Daerah

Provinsi Riau

Riau merupakan salah satu provinsi terbesar di Pulau Sumatera yang kental dengan kultur budaya khas melayu. Daerah ini juga strategis karena terletak di jalur perdagangan internasional Selat Malaka dan berada di segitiga pertumbuhan ekonomi tiga negara, Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Jembatan Siak atau yang memiliki nama resmi Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah ini dibangun di atas Sungai Siak dan menghubungkan dua daerah, yakni di sisi utara Kecamatan Siak dan sisi selatan Kecamatan Mempura. Pembangunan jembatan ini dilakukan untuk memperlancar transportasi antara Kabupaten Siak dengan Kota Pekanbaru sebagai pusat ibu kota. Jembatan ini diresmikan pada tahun 2007 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jembatan ini memiliki ketinggian 23 meter, lebar 17 meter dan panjang 1.196 meter.

Fakta Singkat

Ibu Kota
Pekanbaru

Hari Jadi
9 Agustus 1957 (Perda Provinsi Riau No. 11/1999)

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 61/1958

Luas Wilayah
87.023,66 km2

Jumlah Penduduk
6.971.745 jiwa (2019)

Pasangan Kepala Daerah
Gubernur Syamsuar

Wakil Gubernur Edy Natar Nasution

Provinsi Riau terletak di bagian tengah Pulau Sumatera. Provinsi ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 yang kemudian dikukuhkan menjadi Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Barat, Jambi, dan Riau. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. Desember/I/44-25 pada tanggal 20 Januari 1959, Pekanbaru secara resmi menjadi ibu kota Provinsi Riau menggantikan Tanjung Pinang.

Hari jadi provinsi berjuluk “Bumi Lancang Kuning” ini ditetapkan pada tanggal 9 Agustus 1957 berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Riau Nomor 11 Tahun 1999 tentang Penetapan Hari Jadi Provinsi Daerah Tingkat I Riau. Tahun 2020, Provinsi Riau merayakan hari jadinya yang ke-63. Provinsi Riau saat ini dipimpin oleh Gubernur Syamsuar dan Wakil Gubernur Edy Natar Nasution.

Provinsi ini memiliki luas wilayah 87.023,66 kilometer persegi atau setara dengan 18,4 persen dari wilayah Pulau Sumatera. Riau berpenduduk 6,97 juta jiwa yang tinggal di 10 kabupaten dan 2 kota dengan 169 kecamatan, 1.609 desa, serta 267 kelurahan.

Daerah yang memiliki semboyan “Bumi Bertuah Negeri Beradat” ini termasuk salah satu provinsi kaya di Indonesia karena hasil buminya yang melimpah, terutama minyak bumi, gas alam, karet, kelapa sawit, dan serat.

Sejarah pembentukan

Wilayah Riau diperkirakan telah dihuni sejak masa prasejarah antara 10.000-40.000 sebelum Masehi. Perkiraan ini diambil setelah ditemukannya artefak berupa alat batu dari zaman Pleistosin di daerah aliran sungai (DAS) Sungai Sengingi di Kabupaten Kuantan Singingi oleh tim peneliti Pusat Studi Kebudayaan Universitas Gadjah Mada pada Agustus 2009. Alat batu yang ditemukan antara lain berupa kapak penetak, perimbas, serut, serpih, dan batu inti yang merupakan bahan dasar pembuatan alat serut dan serpih.

Temuan lainnya berupa fosil kayu yang diprakirakan berusia lebih tua dari alat-alat batu. Berdasarkan temuan budaya paleolitiknya, diduga manusia pendukung alat batu yang ditemukan di Riau adalah Homo Sapiens atau Pithecanthropus Erectus, seperti yang pernah ditemukan di Sangiran, Jawa Tengah.

Penemuan ini membuktikan adanya kehidupan lebih tua di Riau yang selama ini selalu mengacu pada penemuan Candi Muara Takus berciri Budha di Kabupaten Kampar sebagai titik awalnya. Bukti keberadaan permukiman zaman paleolitik di Sumatera selama ini hanya ditemukan di dua tempat, yaitu daerah lahat, Sumatera Selatan dan Kalianda, Lampung.

Dalam buku Prasejarah Indonesia, disebutkan adanya penemuan arca perunggu di Bangkinang, Riau. Arca perunggu merupakan peninggalan budaya Donson (1000 SM-1SM). Ditemukan pula penemuan tertua di bidang kesenian, yakni empat belas buah boneka-boneka kecil dan gelang-gelang terbuat dari perunggu yang ditemukan pada kedalaman empat meter di wilayah Kuwing, Bangkinang, Riau.

Pada masa kerajaan, berdasarkan buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Riau, kerajaan pertama yang menguasai wilayah Riau adalah Kerajaan Sriwijaya. Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya berlangsung sekitar abad ke-7 sampai abad ke-14 Masehi.

