Daerah

Kota Pangkalpinang: dari Pangkal Kemenangan hingga Kota Seribu Senyuman

Kota Pangkalpinang pernah menjadi ibu kota Republik Indonesia secara tidak resmi pada tahun 1948-1949. Kota ini kini berkembang menjadi pusat perdagangan dan industri di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

KOMPAS/ADI SUCIPTO

Suasana alun-alun merdeka di Kota Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Selasa (28/4/2015) pagi. Alun-alun merupakan salah satu area publik yang bisa dinikmati warga untuk menikmati udara segar.

Fakta Singkat

Hari Jadi
17 September 1757

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 6/1956

Luas Wilayah
118,4 km2

Jumlah Penduduk
218.569 jiwa (2020)

Kepala Daerah
Wali Kota Maulan Aklil
Wakil Wali Kota Muhammad Sopian

Instansi terkait
Pemerintah Kota Pangkalpinang

Kota Pangkalpinang terletak di bagian timur Pulau Bangka. Kota ini merupakan pusat pemerintahan dan ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kota ini juga menjadi pusat aktivitas perdagangan dan industri di Bangka Belitung.

Setelah kemerdekaan 1945, Pangkalpinang mengalami beberapa perubahan status. Awalnya Pangkalpinang menjadi daerah otonom kota kecil berdasarkan UU Darurat Nomor 6 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota kecil dalam lingkungan Provinsi Sumatera Selatan. Kemudian, status kota kecil diubah menjadi kotapraja berdasarkan UU 28/1959.

Tahun 1965, statusnya berubah lagi menjadi kotamadya berdasarkan UU 18/1965. Kemudian status kotamadya berganti menjadi kotamadya daerah Tingkat II sejak berlakunya UU 5/1974. Terakhir, Pangkalpinang resmi menjadi ibu kota setelah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mekar dari Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan UU 27/2000.

Kota Pangkalpinang memperingati hari jadinya setiap tanggal 17 September. Penetapan itu bertepatan dengan meninggalnya Sultan Mahmud Badarudin II dan diangkatnya Susuhunan Ahmad Najamuddin Adikusumo sebagai penggantinya menjadi Sultan Palembang pada tanggal 17 September 1757

Pangkalpinang secara tidak resmi pernah menjadi ibu kota RI antara 22 Desember 1948 hingga Juli 1949. Kota inilah tempat Bung Karno mengucapkan seloka dari Pangkalpinang Pangkal Kemenangan bagi perjuangan.

Salah satu buktinya adalah prasasti di Taman Sari yang terletak di sisi utara Lapangan Merdeka. Tugu itu diresmikan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1949. Di tugu itu, berisi tulisan “Prasasti Surat Kuasa Kembalinya Republik Indonesia ke Yogyakarta. Diserahkan oleh Ir Soekarno kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Medio Juni 1949”.

Pentingnya status Bangka, khususnya Pangkalpinang, pada masa itu diakui pula oleh MR AG Pringgodigdo. Dalam Memoir Mohammad Hatta, Pringgodigdo menyatakan, pusat percaturan politik internasional kala itu ada di PBB dan Bangka.

Kota yang memiliki slogan “Kota Beribu Senyuman” ini terdiri atas tujuh kecamatan dan 42 kelurahan. Dengan luas wilayah 118,41 km2, kota ini dihuni oleh 218.569 jiwa. Saat ini, kepala daerah yang memimpin kota ini adalah Wali Kota Maulan Aklil dan Wakil Wali Kota Muhammad Sopian.

Sejak tahun 2018, Kota Pangkalpinang mencanangkan “Kota Seribu Senyuman” (Sejahtera, Nyaman, Unggul dan Makmur) atau “Thousand of Smile City” sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kunjungan wisatawan di daerah itu.

Sejarah pembentukan

Sejarah panjang telah mengiringi Kota Pangkalpinang sejak berdirinya hingga sekarang. Sejarah kota ini dipaparkan secara singkat dalam buku berjudul Hubungan Antar Suku Bangsa di Kota Pangkalpinang yang ditulis oleh Evawarni dan sejumlah publikasi lainnya.

