Daerah

Kota Cimahi: Kota Militer yang Menjadi Sentra Perdagangan dan Industri Tekstil

Kota Cimahi kerap dijuluki sebagai Kota Militer karena memiliki sejarah penting bagi dunia militer sejak masa Hindia Belanda hingga kini. Di samping berfungsi sebagai kota penyangga bagi pusat pemerintahan Jawa Barat di Bandung, kota ini juga menjadi pusat perdagangan dan jasa serta daerah industri.

KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA

Angklung Buncis dari Kampung Adat Cirendeu memeriahkan perayaan tahun baru Muharam di kampung adat yang terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Acara ini merupakan kelanjutan dari acara tahun baru Muharam yang dilakukan secara internal Masyarakat Adat Cirendeu.

Fakta Singkat

Hari Jadi 
21 Juni 2001

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 9/2001

Luas Wilayah
39,27 km2

Jumlah Penduduk
571.632 jiwa (2021)

Kepala Daerah
Pelaksana Tugas Wali Kota Letkol Inf. (Purn) Ngatiyana

Instansi terkait
Pemerintah Kota Cimahi

Cimahi merupakan sebuah kota di Provinsi Jawa Barat. Kota ini termasuk wilayah Bandung Raya yang terletak di tengah Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat.

Dahulu Cimahi merupakan bagian dari Kabupaten Bandung. Pada tanggal 29 Januari 1976, Cimahi ditetapkan sebagai kota administratif berdasarkan PP 29/1975. Setelah itu, pada tanggal 21 Juni 2001, Cimahi ditingkatkan statusnya menjadi kota otonom berdasarkan UU 9/2001.

Hari Jadi Kota Cimahi ditetapkan pada tanggal 21 Juni 2001 berdasarkan Perda Kota Cimahi Nomor 30 Tahun 2003 tentang Hari Jadi Kota Cimahi.

Kota seluas 39,27 kilometer persegi ini berpenduduk 571.632 jiwa (2021). Terdiri dari tiga kecamatan dan 15 kelurahan ini, kota ini saat ini dipimpin oleh Pelaksana Tugas Wali Kota  Letkol Inf. (Purn.) Ngatiyana.

Kota Cimahi dikenal sebagai Kota Militer dengan areal militer yang cukup luas. Kota ini menjadi markas dari 31 kesatuan tentara dan polisi. Pusat-pusat pendidikan militer bisa dijumpai di sana, mulai dari brigade infanteri, artileri medan, sampai pasukan kavaleri.

Dalam sejarahnya, Kota Cimahi sengaja dibangun dengan konsep militer untuk menyikapi rapuhnya pertahanan pemerintah Hindia Belanda di Pulau Jawa kala itu. Cimahi terpilih berdasarkan letak geografisnya yang strategis sebab dilalui jalur kereta api dan jalan raya.

Kota yang memiliki slogan “Saluyu Ngawangun Jati Mandiri” ini termasuk ke dalam Kawasan Strategis Nasional Perkotaan Cekungan Bandung dan dikembangkan sebagai kota inti bersama dengan Kota Bandung. Kegiatan utama di Kota Cimahi yaitu perdagangan dan jasa, industri kreatif, dan industri teknologi.

Kota Cimahi merupakan pusat perdagangan dan jasa, daerah industri, sekaligus wilayah penyangga Ibu Kota Jawa Barat. Kota ini memiliki peran dan posisi yang cukup strategis.

Kondisi tersebut juga mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan transisi dari sektor primer menjadi sektor sekunder. Cimahi juga terkenal dengan sebutan kota industri tekstil. Pasalnya, sebagian besar usaha di kawasan industri, yaitu Cibaligo dan Cimindi, bergerak di bidang tekstil yang berorientasi ekspor.

Sejarah pembentukan

Dalam buku Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis oleh Zaenuddin HM dan tulisan “Cimahi, Kota Garnisun” di laman Kemendikbud, disebutkan asal muasal Cimahi berasal dari kata cai yang berarti air, dan kata mahi yang berarti cukup. Cimahi berarti air yang cukup. Pemakaian kata Cimahi menjadi nama kota kemungkinan diambil dari nama sebuah sungai yang mengalir di daerah tersebut, yang airnya mencukupi untuk sumber kehidupan masyarakat setempat.