Kerajaan di Muara Takus diduga sebagai kerajaan yang mewakili kekuasaan Sriwijaya dalam menguasai kerajaan-kerajaan kecil yang ada di Riau pada masa itu. Kerajaan-kerajaan kecil tersebut adalah kerajaan Melayu yang kemudian bebas dan dapat berdiri sendiri setelah runtuhnya Kerajaan Sriwijaya.

Kerajaan Muara Takus pada akhirnya runtuh dan digantikan oleh Kerajaan Malaka yang menguasai Kerajaan Melayu seperti Bintan Tumasik, Kandis Kuantan, Gasib Siak, Kriteng Indragiri, Rokan, Segati, Pekan Tuan, dan Andiko Nan 44 Kampar.

Kerajaan Malaka kemudian digantikan oleh Kerajaan Johor. Kemudian, berdiri pula kerajaan besar lainnya, yakni Pagarruyung Minangkabau. Pada saat dua kerajaan besar tersebut berkuasa, kerajaan-kerajaan kecil Melayu dibagi menjadi dua wilayah kekuasaan, yaitu Kerajaan Andiko Nan 44 Kampar dan Kandis Kuantan yang menjadi wilayah kekuasaan Pagarruyung Minangkabau.

Masih berdasarkan buku yang sama, Belanda memasuki wilayah Riau pada tahun 1824. Belanda membuat perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Riau yang menyatakan kerajaan-kerajaan tersebut berada di bawah kekuasaan Belanda. Kerajaan tersebut adalah Melayu Riau, Siak, dan Indragiri.

Belanda pada saat itu juga membentuk sistem kontrak yang disebut Lange Contract dan Korte Verkaling. Dengan demikian, Belanda memiliki hak penuh untuk mengatur administrasi Riau dan memiliki kuasa atas para sultan dan raja sehingga semua keputusan harus melalui izin Belanda.

Daerah Riau saat itu dibagi menjadi tiga wilayah administrasi (afdeeling), yakni afdeeling Riouw Archipel dan afdeeling Indragiri, afdeeling Bengkalis dan onderafdeeling Bangkinang.

Daerah-daerah tersebut tidak mengalami perubahan hingga akhirnya pada tahun 1942 Jepang mengalahkan Belanda dan mengambil alih wilayah kekuasaannya di Riau. Pada saat pemerintahan Jepang, kekuasaan sultan dan raja langsung dibekukan.

Daerah Riau daratan dan Riau pesisir dijadikan wilayah administratif yang dalam pemerintahan Jepang disebut Riau Syu. Sedangkan, afdeeling Riouw (Riouw Archipel) dimasukkan ke dalam wilayah administrasi Jepang yang berada di Singapura disebut Syonanto.

KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN

Peserta Lawatan Sejarah Nasional XII yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang memasuki Istana Siak, Selasa (17/6/2014) di Siak, Riau. Istana Siak merupakan peninggalan kerajaan Melayu Islam abad ke-16-20 dengan 12 Sultan yang pernah bertahta.

Pada saat pemerintah Jepang berkuasa, wilayah daratan Riau berada di bawah kekuasaan Angkatan Darat Jepang, sedangkan wilayah Riau Kepulauan berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut Jepang. Riau daratan berpusat di Pekanbaru dan Riau Kepulauan berpusat di Singapura.

Setelah Jepang menyerah atas sekutu dan Indonesia merdeka pada tahun 1945, wilayah Kesultanan Siak Sri Indrapura dan Residentie Riouw akhirnya dilebur dan tergabung dalam Provinsi Sumatera yang berpusat di Bukittinggi. Kemudian, Provinsi Sumatera dimekarkan menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Dominannya etnis Minangkabau dalam pemerintahan Sumatera Tengah, menuntut masyarakat Riau untuk membentuk provinsi tersendiri.

Keinginan rakyat Riau yang menghendaki daerah otonomi sendiri kemudian dibahas dalam berbagai kesempatan. Dimulai dari pelaksanaan Kongres Pemuda Riau di Pekanbaru pada tanggal 17 Oktober 1954. Kemudian, dilanjutkan pada 7 Agustus 1955 diadakan Konperensi DPRDS I antar-empat kabupaten dalam Keresidenan Riau di Bengkalis.

Keseriusan untuk membentuk Provinsi Riau diwujudkan dengan membentuk Badan Penghubung Persiapan Provinsi Riau di Jakarta pada tanggal 9 September 1955. Kemudian, pada tanggal 31 Januari sampai dengan 2 Februari 1956 diselenggarakan Kongres Rakyat Riau. Meski pada tanggal 22 Oktober 1956, dalam sebuah pertemuan para tokoh dengan Mendagri Soenaryo, disebutkan Undang-Undang Pembentukan Provinsi Riau belum disiapkan, namun akan diajukan dalam Sidang Parlemen permulaan 1957.

