Daerah

Kota Sukabumi: Kota Polisi yang Jadi Pusat Jasa Terpadu

Terletak di bagian selatan tengah Jawa Barat, Kota Sukabumi dikenal dengan julukan Kota Santri karena di daerah ini terdapat banyak pesantren yang melahirkan ulama besar. Kota yang sejak tahun 2022 dikenal pula sebagai Kota Polisi ini, memiliki potensi sebagai pusat jasa terpadu di bidang perdagangan, pendidikan, dan kesehatan.

KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO

Lapangan Merdeka atau Lapdek dengan fasilitas GOR Merdeka di pusat Kota Sukabumi, Jawa Barat. Selain memfasilitasi kegiatan olaraga masyarakat, areal yang baru saja diresmikan ini menjadi ruang publik baru warga.

Fakta Singkat

Hari Jadi 
1 April 1914

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 17/1950

Luas Wilayah
48,33 km2

Jumlah Penduduk
346.804 jiwa (2021)

Kepala Daerah
Wali Kota Achmad Fahmi
Wakil Wali Kota Andri Setiawan Hamami

Instansi terkait
Pemerintah Kota Sukabumi

Kota Sukabumi merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat. Kota ini terletak di bagian selatan tengah Jawa Barat, dan berada di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang berjarak 120 km dari ibu kota negara Jakarta.

Setelah kemerdekaan, kota ini dibentuk berdasarkan UU 17/1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Hari jadi Kota Sukabumi ditetapkan pada tanggal 1 April 1914. Pada tanggal itu, pemerintah Hindia Belanda menjadikan Kota Sukabumi sebagai Burgerlijk Bestuur dengan status Gemeente (kotapraja). Alasannya, di kota ini banyak berdiam orang-orang Belanda dan Eropa pemilik perkebunan-perkebunan yang berada di daerah Kabupaten Sukabumi bagian selatan yang harus mendapatkan pengurusan dan pelayanan yang istimewa.

Kota dengan semboyan “Reugreug Pageuh Rapeh Rapiah” ini dihuni oleh 346.804 jiwa (2021). Kota yang terdiri dari tujuh kecamatan dan 33 kelurahan ini dipimpin oleh Wali Kota Achmad Fahmi dan Wakil Wali Kota Andri Setiawan Hamami (2018–2023).

Visi Kota Sukabumi pada tahun 2018–2023 adalah “terwujudnya kota Sukabumi yang religius, nyaman, dan sejahtera”. Adapun misinya ada empat hal. Pertama, mewujudkan masyarakat yang berakhlakulkarimah, sehat, cerdas, kreatif,dan berbudaya serta memiliki kesetiakawanan sosial. Kedua, mewujudkan tata ruang dan infrastruktur yang berkualitas dan berwawasan lingkungan.

Ketiga, mewujudkan ekonomi daerah yang maju bertumpu pada sektor perdagangan, ekonomi kreatif, dan pariwisata melalui prinsip kemitraan dengan dunia usaha, dunia pendidikan, dan daerah sekitar. Keempat, mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan inovatif.

Kota ini secara resmi ditetapkan sebagai Kota Polisi dengan ditandatangani dan diterbitkannya Keputusan Wali Kota (Kepwal) Sukabumi Nomor: 188.45/115–Huk/ 2022 pada tanggal 31 maret 2022. Di kota ini, terdapat Sekolah Calon Perwira (Secapa) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tempat menggodok para calon perwira polisi. Setiap tahun sekolah tersebut menelurkan ribuan perwira polisi dari berbagai daerah di tanah air.

Di sisi lain, Kota Sukabumi dikenal pula sebagai Kota Santri karena terdapat banyak pesantren yang melahirkan ulama besar. Keberadaan Kota Santri ditunjukkan dengan simbol tugu Asmaul Husna yang berada di pusat kota.