Kota Pangkalpinang awalnya hanyalah sebuah kampung kecil yang dilalui sungai seperti sungai Rangkui dan sungai Pedindang. Sungai ini dapat dilalui wangkang atau kapal-kapal kecil sampai ke muaranya. Daerahnya berawa-rawa dan dijadikan sebagai pangkalan (parit) pengumpul timah. Di tepi-tepi sungainya banyak ditumbuhi pohon pinang dan dimanfaatkan oleh pengguna perahu dan wangkang untuk menambatkan perahu mereka ketika berlabuh.

Nama Pangkalpinang diambil ketika terbentuknya kampung kecil yang banyak ditumbuhi pohon pinang. Pangkal berarti pusat, kota tempat pasar, tempat berlabuh kapal, dan pusat segala aktivitas dimulai; sedangkan Pinang adalah nama sejenis tumbuhan palem yang multifungsi dan banyak tumbuh di Bangka.

Dalam sejarahnya, Kota Pangkalpinang pernah berada di bawah kekuasaan beberapa kerajaan, antara lain, Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Johor, Kesultanan Banten hingga Kesultanan Palembang. Di bawah Kerajaan Sriwijaya, Pangkalpinang pernah dihuni oleh orang-orang Hindu. Selain itu, wilayah Pangkalpinang pernah menjadi tempat persembunyian bajak laut.

Untuk mengatasi masalah pelayaran di sekitar selat Malaka, Sultan Johor bersama Sutan dan Raja Alam Harimau Garang pernah mengerahkan pasukan ke Pangkalpinang untuk membasmi bajak laut. Pada masa itu, Sultan Johor mulai menyebarkan agama Islam di wilayah ini.

Sultan Banten juga pernah mengirimkan Bupati Nusantara untuk membasmi bajak laut yang beroperasi di sekitar selat Malaka. Setelah berhasil dikuasai, Bupati Nusantara untuk beberapa lama memerintah Bangka termasuk Pangkalpinang di dalamnya.

Setelah Bupati Nusantara wafat, kekuasaan jatuh ke tangan putri tunggalnya. Karena putrinya menikah dengan Sultan Palembang, yaitu Sultan Abdurrahman, maka dengan sendirinya Pangkalpinang kembali menjadi kekuasaan Kesultanan Palembang.

Pada tahun 1707, Sultan Abdurrahman wafat dan digantikan oleh putranya Ratu Muhammad Mansyur. Namun, Ratu Anum Kamaruddin–adik kandung Ratu Muhammad Mansyur–kemudian mengangkat dirinya sebagai Sultan Palembang.

Sekitar tahun 1709 ditemukan timah yang mula-mula digali di Sungai Olin di Kecamatan Toboali oleh orang-orang Johor atas pengalaman mereka di Semenanjung Malaka. Dengan ditemukannya timah, Pangkalpinang kemudian mulai didatangi orang-orang Asia maupun Eropa.

Perusahaan-perusahaan penggalian timah semakin maju sehingga Sultan Palembang mengirimkan orang-orangnya ke Semenanjung Negeri Tiongkok untuk mencari tenaga-tenaga ahli yang sangat diperlukan.

Sejak tahun 1717 diadakan hubungan dagang dengan VOC untuk penjualan timah. Dengan bantuan VOC, Sultan Palembang berusaha membasmi bajak laut dan penyelundupan timah.

Sekitar tahun 1722, VOC mengadakan perjanjian yang mengikat dengan Sultan Ratu Anum Kamaruddin untuk membeli timah secara monopoli. Menurut laporan Van Haak, perjanjian antara pemerintah Belanda dan Sultan Palembang berisi Sultan hanya menjual timah kepada kompeni, dapat membeli timah sejumlah yang diperlukan.

Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Bahauddin (1774–1804), Bangka merupakan pemasok timah terbesar di Asia. Teknologi penambangan timah yang dibawa oleh orang-orang Tionghoa menyebabkan produksi timah meningkat. Penjualan kepada VOC rata-rata 20.000 pikul per tahun (satu pikul=62,5 kg).

Dalam perkembangannya, Perjanjian Tuntang pada tanggal 18 September 1811 telah membawa nasib lain bagi Kota Pangkalpinang. Pada hari tersebut, Belanda menyerahkan pulau Jawa, Timor, Makassar, dan Palembang berikut daerah-daerah takluknya kepada pihak Inggris.