Setelah melalui proses yang panjang, barulah pada sidang kabinet 1 Juli 1957 menyetujui Riau dan Jambi menjadi Provinsi sendiri. Persetujuan ini kemudian dituangkan dalam UU Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi yang disetujui pada tanggal 7 Agustus 1957.

Akhirnya, pada tanggal 9 Agustus 1957 diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 75 dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1957 yang menetapkan pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Undang-Undang Darurat Nomor 19 tahun 1957 itu kemudian dikukuhkan menjadi Undang-Undang Nomor 61 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Riau. Tanggal 9 Agustus 1957 kemudian ditetapkan sebagai Hari Ulang Tahun atau Hari Jadi Provinsi Riau.

Seiring dengan jalannya reformasi, terjadi perubahan secara administratif di Provinsi Riau. Setelah berlakunya pelaksanaan otonomi daerah, muncul daerah-daerah baru di Indonesia, tidak terkecuali Provinsi Riau. Terhitung mulai tanggal 1 Juli 2004, Kepulauan Riau resmi menjadi provinsi ke-32 di Indonesia.  Provinsi Riau yang dulunya terdiri dari 16 kabupaten/kota sekarang menjadi 12 kabupaten/kota.

Geografis

Provinsi Riau terletak antara 1°05′ Lintang Selatan – 2°25′ Lintang Utara dan 100° – 104°05′ Bujur Timur. Daerah ini memiliki luas area sebesar 87.023,66 kilometer persegi berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019. Luas Riau tersebut setara dengan 4,5 persen dari luas daratan Indonesia. Kabupaten terluas adalah Kabupaten Indragiri Hilir sekitar 15,5 persen dari luas Provinsi Riau, kemudian Kabupaten Pelalawan 13,9 persen, dan Kabupaten Bengkalis 13,5 persen.

Keberadaan Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan hingga Selat Malaka. Di sebelah utara, wilayah Riau berbatasan dengan Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara. Di sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat,  di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat, dan di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Riau dan Selat Malaka.

Provinsi Riau memiliki 157 pulau. Terbanyak di Pelalawan 47 pulau, kemudian Rokan Hilir 40 pulau, Indragiri Hilir 31 pulau, Bengkalis 21 pulau, Kepulauan Meranti 10 pulau, Kampar 4 pulau, Indragiri Hulu 3 pulau, dan Siak 1 pulau.

Di Provinsi Riau, terdapat 17 Lokasi Prioritas (Lokpri) perbatasan negara yang tersebar di empat kabupaten/kota yang memerlukan penanganan khusus, yaitu Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Bengkalis.

Provinsi Riau dialiri oleh 15 sungai. Empat sungai di antaranya digunakan sebagai jalur perdagangan maupun transportasi. Keempat sungai tersebut adalah Sungai Siak sepanjang 345 kilometer, Sungai Rokan sepanjang 325 kilometer, Sungai Kampar sepanjang 580 kilometer, dan Sungai Indragiri sepanjang 645 kilometer. Keempat sungai itu membelah dari bukit tinggi Bukit Barisan dan bermuara ke Selat Malaka dan Laut Cina. Sungai lainnya, antara lain, Sungai Kampar Kanan, Sungai Kampar Kiri, Sungai Simpang Kiri, Sungai Mandau, Sungai Kumu, Sungai Rokan Kanan, dan Sungai Liong.

Gunung yang dimiliki Riau, antara lain, Bukit Jadi, Pegunungan Tigapuluh, Bukit Sangkarpuyuh, Cengeembun, Bukit Merenbung, Pematang Jering, Kelampaian, Bukit Ubar, Bukit Juraganan, Bukit Kalan, Bukit Seligi, dan Bukit Sigandung.

Provinsi ini juga memiliki cagar biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu yang terletak di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak. Cagar biosfer yang memiliki luas 705,271 hektare ini dideklarasikan UNESCO dalam Man and the Biosphere Programme guna mendukung industri kayu berkelanjutan.

KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI

 Ekosistem pada Cagar Biosfer Giam Siak Kecil – Bukit Batu masih asri dan belum ternoda oleh tangan-tangan jahil manusia. Keindahan alam kawasan konservasi itu sangat kontras dibandingkan dengan hutan-hutan alam lain yang sudah rusak karena pembalakan liar.

Pemerintahan

Sejak resmi berdiri sendiri pada tahun 1958, Provinsi Riau telah dipimpin oleh 12 gubernur, 4 pelaksana tugas, dan 1 pelaksana harian. Gubernur Riau pertama adalah Mr SM Amin. Ia dilantik sebagai Gubernur Riau oleh Menteri Dalam Negeri yang diwakili oleh Sekjen Mr Sumarman berdasarkan Keputusan Presiden RI pada tanggal 27 Februari tahun 1958 No.258/M/1958. SM Amin menjabat gubernur hingga tahun 1960.