Dalam Babad Batulayang disebutkan, pada abad ke-16, Tanah Ukur terdiri atas sembilan umbul, di mana Cimahi termasuk dalam umbul Kahuripan yang beribukota di Pangheotan  yang sekarang dikenal dengan Cikalong.

Dalam catatan perjalanan Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck yang melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Priangan dari tahun 1703–1709, nama Cimahi disebutkan di dalamnya. Kemungkinan catatan tersebut merupakan sumber kolonial tertua yang menyebut nama Cimahi.

Sejarah mencatat Cimahi dikenal pada tahun 1811, ketika Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels, membuat jalan Anyer-Panarukan, dengan dibuatnya pos penjagaan di Alun-Alun Cimahi sekarang.

Pada masa itu, Cimahi merupakan bagian dari kewedanan Cilokotot. Selain untuk keperluan jalan bagi Kereta Pos, jalan raya pos sejauh 1000 km dari Anyer ke Panarukan dibangun untuk mobilitas pasukan Pemerintah Belanda untuk mempertahankan Pulau Jawa.

Pada saat itu, Daendels mengkonsentrasikan pasukannya di kota-kota besar pantai utara, yakni Batavia, Semarang, dan Surabaya. Dengan dibuatnya jalan tersebut, diharapkan mobilitas pasukan di ketiga kota tersebut dapat dilakukan dengan cepat. Namun demikian, Batavia dapat ditaklukkan tentara Inggris dengan mudah ketika armada pasukan Inggris yang dipimpin oleh Lord Minto menyerang pada tanggal 4 Agustus 1811.

Kekalahan tersebut menjadi pelajaran yang berharga bagi Belanda. Beberapa puluh tahun kemudian, Belanda merencanakan suatu pangkalan militer di daerah pedalaman yang letaknya tidak terlalu jauh dari pusat pemerintahan di Batavia. Akhirnya, dipilihlah Cimahi sebagai pusat komando militer. Posisi Cimahi dipilih karena letaknya yang cukup strategis, yang berdekatan dengan simpang tiga jalur kereta api dan jalan raya pos.

Tahun 1874–1893, dilaksanakan pembuatan jalan kereta api Bandung-Cianjur sekaligus pembuatan stasiun kereta api Cimahi. Pada tanggal 17 Mei 1884, Staats Spoorwegen (Perusahaan Kereta Api Negara) meresmikan jalur kereta api dari Batavia menuju Bandung, yang melewati Bogor dan Cimahi.

Untuk mempersiapkan Cimahi sebagai pusat pertahanan Hindia Belanda, pada tahun 1887 didirikan Militare Hospital (sekarang Rumah Sakit Dustira), serta het Militaire Huis van Arrest (rumah tahanan militer) yang saat ini dikenal dengan nama “Penjara Poncol”, yang dibangun pada tahun 1886.

Pelaksanaan pembangunan pangkalan militer di Cimahi dipimpin oleh Genie Officier Kapitein Fisher yang dibantu oleh Luitenant V. L. Slors. Penempatan pasukan militer Hindia Belanda secara terkonsentrasi di Cimahi dilakukan secara bertahap.

Pangkalan militer ini dilengkapi dengan berbagai sarana penunjang, seperti kompleks perumahan perwira yang pada saat ini terletak di Jalan Gedung Empat dan Jalan Sriwijaya, markas militer, pusat pendidikan militer, barak dan tangsi (kampement), serta sociteit perwira.

Pada September 1896, Cimahi diresmikan sebagai Garnisun Militer yang merupakan pusat komando pengendalian pasukan dan mobilisasi pasukan tempur, dengan komandan Majoor Infanteri C. A. van Loenen dengan ajudan Luitenant J. A. Kohler.

KOMPAS/HER SUGANDA

Rumah Sakit Dustira ini dibangun tahun 1887, merupakan bukti sejarah kapan kota Cimahi sudah menjadi suatu kota. Bangunan itu hingga kini masih berdiri kokoh.

Pada tahun 1913, dikeluarkan Berita Negara dengan Nomor 356, tepatnya pada tanggal 20 Mei, yang menyatakan bahwa distrik Cilokotot berganti nama menjadi distrik Cimahi dan dipimpin oleh seorang wedana. Peraturan tersebut mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli 1913.