Kota Sukabumi berada di jalur lintasan Jakarta-Bandung yang membuat sektor perdagangan berkembang pesat. Pertumbuhan bisnis ritel mendorong menjamurnya rumah makan di Kota Sukabumi. Industri makanan ringan pun berkembang pesat dan banyak dipasarkan di toko atau pun pasar swalayan, seperti kue mochi dan kue jahe.

Sejarah pembentukan

Dalam buku Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis oleh Zaenuddin HM (2013), buku Citra Kota Sukabumi dalam Arsip yang diterbitkan ANRI (2013), dan tulisan “Sejarah Kota Sukabumi” di laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum, disebutkan nama “Soeka-Boemi” pertama kali diperkenalkan pada tanggal 13 Januari 1815 ke dunia luar Sukabumi oleh administratur perkebunan bernama Andries Christoffel Johannes de Wilde.

Andries adalah seorang berkebangsaan Belanda yang menjelajah di Sukabumi untuk mencari lokasi tanah yang cocok untuk perkebunan. Andries juga seorang Preanger Planter (pemilik perkebunan) kopi dan teh yang bermukim di Bandung. Eks rumah tinggal dan gudang kopinya sekarang dijadikan Kantor Pemkot Bandung.

Awalnya, Andries mengirim surat kepada kawannya Pieter Englhard untuk mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk mengganti nama Cikole (berdasar nama sungai yang membelah kota Sukabumi) dengan nama Soekaboemi 13 Januari 1815. Sejak itulah, Cikole resmi menjadi Soekaboemi.

Namun, bukan berarti hari jadi Kota Sukabumi jatuh pada tanggal tersebut. Ceritanya memang tidak singkat. Bermula dari komoditas kopi yang banyak dibutuhkan VOC, Van Riebek dan Zwadecroon berusaha mengembangkan lebih luas tanaman kopi di sekitar Bogor, Cianjur, dan Sukabumi.

Tahun 1709 Gubernur Van Riebek mengadakan inspeksi ke kebun kopi di Cibalagung (Bogor), Cianjur, Jogjogan, Pondok Kopo, dan Gunung Guruh Sukabumi. Inilah salah satu alasan dibangunnya jalur lintasan kereta api yg menghubungkan Soekaboemi dengan Buitenzorg dan Batavia di bagian barat dan Tjiandjoer (ibu kota Priangan) dan Bandoeng di timur. Saat itu, de Wilde adalah pembantu pribadi Gubernur Jenderal Daendels dan dikenal sebagai tuan tanah di Jasinga Bogor.

Pada 25 Januari 1813, ia membeli tanah di Sukabumi yang luasnya lima per duabelas bagian di seluruh tanah yang ada di Sukabumi seharga 58 ribu ringgit Spanyol. Tanah tersebut berbatasan dengan Lereng Gunung Gede Pangrango di sebelah utara, Sungai Cimandiri di bagian selatan, lalu di arah barat berbatasan langsung dengan keresidenan Jakarta dan Banten dan di sebelah Timur dengan Sungai Cikupa.

Sejarah juga mencatat, pada awalnya Kota Sukabumi merupakan pemukiman penduduk bagian dari wilayah pemerintahan District Goenoeng Parang, Onderafdeeling Tjiheulang, Afdeeling Tjiandjoer, Residentie Preanger.

Dalam tata pemerintahan Hindia Belanda, Sukabumi pada tahun 1913 masih disebut sebagai ”hoofdplaats van het district Goenoeng Parang”. Tahun 1914, nama Gunung Parang mendapat sebutan ganda. Selain disebut Gunung Parang disebut pula Sukabumi. Hal ini terjadi ketika Gunung Parang berkembang menjadi pemukiman berpenghuni pengusaha perkebunan berkebangsaan Belanda dan Cina.

Status district (kewedanaan) Gunung Parang kemudian berubah menjadi Onderafdeeling Soekaboemi (Kecamatan Sukabumi), Afdeeling Regentschappen Tjiandjoer, Residentie Preanger, dengan luas wilayah sekitar 225 km2.