Tongkat kepemimpinan Riau kemudian diteruskan oleh Gubernur Kaharuddin Nasution selama enam tahun (1960-1966). Gubernur Riau selanjutnya adalah Arifin Ahmad (1966-1978), R Subrantas. S (1978-1980), Pelaksana Tugas Prapto Prayitno pada tahun 1980, Imam Munandar Periode (1980-1988), Pelaksana Harian (Plh) Baharuddin Yusuf (1988), dan Pelaksana Tugas (Plt) Atar Sibero pada 1988.

Soeripto kemudian menjabat Gubernur Riau selama 10 tahun (1988-1998), dilanjutkan oleh Saleh Djasit (1998-2003), M Rusli Zainal yang menjabat selama dua periode (2003-2013), Pelaksana Tugas Wan Abubakar (September 2008-November 2008), Pelaksana Tugas Djohermansyah Djohan (2013-2014), Annas Maamun (2014-2016), Arsyad Juliandi Rachman (2016-2018), Wan Thamrin Hasyim (2018-2019), dan Syamsuar (2019-Sekarang).

Secara administratif, pada tahun 2019, Provinsi Riau memiliki 10 kabupaten dan 2 kota, 169 kecamatan, dan 1.875 desa/kelurahan. Kesepuluh kabupaten tersebut adalah Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Siak, Kampar, Rokan Hulu, Bengkalis, Rokan Hilir, dan Kepulauan Meranti. Sedangkan dua kota di Provinsi Riau adalah Pekanbaru dan Dumai.

Jumlah pegawai negeri sipil (PNS) di Provinsi Riau sebanyak 87.544 orang. Rinciannya PNS yang berpendidikan sarjana/pascasarjana sebesar 63,88 persen, SMA sebesar 18,03 persen, Diploma sebesar 17,08 persen, dan sisanya 1,03 persen berpendidikan SMP ke bawah.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memimpin kirab dalam upacara pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau periode 2019-2024 Syamsuar dan Edy Natar Nasution di Kompleks Istana Kepresiden Jakarta, Rabu (20/2/2019). Gubernur Riau sebelumnya dijabat oleh Wan Thamrin yang menggantikan Arsyadjuli Andi Rachman karena memilih mundur dari jabatannya setelah kalah di Pilgub Riau dan memutuskan maju menjadi caleg di Pileg 2019. Pelantikan Syamsuar-Edy Natar sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB berdasarkan Keppres Nomor 20/P tahun 2019 tentang pengesahan dan pengangkatan Gubernur dan Wagub Riau masa jabatan tahun 2019-2024.

Politik

Sejak pertama kali pemilihan umum (Pemilu) diselenggarakan pada tahun 1955, daerah Riau menjadi ajang kompetisi perebutan suara antarpartai politik. Selama era Orde Baru, praktis Golkar mendominasi kemenangan di wilayah ini. Namun, sejak era Reformasi bergulir, konstelasi politik di daerah yang kerap disebut sebagai “Bumi Lancang Kuning” ini berlangsung dinamis.

Pada Pemilu 1955, dari 44 peserta pemilu, kehadiran partai bercorak Islam memberi warna yang kental di Riau. Partai-partai semacam Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Partai Nahdlatul Ulama (NU) mampu memikat pemilih.

Hasil pemilu pertama ini menempatkan Masyumi sebagai pemenang mayoritas dengan memperoleh 148.428 suara (52,75 persen) dari total 281.379 suara sah. Kemenangan Masyumi disusul oleh Perti dengan perolehan 57.004 suara (20,26 persen), kemudian NU dengan perolehan hanya 22.406 suara (7,96 persen). Hasil perolehan suara ketiga partai tersebut sudah mengisi suara hingga 80,9 persen pemilih di Riau. Sisanya, diperebutkan partai-partai politik seperti Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Persatuan Tarekat Indonesia (PPTI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan partai-partai lainnya.

Selama era Orde Baru, dalam lima kali pemilu sepanjang tahun 1971 hingga 1997, Golongan Karya (Golkar) selalu memenangkan suara pemilih di Riau. Sedangkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) perolehan suaranya fluktuatif.

Kesuksesan Golkar di Riau ditunjukkan dengan perolehan suara yang sangat tinggi, berkisar antara 70-85 persen suara, kecuali pada Pemilu 1977 yang hanya meraih 54,9 persen. Pada Pemilu 1971, Golkar meraih 75,68 persen. Sedangkan PPP meraih 22,02 persen suara dan PDI hanya meraup 2,30 persen suara.

Pada Pemilu 1977, kekuatan massa Islam tampaknya mencoba mengulang sukses Pemilu 1955 lalu. Hal ini tampak sejalan dengan meningkatnya perolehan suara PPP yang berusaha menandingi perolehan suara Golkar. PPP berhasil meraih 229.276 suara (42,4 persen), sedangkan Golkar tetap unggul dengan perolehan suara 54,9 persen. Adapun, PDI tetap jauh tertinggal dengan hanya meraih 3 persen suara.