Raffles mengirimkan utusannya ke Palembang untuk mengambil alih Loji Belanda di Sungai Aur, tetapi mereka ditolak oleh Sultan Mahmud Badaruddin II karena kekuasaan Belanda di Palembang sebelum kapitulasi Tuntang sudah tidak ada lagi. Raffles merasa tidak senang dengan penolakan tersebut dan tetap ingin mengambil alih Loji Sungai Aur. Raffles juga menuntut agar Sultan menyerahkan tambang-tambang timah di Pangkalpinang.

Pada tanggal 20 Maret 1812, Raffles mengirimkan ekspedisi ke Palembang yang dipimpin oleh Jendral Mayor Roobert Rollo Gillespie. Namun Gillespie gagal bertemu Sultan lalu Inggris mulai melaksanakan politik Divide et Impera. Gillespie mengangkat Pangeran Adipati sebagai Sultan Palembang dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin II .

Sebagai pengakuan Inggris terhadap Sultan Ahmad Najamuddin II dibuatlah perjanjian tersendiri agar Pulau Bangka dan Belitung diserahkan kepada Inggris. Kedua pulau itu pun diresmikan menjadi jajahan Inggris dengan diberi nama “Duke of Island”.

Pada tahun 1813 ketika Inggris berkuasa di Bangka, Inggris (East India Company) menjadikan Pangkalpinang sebagai salah satu distrik dari tujuh distrik eksplorasi timah yang produktif. Ketujuh distrik tersebut adalah Jabus, Klabat, Sungai Liat, Merawang, Toboali, Belinyu, dan Pangkalpinang.

Selanjutnya Pangkalpinang dijadikan salah satu distrik penghasil timah yang produktif oleh pemerintah Belanda setelah perjanjian London tanggal 13 Agustus 1814. Orang-orang luar mulai berdatangan ke Pangkalpinang untuk bekerja di tambang timah, perkebunan dan pekerjaan lain seperti dari China, Malaka, Sumatra, Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan lain-lain. Dengan demikian, Pangkalpinang mulai berkembang sebagai pusat kegiatan perdagangan dan pertambangan dan lambat laun tumbuh menjadi perkampungan yang ramai (kampung besar).

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Makam Belanda (Kerkhof) yang terletak di persimpangan Jalan Hormen Maddati yang dahulunya bernama Jalan Sekolah dan Jalan Solihin GP, Kota Pangkalpinang.

Melihat perkembangan yang dialami Pangkalpinang begitu pesat serta letaknya yang strategis di tengah Pulau Bangka, maka Belanda menjadikan Pangkalpinang sebagai salah satu basis kekuatan militer untuk menumpas perlawanan-perlawanan rakyat Bangka agar mudah menggerakkan pasukan ke daerah-daerah pusat perlawanan rakyat. Perlawanan rakyat yang terjadi misalnya, Perlawanan Bangka Kota tahun 1819–1820, Perlawanan Depati Bahrin tahun 1820–1828, dan Perlawanan Depati Amir tahun 1848–1851.

Pada tahun 1913, ibu kota Keresidenan Bangka yang berada di Muntok dipindahkan ke Pangkalpinang dengan residennya yang pertama A.J.N. Engelenberg yang memerintah pada 1913–1918. Sedangkan, Pangkalpinang sebelumnya hanya merupakan Keasistenan Residen yang dipimpin oleh seorang Demang, yaitu Raden Ahmad.

Sejak ditetapkannya Pangkalpinang sebagai ibu kota Keresidenan Bangka, maka residen pertamanya menempati rumah residen (rumah dinas Wali kota sekarang) untuk menjalankan roda pemerintahan. Rumah ini sebelumnya ditempati oleh Controleur Rj Koppenol. Masyarakat Pangkalpinang sering menyebut rumah residen ini dengan sebutan “rumah besar” karena bangunan rumahnya memang besar dan kokoh.

Pada saat berkecamuknya Perang Dunia kedua, Keresidenan Bangka dipimpin oleh P. Brouwer hingga Bangka diduduki bala tentara Jepang. Walaupun masa kekuasaan Jepang di Pangkalpinang sangat singkat namun penderitaan dan kesengsaraan yang diderita rakyat Pangkalpinang sangat luar biasa karena kekurangan sandang dan pangan untuk kehidupan sehari-hari.