Pada tahun 1925, dikeluarkan Berita Negara dengan Nomor 404 yang menyatakan bahwa wilayah Jawa Barat dibagi menjadi sembilan keresidenan, yaitu Banten, Batavia, Buitenzorg (Bogor), Karawang, Priangan Barat, Priangan Tengah, Priangan Timur, Indramayu, dan Cirebon.

Kabupaten Bandung, termasuk di dalamnya distrik Cimahi, serta kabupaten Sumedang berada di wilayah keresidenan Priangan Tengah yang dipimpin oleh seorang residen yang berkedudukan di Bandung. Adapun distrik Cimahi terdiri atas tiga onderdistrik, yakni Cimahi, Batujajar, dan Padalarang.

Pada masa penjajahan Jepang (1942–1945), kegiatan kemiliteran di Cimahi lumpuh. Pemerintah Jepang tetap menggunakan Cimahi sebagai tempat latihan militer dengan memanfaatkan bangunan dan fasilitas militer Belanda.

Beberapa bangunan dipergunakan sebagai tempat interniran bagi orang-orang Belanda dan Eropa yang ditahan oleh Jepang. Terdapat kamp-kamp penahanan di Cimahi, dimana kamp yang terkenal adalah Cimahicamp dan Baroscamp. Jepang juga menjadikan Cimahi sebagai salah satu pusat pendidikan militer termasuk pendidikan militer Pembela Tanah Air (PETA).

Setelah Jepang menyerah pada Sekutu, dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Kehidupan di Cimahi mulai berangsur membaik. Pada tahun 1946, keadaan Cimahi mulai aman.

Dengan diakuinya kedaulatan Indonesia oleh Belanda, menyebabkan militer Belanda di Cimahi tidak diperlukan lagi. KNIL dibubarkan, adapun anggotanya yang berkebangsaan Belanda dikembalikan ke negerinya. Meskipun demikian, terdapat beberapa anggota KL dan KNIL yang berkebangsaan Belanda memilih menetap di Indonesia. Dengan pulangnya pasukan Belanda ke negerinya, Cimahi sebagai kota pangkalan militer Hindia Belanda digantikan oleh Tentara Rakyat Indonesia.

Pada masa revolusi, Cimahi menjadi salah satu titik perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Cimahi pernah digunakan sebagai markas pertama Badan Keamanan Rakyat (BKR) Keresidenan Priangan dengan komandan Aruji Kartawinata, sebelum dipindahkan ke Bandung. Selanjutnya, Cimahi dijadikan pusat pendidikan TNI karena sarana prasarana bekas KL maupun KNIL masih baik dan bisa digunakan.

Pada tahun 1962, Cimahi termasuk dalam wilayah Kabupaten Bandung dengan status kewedanan. Dikarenakan menunjukkan perkembangan yang memiliki karakteristik perkotaan, akhirnya status Cimahi ditingkatkan menjadi kota administratif (kotif) dengan PP 29/1976. Dengan diterbitkannya UU 9/2001, Cimahi resmi menjadi kota yang memiliki otonomi penuh dalam mengurus rumah tangganya sendiri lepas dari dominasi pemerintahan Kabupaten Bandung.

KOMPAS/MOCH S HENDROWIJONO

Cimahi sebagai kota pusat pendidikan TNI-Angkatan Darat, mempunyai sebuah monumen pahlawan yang nyaris terlupakan. Tugu pahlawan itu diresmikan pada Hari Pahlawan 1963. Ia berbentuk sebuah peluru yang diberdirikan dengan sebuah lampu merah tepat dipuncak tugu tersebut. Dikelilingi dengan suatu lingkaran besar yang artistik, ditambah dengan “pengawal” yang terdiri dari beberapa buah meriam sundut kecil dan besar serta pertamanan yang indah.

Geografis

Kota Cimahi terletak diantara 107 30’30’’ — 1070 34’30’’ BT dan 6 50’ 00’ — 656’00’’ LS. Kota Cimahi memiliki luas wilayah sebesar 39,27 km2. Luas wilayah sebesar ini menjadikan Kota Cimahi memiliki luas wilayah terkecil kedua setelah Kota Cirebon yang hanya seluas 40,37 Km2.

Cimahi terhitung cukup strategis karena diapit oleh Kabupaten Bandung di bagian selatan, Kota Bandung di sebelah timur dan Kabupaten Bandung Barat di sebelah barat dan utara.