Eksistensi PPP tak berlangsung lama. Perolehan suara partai tersebut kembali turun pada Pemilu 1982. Partai berlambang Ka’bah tersebut hanya memperoleh 25,8 persen suara. Penurunan terus berlanjut hingga pada pemilu-pemilu berikutnya.

Pada Pemilu 1987, PPP hanya memperoleh suara 15 persen, sedangkan perolehan suara Golkar meningkat hingga 80 persen. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, perolehan suara PDI masih tertinggal jauh. Pada pemilu ini, PDI hanya memperoleh 5 persen suara.

Pemilu selanjutnya tahun 1992, perolehan suara Golkar turun 3 persen menjadi 77 persen, meskipun demikian Golkar tetap unggul dalam pemilu tersebut. Perolehan suara PPP kembali turun 1 persen menjadi 1 persen, di sisi lain perolehan suara PDI meningkat 4 persen menjadi 9 persen, namun posisinya masih jauh tertinggal jika dibandingkan Golkar dan PPP.

Posisi Golkar terus menguat hingga memasuki Pemilu 1997. Pada pemilu tersebut, partai berlambang pohon beringin ini memperoleh suara hingga 83 persen, sedangkan perolehan suara PPP dan PDI tertinggal jauh. PPP memperoleh suara 14 persen dan PDI hanya memperoleh suara 4 persen.

KOMPAS/KARTONO RYADI

Emil Salim banyak menggunakan pendekatan pribadi pada kampanye. Selain bisa mengetahui isi hati mereka, pendidikan politik bisa diberikan. Tampak Emil Salim sedang berbincang-bincang dengan para penarik “becak air” di Tanjung Pinang pada 13/4/1982.

Memasuki era Reformasi, kendati perolehan suara Golkar tidak secemerlang pemilu-pemilu sebelumnya, namun pada Pemilu 1999, Golkar masih menjadi pemenang di Riau. Golkar berhasil mendulang simpati sebanyak 506.762 suara atau 30,1 persen. Golkar menang di Kabupaten Kampar, Indragiri Hulu, dan Indragiri Hilir. Hanya di daerah Bengkalis, Golkar dikalahkan oleh PDI Perjuangan (PDI-P).

PDI-P pada pemilu kali ini justru membuat sejarah baru di Riau. Jika pada pemilu sebelumnya, PDI tidak banyak diminati masyarakat, namun pada pemilu  1999, PDI Perjuangan mampu merebut posisi kedua dengan perolehan 426.824 suara atau 25,4 persen.

Sedangkan partai-partai seperti PPP, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan (PK), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), belum mampu menarik banyak simpati masyarakat. PPP hanya memperoleh 13,3 persen suara, PAN memperoleh 10,2 persen suara, PKB memperoleh 2,9 persen suara, PBB memperoleh 2,4 persen suara, dan PKB memperoleh 1,2 persen suara.

Memasuki Pemilu 2004, perolehan suara Golkar sedikit menurun menjadi 27 persen, kemudian disusul oleh PDI-P dengan perolehan suara 11 persen, PAN memperoleh suara 9 persen, PKS dan PPP masing-masing memperoleh suara 8 persen, sedangkan partai-partai lainnya tertinggal jauh dengan perolehan suara di bawah 5 persen.

Perolehan suara Golkar semakin menurun lagi pada Pemilu 2009. Golkar memperoleh suara sebanyak 20 persen, disusul oleh Demokrat dengan perolehan 16 persen, PKS memperoleh suara 9 persen, PPP memperoleh suara 8 persen, PDI-P dan PAN masing-masing memperoleh suara 7 persen, dan partai lainnya memperoleh suara di bawah 5 persen. Kendati perolehan suaranya turun, Golkar tetap unggul dalam pemilu tersebut.

Golkar kembali meraih suara terbanyak pada Pemilu 2014. Perolehan suaranya mencapai 544.986 suara atau 20,41 persen suara. Di urutan kedua, PDI-P meraih 374.487 suara (14,03 persen), disusul oleh PAN (9,99 persen), Demokrat (9,78 persen), dan Gerindra (9,74 persen). Sementara partai-partai lainnya seperti PKB mendapatkan suara 8,12 persen, PKS mendapatkan suara 7,12 persen, PPP (7,01 persen), Nasdem (6,21 persen), Hanura (4,22 persen), PBB (2,33 persen), dan PKPI (1,02 persen).

Pada Pemilu 2019, Gerindra menggeser posisi Golkar dengan perolehan 386.835 suara (13,2 persen), sedangkan PDI-P berada di posisi kedua dengan perolehan 351.931 suara (12,9 persen). Disusul kemudian oleh PKS (12,7 persen), Golkar (12,0 persen), dan Demokrat (11,1 persen). Sedangkan partai lainnya seperti PKB, Nasdem, Garuda, Berkarya, Perindo, PPP, PSI, PAN, Hanura, PBB, dan PKPI memperoleh suara di bawah 10 persen.