Setelah Jepang menyerah pada Sekutu dan proklamasi kemerdekaan, Pangkalpinang menjadi bagian dari Indonesia. Dalam perjalanan sejarahnya, banyak peristiwa penting terjadi di Pangkalpinang.

Salah satunya, Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (Bandara Depati Amir sekarang) menjadi saksi bisu bahwa di sini pernah mendarat para pemimpin Republik Indonesia seperti Mohammad Hatta (Wakil Presiden), RS Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR Assaat (Ketua KNIP) dan MR. AG Pringgodiggo (Sekretaris Negara) dan seterusnya dibawa ke Bukit Menumbing Mentok. Sementara rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir dan Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi ke Medan, Sumatera Utara lalu diasingkan ke Brastagi dan Parapat.

Pada tanggal 5 Februari 1949, Presiden Pertama RI Soekarno dan Haji Agus Salim (Menteri Luar Negeri) kembali ke Pangkalpinang melalui pelabuhan Pangkalbalam dari pengasingan di Parapat lalu bergabung dengan pemimpin-pemimpin republik lainnya yang telah diasingkan lebih dulu di Bukit Menumbing.

Di Pangkalpinang, diadakan beberapa kali perundingan tentang bentuk negara Republik Indonesia dan hal-hal lainnya yang dirasa perlu. Melalui beberapa kali perundingan atau diplomasi di Pangkalpinang lahirlah Roem-Royen Statement pada tanggal 7 Mei 1949.

Salah satu isi Roem-Royen Statement adalah Pemerintah Belanda menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta. Dengan demikian Presiden Soekarno beserta rombongan kembali ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949. Sebelum berangkat, rombogan berpamitan dengan masyarakat Pangkalpinang dan saat itu Bung Karno mengatakan, “Dari Pangkalpinang pangkal kemenangan perjuangan”.

Pangkalpinang mengalami beberapa kali perubahan status. Awalnya, Pangkalpinang berstatus kota kecil berdasarkan UU Darurat Nomor 6 Tahun 1956. Kemudian, status kota kecil ditingkatkan menjadi kotapraja berdasarkan UU 5/1959. Selanjutnya berdasarkan UU 18/1965, status kotapraja diubah menjadi kotamadya. Status kotamadya berubah lagi menjadi kotamadya daerah Tingkat II sejak berlakunya UU 5/1974. Terakhir Kota Pangkalpinang ditetapkan menjadi ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 9 Februari 2001 berdasarkan UU 27/2000.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Museum Timah Pengunjung memerhatikan lukisan tentang tambang timah tradisional di Museum Timah Indonesia di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung, Senin (17/3/2014). Museum milik PT Timah itu menyimpan dan bercerita tentang sejarah tambang timah.

Geografis

Kota Pangkalpinang terletak di Pulau Bangka bagian timur. Daerah ini berada pada garis 106°4′ sampai dengan 106°7′ BT dan garis 2°4′ sampai dengan 2°10′ LS. Berdasarkan PP 79/2007, kota ini memiliki luas wilayah daratan 118,4 Km² atau hanya  sebesar 0,72 persen dari luas Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Secara geografis, sebelah timur berbatasan dengan Laut China Selatan dan merupakan jalur perairan keluar masuk barang dari pulau lain. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bangka Tengah. Sebelah utara dan barat berbatasan dengan Kabupaten Bangka.

Wilayah Pangkalpinang berada pada ketinggian 20–50 meter dari permukaan laut dan kemiringan 0–25 persen pada umumnya memiliki kontur tanah bergelombang dan berbukit mengelompok di bagian barat dan selatan, seperti Bukit Girimaya dan Bukit Menara.

Secara morfologis, wilayah Kota Pangkalpinang berbentuk cekung, di mana bagian pusat kota lebih rendah. Keadaan ini memberikan dampak negatif, yaitu rawan banjir terutama pada musim hujan atau pengaruh pasang surut air laut melalui Sungai Rangkui yang membelah Kota Pangkalpinang.

Kota Pangkalpinang memiliki beberapa sungai-sungai kecil yang bermuara ke Sungai Rangkui dan Sungai Pedindang di bagian selatan. Keduanya berfungsi sebagai pintu keluar air menuju ke Sungai Baturusa yang berakhir di Laut China Selatan.