Di samping itu, Kota Cimahi dilintasi oleh jalan nasional yang berfungsi untuk menghubungkan Kota Bandung dan Kota Jakarta, jalan tol Cileunyi-Padalarang-Purwakarta, serta jalur kereta api Bandung-Jakarta.

Berdasarkan letak geografis tersebut, Kota Cimahi menjadi sangat strategis karena terletak di jalur kegiatan ekonomi regional dan sebagai kota inti Bandung Raya yang berdampingan dengan ibu kota Jawa Barat yang dinamis.

Secara topografi, Kota Cimahi terletak pada elevasi +600 m hingga +1.000 m di atas permukaan laut. Kondisi tersebut berdampak pada sebagian wilayah Kota Cimahi yang menjadi bagian Kawasan Bandung Utara (KBU) sehingga pembangunannya diatur sesuai dengan ketentuan perundangan yang menunjang fungsi lindung kawasan.

Wilayah ini merupakan lembah cekungan yang melandai ke arah selatan dengan ketinggian di bagian utara ± 1,040 meter dpl (Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara), yang merupakan lereng Gunung Burangrang dan Gunung Tangkuban Perahu serta ketinggian di bagian selatan sekitar ± 685 meter dpl (Kelurahan Melong Kecamatan Cimahi Selatan) yang mengarah ke Sungai Citarum.

Sungai yang melalui Kota Cimahi adalah Sungai Cimahi dengan anak sungainya yaitu Kali Cibodas, Ciputri, Cimindi, Cibeureum dan Kali Cisangkan. Sementara itu mata air yang terdapat di Kota Cimahi adalah mata air Cikuda dan mata air Cisintok.

KOMPAS/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA

Warga bantaran Sungai Citarum di Desa Cihampelas, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, tengah mengambil memungut sampah yang tertinggal di bantaran sungai, Selasa (2/1/2018). Sampah yang terbawa dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi itu dipungut dan dijadikan mata pencaharian sebagian besar warga disana.

Pemerintahan

Cimahi ditingkatkan statusnya menjadi kota pada tanggal 21 Juni 2001. Sejak itu, Cimahi memiliki otonomi penuh dalam mengurus rumah tangganya sendiri, terlepas dari Kabupaten Bandung. Sebagai penjabat Wali Kota pertama, ditunjuk H Itoc Tochiya.

Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2001,  H Itoc Tochiya dilantik menjadi wali kota pertama Cimahi dengan wakil wali kota Dedih Djunaedi setelah mengungguli tiga pasangan calon lainnya, yakni Desi Fernanda-H Syamsul Rizal, H Mohammad Husni-HE Anda Suhanda, dan Panji Tiryasa-H Endang Anwar. Itoc menjabat wali kota Cimahi selama dua periode, yakni 2002-2007 dan 2007-2012.

Estafet kepemimpinan di Kota Cimahi kemudian diteruskan Atty Suharti yang juga istri dari Itoc Tochiya. Saat itu, Atty berpasangan dengan Sudiarto memimpin Kota Cimahi untuk periode 2012-2017.

Di Pilkada Kota Cimahi 2017, Ajay Muhammad Priatna terpilih sebagai wali kota Cimahi. Ia berpasangan dengan Ngatiyana. Sejak 28 November 2020, Ngatiyana diangkat menjadi Pelaksana Tugas Wali Kota Cimahi, menggantikan Ajay Muhammad Priatna yang terseret kasus hukum.

Wilayah Kota Cimahi terdiri dari tiga kecamatan dan 15 kelurahan. Ketiga kecamatan tersebut adalah Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Tengah, dan Kecamatan Cimahi Selatan.

Pemerintah Kota Cimahi pada tahu 2021 didukung oleh 4.071 orang pegawai negeri sipili (PNS), yang terdiri dari 1.655 PNS laki-laki dan 2.416 PNS perempuan. Sebanyak 68,83 persen PNS tersebut memiliki tingkat pendidikan sarjana atau di atasnya.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Pengecekan Logistik Pilkada – Para petugas PPS dari 66 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kelurahan Padasuka, Kota Cimahi, mengecek ulang logistik yang diperlukan di tiap TPS di Kantor KPU Kota Cimahi, Jawa Barat, Kamis (9/2/2017). Persiapan dengan pengecekan logistik ini penting untuk menyiapkan keperluan dari tiap-tiap TPS. Setelah pengecekan dilakukan, semua logistik dimasukkan lagi ke kotak suara sebelum didistribusikan ke tiap-tiap TPS.