Lalu pada 1 April 1914, pemerintah Hindia Belanda menjadikan kota Sukabumi sebagai Burgerlijk Bestuur (pemerintahan sipil yang otonom atau kota swapraja) dengan status Gemeente (Kotapraja) yang dipimpin oleh seorang Burgemeester (Wali-kota). Selama 12 tahun pemerintahan belum berjalan, karena belum ada pejabat yang diangkat.

Adapun, alasan perubahan itu adalah bahwa di kota ini banyak berdiam orang-orang Belanda dan Eropa pemilik perkebunan-perkebunan yang berada di daerah Kabupaten Sukabumi bagian selatan yang harus mendapatkan pengurusan dan pelayanan yang istimewa.

KOMPAS/JEAN RIZAL LAYUCK

Kantor Kotamadya Dati II Sukabumi

Selanjutnya pada 1 Mei 1926, Mr. G.F. Rambonnet diangkat menjadi Eerste Burgemeester Soekaboemi, merangkap Sekretaris kota dengan 10 orang Anggota Dewan Kota. Sesuai undang-undang, tiga orang di antaranya adalah warga setempat dan satu orang warga keturunan Cina, yaitu Raden Djajakoesoemah, Raden Sadeli, Raden Demang Karnabrata, dan Oeij Djin Tjiang. G.F. Rambonnet menduduki jabatan walikota sampai dengan tahun 1934.

Pada masa ini pula, dibangun Stasiun Kereta Api, Mesjid Agung, Gereja Kristen, Pantekosta, Katholik, Bethel, HKBP, Pasundan, pembangkit listrik Ubrug; centrale (Gardu Induk) Cipoho, Sekolah Polisi Gubermen yang berdekatan dengan lembaga pendidikan Islam tradisionil Pondok Pesantren Syamsul ‘Ulum Gunung Puyuh yang didirikan oleh KH Ahmad Sanusi pada tahun 1933.

Dalam Regeerings Almanak dari tahun 1934 sampai dengan tahun 1940, tidak ditemui catatan mengenai siapa yang menggantikan Mr. Rambonnet sebagai wali kota. Namun demikian, dalam buku saku terbitan Bappeda Sukabumi tahun 1981 disebutkan pengganti Rambonnet secara berturut-turut sampai tahun 1942 adalah Ouwenkerk (1935-1939), A .L.A. van Unen (1940-1941), dan terakhir W.J. Ph. Van Waning (1942).

Perkembangan kota dan struktur pemerintahan Sukabumi berjalan demikian cepat melampaui Cianjur yang sebelumnya berada di depan. Pada tahun 1929, struktur tata pemerintahan Hindia Belanda untuk wilayah yang menjadi Jawa Barat berubah.

Kata Preanger berganti Priangan. Residenschap Priangan dibagi menjadi tiga afdeeling yaitu Afdeeling West-Priangan dengan Sukabumi sebagai hoofdplaats (Ibu kota), Midden-Priangan dengan ibu kota Bandung, dan Oost-Priangan dengan ibu kota Tasikmalaya. Dengan demikian Sukabumi (dan Cianjur) tergabung dalam Afdeeling West-Priangan van de Provincie West-Java, dengan Hoofdafdeeling Mr. A.A. de Waas.

Setelah Indonesia merdeka, berturut-turut terjadi perubahan nama dari Gemeente Soeka Boemi (1914-1942) menjadi Soekaboemi Shi (1942-1945), Kota Kecil Sukabumi (UU 17/1950), Kotapraja Sukabumi (UU 1/1957), Kotamadya Sukabumi (UU 1/1965), Kotamadya Daerah Tingkat II Sukabumi (UU 5/1974) dan akhirnya melalui UU 22/1999, dan UU 32/2003 hingga sekarang menjadi Kota Sukabumi.

KOMPAS/JOHNNY TG

Situs Punden Berundak Pangguyangan di Sukabumi.

Geografis

Kota ini terletak di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango pada ketinggian 584 meter di atas permukaan laut dan titik koordinat 106 ˚45’50” Bujur Timur dan 106˚45’10” Bujur Timur, serta 6˚50’44” Lintang Selatan.