Selain sungai, Pangkalpinang memiliki daerah rawa-rawa yang masih asli maupun sudah dialihfungsikan menjadi tambak atau kolam yang terletak di sepanjang Sungai Baturusa dan Selindung, bagian tengah dan hilir Sungai Rangkui, serta sepanjang Sungai Pasir Padi.

KOMPAS/AGUS MULYADI

Pantai Pasir Padi yang tidak gembur membuat kendaraan roda dua dan empat bisa melintas di atasnya. Pengunjung berkendaraan dengan bebas berlalu lalang di pantai tanpa takut roda kendaraan amblas ke dalam pasir. Di kejauhan di perairan pantai, tampak melintas dua kapal yang sedang berlayar menuju ke Pelabuhan Pangkalan Balam, Pangkalpinang, yang terletak di sebelah utara kawasan pantai ini.

Pemerintahan

Kota Pangkalpinang berkembang dari status sebagai kota kecil di tahun 1956, kotapraja, kotamadya, kotamadya daerah tingkat II hingga berstatus kota. Sepanjang itu pula, Pangkalpinang pernah dipimpin oleh kepala daerah dari masa ke masa.

Sebagai pejabat wali kota yang pertama adalah R. Supardi Suwardjo, Patih di Kantor Residen Bangka Belitung. Pada tanggal 20 November 1956, kedudukannya diganti oleh Achmad Basirun sebagai penjabat wali kota dan kemudian diganti oleh Rd. Abdulah pada tanggal 15 Desember 1956.

Rd. Abdulah diganti oleh R. Hundani yang terpilih sebagai wali kota hasil pemilu yang pertama tahun 1955. Kemudian dengan surat Keputusan Presiden RI No. 558/M, pada tanggal 1 Oktober 1960 ditunjuk M. Saleh Zainuddin sebagai wali kota (Kepala Daerah Kotapraja) Pangkalpinang.

Dengan keputusan Presiden RI tanggal 21 Februari 1967 No. UP/10/I/M-220, M. Saleh Zainudin diganti oleh Rustam Effendi sebagai wali kota dengan lima orang anggota Badan Pemerintahan Harian sebagai pembantu dalam menjalankan pemerintahan.

Selanjutnya wali kota Pangkalpinang yang menjabat adalah Roesli Romli (1973–1978); H.M. Arub, SH (1978–1983); H.M. Arub, SH (1983–1988); H. Rosman Djohan (1989–1993); dan H. Sofyan Rebuin (1993–1998), Zulkarnain Karim (2003–2013); Muhammad Irwansyah (2013–2018); dan Maulan Aklil (2018–2023)

Secara administratif, Kota Pangkalpinang terdiri dari dari tujuh kecamatan dan 42 kelurahan. Untuk mendukung roda pemerintahan, Pemerintah Daerah Kota Pangkalpinang didukung oleh 3.149 Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun 2019. Dari jumlah tersebut, ASN dengan pendidikan sarjana  sebanyak 2.027 orang. Sementara itu, jika dilihat berdasarkan golongannya, ASN golongan III merupakan ASN terbanyak, yaitu 2.082 orang.

KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH

Meski diguyur hujan, petugas mengantar kotak suara untuk pemilih di RSUD Depati Hamzah, Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Rabu (15/2/2017).

Politik

Peta politik di Kota Pangkalpinang tecermin dari perolehan kursi yang diraih partai politik (parpol) dari pemilu ke pemilu. Selama tiga kali penyelenggaraan pemilihan umum di Kota Pangkalpinang, perolehan kursi parpol lebih didominasi oleh parpol yang mengusung ideologi nasionalis.

Pada Pemilu 2009, PDI Perjuangan, PPP, dan Demokrat meraih kursi terbanyak, masing-masing empat kursi. Kemudian diikuti Golkar memperoleh tiga kursi; PBB, PAN, PKS, dan Gerindra masing-masing memperoleh dua kursi dan Hanura meraih satu kursi.

Kemudian di Pemilu 2014, PDI-P, Golkar, PPP, dan Demokrat tercatat meraih kursi terbanyak di DPRD Kota Pangkalpinang. Masing-masing parpol tersebut memperoleh empat kursi DPRD. Disusul PAN, PBB, PKS, dan Gerindra masing-masing memperoleh dua kursi. Adapun Hanura memperoleh satu kursi.