Kependudukan

Jumlah penduduk di Provinsi Riau mencapai 6.971.745 jiwa pada tahun 2019. Penduduk laki-laki sebanyak 3.574.942 jiwa sedangkan penduduk perempuan sebanyak 3.396.803 jiwa. Rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 105 yang menunjukkan bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dari perempuan.

Penduduknya terbanyak berdiam di Kota Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi, yakni 16,40 persen dari seluruh penduduk Riau. Adapun jumlah penduduk terkecil berada di Kabupaten Kepulauan Meranti, yakni 2,67 persen dari penduduk Riau.

Provinsi ini dihuni oleh bermacam suku baik suku pendatang maupun suku asli daerah. Suku pendatang tersebut terdiri dari suku Melayu, Bugis, dan Makassar, Banjar, Mandailing, Batak, Jawa, Minangkabau. Sementara suku asli pedalaman adalah Suku Sakai, Suku Akit, Suku Talang Mamak, Suku Bonai, dan Suku Laut (Duano). Kelima suku pedalaman atau yang biasa disebut dengan Komunitas Adat Terpencil (KAT) itu hidup di sejumlah wilayah hutan di Provinsi Riau dan umumnya tertinggal secara sosial dan ekonomi.

Bahasa yang digunakan umumnya menggunakan bahasa Melayu. Pada zaman Kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu sudah menjadi bahasa pengantar di Nusantara. Sebagian masyarakat lainnya menggunakan bahasa Banjar, Batak, Bugis, dan Minangkabau.

Mayoritas penduduk di Provinsi Riau memeluk Agama Islam, yakni sebanyak 5.312.814 jiwa (87,47 persen), lalu Kristen 562.907 jiwa (9,27 persen), Budha 132.593 jiwa (2,18 persen), Katolik 61.391 jiwa (1,01 persen), Kong Hu Cu 2.130 iwa (0,04 persen), Hindu 757 jiwa (0,01 persen), dan kepercayaan lainnya 1.508 jiwa (0,02 persen).

Sebagian besar penduduk Riau bekerja di sektor pertanian, yakni sebesar 39,13 persen pada tahun 2018. Namun, jika dilihat pada pertumbuhan per tahun, penyerapan tenaga kerja tertinggi ada pada sektor jasa lainnya sebesar 17,71 persen, diikuti sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 10,13 persen.

KOMPAS/AGNES RITA SULISTYAWATY

Kebiasaan hidup menetap di kalangan masyarakat Sakai baru terjadi beberapa tahun terakhir. Sebelumnya, masyarakat yang hidup antara Minas hingga Duri di Provinsi Riau ini mempunyai kebiasaan hidup berpindah. Hidup menetap terpaksa dijalani masyarakat Sakai karena hutan yang menjadi daerah jelajah mereka sudah semakin habis setelah sejumlah perusahaan masuk ke wilayah mereka.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
73,00 (2019)

Umur Harapan Hidup 
71,48 tahun (2019)

Harapan Lama Sekolah 
13,14 tahun (2019)

Rata-rata Lama Sekolah 
9,03 tahun (2019)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
6,32 persen (Agustus 2020)

Tingkat Kemiskinan
6,82 persen (Maret 2020)

Rasio Gini
0,329 (Maret 2020)

Kesejahteraan

Pembangunan manusia di Provinsi Riau termasuk tertinggi di Pulau Sumatera. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Riau tahun 2019 tercatat sebesar 73, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 72,44. IPM Riau itu terhtung tertinggi kedua di Pulau Sumatera setelah Provinsi Kepulauan Riau (75,48) dan masuk dalam status tinggi.

Tingginya IPM Riau tersebut tampak dari dimensi kesehatan yang diwakilkan oleh Umur Harapan Hidup (UHH) pada tahun 2019 selama 71,48 tahun, meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya yakni 71,19 tahun.

Untuk dimensi pendidikan, angka harapan lama sekolah (HLS) Riau tercatat 13,14 tahun pada tahun 2019, meningkat dari tahun sebelumnya selama 13,11 tahun. Sedangkan rata-rata lama sekolah (RLS) Riau tercatat 9,03 tahun, meningkat dari tahun sebelumnya selama 8,92 tahun.

Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan penduduk Riau sebesar Rp 11,25 juta pada tahun 2019, meningkat dibandingkan lima tahun sebelumnya sebesar Rp 10,26 juta.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Riau pada Agustus 2020 tercatat sebesar 6,32 persen, meningkat 0,56 persen jika dibandingkan dengan TPT Agustus 2019 sebesar 5,98 persen. TPT tertinggi terjadi di Kabupaten Bengkalis (9,31 persen) dan TPT terendah di Kabupaten Rokan Hulu, yaitu 4,42 persen. Adapun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2020 sebesar 65,24 persen, sedikit meningkat dibanding tahun sebelumnya 64,94 persen.