Di sebelah utara, Kota Sukabumi berbatasan dengan Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi dan di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja.

Dengan luas 48,33 kilometer persegi, kota ini terbagi atas tujuh kecamatan. Kecamatan Lembur Situ memiliki wilayah terluas yaitu mencapai 22,12 persen dari total luas wilayah Kota Sukabumi. Sedangkan Kecamatan Citamiang memiliki luas terkecil yakni 4,00 kilometer persegi (8,28 persen).

Wilayah Kota Sukabumi merupakan lereng selatan dari Gunung Gede dan Gunung Pangrango, berada pada ketinggian 550 meter di atas permukaan laut pada bagian selatan dan 770 meter di atas permukaan laut bagian utara. Sedangkan di bagian tengah ketinggian rata-rata 650 meter dari permukaan laut. Bentuk bentangan alam Kota Sukabumi berupa perbukitan bergelombang dengan sudut lereng beragam.

Keadaan tata air Kota Sukabumi umumnya cukup baik karena wilayahnya merupakan bagian dari Gunung Gede, dan diapit oleh dua buah sungai besar yaitu Sungai Cipelang Gede dan Cisuda, yang kesemuanya bermuara di Samudera Indonesia. Sungai lainnya yang mengalir di wilayah ini adalah Sungai Cipelangleutik dan Cimuncang yang keduanya bermuara di Sungai Cimandiri.

Dari pantauan alat pengukur di tiga stasiun amatan, jumlah hari hujan di Kota Sukabumi sepanjang tahun 2020 berkisar antara 178-204 hari. Bulan Maret merupakan bulan dengan rata-rata curah hujan per bulan tertinggi yaitu mencapai 536,67 mm, sedangkan yang terendah terjadi di bulan Juli yaitu 36,00 mm.

KOMPAS/DWI BAYU RADIUS

Beberapa warga melewati jembatan gantung Situgunung di Desa Gede Pangrango, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin (8/7/2019). Jembatan itu berada tak jauh dari arena berkemah Tanakita.

Pemerintahan

Dalam buku “Citra Kota Sukabumi dalam Arsip” yang diterbitkan ANRI (2013), disebutkan nama-nama pimpinan daerah yang pernah memerintah Sukabumi dari masa ke masa. Disebutkan pada Oktober 1926, pemerintah Hindia Belanda mengangkat Mr. G.F. Rambonet sebagai Eerste Burgemeester Soekaboemi.

Kemudian dalam buku saku terbitan Bappeda Sukabumi tahun 1981 disebutkan pengganti Rambonnet secara berturut-turut sampai tahun 1942 adalah Ouwenkerk (1935-1939), A .L.A. van Unen (1940-1941), dan W.J. Ph. Van Waning (1942).

Setelah kemerdekaan, nama-nama pimpinan pemerintahan daerah Sukabumi adalah Mr. R. Syamsudin (1945-1946), Raden Mamur Soeria Hoedaja (1946-1948), Raden Ebo Adinegara (1948-1950), Raden Widjaja Soerija (Acting), Raden S. Affandi Kartadjumena (1950-1952), Raden Soebandi Prawiranata (1952-1959), Mochamad Soelaeman (1959-1960), dan Raden Soewala (1960-1963).

Kemudian dilanjutkan oleh Raden Semeru (Acting), Achmad Darmawan Adi (1963-1961), Raden Bidin Suryagunawan (Acting), Saleh Wiradikarta (1966-1978), Soejoed (1978-1988), Zaenudin Mulaebary (1988-1993), Udin Koswara (1993-1997), R. Nuriana (Gubernur Jabar) sebagai Penjabat Sementara, Hj. Molly Mulyahati Djubaedi sebagai Pelaksana Harian, Hj. Molly Mulyahati Djubaedi (1998-2003), Mokh. Muslikh Abdussyukur (2003-2013), Mohamad Muraz (2013-2018), dan Achmad Fahmi (2018-2023).