Politik

Peta perpolitikan di Kota Cimahi diwarnai dengan dinamisnya pilihan politik warganya. Hal itu tecermin dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kota Cimahi dalam tiga pemilihan umum (pemilu) legislatif.

Di Pemilu Legislatif 2009, dari 45 kursi di DPRD Kota Cimahi, Partai Demokrat mendominasi perolehan kursi. Partai ini berhasil meraih 12 kursi. Di posisi berikutnya, PDI Perjuangan, PKS, dan Golkar sama-sama memperoleh tujuh kursi. Disusul Gerindra, Hanura, dan PAN masing-masing mendapatkan tiga kursi. Sedangkan PBR, Pelopor, dan PPP sama-sama memperoleh satu kursi.

Di Pemilu Legislatif 2014, giliran PDI Perjuangan berhasil mendapat simpati terbesar dari rakyat. Partai di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri itu berhasil mendapatkan jatah kursi. Di urutan berikutnya Gerindra memperoleh enam kursi Adapun Demokrat yang pada pemilu sebelumnya mendominasi perolehan kursi, di pemilu kali memperoleh lima kursi, sama perolehan kursinya dengan PPP dan PKS. Sementara Nasdem, Golkar, dan Hanura mendapatkan empat kursi, PAN tiga kursi dan yang paling sedikit mendapatkan kursi yaitu PKB yang meraih dua kursi.

Di Pemilu Legislatif 2019, terdapat 10 partai politik yang mendapatkan kursi legislatif di DPRD Kota Cimahi. Kesepuluh parpol itu masing-masing Gerindra dan PKS masing-masing meraih tujuh kursi. Kemudian Demokrat, PDI-P, dan Golkar masing-masing enam kursi, Nasdem empat kursi, PKB dan PPP masing-masing tiga kursi, PAN dua kursi dan Hanura satu kursi.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Penumpang menunggu bus di bawah kibaran bendera partai politik di Padalarang, Jawa Barat, Kamis (31/7/2008). Masa kampanye yang sangat panjang dipergunakan sejumlah partai politik untuk berlomba saling pamer bendera parpol guna menarik perhatian dan mengenalkan kepada warga.

Kependudukan

Kota Cimahi termasuk berpenduduk cukup padat dan ramai, karena menjadi pusat kegiatan ekonomi. Menurut data BPS, Kota Cimahi dihuni oleh 571.632 jiwa (2021), yang terdiri dari  288.362 laki-laki dan 283.270 perempuan.

Jumlah penduduk laki-laki hampir sebanding dengan penduduk perempuan. Hal ini dibuktikan dengan rasio jenis kelamin sebesar 100,82. Artinya, terdapat sekitar 101 laki-laki pada setiap 100 penduduk perempuan.

Pada tahun 2020, persentase penduduk yang berada di usia produktif (15-64 tahun) sebesar 71,45 persen. Hal ini menandakan jika di Kota Cimahi ini mayoritas penduduknya masih berada dalam usia produktif.

Kota Cimahi merupakan kota kecil yang berpenduduk padat namun sangat heterogen dan merupakan miniatur Indonesia, karena semua pemeluk agama dan kepercayaan ada di kota ini. Di sisi etnis, kendati mayoritas penduduk Kota Cimahi berasal dari Suku Sunda, namun banyak juga warganya yang berasal dari suku lain di Indonesia seperti Jawa, Batak, dan lain-lain yang menetap di daerah ini.

Keberagaman suku bangsa di Cimahi menyebabkan munculnya kebudayaan dan kesenian yang beragam pula. Sebagai hasil dari hal tersebut, kebudayaan dan kesenian Sunda tetap dilestarikan dan dikembangkan.

Pementasan budaya dan kesenian bahkan telah dipertunjukkan sejak zaman Hindia Belanda. Kesenian Sunda yang terkenal di Cimahi, antara lain tari jaipongan, tari keurseus, sisingaan, angklung, calung reog, tembang, rengkong, kecapi suling, degung, tarawangsa, longser, jenaka sunda, sandiwara, seni pencak silat, kliningan, karawitan dan wawayangan dan tari merak.