Selama lima tahun terakhir, penduduk miskin Provinsi Riau mengalami penurunan. Pada Maret 2020, persentase penduduk miskin di Provinsi Riau sebesar 6,82 persen atau sebanyak 483,39 ribu jiwa. Jumlah tersebut turun 7,33 ribu jiwa jika dibandingkan Maret 2019, yakni 500,44 ribu jiwa. Persentase penduduk miskin Riau tersebut berada di bawah rata-rata nasional yang sebesar 9,78 persen.

Pada Maret 2020, tingkat ketimpangan atau gini ratio Riau sebesar 0,329 persen sehingga masuk dalam kategori ketimpangan rendah.

KOMPAS/AHMAD ARIF

Provinsi Riau merupakan salah satu penghasil minyak terbesar di Indonesia, tetapi angka kemiskinan dan anak yang putus sekolah di daerah ini tergolong tinggi. Tiga anak ini berjalan meniti pipa minyak dan gas milik PT Chevron di Desa Kandis, Kecamatan Mandau, Riau, Selasa (27/3/2007).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 3,56 triliun (2019)

Dana Perimbangan 
Rp 5,13 triliun (2019)

Pertumbuhan Ekonomi
2,84 persen (2019)

PDRB per kapita
Rp 109,76 juta/tahun (2019)

Inflasi
2,36 persen (2019)

Nilai Ekspor
1,32 miliar dolar AS (Oktober 2020)

Nilai Impor
95,03 juta dolar AS (Oktober 2020)

Ekonomi

Provinsi Riau termasuk salah satu provinsi kaya di Nusantara. Di sisi perekonomian, provinsi ini merupakan salah satu kekuatan penopang ekonomi nasional, terutama dari kegiatan hasil pertambangan seperti minyak bumi, batubara, emas, timah dan bahan tambang lainnya. Selain itu, Riau memiliki kekayaan alam berupa hutan, perkebunan, dan pertanian dalam arti luas.

Struktur perekononian Riau ditopang oleh tiga lapangan usaha utama, yaitu industri pengolahan, pertambangan dan penggalian, serta pertanian, kehutanan, dan perikanan. Sektor industri pengolahan berkontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 25,46 persen.

Untuk menopang industri, Riau memiliki sejumlah kawasan yang diperuntukan bagi integrasi industri, seperti di Dumai, Tanjung Buton, Tenayan, Buruk Bakul, Technopark Pelalawan, dan Kuala Enok.

Sektor pertambangan dan penggalian menjadi andalan kedua dalam memperkokoh perekonomiannya. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB Riau mencapai 24,23 persen. Salah satunya disumbang oleh produksi minyak bumi yang telah menjadi penyumbang utama nasional sejak tahun 1960.

Catatan rekor produksi minyak Riau bahkan sempat mendominasi hingga 70 persen produksi minyak nasional. Namun seiring waktu, produksinya semakin menurun. Tahun 2019, produksi minyak bumi dari Provinsi Riau sebesar 83,3 juta barel, turun dibandingkan tiga tahun sebelumnya yang masih sebesar 98,9 juta barel.

Jenis tambang lainnya di Riau adalah gas, batubara, emas, timah dan bahan tambang lainnya. Pertambangan batubara di Riau dihasilkan di tiga kabupaten, yaitu Kuansing, Indragiri Hulu, dan Indragiri Hilir.

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menjadi motor penggerak ketiga perekonomian rakyat di Riau. Kontribusi sektor ini mencapai 23,18 persen dari total PDRB Riau. Tak hanya memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian lokal, sektor ini juga mampu menyerap banyak tenaga kerja.

Komoditi yang diunggulkan di provinsi ini meliputi komoditi kelapa, kelapa sawit dan gambir di sub sektor perkebunan, ikan patin di Sub sektor perikanan dan budidaya laut dan budidaya tambak di sub sektor perikanan.

Dalam sembilan tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau jauh di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Tahun 2019, angka pertumbuhannya hanya 2,84 persen, di bawah laju pertumbuhan nasional sebesar 5,02 persen.

Nilai ekspor Riau Oktober 2020 sebesar 1,32 miliar dolar AS, naik 9,87 persen dibanding ekspor September 2020. Secara kumulatif, nilai ekspor Riau Januari-Oktober 2020 sebesar 10,88 miliar dolar AS atau mengalami kenaikan sebesar 8,50 persen dibanding periode yang sama tahun 2019. Adapun ekspor non migas sebesar 10,49 miliar dolar AS, naik sebesar 11,75 persen.

Ekspor nonmigas utama Riau antara lain komoditas lemak dan minyak hewan/nabati, kertas dan karton serta bubur kayu (pulp). Negara tujuan ekspor Riau terutama ke China (16,96 persen), India (13,79 persen), dan Pakistan (5,44 persen).