Terakhir, di Pemilu 2019, dari 30 kursi yang tersedia di DPRD Kota Pangkalpinang, PDI-P, Gerindra, Nasdem, Golkar, dan PPP meraih kursi terbanyak. Masing-masing parpol tersebut masing-masing meraih empat kursi, diikuti PKS meraih tiga kursi, PAN meraih dua kursi, dan PKB hanya meraih satu kursi.

KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH

Proses pemngutan suara yang cenderung sepi di TPS 1 Kelurahan Semabung Lama, Kecamatan Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Rabu (15/2/2017). Hujan yang melanda Bangka Belitung sejak Rabu dini hari sampai saat ini menyebabkan tingkat partisipasi pemilu warga rata-rata hanya 50-60 persen. Angka itu lebih rendah dari rata-rata Pilkada Babel 2012 mencapai 61,6 persen dan Pilkada Babel 2007 mencapai 71,71 persen.

Kependudukan

Kota Pangkalpinang berpenduduk 218.569 jiwa atau 15,01 persen dari total penduduk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2020. Dari jumlah tersebut, penduduk laki-laki sebanyak 111.061 orang sedangkan penduduk perempuan sebanyak 107.508 orang.

Kondisi demografi di Kota Pangkalpinang terdiri atas percampuran banyak etnis. Dominasi struktur sosial masyarakat dibentuk oleh etnis Melayu dan Tionghoa suku Hakka yang datang dari Guangzhou, serta ditambah sejumlah suku pendatang seperti Batak, Minangkabau, Palembang, Sunda, Jawa, Madura, Banjar, Bugis, Manado, Flores, dan Ambon.

Mereka tersebar di wilayah Kota Pangkalpinang, seperti Kampung Melayu, Kampung China, dan Kampung Jawa. Orang Melayu kebanyakan bermukim di Kampung Dalam, Kampung Opas, dan jalan Balai. Pemukiman warga China di Kampung Bintang dan Gang Singapur. Pemukiman orang Jawa di sekitar Komplek kantor Gubernur, sedangkan pemukiman orang Bugis kebanyakan di tepi pantai.

Penduduk asli kota Pangkalpinang adalah suku bangsa Melayu. Kemudian dalam perkembangannya Sultan Palembang Darussalam Mahmud Badaruddin II (1768-1852) pada tahun 1779 mendatangkan secara besar-besaran pekerja-pekerja China untuk bekerja di tambang timah guna meningkatkan produksi timah di Pulau Bangka. Mereka didatangkan dari Siam, Malaka, Malaysia dan China Selatan. Pada awalnya pekerja yang datang ini hanya laki-laki saja, kemudian pada kedatangan berikutnya baru ada yang membawa keluarga.

Kondisi tersebut turut melatarbelakangi hadirnya pluralisme budaya di Kota Pangkalpinang yang tercermin pula dari keberagaman agama yang dianut penduduk Pangkalpinang, yaitu Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu.

Berdasarkan data BPS tahun 2020, dari keenam agama tersebut, agama yang paling banyak dianut oleh penduduk Kota Pangkalpinang adalah agama Islam, yakni sebanyak 182.426. Disusul penduduk beragama Budha sebanyak 12.054 orang, agama Kristen Protestan sebanyak 8.502 orang, agama Katolik 6.931 orang, agama Hindu 54 orang serta lainnya sebanyak 7.786

Menurut lapangan pekerjaan utama, sektor jasa merupakan yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Pangkalpinang, yakni sebanyak 79.244 orang. Sementara itu, berdasarkan status pekerjaan utama, sebanyak 60,13 persen bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai.

KOMPAS/JANNES EUDES WAWA

Masyarakat Tionghoa dan Melayu di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung hidup harmonis. Mereka disebut-sebut memiliki satu keturunan yang sama sehingga kehidupan kedua etnis erat.

Indeks Pembangunan Manusia
78,22 (2020)

Angka Harapan Hidup 
73,30 tahun (2020)

Harapan Lama Sekolah 
13,15 tahun (2020)

Rata-rata Lama Sekolah 
9,92 tahun (2020)

Pengeluaran per Kapita 
Rp15,66 juta (2020)

Tingkat Kemiskinan
4,25 persen (2019)

Tingkat Pengangguran Terbuka
5,01 persen (2019)

Kesejahteraan

Pembangunan manusia di Kota Pangkalpinang terus menunjukkan kemajuan dalam satu dekade terakhir. Hal itu tecermin dari IPM Kota Pangkalpinang yang terus meningkat. Pada tahun 2010, IPM Kota Pangkalpinang tercatat masih sebesar 74,68, meningkat menjadi 78,22 pada tahun 2020. Capaian IPM tersebut termasuk pada kategori tinggi.