Secara administratif, Kota Sukabumi terbagi dalam tujuh kecamatan dan 33 kelurahan. Ketujuh kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Puyuh, Cikole, Citamiang, Warudoyong, Baros, Lembursitu, dan Cibeureum.

Tahun 2021, Pemerintah Daerah Kota Sukabumi memiliki sejumlah 3.402 PNS, laki-laki sebanyak 1.608 dan perempuan sebanyak 1.794. Dari tingkat pendidikan yang ditamatkan, sebagian besar pegawai berpendidikan sarjana atau lebih tinggi yakni sebanyak 2.362 orang.

DISKOMINFO KOTA SUKABUMI

Wali Kota Sukabumi, Achmad Fahmi, bersama Sekretaris Daerah, Dida Sembada, serta jajaran Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) mengunjungi kawasan alun-alun dan lapangan merdeka. Pada peninjauan tersebut, Wali Kota beserta rombongan memeriksa setiap bagian pada Kawasan Alun – alun dan Lapang Merdeka yang ditata sejak bulan Juli 2021.

Politik

Pilihan politik warga Kota Sukabumi dalam tiga kali pemilihan umum legislatif cenderung dinamis. Hal itu tampak dari peta perpolitikan yang tecermin dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kota Sukabumi.

Pada Pemilu Legislatif 2009, dari 30 kursi di DPRD Kota Sukabumi, Demokrat meraih tujuh kursi, lalu PKS dan Golkar sama-sama meraih lima kursi, PDI Perjuangan empat kursi, PPP dan PAN masing-masing tiga kursi, Gerindra, PRN, PBB sama-sama meraih satu kursi.

Di Pemilu Legislatif 2014, tercatat PDI Perjuangan dan Golkar berhasil memperoleh kursi terbanyak. Kedua partai tersebut sama-sama memperoleh enam kursi. Kemudian Gerindra, Hanura, dan Demokrat berada di posisi berikutnya dengan perolehan empat kursi. Disusul PKS, PPP, dan PAN sama-sama meraih tiga kursi serta PKB dan Nasdem masing-masing mendapatkan satu kursi.

Di Pemilu Legislatif 2019, partai yang mendapatkan jatah kursi di DPRD Kota Sukabumi sebanyak delapan partai. Kali ini Gerindra dan Golkar meraih kursi terbanyak dengan enam kursi. Disusul PKS dan Demokrat sama-sama mendapatkan lima kursi, PDI Perjuangan empat kursi, Nasdem dan PAN sama-sama memperoleh tiga kursi, PPP dua kursi dan Hanura satu kursi.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Warga melintas di depan baliho dari calon legislatif beserta partai dan nomor urutnya di Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (31/8/2013). Calon anggota legislatif untuk Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Daerah lebih baik segera turun ke lapangan, berdialog dengan masyarakat, dan mengajukan gagasan untuk memajukan bangsa. Langkah tersebut jauh lebih produktif daripada sekadar menebar spanduk atau baliho di jalanan yang justru mengganggu ruang publik.

Kependudukan

Kota Sukabumi dihuni oleh 346.804 jiwa (2021), yang terdiri dari 176.582 laki-laki dan 174.222 perempuan. Dengan proporsi itu, rasio jenis kelamin penduduk Kota Sukabumi tahun 2021 berada di kisaran angka 101. Itu berarti bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Adapun Kepadatan penduduk kota ini tercatat sebesar 7.259 jiwa/km2.

Data BPS juga menunjukkan rasio ketergantungan penduduk Kota Sukabumi adalah 45,43 persen, yang berarti setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung 45 orang usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas).

Mayoritas penduduk Kota Sukabumi beragama Islam, yakni 96,3 persen. Disusul penganut agama Kristen Protestan sebesar 2 persen, penganut agama Katolik 0,9 persen, penganut agama Budha 0,7 persen serta penganut agama Hindu dan lainnya sebesar 0,1 persen.

Di sisi tenaga kerja, penduduk di Kota Sukabumi terbanyak bekerja di sektor perdagangan dan industri pengolahan. Masing-masing sektor itu menyerap tenaga kerja sebesar 29,92 persen dan 16,92 persen.