Nilai impor Riau Oktober 2020 tercatat 95,03 juta dolar AS, naik  sebesar 5,87 persen dibanding nilai impor September 2020 yang mencapai 89,76 juta dolar AS. Secara kumulatif, nilai impor Riau mencapai 1,10 miliar dolar AS, turun 12,61 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang besarnya 1,26 miliar dolar AA.

Impor nonmigas sepanjang 2020 didominasi oleh mesin-mesin/pesawat mekanik (27,07 persen), kemudian pupuk (19,50 persen), bubur kayu (9,46 persen), serta bahan kimia anorganik (5,90 persen). Adapun impor terbesar berasal dari China (17,19 persen), Kanada (13,53 persen), dan Malaysia (8,,93 persen).

Untuk menunjang kegiatan perekonomian, Provinsi Riau memiliki sarana dan prasarana yang memadai, di antaranya Pelabuhan Pekanbaru di Kota Pekanbaru, Pelabuhan Perawang di Kota Pekanbaru, Pelabuhan Dumai di Kota Dumai, Pelabuhan Bagan Siapi-api di Kabupaten Rokan Hilir, serta Bandara Sultan Syarif Kasim II  yang terletak di Kota Pekanbaru dan Bandara Pinang Kampai di Kota Dumai.

KOMPAS/NELI TRIANA

Kompleks Candi Muara Takus di Kabupaten Kampar, salah satu potensi wisata di Riau yang kurang tergarap dengan baik karena terbentur masalah terbatasnya akses jalan. Gambar diambil Oktober 2005 lalu.

Tidak hanya kaya akan sumber daya alam, Provinsi Riau juga memiliki alam yang indah. Destinasi wisata yang terkenal, antara lain, Ulu Kasok yang juga disebut sebagai mini Raja Ampat, ombak Bono di sungai Kampar, air terjun Aek Martua di Kabupaten Rokan Hulu, pulau Jemur, Taman Nasional Tesso Nilo, dan wisata sejarah seperti Candi Muara Takus.

Pada tahun 2019, wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Riau mencapai 34.419 orang, meningkat sebanyak 4.643 orang jika dibandingkan tahun 2018, yakni 29.776 orang. Wisatawan mancanegara tersebut sebagian besar berasal dari negara-negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Kado Hari Jadi Ke-45 Riau” *Teropong, Kompas, 09 Agustus 2002, hal. 50
  • “Riau, Sumber Naskah Melayu Kuno”, Kompas, 17 Oktober1992, hal. 08
  • “Peta Politik Pemilihan Umum: Provinsi Riau * Pemilihan Umum 2004”, Kompas, 04 Februari 2004, hal. 40
  • “Direnovasi Total, Istana Siak Ditutup Sementara”, Kompas, 09 Maret 2004, hal. 34
  • “Istana Siak: Kemegahan Melayu yang Tersembunyi”, Kompas, 09 Maret 2004, hal. 34
  • “Melawat ke Bunda Tanah Melayu”, Kompas, 20 Maret 2006, hal. 38
  • “Peta Politik: Provinsi Riau * “Politik Tempatan” Mendikte Kemenangan”, Kompas, 05 Februari 2009, hal. 42
  • “Adat Ketemenggungan dan Adat Perpatih”, Kompas, 05 Februari 2009, hal. 42
  • “Hasil Pemilu di Riau: Benteng Beringin Tanah Melayu”, Kompas, 25 Mei 2009, hal. 08
  • “Konsolidasi Demokrasi Riau (1) : Melemahnya Kekuatan Penyangga”, Kompas, 28 Juni 2011, hal. 05
  • “Konsolidasi Demokrasi Riau(2): Elite Semakin Pragmatis”, Kompas, 30 Juni 2011, hal. 05
  • “Konsolidasi Demokrasi Riau (3): Pertarungan Berlanjut”, Kompas, 01 Juli 2011, hal. 04
  • “Konsolidasi Demokrasi Riau (4): Golkar Kian Tergerogoti”, Kompas, 02 Juli 2011, hal. 05
  • “Konsolidasi Demokrasi Riau (5): Petahana Tak Pernah Menang di Dumai”, Kompas, 04 Juli 2011, hal. 05
  • “Konsolidasi Demokrasi Riau (6) : Fungsi Kontrol Legislatif Tidak Berjalan”, Kompas, 05 Juli 2011, hal. 05
  • “Konsolidasi Demokrasi Riau (7-habis): Memutus Pola Politik Berorientasi Rente”, Kompas, 06 Juli 2011, hal. 05
  • “Keindahan Riau: Siak, Daya Tarik Kerajaan Melayu Islam”, Kompas, 16 Agustus 2012, hal. 33
Buku dan Jurnal
Internet
Aturan Pendukung

Penulis
Antonius Purwanto

Kontributor
Theresia Bella Callista

Editor
Ignatius Kristanto