Di sisi agama, mayoritas penduduk Cimahi menganut agama Islam, yakni sebesar 94,02 persen. Sedangkan penduduk Kota Cimahi yang beragama Kristen Protestan sebanyak 4,18 persen, disusul penganut agama Katolik 1,52 persen, serta penganut agama Hindu 0,12 persen dan penganut agama Budha 0,09 persen.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Suasana Kompleks Cipageran Asri, Kota Cimahi, Jawa Barat, Selasa (14/4/2020) siang. Warga di perumahan itu bergotong royong membantu memenuhi kebutuhan makanan seorang warga yang positif Covid-19 beserta keluarganya.

Indeks Pembangunan Manusia
78,06 (2021)

Angka Harapan Hidup 
74,21 tahun (2021)

Harapan Lama Sekolah 
13,81 tahun (2021)

Rata-rata Lama Sekolah 
11,08 tahun (2021)

Pengeluaran per Kapita 
Rp12,01 juta (2021)

Tingkat Pengangguran Terbuka
13,07 persen (2021)

Tingkat Kemiskinan
5,35 persen (2021)

Kesejahteraan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Cimahi pada tahun 2021 tercatat sebesar 78,06. Tahun sebelumnya, IPM Kota Cimahi tercatat sebesar 77,83. Pencapaian IPM Kota Cimahi itu masuk kategori tinggi.

Ditilik dari komponen pembentuknya, angka harapan hidup tercatat selama 78,06 tahun. Sementara untuk dimensi pengetahuan, anak-anak yang pada tahun 2021 berusia 7 tahun memiliki harapan dapat menikmati pendidikan hingga 13,81 tahun (diploma II, namun tidak tamat). Sedangkan penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh pendidikan selama 11,08 tahun. Adapun untuk pengeluaran per kapita tercatat sebesar Rp12,01 juta.

Angka pengangguran di Kota Cimahi tercatat cukup tinggi pada 2021. Tingkat pengangguran terbuka tercatat 13,07 persen dari total penduduk atau sebanyak 38.193 orang. Tahun sebelumnya, tingkat pengangguran Kota Cimahi sebesar 13,3 persen.

Sementara, jumlah penduduk miskin di Kota Cimahi pada 2021 tercatat sebesar 5,35 persen atau 32.480 jiwa. Tahun sebelumnya, persentase penduduk miskin Kota Cimahi sebesar 5,11 persen dari total penduduk. Kenaikan angka kemiskinan tersebut  terjadi sebagai imbas dari pandemi Covid-19, sebagian besar masyarakat terdampak secara ekonomi.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Sejumlah anak SMP sedang membaca buku yang dipinjamkan secara gratis oleh Komunitas Rindu Menanti, di Halte SMP 6 Cimahi, Kota Cimahi, Sabtu (13/2/2017). Komunitas Rindu Menanti memberikan buku pinjaman secara gratis untuk meningkatkan minat baca dan mendorong penggunaan transportasi umum.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp405,10 miliar (2021)

Dana Perimbangan 
Rp1,05 triliun (2021)

Pendapatan Lain-lain 
Rp61,93 miliar  (2021)

Pertumbuhan Ekonomi
4,19 persen (2021)

PDRB Harga Berlaku
Rp34,25 triliun (2021)

PDRB per kapita
Rp59,93 juta/tahun (2021)

Ekonomi

Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Cimahi pada 2021 tercatat sebesar Rp34,25 triliun, utamanya ditopang oleh industri pengolahan. Sektor ini menyumbang sebesar 46,31 persen dari total PDRB Kota Cimahi pada 2021.

Selain industri, perekonomian Cimahi juga banyak disumbang oleh perdagangan besar dan eceran (15,43 persen), dan usaha konstruksi (12,85 persen). Sejak 2014-2021, ketiga sektor tersebut selalu mengalami peningkatan dan menjadi penopang perekonomian daerah ini.

Cimahi terkenal sebagai daerah industri. Tercatat pada tahun 2020, di Cimahi terdapat 428 perusahaan industri. Dari jumlah industri itu, tenaga kerja yang terserap sebanyak 106.936 orang. Kegiatan industri di Cimahi didominasi oleh tekstil (178), pakaian jadi (48), barang dari logam (34), logam dasar (34) serta makanan dan minuman (31).