Selain itu, lapangan usaha lain yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah penyediaan akomodasi dan makan minum (8,72 persen), transpotasi dan pergudangan (7,40 persen) dan jasa pendidikan (7,26 persen).

Sementara dari status pekerjaan utamanya, lebih dari separuh pekerja berstatus sebagai buruh/karyawan (51,76 persen), 36,37 persen berstatus berusaha, 6,52 persen sebagai pekerja bebas dan selebihnya sebagai pekerja keluarga.

KOMPAS/REZA FATHONI

Kelompok pemusik angklung tradisional kampung Kasepuhan Adat Ciptagelar, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat membawakan musik tradisional diantara deretan lumbung atau leuit padi ciri khas kampung tersebut, Kamis (6/9/2018). Angklung dan padi tidak terpisahkan dari kehidupan warga Kampung Ciptagelar yang memegang teguh tradisi turun temurun untuk memuliakan bahan makanan pokok tersebut.

Indeks Pembangunan Manusia
74,60 (2021)

Angka Harapan Hidup 
72,58 tahun (2021)

Harapan Lama Sekolah 
13,58 tahun (2021)

Rata-rata Lama Sekolah 
9,81 tahun (2021)

Pengeluaran per Kapita 
Rp10,94 juta (2021)

Tingkat Pengangguran Terbuka
10,78 persen (2021)

Tingkat Kemiskinan
8,25 persen (2021)

Kesejahteraan

Tingkat kesejahteraan penduduk Kota Sukabumi terus meningkat. Hal itu tampak dari indeks pembangunan manusia (IPM) Kota Sukabumi yang terus meningkat. Pada tahun 2021, IPM Kota Sukabumi tercatat sebesar 74,60. Tahun sebelumnya, IPM Kota Sukabumi tercatat sebesar 74,21. Pencapaian IPM itu masuk kategori tinggi.

Ditilik dari komponen pembentuknya, angka harapan hidup tercatat selama 72,58 tahun. Sementara untuk dimensi pengetahuan, harapan lama sekolah tercatat selama 13,58 tahun dan rata-rata lama sekolah selama 9,81 tahun. Adapun untuk pengeluaran per kapita tercatat sebesar Rp10,94 juta.

Angka pengangguran terbuka di Kota Sukabumi pada 2021 tercatat sebesar 10,78 persen dari total penduduk atau sebanyak 15.519 orang. Tahun sebelumnya, tingkat pengangguran Kota Sukabumi sebesar 12,17 persen.

Sementara, penduduk miskin di Kota Sukabumi pada 2021, tercatat sebanyak 27,19 ribu orang atau sebesar 8,25 persen. Tahun sebelumnya, persentase penduduk miskinnya sebesar 7,70 persen dari total penduduk. Peningkatan penduduk miskin itu karena terdampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan ekonomi penduduk lesu. Pandemi Covid-19 memberi tekanan telak pada kondisi perekonomian.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Muklis Abdul Kholik (kedua kiri), siswa kelas III SD Negeri 10 Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menyalami gurunya sebelum masuk ke kelas, Senin (12/11/2018). Siswa disabilitas itu tetap bersemangat ke sekolah meskipun harus merangkak sejauh sekitar tiga kilometer.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp127,10 miliar (2021)

Dana Perimbangan 
Rp515,04 miliar (2021)

Pendapatan Lain-lain 
Rp106,91 miliar  (2021)

Pertumbuhan Ekonomi
3,71 persen (2021)

PDRB Harga Berlaku
Rp13,05 triliun (2021)

PDRB per kapita
Rp37,21 juta/tahun (2021)

Ekonomi

Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Sukabumi atas dasar harga berlaku pada 2021 tercatat senilai Rp4,67 triliun. Kegiatan ekonomi di Kota Sukabumi masih didominasi oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan kontribusi sekitar 37,86 persen dari total PDRB.