Peningkatan capaian IPM tersebut tidak terlepas dari peningkatan pada setiap komponennya. Umur harapan hidup (UHH) tercatat 73,30 tahun. Pada dimensi pengetahuan, harapan lama sekolah (HLS) tercatat selama 13,15 tahun dan rata-rata lama sekolah (RLS) selama 9,92 tahun. Adapun pengeluaran perkapita sebesar Rp15,66 juta.

Adapun tingkat pengangguran terbuka Pangkalpinang pada tahun 2019 tercatat sebesar 5,01 persen. Sedangkan persentase penduduk miskin di Kota Pangkalpinang tahun 2019 tercatat sebesar 4,25 persen.

KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Tambang timah–Beberapa pekerja sedang menambang timah di kawasan kaki Bukit Gunung Mangkol, Kelurahan Parit Lalang, Kecamatan Rangkui, Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka Belitung. Timah menjadi salah satu daya tarik masyarakt China datang ke Kepulauan Bangka Belitung, terutama sejak tabang timah dibuka Belanda tahun 1851.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp140,96 miliar (2020)

Dana Perimbangan 
Rp565,47 miliar (2020)

Pendapatan Lain-lain 
Rp136,94 miliar (2020)

Pertumbuhan Ekonomi
-3,02 persen (2020)

PDRB Harga Berlaku
Rp8,79 triliun (2020)

PDRB per kapita
Rp62,08 juta/tahun (2020)

Ekonomi

Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Pangkalpinang pada tahun 2020 tercatat sebesar Rp8,79 triliun. Dari total PDRB tersebut, perekonomian Kota Pangkalpinang terbesar ditopang oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran: Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 26,04 persen. Diikuti oleh Industri Pengolahan sebesar 12,77 persen,serta dan Konstruksi sebesar 12,19 persen.

Di sektor Perdagangan, pada tahun 2019, Kota Pangkalpinang memiliki lima pasar tradisional. Seiring berkembangnya pusat perbelanjaan dan toko swalayan, pasar rakyat menghadapi tantangan terutama dari sisi sarana dan prasarana.

Di sektor Industri pengolahan, pada tahun 2019, terdapat 28 perusahaan kategori Industri Besar dan Sedang. Sebanyak tujuh perusahaan bergerak di industri logam dasar, enam perusahaan di industri makanan, sisanya merupakan industri lain seperti minuman, tekstil, percetakan, dan lain-lain.

Industri pengolahan logam timah tercatat masih memberikan sumbangsih besar pada sektor industri pengolahan kendati sejak akhir 2011, diberlakukan moratorium ekspor logam timah. Namun demikian, andil industri logam dasar terus berkurang dari tahun ke tahun. Hal inilah yang menyebabkan kontribusi sektor industri pengolahan semakin berkurang.

Sebagai bagian dari daerah penghasil timah, Kota Pangkalpinang memang masih lekat dengan atribut timah. Walau tidak memiliki basis produksi atau pengolahan, namun timah merupakan salah satu sumber mata pencaharian utama di Kota Pangkalpinang.

Kota ini memiliki Pelabuhan Laut Pangkalbalam yang memperkuat identitas kota timah. Pelabuhan tersebut menjadi sarana pemasaran timah dari pertambangan di wilayah Pulau Bangka ke pasar luar negeri.

Selain industri besar dan sedang, terdapat pula lebih banyak usaha mikro dan usaha kecil yang berkembang di kota ini. Pada tahun 2019, usaha mikro tercatat sebanyak 2.725 usaha (66,40 persen) dan usaha kecil sebanyak 1.304 usaha (31,77 persen).

Di bidang keuangan daerah, total pendapatan Kota Pangkalpinang sebesar Rp843,38 miliar pada tahun 2020. Dari jumlah tersebut, pendapatan asli daerah (PAD) menyumbang Rp140,96 miliar, dana perimbangan sebesar Rp565,47 miliar dan pendapatan lain-lain sebesar Rp136,94 miliar.

