah dua pekan tidak dijaga oleh guru kelas mereka.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 1,28 triliun (2019)

Dana Perimbangan 
Rp 2,60 triliun (2019)

Pertumbuhan Ekonomi
5,66 persen (2019)

PDRB per kapita
Rp 51,94 juta/tahun (2019)

Inflasi
3,52 persen (2019)

Nilai Ekspor
54,39 juta dolar AS (September 2020)

Nilai Impor
11,54 juta dolar AS (September 2020)

Ekonomi

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Utara mencapai Rp 130,2 miliar pada tahun 2019. PDRB ini mengalami kenaikan sebesar Rp 10,7 miliar jika dibandingkan dengan tahun 2018 sebesar Rp 119,5 miliar.

Nilai PDRB per kapita Sulawesi Utara atas dasar harga berlaku sejak tahun 2015 hingga 2019 terus meningkat. Tahun 2015 PDRB per kapita masih tercatat sebesar Rp 37,79 juta dan meningkat menjadi Rp 51,94 juta pada tahun 2019.

Selama sepuluh tahun terakhir, struktur PDRB Sulawesi Utara didominasi oleh lima sektor, yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan (20,83 persen), perdagangan (12,75 persen), konstruksi (11,79 persen), serta industri pengolahan (8,73 persen). Kelima sektor tersebut setidaknya mendominasi 65 persen perekonomian Sulut.

Dari sisi pengeluaran, ekonomi Sulut didominasi oleh Konsumsi Rumah Tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto atau investasi sebesar 80,83 persen. Sementara itu, untuk perekonomian secara keseluruhan, karena pandemi COVID-19, pada kuartal pertama tahun 2020 ekonomi Sulut tumbuh 4,27 persen (year-on-year), melambat dibandingkan kuartal empat tahun 2019 yang tumbuh sebesar 5,45 persen.

Nilai ekspor Sulawesi Utara per September 2020 sebesar 54,39 juta dolar AS. Komoditas ekspor terbesar nonmigas berupa lemak dan minyak hewan, yakni 53,03 persen. Kemudian, ikan dan udang 11,05 persen, serta kopi, teh, dan rempah-rempah sebesar 8,26 persen.

Nilai impor Sulawesi Utara pada September 2020 sebesar 11,54 juta dolar AS. komoditas impor utama, yakni bahan bakar mineral sebesar 74,43 persen, bahan kimia organik 7,89 persen, bahan kimia anorganik 4,99 persen, dan komoditas lainnya.

Laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara tahun 2013–2019 berada di atas laju ekonomi nasional. Laju ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2013 yakni sebesar 7,45 persen, sedangkan laju ekonomi terendah terjadi pada tahun 2018 yakni sebesar 6,01 persen.

KOMPAS/ASWIN RIZAL HARAHAP

Wisatawan berkunjung ke Taman Nasional Bunaken di Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (25/9/2010), dengan latar belakang Gunung Manado Tua yang memiliki ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Keindahan panorama bawah laut di Bunaken menjadi daya tarik terbesar bagi wisatawan domestik ataupun mancanegara saat berkunjung ke Manado.

Di sektor pariwisata, Sulawesi Utara dikenal luas sebagai bintang pariwisata baru Indonesia. Tahun 2019 lalu, Provinsi Sulawesi Utara dinobatkan sebagai The Rising Star sektor pariwisata Indonesia karena mampu mendorong pertumbuhan kinerja pariwisata yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sulut, khususnya ke Manado dan Bitung pada 2015 masih tercatat sebanyak 20.000 orang dan pada 2019 meningkat menjadi 129.000 orang.

Sulut memiliki produk wisata utama sebagai destinasi wisata bahari, terutama Bunaken sebagai marine tourism kelas dunia. Selain itu, destinasi wisata budaya dan ekowisata antara lain KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) Tomohon–Tondano dan sekitarnya, Bunaken dan sekitarnya, serta Bitung-Lembeh dan sekitarnya.

Beberapa destinasi wisata lainnya yang terkenal dan banyak dikunjungi wisatawan, antara lain, Bukit Kasih Kanonang, Bukit Doa Tomohon, Taman Nasional Tangkoko, pantai di pulau Lihaga yang begitu indah dengan pasir putih, waruga, Kelenteng Ban Hin Kiong, Batu Pinabetengan, Vulcano Area di Tomohon, Desa Agriwisata Rurukan-Tomohon, dan Gunung berapi bawah laut yang terdapat di Pulau Mahangetang di Kepulauan Sangihe.

Beberapa acara berskala internasional yang pernah diadakan di Sulawesi Utara, antara lain, World Ocean Conference (WOC), Festival Pesona Bunaken, dan Tomohon International Flower Festival (TIFF), yaitu pameran bunga yang dilaksanakan hampir setiap tahun di Kota Tomohon.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Prediksi Pemilu di Sulut: Belum Muncul Indikator Positif *Pemilihan Umum 2004 -35 Hari”, Kompas, 1 Maret 2004, hal. 01
  • “Peta Politik Pemilihan Umum: Provinsi Sulawesi Utara* Pemilihan Umum 2004”, Kompas, 1 Maret 2004, hal. 32
  • “Manado, Kota Global Berpenampilan Kumuh”, Kompas, 17 Maret 2004, hal. 30
  • “Dewan Perwakilan Daerah: Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo * Pemilihan Umum 2004”, Kompas, 28 Maret 2004, hal. 05
  • “Masyarakat Sulawesi Utara Mendambakan Rasa Aman *Pemilihan Umum 2004”, Kompas, 24 Juni 2004, hal. 32
  • “Manado, Merebut Pasar Asia Timur”, Kompas, 5 Juni 2006, hal. 45
  • “Peta Politik Sulawesi Utara Menguak Celah Baru Penguasaan Politik”, Kompas, 20 Februari 2009, hal. 08
  • “Dua Kultur di Tiga Kawasan”, Kompas, 20 Februari 2009, hal. 08
  • “Wajah Lain dari Perubahan Sosial”, Kompas, 25 Februari 2014, hal. 05
  • “Rekapitulasi KPU: PDI-P, Nasdem, Golkar Teratas di Sulawesi Utara”, Kompas, 14 Mei 2019, hal. 1
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung
  • Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 47 tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah
  • Undang-Undang Nomor 13 tahun 1964 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 1964 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara Dengan Mengubah Undang-Undang No. 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara (Lembaran Negara Tahun 1964 No. 7) Menjadi Undang-Undang

Penulis
Antonius Purwanto

Kontributor
Theresia Bella Callista

Editor
Ignatius Kristanto