Kontributor lainnya yang cukup besar adalah jasa keuangan dan asuransi sebesar 11,66 persen, transportasi dan pergudangan 10,66 persen, dan industri pengolahan 5,04 persen

Sektor perdagangan merupakan sektor andalan Kota Sukabumi. Secara konsisten, sektor ini selalu menjadi penyumbang terbesar dalam pembentukan PDRB Kota Sukabumi. Laju pertumbuhannya pun relatif stabil di kisaran angka 4 persen kecuali pada tahun 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,48 persen.

Faktor penunjang bergeraknya sektor perdagangan adalah ketersediaan sarana perdagangan sebagai tempat berlangsungnya transaksi jual beli. Pada tahun 2019, terdapat 6 unit pasar, 300 unit toko, 453 unit kios dan 431 unit warung di Kota Sukabumi.

Sementara itu, Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan (Diskumindag) Kota Sukabumi mencatat jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) hingga tahun 2020 mencapai 6.701 unit.

KOMPAS/DWI BAYU RADIUS

Pengunjung berkumpul di sekitar api unggun di arena berkemah Tanakita, Desa Gede Pangrango, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (7/7/2019). Selain keluarga, Tanakita menjadi tujuan rombongan sekolah, kantor, dan kelompok arisan untuk berwisata.

Di bidang keuangan daerah, realisasi pendapatan daerah kota ini tercatat sebesar Rp749 miliar. Dari pendapatan itu, terbesar masih ditopang oleh dana perimbangan sebesar Rp515,04 miliar. Sedangkan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp127,10 miliar dan lain-lain pendapatan sebesar Rp106,91 miliar.

Kota Sukabumi memiliki sejumlah potensi wisata yang bisa dikembangkan. Beberapa di antaranya adalah Pemandian Air Panas Cikundul, Santasea, Villa Cantik, Rumah Budaya Sukuraga, Museum Prabu Siliwangi, Museum Kipahare, dan Museum Pegadaian.

Di sisi lain, Kota Sukabumi terkenal dengan kuliner salah satunya kopi. Di Kota Sukabumi terdapat banyak lokasi kedai atau cafe kopi yang berjumlah 58 unit. Lokasi kedai ini menjadi daya tarik wisatawan untuk nongkrong atau berkumpul terutama di akhir pekan.

Geliat sektor pariwisata di Kota Sukabumi tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana pendukungnya, termasuk usaha jasa akomodasi. Pada tahun 2020, terdapat 8 hotel berbintang dan 31 hotel non bintang yang aktif beroperasi di Kota Sukabumi. Sedangkan usaha rumah makan di kota ini tercatat sebanyak 80  tempat dan menyerap 848 tenaga kerja.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Suasana makam malam di Wisata Kuliner Selamat Kota Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (30/9/2014). Tempat wisata kuliner yang ditata secara apik dan diisi oleh sekitar 45 pedagang berbagai jenis makanan dan minuman tersebut ramai dikunjungi.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Kota Sukabumi *Otonomi”, Kompas, 25 Januari 2003, hlm. 35
  • “Berjuang Menjadi Kota Jasa”, Kompas, 25 Januari 2003, hlm. 35
  • “90 Tahun Kota Sukabumi: Upaya Menjadi Pusat Jasa Terpadu”, Kompas, 10 April 2004, hlm. 34
  • “Layanan Kesehatan: Harapan Menjadi Begitu Dekat * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 06 April 2015, hlm. 22
  • “Layanan Masyarakat: Pesan Singkat untuk Masa Depan yang Panjang * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 06 April 2015, hlm. 22
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung
  • UU 17/1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat
  • UU 13/1954 tentang Pengubahan Undang-Undang Nr 16 dan 17 Tahun 1950 (Republik Indonesia Dahulu) Tentang Pembentukan Kota-Kota Besar dan Kota-Kota Kecil di Jawa
  • UU 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
  • UU 18/1958 tentang Batas-batas Kotapraja Sukabumi dan Daerah Swatantra Tingkat II Sukabumi
  • UU 18/1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
  • UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
  • UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah

Editor
Topan Yuniarto