KOMPAS/FRANS SARTONO

Jembatan Emas, Bangka, menjadi salah satu pesona wisata Pulau Bangka (30/12/2017).

Selain sektor industri pengolahan, pemerintah Kota Pangkalpinang juga terus memacu pertumbuhan sektor pariwisata. Kota ini memiliki potensi wisata yang cukup besar yang meliputi obyek wisata alam, wisata sejarah, dan budaya. Setidaknya terdapat 21 bangunan dan situs tua bersejarah di Pangkalpinang. Di sisi lain, sebagai gerbangnya Pulau Bangka, Kota Pangkalpinang secara tidak langsung menjadi daerah tujuan wisata.

Sejumlah obyek wisata andalan Kota Pangkalpinang, antara lain, kawasan pantai pasir Padi, Museum Timah di Kecamatan Taman Sari, tempat bersejarah Tugu Merdeka di Tamansari Kota Pangkalpinang atau Wilhemina Park.

Untuk mendukung sektor pariwisata yang berkembang di Kota Pangkalpinang, pada tahun 2019 terdapat 39 hotel bintang dan nonbintang yang tersebar pada tujuh kecamatan di Kota Pangkalpinang. Secara keseluruhan, 38 akomodasi ini memiliki kapasitas 1.432 kamar dengan 2.133 tempat tidur. Rata-rata lama menginap di Kota Pangkalpinang adalah 1,59 hari.

Dengan beragam potensi yang dimiliki tersebut, Kota Pangkalpinang ke depan diperkirakan tumbuh menjadi pusat perdagangan dan industri, sesuai visi dan misinya sebagai “Kota Seribu Senyuman”. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Oleh-oleh Khas Bangka Warga memilih penganan khas Bangka yang dijual salah satu toko oleh-oleh di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Sabtu (22/3/2014). Penganan dari olahan hasil laut banyak digemari sebagai buah tangan oleh wisatawan yang berkunjung ke Bangka Belitung.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Kota Tanpa Gelandangan *Otonomi Daerah”, Kompas, 03 Juni 2003, hlm. 32
  • “Kota Pangkalpinang *Otonomi Daerah”, Kompas, 03 Juni 2003, hlm. 32
  • “Peradaban yang Tergerus: Kota Tua di Antara Menara Walet”, Kompas, 23 Agustus 2006, hlm. 35
  • “Pariwisata: Pangkalpinang Mengundang Investor”, Kompas, 10 Juni 2008, hlm. 27
  • “Pilkada: Pilkada Kota Pangkalpinang Berjalan Lancar”, Kompas, 25 Juni 2008, hlm. 27
  • “Zul-Malikul Unggul Sementara * Raih 54,6 Persen Suara”, Kompas, 26 Juni 2008, hlm. 27
  • “Sejarah di Mentok: “Van Bangka Begint de Victorie”, Kompas, 22 September 2008, hlm. 39
  • “Pangkalpinang, Penentu Kelanjutan Indonesia”, Kompas, 23 November 2013, hlm. 08
  • “Inspirasi dari Pengasingan (6): Pangkalpinang, Pangkal Kemenangan”, Kompas, 19 Mei 2015, hlm. 12
  • “Jejak Soekarno dari Pangkalpinang ke Menumbing”, Kompas Web, 19 Mei 2015
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung
  • UU Darurat 6/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Selatan
  • UU 28/1959 tentang Penetapan Undang-Undang darurat No. 4 Tahun 1956 (Lembaran-Negara Tahun 1956 No. 55), Undang-Undang Darurat No. 5 Tahun 1956 (Lembaran-Negara Tahun 1956 No. 56) dan Undang-Undang Darurat No. 6 Tahun 1956 (Lembaran-Negara Tahun 1956 No. 57) Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Termasuk Kotapraja, Dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan, Sebagai Undang-Undang
  • UU 18/1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
  • UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
  • PP 12/1984 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pangkalpinang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bangka
  • PP 79/2007 tentang Perubahan Batas Daerah Kota Pangkalpinang Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Di Desa Selindung
  • Perda Kota Pangkalpinang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Pangkalpinang Tahun 2018-2023

Editor
Topan Yuniarto