Di sektor perdagangan, terdapat tujuh pasar di Cimahi pada tahun 2020. Dari tujuh pasar itu, terdapat empat pasar dikelola oleh pemerintah, yaitu Pasar Atas Baru, Pasar Cimindi, Pasar Melong, dan Pasar Citeureup serta tiga pasar yang dikelola swasta, yaitu Pasar Antri, Pasar Baros dan Pasar Rancabentang.

Di bidang keuangan daerah, total pendapatan Kota Cimahi tembus Rp1,52 triliun pada 2021. Dana pembangunan daerah ini masih bertopang pada dana perimbangan dari pemerintah pusat yang mencapai Rp1,05 triliun atau 69,2 persen dari total pendapatan daerahnya.

Sementara itu, pendapatan asli daerah (PAD) menyumbang sebesar Rp405,10 miliar atau 26,6 persen dari total pendapatan. Lebih lanjut, kontribusi terkecil adalah penerimaan dari lain-lain pendapatan daerah yang sah, yaitu sebesar Rp61,93 miliar atau 4,2 persen dari total pendapatan.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Produksi Pakaian Olahraga Vilour – Para pekerja konveksi selesaikan proses pembuatan kostum olahraga di tempat produksi pakaian olahraga Vilour, Cimahi, Jawa Barat, Kamis (22/10/2015). Produk pakaian olahraga ini juga digunakan sejumlah tim sepakbola di Indonesia.

Di sektor pariwisata, Kota Cimahi memiliki wisata alam, wisata sejarah, dan wisata kuliner. Menurut data BPS, Cimahi tercatat memiliki 10 bangunan cagar budaya, 1 wisata alam, 2 wisata budaya, dan 3 wisata minat khusus.

Untuk wisata alam, Cimahi memiliki Curug Ciseupan, Curug Bugbrug, Curug Tilu, dan Curug Cimahi yang kini bermetamorfosis menjadi Curug Pelangi. Selain itu, juga terdapat beberapa tempat wisata yang menawarkan konsep alam, seperi Alam Wisata Cimahi, Katumbiri, Ciwangun Indah Camp (CIC) dan tempat wisata berkuda Pakuhaji. Untuk wisata budaya, terdapat Kampung Adat Cireundeu sedangkan wisata minat khusus ada Pandiga Education Sport, Ereveld Kerkhof, Kabuci dan Kopi 372 dan Pasar Wisata Legokawi.

Sementara untuk wisata kuliner, terdapat bandrek, bajigur, dendeng jantung pisang (denjapi), kencur, paru daun singkong, minuman aloe vera atau yang terbuat dari olahan lidah buaya, keripik binahong, keripik setan, kue semprong, kremes, comring, dan awug.

Adapun akomodasi di Cimahi terdapat satu hotel bintang, dua hotel melati, dan 21 homestay/guest house. Sementara untuk rumah makan dan restoran tercatat sebanyak 113 di tahun 2021.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Pengunjung mengamati keindahan Curug Cimahi dari menara pandang, Selasa (26/1/2016). Curug Cimahi merupakan salah satu destinasi wisata di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, yang dikelola Perum Perhutani.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Melepas Jepitan Kota Cimahi”, Kompas, 21 Februari 2001, hlm. 01
  • “Mendagri Meresmikan Dua Belas Kota Baru”, Kompas, 18 Oktober 2001, hlm. 26
  • “Kota Cimahi * Otonomi”, Kompas, 20 November 2003, hlm. 32
  • “Datanglah ke Cimahi Malam Hari * Otonomi”, Kompas, 20 November 2003, hlm. 32
  • “Otonomi Daerah: Nasibmu Kota Cimahi…”, Kompas, 26 Maret 2008, hlm. 34
  • “Forum : Sewindu Kota Cimahi”, Kompas Jawa Barat, 02 Juli 2009, hlm. 09
  • “Forum : Cimahi dan Kawasan Wisata Pusaka”, Kompas Jawa Barat, 02 Feb 2010, hlm. 03
  • “Kota Cimahi: Industri Kreatif Animasi Semakin Dikembangkan * Indeks Kota Cerdas 2015”, Kompas, 20 Juni 2015, hlm. 22
  • Strategi Pembangunan: Aspek Pendidikan dan Kesehatan Penting * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015, Kompas, 20 Juni 2015, hlm. 22
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung

Editor
Topan Yuniarto